Anda di halaman 1dari 29

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PERAWATAN LUKA KANKER MELALUI

PERAWATAN LUKA YANG BERKUALITAS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang optimal adalah tujuan dari pembangunan kesehatan.
Jumlah penduduk merupakan ancaman dan pressure terbesar bagi masalah lingkungan hidup.
Setiap penduduk memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup, di
sisi lain setiap orang juga menghasilkan limbah dalam beragam bentuk. Lingkungan merupakan
salah satu variable yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan
masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, genetik, lingkungan
menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Konsumsi makanan siap saji di
masyarakat perkotaan diperkirakan terus meningkat mengingat terbatasnya waktu anggota keluarga
untuk mengolah makanan sendiri. Oleh karena itu tidak jarang masyarakat perkotaan terkena
penyakit kanker.
Salah satu penyakit non infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker payudara menempati
urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru
dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi kanker
payudara. Berbeda dengan di Negara barat dimana setiap wanita usia subur diharuskan oleh
asuransi kesehatan untuk memeriksakan payudaranya secara berkala sehingga stadium dini kanker
payudara ditemukan jauh lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Insiden kanker payudara di dunia relatif tinggi, dilaporkan kejadian kanker payudara adalah
20% dari seluruh keganasan. Angka prevalensi kanker payudara yang tercatat di Amerika Serikat
menempati urutan tertinggi pada wanita. Tahun 2008 diperkirakan 40.930 orang meninggal dunia
karena kanker payudara.
Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara, hamper 60% wanita yang didiagnosa
kanker payudara tidak mempunyai factor risiko yang teridentifikasi. Hal ini menunjukkkan bahwa
semua wanita dianggap berisiko untuk mengalami kanker payudara selama hidupnya (Smeltzer,
2002). Keterlambatan mengetahui bahwa seorang wanita telah mengidap kanker payudara hingga
stadium lanjut dikarenakan rendahnya pemahaman wanita tentang kanker payudara oleh sebab itu
banyak pasien dating berobat ke rumah sakit dengan kondisi yang kurang baik seperti datang
dengan kondisi luka kanker yang sudah cukup luas.
Angka kejadian luka kanker tidak sepenuhnya diketahui namun Schiech (2002) melaporkan
jumlah luka kanker 9% dari jumlah pasien kanker. Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel
kanker sampai menembus lapisan dermis dan epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau
bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa
benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti bunga kol, mudah terinfeksi sehingga
menyebabkan lendir, cairan, darah dan bau yang tidak sedap. Gejala yang sering ditemukan pada
luka kanker diantaranya adalah molodor dan eksudat. Luka kanker merupakan luka kronik yang
berhubungan dengan kanker stadium lanjut. Hoplamazian (2006) meyebutkan definisi luka kanker
sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel kanker juga
akan merusak pembuluh darah dan pembuluh lymph yang terdapat dikulit (Grocott, 2003). Ciri
ciri luka kanker yaitu ditemukan nodul non-tender pada kulit. Ketika sel tumor tumbuh dan
menyebar, nodul-nodul ini makin membesar dan merusak kapiler dan kelenjar getah bening.
Bakteri yang menyebabkan malador pada luka merupakan bakteri aerob maupun anaerob. Bakteri
anaerob yang berhubungan dengan malodor yaitu: Bacteroides spp, Prevotella spp, Fusobacterium
nucleatum, Clostridium perfringens, dan Anaerobic cocci (Draper, 2005). Metronidazol telah
digunakan secara luas sebagai agen topical untuk perawatan luka kanker. Metronodazol topical
bekerja dengan cara beikatan dengan DNA bakteri dan menghambat replikasi bakteri yang
kemudian dapat mencegah dan mengatasi gejala malodor dan eksudat pada luka kanker (Naylor,
2002).
Naylor (2002) menyebutkan bahwa tujuan perawatan luka kanker bukan untuk menyembuhkan
luka, tetapi untuk mempertahankan kenyamanan, menghindari isolasi social, dan meningkatkan
kualitas hidup. Perawatan berfokus pada mencegah dan mengatasi infeksi pada luka kanker, salah
satunya malodor dan eksudat yang berperan besar menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien dan
lingkungan pasien pada luka kanker.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui teknik nonfarmakologi yang digunakan untuk
membersihkan dan mengurangi luas luka kanker payudara.

1.3 Manfaat Penulisan


Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya diunit bedah dan sebagai dasar pertimbangan
pihak rumah sakit untuk membuat/menetapkan pengkajian khusus dalam memberikan asuhan
keperawatan pada perawatan luka kanker payudara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi Kanker Payudara


Price (2005) mendefinisikan kanker payudara adalah kanker yang sering terjadi
pada kaum wanita (diluar kanker kulit). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi
keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya
terdapat hiperplasi yang kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi
stroma. Sedangkan menurut Ramli, (1995) kanker payudara adalah neoplasma ganas,
suatu pertumbuhan jaringan payudara yang abnormal yang tidak memandang jaringan
sekitarnya, tumbuh infiltrative, destruktif dan dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh
progresif dan relatif cepat membesar.

2.1.2 Etiologi
Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel payudara.
Organ-organ dan kelenjar dalam tubuh (termasuk payudara) terdiri dari jaringan yang
berisi sel-sel. Umumnya pertumbuhan sel normal mengalami pemisahan dan mati ketika
sel menua sehingga dapat digantikan sel-sel baru. Tetapi ketika sel-sel lama tidak mati
dan sel-sel baru terus tumbuh, jumlah sel-sel yang berlebihan bisa berkembang tidak
terkendali sehingga membentuk tumor. Menurut Smettzer & Bare,(2002) tidak ada
satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian faktor genetik,
hormonal, dan kemungkinan kejadian penunjang dapat menyebabkan kanker ini. Bukti
yang terus bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan
kanker payudara, namun apa yang menyebabkan perubahan genetik masih belum
diketahui.
2.1.3 Faktor-faktor resiko :
1. Mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2 pada wanita dengan mutasi gen
memiliki perubahan 50-90% meningkatkan kanker payudara dan
kemungkinan perkembangan kanker payudara sebelum usia 50 tahun
(Lewis, 2007 dalam Monika 2012).
2. Riwayat keluarga, merupakan faktor resiko yang penting. Khususnya
jika terdapat anggota keluarga yang juga memiliki riwayat kanker
payudara atau ovarium. Dennis (2009) mengatakan bahwa bila ada
riwayat keluarga yang menderita kanker seperti ayah/ ibu, saudara
perempuan ayah/ibu, kakak/ adik, mempunyai resiko 2-3 kali lebih
besar terhadap terjadinya kanker payudara.
3. Usia relatif muda (kurang dari 12 tahun) saat pertama kali
mendapatkan menstruasi dapat meningkatan resiko kanker payudara.
Saat ini di Negara berkembang terjadi pergeseran usia menarche
menjadi usia 12-13 tahun. Kehamilan pertama pada usia lebih dari 35
tahun, wanita nullipara atau belum pernah melahirkan dan lama masa
menyusui dapat meningkatkan angka kejadian kanker payudara
(Rasjidi, 2010). Angka kejadian kanker payudara di bawah 25 tahun
sangat sedikit dan meningkat secara bertahap hingga usia 60 tahun
(Lewis, 2007).
4. Terapi sulih hormone (TSH) dapat meningkatkan resiko kanker
payudara. Terdapat pengningkatan resiko sebesar 2,3% setiap
tahunnya pada wanita pascamenopause yang memakai TSH. Wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun kemungkinan
meningkatkan faktor resiko.
5. Obesitas, wanita yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas)
dan individu dengan konsumsi tinggi lemak beresiko 2 kali lebih
tinggi dari yang tidak sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak.
6. Konsumsi alkohol, sebagai faktor resiko masih menjadi kontroversi.
Pola hidup di negara maju yang mengkonsumsi wine secara teratur
(misalnya Italia dan Perancis) memiliki angka kejadian kanker
payudara lebih tinggi.
2.1.4 Tanda dan gejala
Gejala kanker payudara pada awal permulaan sering tidak dirasakan oleh
penderita. Kanker payudara pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan.
Tanda yang mungkin dirasakan pada stadium dini adalah terabanya benjolan pada
bagian payudara. Gejala dan tanda khas kanker payudara yang bisa diamati pada
stadium lanjut antara lain teraba ada benjolan kecil yang keras di payudara, benjolan
semakin membesar, benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan pada
awalnya tidak terasa sakit. Perubahan bentuk dan ukuran payudara terjadi karena
pembengkakan menyebabkan rasa panas, nyeri atau sangat gatal di daerah sekitar
puting. Gejala pada puting meliputi perubahan bentuk puting (masuk kedalam atau
nipple retraction) dan mengeluarkan cairan atau darah. Selain adanya benjolan dan
perubahan puting, perubahan juga terjadi pada bagian kulit payudara. Perubahan
pada kulit payudara diantaranya perubahan warna kulit, berkerut dan iritasi seperti
kulit jeruk (peau dorange). Hal ini dapat terjadi jika benjolan pada awal stadium
tidak diindahkan oleh penderita.

2.1.5 Patofisiologi
Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada
sistem duktal, mulamula terjadi hiperplasia sel sel dengan perkembangan sel
sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi
stroma. Carsinoma membutuhkan waktu tujuh tahun untuk bertumbuh dari sel
tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira kira
berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira kira seperempat dari kanker payudara
telah bermetastasis. Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk
dikendalikan. Kanker payudara bermetastasis dengan penyebaran langsung ke
jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, 2005).
Sel kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas
kapiler akan terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan kulit.
Sel kanker tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat dan
merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit.
Akibatnya jaringan dan lapisan kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul luka
kanker.
Jaringan nekrosis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
baik yang bakteri aerob atau anaerob. Bakteri tersebut akan menginfeksi dasar
luka kanker sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, sel kanker
dan proses infeksi itu sendiri akan merusak permeabilitas kapiler kemudian
menimbulkan cairan luka (eksudat) yang banyak. Cairan yang banyak dapat
menimbulkan iritasi sekitar luka dan juga gatal-gatal. Pada jaringan yang rusak
dan terjadi infeksi akan merangsang pengeluaran reseptor nyeri sebagai respon
tubuh secara fisiologis akibatnya timbul gejala nyeri yang hebat. Sel kanker itu
sendiri juga merupakan sel imatur yang bersifat rapuh dan merusak pembuluh
darah kapiler yang menyebabkan mudah perdarahan. Adanya luka kanker, bau
yang tidak sedap dan cairan yang banyak keluar akan menyebabkan masalah
psikologis pada pasien. Akhirnya, pasien cenderung merasa rendah diri, mudah
marah/tersinggung, menarik diri dan membatasi kegiatannya. Hal tersebut yang
akan menurunkan kualitas hidup pasien kanker.
2.1.6 Distribusi dan Klasifikasi
Dari seluruh kanker payudara sekitar 50 % tumbuh pada kuadran lateral atas,
10% pada ketiga kuadran lain dan 20% sub areolar. Klasifikasi kanker payudara
menurut Robbin, (2002) adalah sebagai berikut:
a. Non Invasif (Non infiltratif)
1) Karsinoma intraduktal
2) Karsinoma intraduktal dengan penyakit paget
3) Karsinoma lobuler insitu.
b. Invasif (Infiltratif)
1) Karsinoma intraduktal invasif
2) Karsinoma duktal invasif dengan penyakit paget
3) Karsinoma lobuler invasif
4) Karsinoma meduler
5) Karsinoma koloid
6) Karsinoma tubular
7) Karsinoma kista adenoid
8) Karsinoma apokrin
9) Karsinoma papiler skuamosa.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan TNM menurut Smeltzer & Bare (2002).
Tumor primer (T) :
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor kurang dari 2 cm
T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm
T3 Tumor lebih dari 5 cm
T4 Perluasan kedinding dada, inflamasi
Kelenjar getah bening regional (N) :
N0 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional.
N1 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang dapat berpindah-pindah
N2 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang menetap
N3 Metastasis ke kelenjar mamaria interna ipsilateral
Metastasis jauh (M) :
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikular ipsilateral)

2.1.7 Pentahapan Kanker Payudara


Pentahapan kanker menurut Smeltzer & Bare, (2002).
a. Tahap I
Tumor kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe dan tidak metastasis.

b. Tahap II
Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, nodus limfe tidak terfiksasi
negative atau positif dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
c. Tahap III
Tumor lebih dari 5 cm, nodus limfe terfiksasi positif dalam area clavikular dan
tidak terdeteksi adanya metastasis.

d. Tahap IV
Tumor sembarang ukuran lebih dari 5 cm, nodus limfe normal atau kankerosa
dan metastasis jauh.

2.1.8 Pengobatan
Menurut Ramli, (1995) dalam hal pengobatan yang perlu diketahui :
a. Pengobatan pada stadium dini akan memberi harapan kesembuhan dan
harapan hidup yang baik
b. Jenis-jenis pengobatan:
Pada stadium I, II dan III awal (stadium operable), sifat pengobatan adalah
kuratif. Pengobatan pada stadium I,II dan IIIa adalah operasi yang primer,
terapi lainnya hanya bersifat ajuvant. Untuk stadium I,II pengobatan adalah
radikal mastektomi atau modified radikal mastektomi, dengan atau tanpa
radiasi dan sitostatika ajuvant. Jika kelenjar getah bening aksila mengandung
metastase maka diberikan terapi radiasi ajuvant dan sitostatika ajuvant. Jika
kelenjar getah bening aksila tidak mengandung metastase, maka terapi radiasi
dan sitostatika ajuvant tidak diberikan. Stadium IIIa adalah simpel
mastektomi dengan radiasi dengan sitostatika ajuvant. Untuk stadiun lanjut,
yaitu stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliasi, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup.
Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama
adalah radiasi dan dapat diikuti modalitas lain yaitu hormonal terapi dan
sitostatika. Stadium IV pengobatan yang primer adalah yang bersifat sistemik
yaitu hormonal dan kemoterapi. Radiasi terkadang diperlukan untuk paliasi.
c. Kemoterapi Cyclofosfamid Adriamycin Fluorasil (CAF) dan
Cyclofosfamid Epirubisin Fluorasil (CEF)
Kemoterapi ajufan untuk kanker payudara melibatkan kombinasi obat
multiple yang lebih efektif daripada terapi dosis tunggal. Kombinasi yang
paling sering dianjurkan disebut CAF dan meliputi siklofosfamid (Cytoxan),
Adriamycin , fluorasil (5-FU) dengan atau tanpa tamoksifen. Terapi ini
biasanya diberikan selama 3-6 bulan. Adriamycin memiliki efek samping
mengganggu perfusi jantung oleh karena itu pasien yang memiliki penyakit
jantung dapat digantikan dengan Epirubicin sehingga kombinasi ini disebut
CEF (Wim, 1997).

2.2 Luka Kanker Payudara


2.2.1 Definisi Luka Kanker
Luka kanker dikenal pula dengan sebutan fungating malignant wound atau malignant
cutaneus wound. Luka kanker merupakan infiltrasi sel tumor yang merusak lapisan
epidermis dan dermis yang disebabkan oleh deposisi dan atau proliferasi sel ganas
dengan bentuk menonjol atau tidak beraturan, biasanya seringkali muncul berupa
benjolan (nodul) yang keras, non mobile, bentuknya menyerupai jamur(caulli
flower), mudah terinfeksi, mudah berdarah,nyeri, mengeluarkan cairan yang berbau
tidak sedap dan sulit sembuh (Gitaraja, 2004). Normalnya sebuah luka akan sembuh
dalam waktu maksimal 14 hari, tetapi luka akibat pertumbuhan sel kanker sulit
diharapkan sembuh dalam jangka waktu tersebut (Anonim, 2009). Luka kanker
payudara termasuk jenis luka kronik yang sukar sembuh. Menurut Potter&Perry,
(2001) luka kronik adalah luka yang gagal melewati proses perbaikan untuk
mengembalikan integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal. Seperti luka kronik lainnya, luka kanker payudara juga mengalami tahapan
proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada tahapan proliferasi yang
memanjang, dimana terjadi penurunan fibroblas, penurunan produksi kolagen, dan
berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada
kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi jaringan nekrotik. Jaringan
nekrotik merupakan fasilitator terhadap perkembangbiakan bakteri aerob dan anaerob
(Gitaraja, 2004). Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka. Namun yang
umum luka dapat diklasifikasikan atas dasar :
1.Usia luka ( Wound Age ) :
a. Luka akut
b. Luka kronik

2. Kedalaman luka ( Wound Depth ):


a. Superficial
b. Partial Thickness
c. Full Thicknes

3. Waktu terjadinya luka


a. Luka kontaminasi yakni luka yang belum melewati batas waktu kontaminasi
atau golden periode (kurang dari 6 jam)
b. Luka infeksi yakni luka yang sudah melewati batas waktu kontaminasi atau
golden periode (lebih dari 6 jam).

Saat kita menentukan usia sebuah luka maka pertama harus ditentukan
apakah luka tersebut akut atau kronik. Penentuan dapat menjadi sulit bila hanya
berpatokan pada kurun waktu. Selain pertimbangan waktu maka perlu diingat
bahwa luka disebut akut bila luka tersebut baru atau mencapai kemajuan
penyembuhan luka sesuai yang diharapkan. Sementara luka kronik adalah luka
yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan. Hal ini yang penting adalah
pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak
bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak
merah, lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami
kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik.

2.2.2.Pengkajian Luka Kanker Payudara


Pada luka kronik perlu melakukan pendekatan holistik dalam melakukan
pengkajian. Pengkajian tidak hanya berpusat pada luka, melainkan reaksi psikologis
maupun efek luka terhadap kehidupan sosial individu juga perlu dikaji. Penting diingat
bahwa pada beberapa kasus, tindakan paliatif merupakan upaya yang tepat untuk
meningkatkan kualitas hidup klien dengan luka kanker. Manajemen luka yang dapat
diterima perlu didiskusikan dengan pasien (Price, 1996, dalam Naylor, 2002).
Identifikasi gejala dan masalah psikososial yang menyebabkan distres bagi pasien juga
perlu dikaji (Naylor, 2002).
`Pengkajian yang akurat pada area luka merupakan dasar yang penting untuk
merencanakan tindakan dan menilai keefektifan tindakan. Parameter yang perlu dinilai
pada luka kanker meliputi lokasi, ukuran/kedalaman/bentuk, jumlah eksudat, jenis
jaringan yang ditemukan (nekrotik, pus, granulasi, epitelisasi), tanda-tanda infeksi,
nyeri (termasuk nyeri saat pencucian luka dan penggantian balutan), kondisi kulit
sekitar luka, dan perdarahan (Naylor, 2002). Jumlah eksudat juga dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur yang diambil dari Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-
Jensen & Sussman, 1998). Hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan proporsi
balutan yang terpapar eksudat. Jumlah eksudat diukur dengan menggunakan pengukur
transparan yang membagi area menjadi 4 bagian (25%) second dressing. Kategori
pengukuran digambarkan sebagai berikut:
Tidak ada = jaringan luka tampak kering
Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur
pada balutan
Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka,
drainase pada balutan 25%
Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka,
drainase pada balutan >25% s.d. 75%.
Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada luka,
drainase pada balutan 75%

Selain itu pengkajian luka kanker payudara dapat dilakukan dengan cara mengkaji:
a. Letak dan luas luka
Pengkajian luka kanker terutama untuk menilai lokasi luka dan kemungkinan
letak penyebaran. Kemudian ukur besarnya luka meliputi panjang, lebar dan
ketinggian karena biasanya luka kanker menonjol /keatas.
b. Warna dasar luka.
Luka kanker memiliki bentuk menonjol sehingga cukup sulit membaginya ke
dalam stadium luka. Kemudahan untuk menilai derajat keseriusan luka kanker
adalah menilai warna dasar luka. System ini bersifat konsisten, mudah
dimengerti dan sangat tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi
perawatan luka serta mengevaluasi kondisi luka. Menurut Netherland
Woundcare Consultant Society, (1984) dikutip dari Gitaraja, (2004)
penggolongan berdasarkan warna dasar luka meliputi:
Red / Merah
Luka dengan dasar warna luka merah tua atau merah terang dan selalu
tampak lembab. Merupakan luka bersih dengan banyak vaskularisasi,
karenanya mudah berdarah.Tujuan perawatan luka adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma/perdarahan.
Yellow/Kuning
Luka dengan dasar warna luka kuning/kuning kecoklatan/kuning
kehijauan / kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi
luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Luka pada
kanker payudara stadium lanjut berwarna kuning yang menunjukkan
adanya jaringan nekrosis dan buruknya vaskularisasi. Tujuan
perawatannya adalah meningkatkan sistem autolysis debridemen agar
luka berwarna merah, absorb eksudat, menghilangkan bau tidak sedap
dan mengurangi kejadian infeksi.
Black/Hitam
Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan
dasar warna luka kuning.
2.2.3 Masalah Khas Pada Luka Kanker Payudara
Menurut Gitaraja , (2004) masalah khas pada luka kanker payudara adalah
1) Bau tidak sedap
Bau tidak sedap disebabkan karena terjadinya penurunan vaskularisasi
jaringan/hipoksia sehingga jaringan granulasi menjadi nekrosis. Jaringan
nekrotik yang dibiarkan tak terawat sangat mudah terkontaminasi dengan bakteri
aerob dan anaerob dan sangat cepat berkembang biak sehingga menimbulkan
bau yang tidak sedap. Pengkajian masalah bau tidak sedap masih tergolong
subyektif karena tergantung dari penilaian seseorang untuk mengenal bau
dengan lebih baik. Menurut Gitaraja, (2004) beberapa kriteria yang dapat
memonitor bau dan dapat membantu dalam pengkajian dan evaluasi perawatan
yaitu ; Bau kuat : bau tercium kuat dalam ruangan (6-10 langkah dari pasien)
dengan balutan tertutup. Bau sedang : bau tercium kuat dalam ruangan (6-10
langkah dari pasien) dengan balutan terbuka. Bau ringan : bau tercium bila dekat
dengan penderita pada saat balutan dibuka. Bau tidak ada : bau tidak tercium
saat disamping penderita dengan balutan terbuka.

2) Cairan yang berlebihan


Cairan yang berlebihan disebabkan karena terjadinya peningkatan permeabilitas
fibrinogen dan plasma sehingga luka menjadi sangat eksudatif.

3) Perdarahan
Kelainan hemostasis dapat berupa perdarahan yang disebabkan oleh infiltrasi sel
tumor sekitar pembuluh darah, gangguan fungsi dan jumlah trombosit turun atau
defisiensi faktor koagulasi.
4) Nyeri
Nyeri pada kanker terbagi menjadi dua katagori yaitu nyeri timbul oleh karena
sel tumor yang bermetastase atau nyeri timbul sebagai akibat dari pemberian
pengobatan kanker. Hampir sebagian klien mengeluh nyeri yang timbul
berhubungan dengan saat mengganti balutan. Balutan yang menempel kuat pada
luka tentulah sulit untuk dibuang sehingga pada saat dicabut menimbulkan
perdarahan dan nyeri.

5) Maserasi pada kulit sekitar luka


Ketidakmampuan balutan luka menyerap cairan luka menyebabkan cairan
luka menggenang dan mengenai kulit sehat sekitar luka, jika balutan tidak
segera diganti dapat menyebabkan lecet/maserasi seringkali menimbulkan
rasa tidak nyaman terutama gatal dan nyeri.

6) Infeksi
Kejadian infeksi pada luka kanker dapat diidentifikasikan dengan adanya
eritema yang makin meluas, edema, cairan berubah purulen, nyeri yang lebih
sensitif, peningkatan temperatur tubuh, peningkatan jumlah sel darah putih dan
timbul bau yang khas. Pseudomonas aeruginase dan staphylococcus aureus
merupakan organisme patogenik yang sering muncul, namun selama komponen
sistemik tubuh mampu mengatasi hal ini dan kolonisasi bakteri tidak melebihi
jumlah normal, teknik pencucian dan perawatan yang tepat cukup mampu
mengatasi hal tersebut.

2.2.4 Perawatan Luka Kanker Payudara


Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka kanker payudara, yang
pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka , prinsip kedua menyangkut
pemilihan balutan. Luka kering dibersihkan dengan teknik swabbing yaitu ditekan
dan digosok pelan-pelan menggunakan kassa steril yang dibasahi dengan air steril
atau NaCl 0,9%. Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan
teknik irigasi yaitu disemprot lembut dengan air steril atau NaCl 0,9%
(Ganiswara, 2005). Tujuan perawatan luka kanker payudara dengan bau adalah
membuang jaringan mati dan mengeliminasi kontaminasi bakteri. Autolitik atau
enzymatic debridement merupakan metode yang cukup dianjurkan untuk
membuang jaringan mati. Penggunaan therapy antibiotic topikal pada luka kanker
payudara seperti metronidazole sangat efektif untuk membunuh bakteri yang
dapat menimbulkan bau (Gitaraja, 2004). Pembalut luka merupakan sarana vital
untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan yang berlebihan, mencegah
infeksi, dan membuang jaringan mati pada luka kanker (Keast, 2007). Nistatin
yang dikombinasikan dengan metronidazole dan tepung maizena digunakan untuk
mengurangi iritasi/lecet, menyerap cairan dan mengurangi bau yang tidak sedap
pada luka kanker payudara.
Sedangkan prinsip perawatan luka kanker yang lain adalah tidak boleh
membuat luka menjadi sebuah luka baru (berdarah lagi), dan juga harus bias
mengontrol bau yang tidak sedap, mengatasi cairan yang berlebih, mencegah
infeksi, mengurangi nyeri, dan merawat kulit di sekitar luka (Anonim, 2008).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kalinski, (2005) penggunaan metronidazol
topikal sangat efektif mengatasi bau pada luka kanker, dari 16 pasien yang
dilakukan perawatan luka dengan metronidazole gel 0,75% dilaporkan 10 pasien
bau busuk pada luka hilang dan 6 pasien bau menjadi berkurang.

2.2.5 Fase Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan yang
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Menurut Kozier, (1995) dikutip dari
Potter & Perry, (2001) fase/tahap penyembuhan luka meliputi:

a. Fase Inflamatory
Terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari. Dua proses utama yang terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar didaerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin dan pembentukan bekuan darah di daerah luka.
Selama sel berpindah, lekosit (terutama netrofil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut fagositosis.
b. Fase proliferasi
Berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke 21 setelah pembedahan.
Fibroblast yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang
disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi, jaringan
yang lunak dan mudah pecah.

c. Fase maturasi
Dimulai hari ke 21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus
mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan srtuktur yang lebih
kuat. Bekas luka menjadi lebih kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan
garis putih.

2.2.6 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Luka Kanker


Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Setiap kejadian luka mekanisme tubuh akan mengupayakan
pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk
struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya (Gitaraja, 2004).
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenasi yang bersifat
lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar dapat
mengoreksi/ mengevaluasi proses penyembuhan luka. Faktor intrinsik adalah
faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka,
yang cukup berpengaruh pada luka kanker payudara meliputi : usia, status nutrisi
dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, nyeri, status imunologi dan penyakit
penyerta (hipertensei, DM, arteriosclerosis). Sedangkan faktor ekstrinsik adalah
faktor yang didapat dari luar penderita meliputi : pengobatan (kemoterapi),
radiasi, psikososial positif dan negative seperti pengetahuan klien tentang
penyakit/kondisi sakit, metode koping yang fleksibel, hubungan social suportif
yang baik, infeksi, iskemi dan trauma jaringan (Potter & Perry, 2001)
2.2.7 Kesehatan Perkotaan
Kota merupakan pusat berbagai aktivitas ekonomi, perdagangan maupun
pendidikan, sehingga memberikan konsekuensi bahwa sebagian besar kegiatan
manusia berada di perkotaan, bahkan menjadikan semakin banyaknya pendatang
yang menambah permasalahan-permasalahan kota sehingga menjadi makin
kompleks. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat terutama di wilayah
perkotaan memberikan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya
dukung lingkungan. Kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan
pertumbuhan abnormal sel-sel tubuh. Keberadaan makanan instant, rokok,
alkohol, makanan banyak lemak, makanan yang diawetkan, dan kegemukan
merupakan faktor resiko tinggi penyebab terjadinya penyakit kanker.
Berat badan lebih merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik
yang spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan
penyakit ini, secara fisiologis, berat badan lebih didefenisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau belebihan dijaringan
adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan. Berdasarkan estimasi WHO,
faktor berat badan lebih dan kurang aktivitas fisik menyumbang 30% risiko
terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian, terdapat hubungan antara kanker
dengan berat badan berlebih, diet tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik.Jenis
penyakit kanker yang timbul akibat faktor risiko ini adalah kanker kerongkongan
(oesophagus), ginjal, rahim (endometrium), pankreas, payudara, dan usus besar.
(Mujur, 2011). Lain dari pada hal itu, para pekerja di sektor industri, pertanian,
dan tenaga kesehatan di rumah sakit sering memakai bahan-bahan yang dapat
menyebabkan penyakit kanker, banyak di antara mereka yang tidak memakai alat
pelindung diri sehingga tubuh kontak langsung dengan bahan-bahan tersebut. Bila
hal ini berlangsung lama tanpa mempedulikan kesehatan, dapat berakibat
timbulnya kanker. Menurut dr. Sutjipto, Sp.B.Onk (2008) dalam Jurnal Kesehatan
RS Kanker Dharmais, kanker payudara merupakan kanker yang sering dijumpai
dalam masyarakat Indonesia dan menempati tempat ke dua terbanyak setelah
kanker leher rahim. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) melaporkan. Pada
tahun 1989 terdapat 7 juta penderita baru setiap tahun dan 5 juta orang meninggal
akibat kanker payudara.
Wanita yang berada di kota besar berisiko lebih besar mengidap kanker
payudara. Hal itu lantaran kota besar mengandung polusi transportasi atau
nitrogen dioksida (NO2) yang tinggi ketimbang di pedesaan. Selain padatnya
transportasi, NO2 juga didapat dari generator pembangkit listrik dan pembuangan
sampah. (Mark Goldberg dalam Hidayatullah 2010). Meski demikian, Goldberg
menekankan NO2 bukanlah penyebab utama kanker. Tidak diketahui apa
penyebabnya dan hanya sepertiga kasus diketahui disebabkan faktor-faktor risiko
yang umum. Goldberg mengakui timnya menemukan kaitan antara kanker
payudara pascamenopause dengan paparan NO2. Di Montreal, kota terbesar
kedua di Kanada, level NO2 nya bervariasi. Goldberg menemukan risiko itu
meningkat hingga 25 persen setiap kenaikannya sebesar 5 per 1 miliar. Dengan
kata lain, perempuan yang tinggal di area yang level polusinya tinggi berisiko dua
kali lipat mengidap kanker payudara daripada area yang bersih dari polusi.
BAB 3
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Luka
Menurut Carville (1998), Pengkajian luka meliputi :
1. Type Luka
a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka
traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses
perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis sesuai
dengan proses penyembuhan secara fisiologis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu yang
telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh
faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau
lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan
pada luka akut.
2. Type Penyembuhan
a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka
dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester). Jaringan parut yang
dihasilkan minimal.
b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan
membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari
kemudian.
c. Secondary Intention, Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.
d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan
dan mengurangi resiko infeksi.
e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal dari
jaringan terdekat.
3. Kehilangan Jaringan
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan
dengan stadium kerusakan jaringan kulit.
a. Superfisial, Luka sebatas epidermis.
b. Parsial (Partial thickness), Luka meliputi epidermis dan dermis.
c. Penuh (Full thickness). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan.
Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.
Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stadium I IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan
dermis. Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit
sampai sedang mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan terbentuknya rongga
(cavity), terdapat exudat sedang sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya (cavity), yang melibatkan
otot, tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang sampai banyak.
4. Penampilan Klinis
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain :
a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas,
bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
5. Lokasi
Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan mudah dikenali
di dokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan
luka dan jenis perawatan yang diberikan. Lokasi luka di area persendian cenderung bergerak
dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel terkena trauma
(siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear force) akan lambat
sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi
baik (wajah).
6. Ukuran Luka
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter (lingkaran).
Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah komponen
penting dari perawatan luka. Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka
dan pengkajian 3 dimensi pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk
mengukur panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka
direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai
spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga
dimensi. Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator
kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari
dan telunjuk pada titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat
menarik aplikator sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang
memegangnya. Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris
sentimeter (cm). Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam
12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah
titik kearah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari jam 12 jam 6 . Lebar dapat
diukur dari sisi ke sisi atau dari jam 3 jam 9 .
Contoh Pengukuran
Luas luka 15 cm (P) x 12 cm(L) x 2 cm(T), dengan goa/undermining
7. Eksudasi
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate
Serous : cairan berwarna jernih
Hemoserous : cairan serous yang mewarna merah terang.
Sanguenous : cairan berwarna darah kental/pekat.
Purulent : kental mengandung nanah.
b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka bakar atau
fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan gangguan elektrolit.
Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau alat
pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang
baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas aeruginosa
yang berwarna hijau/kebiruan).
d. Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang
edema dan fistula.
e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti
faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses autolisis
jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid)
8.Kulit Sekitar Luka
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema, benda
asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-
batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika luka mendapatkan
penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka di tungkai bawah. Penting
untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi dan/atau kontraksi.
9. Nyeri
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri
berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau apakah nyeri
berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri harus diteliti dan
dikelola secara tepat.
10. Infeksi Luka
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan organisme dalam luka yang
berkaitan dengan reaksi jaringan. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya tahan
tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada faktor-faktor
seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat kerusakan jaringan. Infeksi
mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan dehiscence, eviserasi, perdarahan
dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan. Secara reguler klien diobservasi terhadap
adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.
Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan atas:
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang
aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau
pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau
pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun
tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk
pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau
makrophage.
11. Implikasi Psikososial
Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka.
Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah potensial
atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam kaitannya terhadap ;
Harga diri dan Citra diri.
Perubahan fungsi tubuh.
Pemulihan dan rehabilitasi.
Issue kualitas hidup.
Peran keluarga dan sosial.
Status finansial.

B. Perawatan Luka Kanker


Perawatan pasien dengan luka kanker difokuskan terutama untuk mengendalikan gejala yang
timbul dan mendukung psikologis dari pasien kanker. Saat ini, teknik konvensional dalam
perawatan luka kanker dengan menggunakan kompres Nacl 0,9% masih banyak dilakukan.
Perkembangan terbaru perawatan luka menggunakan teknik modern wound dressing yang dapat
menciptakan lingkungan luka yang lembab sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
Metode TIME (Tissue management, Infection control, Moist balance and Edge advancement)
dapat digunakan pada perawatan luka kanker, hanya saja perawat harus lebih hati-hati dalam
terutama dalam manajemen jaringan luka kanker. Untuk dapat menghilangkan slough dan
jaringan nekrotik pada luka, perawat dapat melakukan autolitik debridement.
Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mengendalikan gejala dalam
perawatan luka kanker
Eksudat yang berlebihan ; dapat digunakan balutan yang menyerap eksudat banyak
seperti hidroselulosa (aquacel), foam, gammge dan lainnya. Usahakan balutan yang
digunakan tidak melekat pada luka untuk menghindari perdarahan ketika membuka balutan.
Eksudat juga akan menyebabkan kulit sekitar luka lecet, untuk itu dapat digunakan film
barrier atau cream (zink cream atau metcovazin cream)
Bau tidak sedap ; ditimbulkan akibat infeksi bakteri. Balutan yang dapat digunakan
adalah yang mengandung silver yang dapat mengurangi pertumbuhan bakteri dan efektif
mengontrol bau. Charcoal dressing (carboflex dll) juga dapat digunakan untuk mengurangi
bau. Jika bahan yang digunakan terlalu mahal maka dapat digunakan metode alami dengan
madu asli dan pemberian aroma terapi untuk lingkungan sekitar sehingga bau tidak sedap
dapat berkurang dan pasien akan merasa nyaman
Nyeri ; disebabkan kerusakan saraf akibat kanker atau akibat dressing yang melekat pada
kulit. Obat anti nyeri/ analgetik dapat diberikan sebelum perawatan dan memilih balutan
yang tidak lengket pada luka akan mengurangi keluhan nyeri. Sedangkan bila nyeri
dirasakan sangat mengganggu pasien, maka perlu dikonsultasikan ke dokter untuk
pemberian analgetik yang lebih tinggi.
Perdarahan ; diakibatkan oleh sel kanker yang merusak pembuluh darah kapiler. Memilih
balutan/ dressing yang tidak melekat pada luka akan mengurangi resiko perdarahan ketika
membuka balutan. Selain itu bisa menggunakan balutan yang mengandung kalsium alginate
(kaltosat, suprasorb A, seasorb dll) yang dapat menghentikan perdarahan minor. Jika
perdarahan tidak berhenti maka dapat digunakan adrenalin dan tekan lembut pada daerah
yang berdarah.
Gatal ; disebabkan oleh kulit yang meregang dan ujung saraf yang teriritasi oleh kanker.
Dapat diberikan anti histamine, menggunakan lembaran hydrogel dan krim mentol.

Ada pula yang menyatakan perawatan luka kanker dengan menggunakan metronidazole
telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk mengatasi malodor (Bale et al, 2004).
Metronidazole topikal bekerja dengan berikatan dengan DNA bakteri dan mengganggu replikasi
bakteri kemudian luka bebas dari malodor selama 7 hari (Bower et al, 1992, dalam Bale et al,
2004). Metronidazole dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 200 mg, 3 kali sehari, akan
tetapi pemberian melalui cara ini dapat menimbulkan efek samping mual. Thomas et al (1998,
dalam Naylor, 2002) menyebutkan pemberian antibiotik secara sistemik tidak efektif pada
jaringan nekrotik dengan sirkulasi darah yang buruk. Selain itu madu juga telah digunakan sejak
beberapa abad yang lalu dan semakin populer penggunaannya saat ini, karena mampu melawan
bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Madu yang memberikan lingkungan hiperosmotik pada
luka mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan membantu debridemen luka (Cooper dan
Molan, 1999; Edward, 2000; Morgan, 2000, dalam Naylor, 2002). Madu juga dapat melepaskan
hidrogen peroksida secara perlahan pada luka sebagai agen antibakteri (Dunford, 2000).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Penyakit kanker payudara merupakan neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan
payudara yang abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrative,
destruktif dan dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh progresif dan relatif cepat membesar.
Penyakit ini dapat menyerang berbagai lapisan usia mulai dari remaja, dewasa, hingga
lansia. Saat ini penderita kanker payudara cukup tinggi. Oleh sebab itu perlu perhatian
khusus bagi klien yang memiliki luka kanker untuk dilakukan perawatan luka. Adapun
tujuan perawatan luka kanker payudara dengan bau adalah membuang jaringan mati dan
mengeliminasi kontaminasi bakteri. Autolitik atau enzymatic debridement merupakan
metode yang cukup dianjurkan untuk membuang jaringan mati. Penggunaan therapy
antibiotic topikal pada luka kanker payudara seperti metronidazole sangat efektif untuk
membunuh bakteri yang dapat menimbulkan bau (Gitaraja, 2004). Pembalut luka merupakan
sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan yang berlebihan, mencegah
infeksi, dan membuang jaringan mati pada luka kanker ( Keast, 2007). Diharapkan perawat
memiliki kemampuan khusus dalam merawat luka kanker paudara.

4.2 Saran
Diharapkan dalam perawatan luka kanker payudara perawat dapat mengembangkan
keterampilan klinisnya dalam melakukan asuhan keperawatan khusunya kanker payudara
stadium IV. Pihak manajemen rumah sakit diharapkan juga terus memfasilitasi pelaksanaan
asuhan keperawatan dengan sarana dan pra sarana yang memadai, dan terus mendukung
keterampilan perawat dengan meningkatkan aktivitas pelatihan, dan kegiatan-kegiatan
ilmiah lainnya yang dapat diikuti perawat secara berjenjang dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

________(2009). Wound Care (Cont).Emedicine Health,Practical Guide to health.


Artikel di akses 10 November 2017 dari http://www.emedicinehealth.com

Anonim. 2009. Kanker Payudara. (http://www.google.com/kanker-payudara.pdf)


diakses tanggal 10 November 2017.

th
Dennis A. Casciato. (2009). Manual of Clinical Oncologi. 6 Ed. Lippincott Williams.
Philadelphia

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta :FKUI. Gitaraja.
(2004). Manajemen perawatan luka akut dan kronik, Perawatan luka kanker.
Jakarta : RS Kanker Darmais.

Kalinski, C., Schnepf, M., Laboy, D., Hernandez, L., Nusbaum, J., Grinder, M.B., et. Al.
(2005). Effectiveness of a Topical Formulation Containing Metronidazole for
Wound Odor and Exudate Control. Diakses 2 Juli 2013, dari
http://www.naccme.com/woundcare.

Keast, D., & Orsted, H. (2007) The basic principles of wound healing. Diakses 10
November 2017 dari http:// www.cawc.net

Kusminarto. (2005). Deteksi sangat dini kanker payudara, jawaban untuk menghindar.
Artikel Diakses 10 November 2017 dari http://www.Depkes.pydr.htm.

Melina,Y. (2007). Efektifitas penggunaan kompres povidon iodine dan permanganat


kalium dalam penatalaksanaan luka kronis kanker payudara.

Morison, M. J. (2004). Manajemen Luka. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.


Mujur A. (2011). Hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
berat badan lebih pada remaja. Artikel ilmiah.

Naylor, W. (2002b). Malignant wound: aetiology and principles of management.


Nursing standard. Melbourne: Ausumed Publications.
Olson, J. (2004). Belajar mudah farmakologi. Penerbit buku kedokteran. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai