KELOMPOK 5
Disusun Oleh:
1. Fraga Batara. KT
2. Nining Rohimah
3. Nur Aina Sari
4. Nurulhijriah Awaliah.R
5. Nurhidayah Apriana Syam
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan petunjuk dan
atas limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Agama
Islam ini. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen selaku
fasilitator mata kuliah Agama Islam, yang selama ini telah membimbing kami dalam
mempelajari materimateri tersebut.
Makalah ini kami susun sebagai tugas seminar dalam perkuliahan. Materi
yang dimuat dalam makalah yakni mengenai Ketentuan Menstruasi/Haidh dan Nifas.
Selain dari itu, makalah ini kami susun sebagai salah satu literatur untuk menambah
pengetahuan Mahasiswa lainnya dalam mempelajari materi yang bersangkutan.
Penyusun
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ............................................................................... 1
1. Latar Belakang ..................................................................... 1
2. Tujuan ................................................................................... 2
BAB II Pembahasan ................................................................................ 3
1. HAID...................................................................................... 3
1.1 Hakikat Haid ................................................................ 3
1.2 Ciri-ciri Darah Haid ..................................................... 7
1.3 Warna Darah Haid........................................................ 9
1.4 Tempo Haid.................................................................. 12
1.5 Hal-hal Terkait dengan Haid........................................ 15
1.6 Riwayat-riwayat Hadits Tentang Darah Haid.............. 20
2. NIFAS.................................................................................... 21
2.1 Makna Nifas................................................................. 21
2.2 Hukum-Hukum Nifas................................................... 23
2.3 Dalil Nifas dalam Hadis............................................... 26
2.4 Hal yang Dilarang Dilakukan Wanita Sedang Nifas.... 28
3. PERBEDAAN HAID DAN NIFAS....................................... 32
4. BEBERAPA HUKUM TERKAIT HAID DAN NIFAS........ 32
BAB III Penutup ...................................................................................... 35
A. Kesimpulan ..........................................................................
35
B. Saran ..................................................................................... 35
ii
Daftar Pustaka .............................................................................................. 36
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh
wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik
FSH-Estrogen atau LH-Progesteron. Periode ini penting dalam hal reproduksi.
Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara
usia remaja sampai menopause. Haid mengandung dua pengertian, secara bahasa dan
istilah. Haid menurut bahasa merupakan bentuk mashdar dari hadha-haidh. Hadhat
al-mar'ah haidhan, mahadhan, dan mahidhan berarti "ia haid". Kata al-haidhah
menunjukkan bilangan satu kali haid. Sedangkan al-hidhah adalah kata nama, bentuk
jamaknya al-hiyadh.
Nifas dari segi bahasa berasal dari kata na fi sa yang bermaksud melahirkan.
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan melahirkan atau setelah
melahirkan. Darah nifas merupakan darah yang tertahan dan tidak bisa keluar dari
1
rahim selama hamil. Ketika melahirkan, darah tersebut keluar sedikit demi sedikit.
Darah yang keluar sebelum melahirkan, disertai tanda-tanda kelahiran yang disebut
juga sebagai darah nifas. Menurut Imam Asy-Syafi'i, darah nifas adalah darah yang
keluar dari Rahim wanita yang sebelumnya mengalami kehamilan, meskipun darah
yang keluar hanya berwujud segumpal darah.
2. Tujuan
BAB II
2
PEMBAHASAN
1. HAID
1.1 Hakikat Haid
3
banyak melaknat dan kufur terhadap keluarga dekat. Saya tidak melihat
orang yang lebih lemah akal dan agamanya daripada kalian." Mereka
bertanya kembali, "Mengapa akal dan agama kamu kurang, ya Rasulullah?"
Nabi menjawab, "Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari
persaksian seorang laki-laki?" Mereka menukas, "Benar." Rasulullah
bersabda lagi, "Itulah kurangnya akal wanita. Bukankah jika ia haid tidak
shalat dan tidak puasa?" Mereka menukas, "Benar, ya Rasulullah." Beliau
bersabda, "Itulah kurangnya agama wanita."
Haid dan suci keduanya dinamakan qar'a dengan baris fathah atau qur'a
dengan baris dhammah. Di antara ulama ada yang membedakan, di antara
keduanya menjadi dua mazhab; Ada yang mengatakan ithlaq dalam isytirak,
dan ada yang mengatakan pasti pada bagian yang bersama-sama. Namun,
bagian bersama itu masih diperdebatkan; Ada yang mengatakan bahwa
berkumpulnya darah dalam tubuh selama suci, atau dalam rahim ketika haid,
karena makna qur'a pada awalnya adalah bersatu, seperti qara'tu al-ma';
berarti "aku mengumpulkan air". Sama halnya dengan qira'ah (membaca)
buku karena ia mengumpulkan huruf demi huruf dan kalimat demi kalimat.
Sedangkan contoh yang bersama-sama dari segi waktu adalah sebagaimana
ucapan orang Arab, ja'a fulan li qur'ihi; artinya "ia datang untuk waktunya",
karena keduanya memiliki waktu-waktu tersendiri.
Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, Dia itu adalah
suatu kotoran (najis). Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari
wanita di tempat haidnya (kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka,
4
sebelum mereka suci (dari haid). Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih),
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada
kalian. (QS. Al-Baqarah: 222)
Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha
puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat. (HR. Al-Bukhari No. 321 dan
Muslim No. 335)
Secara alamiah, haid merupakan sisa-sisa tubuh dan makanan yang tidak
bisa diserap lagi. Oleh karena itu, baunya menyengat, warnanya menjijikkan,
dan berbeda dengan daerah biasa.
Menurut ulama Hanafiyah, "Haid adalah nama untuk darah khusus, yaitu
darah yang keluar dari tempat khusus, yaitu kemaluan perempuan, tempat
keluarnya anak anak dan melakukan hubungan dengan cara-cara tertentu,
jika ia menemukan darah itu maka ia haid dan jika keluar di waktu itu maka
ia istihadhah."
5
Al-Kasani mendefinisikan haid dalam kitabnya Al-Bada'i dengan
definisi yang lebih lengkap: "Haid dalam terminologi syaraf adalah nama
untuk darah yang keluar dari rahim yang tidak diikuti kelahiran, memiliki
waktu-waktu tertentu dan tempo yang sudah diketahui." Beliau menjelaskan
tempat keluarnya haid dan perbedaannya denga darah nifas, dan bahwa haid
memiliki waktu-waktu tertentu dan durasi yang sudah ditentukan.
6
untuk memasukkan satu hari dia antara hari-hari haid, Dan ucapannya,
"dijadikan petunjuk untuk menentukan hukum" seperti baligh. bersihnya
rahim dari anak, dan habisnya waktu 'iddah. Sedangkan ucapannya, "dan
untuk mengetahui 'illat pada hukum yang lain" seperti haramnya jimak,
shalat, menyentuh mushaf, membaca Al-Qur'an, dan yang lainnya.
Inilah ciri-ciri utama darah haid berdasarkan nash Al-Qur'an dan hadis
Rasulullah. Namun, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa darah haid
berbeda dengan istihadhah. Setiap darah yang keluar dengan ciri-ciri di atas ia
adalah haid, dan yang tidak memiliki sifat seperti itu ia bukan haid, dan jika
terjadi kemiripan antara keduanya maka pada dasarnya taklif tetap dan tidak
gugur dan taklif baru bisa gugur jika ada penghalang, yaitu datangnya haid.
Jika haid tidak bisa ditentukan, maka semua taklif tetap wajib
dijalankan seperti apa adanya. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa
ciri-ciri ini terkadang menyulitkan sebagian orang dan membuat bingung.
Allah telah menetapkan ukuran waktu secara jelas, maka kapan saja seorang
wanita menemukan ada darah maka berlakulah hukum haid, apa pun cirinya.
7
Dan kapan saja darah itu keluar di luar waktu yang sudah ditentukan maka ia
bukan darah haid, apa pun bentuknya. Tujuannya jelas, menghilangkan
kesusahan dan kesulitan dari seorang mukallaf. Oleh karena itu, terminologi
syariat membatasi darah haid dengan batas waktu ang sudah diketahui.
1. Darah yang keluar kurang dari tempo minimal haid, sebab batas
syariat menolak tempo yang kurang dari ukuran minimal haid untuk
dijadikan bagian dari tempo haid.
4. Darah yang terlihat oleh wanita yang sedang hamil, walaupun ada
perbedaan di antara para ulama.
5. Darah yang dilihat oleh wanita yang masih sangat belia karena belum
sampai waktunya sehingga tidak dapat disamakan dengan darah yang
sehat. Jika kita samakan, itu sama artinya dengan kita menetapkan
masa balighnya, sedangkan ia masih sangat belia.
Wanita suci adalah yang bersih dari haid. Wanita haid adalah wanita
yang melihat darah pada waktunya dengan beberapa syarat. Wanita
mustahadhah adalah wanita yang melihat darah setelah selesai dari haid
8
dengan ciri yang tidak sama dengan haid. Sedangkan wanita yang memiliki
darah rusak adalah wanita yang senantiasa keluar darah dan bukan darah haid.
Darah haid itu ada enam warna. Sebagian sudah disepakati dan sebagian
lagi belum disepakati. Enam warna itu adalah hitam, merah, keruh,
kekuningan, kehijauan, dan kecokelatan.
Warna hitam adalah darah haid dan sudah disepakati oleh ulama sesuai
dengan sabda Rasulullah. "Darah haid itu berwarna hitam, berbau tidak sedap,
dan terbakar." Demikian juga darah warna merah termasuk darah haid, sebab
ia warna asli darah hitam. seperti dalam hadis rasulullah SAW
Darah haid itu adalah suatu jenis darah hitam yang sudah di
kenal. (HR abu dawud dan nasai).
9
yang bersih." Aisyah menceritakan bahwa selain yang berwarna putih adalah
haid. Yang tampak dari cerita itu bahwa Aisyah menceritakan apa yang pernah
didengarnya dari Rasulullah, karena ini adalah satu hukum yang tidak bisa
dibuat hanya dengan berijtihad sendiri. Selain itu, darah haid juga sangat
tergantung dengan makanan yang dimakan dan dengan begitu tidak tepat jika
ada pembatasan.
Adapun darah yang berwarna keruh, jika terjadi di akhir hari haid,
hukumnya adalah haid tanpa perbedaan di antara ulama Hanafiyah. Demikian
juga di awal hari haid, menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Abu
Yusuf mengatakan ini bukan haid, adapun yang berwarna kecokelatan sama
seperti yang berwarna keruh.
Sebab perbedaan di kalangan para fuqaha itu adalah adanya dua haidts
yang lahirnya saling bertentangan.
10
Pertama, hadits ummu athiyah yang menyatakan:
dari ummu athiyah r.a, ia berkata: kami tidak menganggap warna kuning dan
keruh sebagai darah haid stelah suci dari haid.(HR. Abu dawud dan bukhari)
:
( )
dari al qamah bin abi al qamah dari ibunya marjanah mawlat aisyah r.a
ia berkata: para wanita telah diutus menghadap kepada aisyah r.a, dengan
membawa wadah make up yang di dalamnya terdapat kapas yang terkena
(darah haid) berwarna kuning. Maka aisyah berkata; janganlah tergesah -
gesah (mandi), sampai kalian melihat kapas itu berwarna putih.(HR malik
dan muhammad bin al hasan, serta di riwayatkan oleh bukhari secara mualaq)
11
dan kudrah tersebut di anggap darah haid. Jadi dapat di fahami hadits aisyah
itu berlaku jika keluarnya pada masa haid dan hadits ummu athiyah berlaku
jika keluarnya buakan pada masa haid.
Juga diriwayatkan dari Malik, bahwa tidak ada batas minimial dan
maksimal bagi seorang wanita yang haidh, kecuali sesuai kebiasaan apa yang
ada pada wanita. Seakan-akan dia mengembalikannya pada kebiasaan wanita.
12
tetap dianggap haid. Jika darah terhenti dan tidak keluar lagi, kecuali yang
pertama tadi hendaklah ia mandi dan shalat. Diriwayatkan dari Imam Malik
bahwa beliau mengatakan tidak ada batas waktu minimal dan maksimal,
kecuali apa yang ada pada wanita. Seakan beliau meninggalkan pendapat
pertamanya, mengembalikannya kepada kebiasaan wanita.
Berikut tiga pendapat seluruh ulama fiqh tentang batas minimal dan
maksimal tempo haid, yakni sebagai berikut:
1. Tempo minimal haid adalah tiga hari dan maksimal sepuluh hari, ini
adalah pendapat ulama Hanafiyah dan Syiah Zaidiyah.
13
2. Tempo minimal haid adalah sehari semalam dan maksimal adalah lima
belas hari, ini pendapat ulama Syafi'iyah dan ulama Hanabilah menurut
pendapat yang mahsyur dari mereka.
3. Tidak ada batas minimal khususnya dalam hal ibadah, ini ulama
Malikiyah dan Zhahiriyah dan maksimal lima belas hari menurut ulama
terdahulu dari mazhab ini dan tujuh belas hari menurut ulama terkini.
Ulama sudah sepakat tidak ada batas maksimal untuk masa suci.
Mereka juga sepakat jika seorang wanita melihat darah keluar sesaat lalu
kemudian berhenti, tidak dianggap haid. Akan tetapi, mereka berbeda
pendapat pada batas minimal suci.
14
berupa penguatan kepadanya. Sebuah ucapan yang keluar dari mulut seorang
sahabat yang sangat terkenal dan tidak ada yang menentangnya, dan tiga kali
haid dalam sebulan menjadi bukti nyata bahwa tiga belas hari adalah masa
suci yang benar dan meyakinkan.
Maksud dari suci adalah waktu bersihnya seorang wanita dari darah
haid dan nifas. Suci itu ada dua tanda, keringnya darah dan keluar lendir putih
berupa cairan tipis yang muncul di akhir masa haid.
An-naqa' artinya tidak ada darah, pada awalnya darah keluar secara
normal, kemudian berhenti beberapa waktu, lalu keluar kembali. Berikut
merupakan dua pendapat mengenai selama darah berhenti di hari haid
dianggap haid atau bukan:
15
antara dua haid dalam tempo haid, sebelum dan sesudahnya dianggap
haid jika sampai tempo minimal masa haid.
Jika darah kembali keluar maka tidak lepas dari dua ketegori; keluar
dalam tempo haid dan keluar di luar tempo haid. Jika keluar dalam tempo haid
ada dua pendapat, yaitu sebagai berikut.
1. Masih termasuk haid sebab ia keluar dalam tempo haid, sama artinya
darah belum berhenti. Ini pendapat Ats-Tsauri, pendukung ra'yi, dan
Asy-Syafi'i.
16
Akar perbedaan pendapat mereka adalah karena sebagian
mempertimbangkan aspek kebiasaan dan sebagian mempertimbangkan
aspek berhentinya darah saja.
Lendir putih adalah cairan putih seperti mani atau gumpalan bassah
keluar dari rahim ketika haid berhenti. Dan lendir lebih kuat untuk
menunjukkan bersihnya rahim, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh
Malik dari Al Qamah bin Abi Al Qamah, dari ibunya, budak Aisyah RA,
Ummul mu'minin, ia berkata: "Para wanita mengirim sehelai kain yang
berisikan kapas di dalamnya ada bercak kekuningan dari darah haid, mereka
bertanya tentang hukum shalat, kemudian Aisyah menjawab, 'Jangan
tergesa-gesa sampai kalian melihat lendir putih, maksudnya adalah tanda
bersihnya haid.'"
Menurut ulama Malikiyah, siapa yang biasa suci dengan keduanya atau
salah satunya maka dengan melihatnya ia dianggap suci dan tidak perlu
menunggu kering. Dan siapa yang melihatnya di masa permulaan haid,
sebaiknya ia menunggu waktu terakhir dan bersiap-siap mengerjakan shalat.
Barangsiapa yang terbiasa dengan kering, maka kapan saja ia melihat hal itu
atau melihat lendir putih, ia dianggap suci dan tidak perlu menunggu waktu
akhir dari keduanya, demikian juga wanita pemula yang belum pernah sama
sekali haid.
17
maka sisanya ia dianggap bersih. Namun, ulama menyatakan pengobatan ini
makruh hukumnya karena bisa membawa penyakit.
Para ulama sepakat bahwa umur minimal seorang wanita haid adalah
sembilan tahun qamariyah. Jika ia melihat darah sebelum umur ini, ia
dianggap darah rusak karena perempuan yang masih kecil tidak haid, sesuai
firman Allah "Dan wanita-wanita yang belum haid" (QS: At-Thalaq (65): 4)
dan yang menjadi alat ukur adalah keberadaan wanita yang seperti itu dan di
sini tidak ada wanita yang haid di bawah umur itu.
Selain itu, Allah menciptakan haid untuk satu tujuan pendidikan anak,
sedangkan anak itu belum bisa hamil, jadi tidak ada hikmah di sini.
Diriwayatkan dari Aisyah, "Jika seorang wanita sudah mencapai usia 50
tahun, ia sudah keluar dari batas haid." (HR. Ahmad). Ia juga pernah
berkata, "Kamu tidak akan pernah melihat wanita melahirkan anak jika ia
sudah berumur 50 tahun." (HR. Abu Ishaq As-Salanji).
Sebagian ulama mengatakan ia termasuk bagian haid saat haid dan jika
terlihat setelah bersih dari haid maka ia bukan haid. Ini adalah pendapat
18
Imam Asy-Syafi'i, Abu Hanifah, Malik, ulama Hanabilah, Zaid bin Ali, Al-
Hadi, Al-Muayyid Billah, dan Abu Thalib.
Sedangkan Abu Dawud dan Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah
berkata: "Cairan kuning dan keruh tidak termasuk haid, kecuali setelah
keluar darah".
Hadits ini merupakan dalil bahwa darah haid itu hukumnya najis,
begitu juga dengan darah nifas sedangkan selain darah haid dan nifas,maka
dalil yang mengategorikannya najis masih diperselisihkan dan simpang siur.
Oleh karenanya ,hukum darah-darah itu mengikuti hukum asal atau dalam
kaidah fiqih disebut dengan al-baraah al-ashliyyah atau al-istish-haab, sampai
bertemu dengan dalil hukum yang murni dari lebih pertentangan, baik oleh
19
dalil yang lebih kuat daripadanya maupun yang sederajat dengannya. Dan
dalil yang seperti ini amat sukar ditemukan.
:
: :
) :
() .
()
Jika haid itu datang tinggalkanlah shalat, kemudian jika (darah itu terus
keluar) melebihi batas (biasa), cucilah darah itu dan shalatlah (HR. Bukhari
dan Muslim)
Tata cara mandi bagi wanita setelah selesai haid dan nifas:
20
Dalam riwayat Aisyah r.a. yang lainnya disebutkan Ambillah
sepotong kain atau kapas yang telah diberi minyak wangi, lalu usap saja
sebanyak tiga kali. Kala itu Rasulullah SAW merasa risih sekali dengan
perkara yang satu ini dan beliau cepat-cepat memalingkan wajahnya.
2. NIFAS
21
hadist.
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut
kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan
berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika
tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas pada
umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka tetap menunggu
sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah masa (40 hari) itu, maka hendaklah
hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada
masa mendatang.
22
demikian, tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak pedu kembali
mengerjakan kewajiban".
23
datang itu adalah darah haid. Adapun darah nifas, jika berhenti
sebelum empat puluh hari kemudian keluar lagi pada hari keempat
puluh, maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita
shalat dan puasa fardhu yang tertentu waktunya pada waktunya dan
terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali hal- hal yang
wajib. Dan setelah suci, ia harus mengqadha' apa yang
diperbuatnya selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang wajib di
qadha' wanita haid. Inilah pendapat yang masyhur menunut para fuqaha'
dari Madzhab Hanbali.
Yang benar, jika darah itu kembali keluar pada masa yang
dimungkinkan masih sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika tidak,
maka darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus menerus maka
merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati keterangan yang
disebutkan dalam kitab Al-Mughni' bahwa Imam Malik mengatakan:
"Apabila seorang wanita mendapati darah setelah dua atau tiga
hari, yakni sejak berhentinya, maka itu termasuk nifas. Jika tidak,
berarti darah haid." Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Menurut kenyataan, tidak ada sesuatu yang diragukan dalam
masalah darah. Namun, keragu-raguan adalah hal yang relatif, masing-
masing orang berbeda dalam hal ini sesuai dengan ilmu dan
pemahamannya. Padahal Al-Qur'an dan Sunnah berisi penjelasan atas
segala sesuatu.
Allah tidak pernah mewajibkan seseorang berpuasa ataupun
thawaf dua kali, kecuali jika ada kesalahan dalam tindakan pertama
yang tidak dapat diatasi kecuali dengan mengqadha'. Adapun jika
seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan
kemampuannya maka ia telah terbebas dari tanggungannya.
Sebagaimana firman Allah:
24
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupan.. " [Al-Baqarah/2: 286]
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ..."
[At-Taghabun/64: 16]
4. Dalam haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka
suami boleh dan tidak terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas,
jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak boleh
menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak
dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan
bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan Imam Ahmad dari
Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya sebelum
empat puluh hari, lalu ia berkata: "Jangan kau dekati aku!".
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang
menggauli isterinya karena hal itu mungkin saja merupakan sikap hati- hati
Ustman, yakni khawatir kalau isterinya belum suci benar, atau
takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau
sebab lainnya. Wallahu a'lam.
:
( )
25
Dari Ummu Salamah ia berkata: Salah seorang wanita ari istri-istri nabi
Saw. mereka duduk (tidak shalat) di waktu nifas selama 40 malam. Nabi Saw,
tidak memerintahkan mengqadha shalat yang di tinggalkannya karena nifas.
(HR. Abu Dawud)
Dari Ummu Slamah r.a berkata: para wanita yang mendapat nifas, dimasa
Rasulullah duduk selama empat puluh hari empat puluh malam (HR.
Khamsah kecuali Nasa`i).
26
masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh
meninggalkan salatnya.
Wanita yang sedang nifas sama dengan hal-hal yang diharamkan oleh
wanita yang sedang haidh, yaitu :
1. Salat
`Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila
kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan salat`
27
sekedar mandi biasa yang tujuannya membersihkan badan, tentu saja tidak
terlarang. Yang terlarang disini adalah mandi janabah dengan niat mensucikan
diri dan mengangkat hadats besar, padahal dia tahu dirinya masih mengalami
nifas atau haidh.
3. Puasa
4. Tawaf
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu
mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf
disekeliling ka`bah hingga kamu suci (HR. Mutafaqq `Alaih)
28
Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.`(Al-Qariah ayat 79)
Kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafaznya diambil dari ayat Al-
Quran secara tidak langsung.
Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al-
Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)
7. Masuk ke Masjid
8. Bersetubuh
29
`Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama`ah)`.
30
.
Nifas berbeda dengan haidh dari tiga aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Iddah dihitung dengan haidh menurut ulama Hanafiyah dan ulama Hanabilah,
karena berakhirnya iddah ketika sudah datang quru (bersih/haid) dan nifas
tidak dengan quru.
2. nifas tidak harus diawali dengan baligh karena hamil bisa terjadi sebelum itu,
karena anak bisa terbentuk dari pertemuan antara laki-laki dan perempuan.
3. Tempo nifas tidak diperhitungkan bagi wanita yang terkena ila, sesuai dengan
firman Allah swt yg artinya :
Kepada orang-orang yang meng-ila istrinya diberi tangguh empat bulan
(lamanya). (QS. Al-Baqarah (2): (226); Dikarenakan ini bukan sesuatu yang biasa,
berbeda dengan haid.
31
Ucapan Nabi: Tidak shalat Dan Tidak Puasa memberikan petunjuk bahwa
larangan shalat dan berpuasa bagi wanita haid ditetapkan oleh nash syariat
sebelum terjadi pertemuan ini, dan hadis ini menunjukkan tidak wajibnya
berpuasa dan sholat bagi wanita haid dan ini hasil jima. Ia juga menunjukkan
bahwa akal bisa bertambah dan berkurang seperti halnya iman.
Kedua, hadis yang diriwayatkan oleh Muadzah, ia berkata, saya pernah
bertanya kepada Aisyah mengapa wanita haid meng-qadha puasa dan tidak
meng-qadha shalat? Aisyah Menjawab, apakah kamu menukas, kami pernah
mengalami hal itu lalu kami diperintah untuk meng-qadha puasa dan tidak
meng-qadha shalat. (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Ketiga, ijma Ulama . ibnu Mundzir mengatakan, para ahli ilmu sudah ber-
jima mengenai gugurnya kewajiban shalat bagi wanita haidh pada saat ia haidh,
dan meng-qadha shalat yang ia tinggalkan pada saat haidh tidak wajib sesuai
dengan sabda Rasulullah kepada Fatimah Binti Hubaisy, jika haidh datang maka
tinggalkan shalat. (HR. Muttafaq Alaih).
32
rasulullah SAW berkata, Subhanallah! Ini adalah pekerjaan
setan.sekarang katakan padanya untuk duduk di pojokan rumah,kemudian
kalu dia melihat cairan kekuning-kuningan yang mengambang di
permukaan air maka suruhlah dia mandi satu kali untuk shalat zuhur dan
ashar.Dan kalau sudah tiba waktu magrib dan isya suruhlah dia mandi satu
kali ,kemudian suruh dia sholat magrib dan isya.Untuk shalat fajar ,dia
pun cukup mandi satu kali lalu shalat,dan antara waktu shalat fajar dan
zuhur ,dia mesti menyelenginya dengan berwudhu.ibnu Abbas berkata,
ketika fathimah sudah kepayahan mandi, maka rasulullah
memerintahkannya untuk menyatukan dua shalat itu dalam satu waktu
dengan satu kali mandi saja. (HR. ABU DAWUD)
33
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
Jarullah, Syaikh Abdullah bin Ibrahim. (1996). Problem Mendasar Kaum Muslimah.
Solo: Pustaka Mantiq
Al-Jamal, Syekh Ibrahim Muhammad. (2003). 146 Wasiat Nabi untuk Wanita.
Jakarta: Gema Insani
Sa'dawi, Amru Abdul Karim. (2009). Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kutsar
35