Anda di halaman 1dari 7

Kelumpuhan

Pengertian Kelumpuhan

Kelumpuhan adalah kehilangan kemampuan menggerakkan salah satu otot tubuh atau lebih untuk
sementara waktu atau bahkan secara permanen. Kelumpuhan bisa total, di mana tidak ada gerakan
sama sekali pada otot yang bermasalah, atau hanya secara parsial, yang mana otot tersebut masih dapat
bergerak namun gerakannya terbatas atau lemah. Kelumpuhan bisa fokal pada salah satu bagian tubuh
saja, atau menyeluruh, mengenai seluruh otot tubuh. Kelumpuhan juga bisa terjadi mendadak atau
bertahap, dengan atau tanpa didahului gangguan sensorik seperti kesemutan dan mati rasa.

Kelumpuhan - alodokter

Penyebab Kelumpuhan

Kelumpuhan dapat terjadi karena faktor bawaan lahir atau kondisi medis tertentu. Cedera juga dapat
menjadi salah satu alasan seseorang menjadi lumpuh, misalnya karena kecelakaan atau tindakan operasi.

Salah satu kelainan yang dapat menyebabkan kelumpuhan adalah celebral palsy. Celebral palsy adalah
kelainan pada otak, bisa karena gangguan dalam proses perkembangannya saat dalam kandungan, atau
karena terjadi cedera pada otak saat proses kelahiran atau setelahnya. Kelainan ini menyebabkan
gangguan dalam pergerakan dan sistem koordinasi anak. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh beberapa
hal, seperti infeksi saat kehamilan, kelainan pada pertumbuhan otak janin, perdarahan otak, kelahiran
prematur, atau proses melahirkan yang sulit.

Kondisi medis lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan di antaranya adalah:

Stroke. Pada stroke terdapat gangguan aliran darah pada otak. Bagian otak yang aliran darahnya
terganggu akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk bekerja, sehingga terjadi
kerusakan sel-sel di area tersebut, yang kemudian menyebabkan kelumpuhan.

Multiple sclerosis. Kerusakan saraf akibat reaksi abnormal pada sistem kekebalan tubuh yang menyerang
selaput pelindung saraf (mielin). Kondisi ini dapat mengganggu aliran sinyal yang dikirim dari dan menuju
otak.
Cedera otak. Cedera yang disebabkan oleh benturan keras pada tengkorak dapat merusak pembuluh
darah, otot, dan saraf pada otak. Umumnya, seseorang akan mengalami kelumpuhan pada bagian kiri
tubuh jika kerusakan terjadi pada bagian kanan otak, dan kelumpuhan bagian kanan saat otak kiri yang
rusak.

Cedera saraf tulang belakang. Saraf tulang belakang adalah bagian dari sistem saraf utama tubuh, dan
menjadi saraf utama yang mengalirkan sinyal dari dan menuju otak serta tubuh secara keseluruhan.
Tingkat keparahan kelumpuhan yang terjadi akan tergantung dari lokasi cedera atau kerusakan yang
dialami. Semakin dekat dengan leher, maka semakin parah juga kondisinya. Dalam kondisi patah tulang
leher, penderita mungkin akan mengalami kelumpuhan yang dapat mengakibatkan fungsi paru dan otot-
otot pernapasan terganggu.

Selain itu, ada juga beberapa kelainan genetik dan penyakit lain yang jarang terjadi namun dapat
menyebabkan kelumpuhan, seperti:

Kanker, meliputi kanker otak atau kanker yang tersebar dari organ tubuh lainnya hingga menyerang otak
atau saraf tulang belakang.

Sindrom pasca polio, terjadi saat virus polio merusak sel saraf motorik (motor neurons), yang berfungsi
untuk pergerakan.

Neurofibromatosis, kelainan genetik yang mengakibatkan pertumbuhan tumor pada saraf, mulai dari
saraf otak hingga saraf tulang belakang.

Penyakit Motor Neuron, suatu penyakit di mana sel saraf pada otak dan tulang punggung mengalami
degenerasi dan kehilangan fungsinya.

Spina bifida, kelainan bawaan lahir yang mempengaruhi perkembangan tulang belakang dan sistem
saraf.

Penyakit Lyme, disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan oleh kutu. Pada saat menghisap darah,
kutu tersebut memasukkan bakteri ke dalam darah yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
kelumpuhan sementara pada otot wajah.

Sindrom Guillain-Barre, terjadi reaksi abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang saraf tepi
dan menimbulkan peradangan.

Ataksia Friedreich, ketidakmampuan tubuh memproduksi protein frataxin, protein yang bertugas
mengatur aliran zat besi dalam sel saraf, yang disebabkan karena terjadinya mutasi pada gen GAA. Pada
kelainan ini terjadi penumpukan zat besi di dalam sel saraf yang kemudian menyebabkan kerusakan sel.

Jenis-jenis Kelumpuhan

Terdapat berbagai jenis kelumpuhan yang dapat menyerang penderitanya, di antaranya adalah:
Kejang fokal dan generalisata. Kejang fokal adalah kelumpuhan yang dialami pada bagian tertentu,
seperti salah satu sisi wajah, tangan, hingga jaringan dan otot pita suara. Sedangkan, kejang generalisata
adalah kelumpuhan yang dialami pada bagian tubuh secara utuh. Kejang generalisata bisa dibagi lagi
menjadi:

Monoplegia. Salah satu anggota gerak (lengan atau tungkai) mengalami kelumpuhan.

Hemiplegia. Terjadi kelumpuhan anggota gerak (lengan dan tungkai) pada satu sisi tubuh lumpuh.

Paraplegia. Kedua tungkai penderita, termasuk area panggul atau separuh tubuh bagian bawah
mengalami kelumpuhan.

Tetraplegia. Kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Kelumpuhan ini juga disebut dengan
quadriplegia.

Kelumpuhan sementara dan permanen. Kelumpuhan sementara adalah lumpuh yang dapat membaik
dengan atau tanpa pengobatan, setelah jangka waktu tertentu. Beberapa diantaranya meliputi stroke
dan kelumpuhan pada salah satu sisi wajah (Bells palsy). Sedangkan kelumpuhan permanen adalah
kondisi yang umumnya disebabkan oleh cedera parah, seperti patah tulang pada leher atau cedera saraf
tulang belakang. Sesuai namanya, kondisi ini akan mengakibatkan penderitanya mengalami kelumpuhan
yang menetap.

Kelumpuhan parsial dan total. Kelumpuhan parsial adalah kondisi dimana hanya sebagian fungsi otot dan
saraf yang terganggu atau menurun. Sedangkan pada kelumpuhan total, fungsi otot dan saraf hilang
secara keseluruhan, otot tidak dapat digerakkan sama sekali dan penderita tidak dapat merasakan
apapun di bagian yang lumpuh.

Kelumpuhan spastik dan flasid. Kelumpuhan spastik adalah kondisi dimana otot anggota gerak kaku atau
berkontraksi di luar kontrol. Sedangkan pada kelumpuhan flasid, otot anggota gerak lemas tanpa
kontraksi dan lemah. Seseorang dapat mengalami kedua kelumpuhan ini secara bertahap, dimulai
dengan spastik atau sebaliknya. Hal ini biasanya terjadi pada penderita cerebral palsy dan penyakit
motor neuron.

Gejala Kelumpuhan

Pada umumnya, penderita kelumpuhan akan mengalami gejala seperti kesulitan bergerak dan
mengontrol pergerakan otot, serta merasakan sensasi tertentu. Jika kondisi memburuk, penderita
mungkin akan merasakan sensasi kesemutan atau mati rasa sebelum mengalami kelumpuhan total.
Keparahan gejala akan sesuai dengan jenis kelumpuhan dan cedera yang dialami.

Diagnosis Kelumpuhan

Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik seperti menilai pergerakan otot dan kemampuan
sensorik, serta menanyakan riwayat penyakit pasien dan juga dalam keluarga. Pemeriksaan penunjang
berikut mungkin akan disarankan untuk mengetahui jenis dan tingkat keparahan kelumpuhan yang
dialami:

Foto Rontgen. Untuk memeriksa adanya kelainan pada tulang, khususnya tulang belakang dan leher.

CT scan. Untuk memeriksa kondisi tulang dan jaringan tubuh secara lebih rinci, khususnya untuk kasus
seperti cedera kepala atau tulang belakang.

MRI. Pemindaian yang biasa digunakan untuk memeriksa bagian otot lebih rinci dan mendeteksi adanya
kerusakan pada saraf tulang belakang atau otak.

Elektromiografi. Untuk memeriksa penghantaran aliran listrik pada otot dan saraf penderita.

Mielografi. Untuk memeriksa kondisi serabut saraf tulang belakang dengan menggunakan cairan khusus
sebagai zat kontras, yang disuntikan sebelum pemindaian.

Pengobatan Kelumpuhan

Sebagian besar kelumpuhan tidak bisa disembuhkan, khususnya bagi yang mengalami kelumpuhan total
atau permanen. Namun, pengobatan dapat dilakukan untuk meredakan gejala yang dialami dan
memudahkan penderita menjalani hidup. Pengobatan yang dapat dilakukan meliputi pemberian obat-
obatan, fisioterapi, operasi, hingga penggunaan alat bantu untuk gerak.

Obat-obatan

Beberapa contoh obat-obatan yang biasanya digunakan dalam kasus kelumpuhan adalah:

Antikonvulsan, untuk meredakan kejang otot dan menstabilkan aktivitas saraf dalam otak. Obat
antikonvulsan yang biasa direkomendasikan adalah pregabalin. Efek samping yang mungkin terjadi
setelah menggunakan obat ini adalah mengantuk, mulut kering, mengeluarkan keringat berlebih, dan
masalah penglihatan.

Antidepresan trisiklik, untuk meredakan nyeri saraf dan mengatasi depresi pada penderita. Obat yang
biasa direkomendasikan adalah amitriptyline. Jika penderita mengalami efek samping seperti timbul
perubahan tingkah laku atau muncul keinginan untuk bunuh diri, segera temui dokter.

Relaksan otot. Untuk meredakan otot yang mengalami ketegangan kronis hingga kejang. Obat yang biasa
direkomendasikan adalah baclofen, dantrolene, atau tizanidine. Hindari obat sedatif selama
mengonsumsi obat ini.

Selain obat-obatan yang diminum, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan suntikan
botulinum toxin guna menghentikan sinyal otak melewati bagian saraf yang lumpuh. Biasanya, tindakan
ini akan dilakukan bersama dengan fisioterapi agar memberikan hasil yang lebih optimal.

Penderita juga dapat diberikan vaksinasi seperti vaksinasi flu dan pneumococcal (PCV) saat kemampuan
untuk batuk dan mengeluarkan lendir dari saluran pernapasan menurun. Biasanya, kondisi ini terjadi
saat kelumpuhan pada otot perut dan dada.
Sebelum mengonsumsi obat apapun, pastikan Anda tahu kemungkinan efek samping yang dapat dialami,
termasuk obat-obatan lain yang harus dihindari selama pengobatan tersebut.

Operasi

Dokter mungkin akan menyarankan operasi jika pengobatan yang diberikan tidak membantu. Salah
satunya adalah terapi baclofen intratekal. Dalam tindakan ini, dokter akan memasang pompa kecil di luar
tubuh dan menyambungkannya dengan saraf tulang belakang. Tindakan ini dilakukan untuk menahan
sinyal saraf yang dapat mengakibatkan otot kaku dan melancarkan obat baclofen untuk masuk ke saraf
secara langsung.

Tindakan operasi juga bisa dilakukan untuk membantu BAB penderita. Operasi yang dilakukan adalah
kolostomi, yaitu dengan menyatukan saluran buatan di antara usus besar dan dinding perut. Jika kondisi
tidak terlalu parah, dapat dilakukan tindakan non-operasi untuk membantu BAB dan BAK seperti
pemasangan tabung kateter pada bagian uretra untuk memudahkan penderita membuang kemih atau
mendorong pembersihan usus besar dengan suntikan cairan khusus melalui anus atau yang disebut
dengan enema.

Penggunaan Alat Bantu

Sebagian besar penderita kelumpuhan memerlukan alat bantu agar dapat bergerak dari satu tempat ke
lainnya. Biasanya hal ini dapat dilakukan dengan bantuan kursi roda manual atau elektrik, alat penyangga
orthosis untuk menstabilisasi bagian tubuh yang lumpuh (seperti lengan, kaki, dan lutut), hingga
neuroprosthesis dengan menggunakan elektroda khusus untuk menstimulasi pergerakan otot melalui
aliran listrik.

Dalam kondisi tertentu, penderita mungkin akan disarankan untuk melakukan terapi fisik atau okupasi
agar dapat melancarkan kegiatan yang biasa dilakukannya, walau tidak maksimal.

Konsultasikan dengan dokter sebelum memilih alat bantu yang tepat agar dapat disesuaikan dengan
kondisi Anda.

Pengobatan Penyakit Terkait

Terkadang kelumpuhan dapat memicu masalah kesehatan lainnya, seperti kesulitan untuk batuk hingga
bernapas, khususnya jika kelumpuhan terjadi pada otot perut, otot dada, dan saraf tulang belakang.
Jika penderita mengalami kesulitan batuk, dokter biasanya akan menyarankan obat-obatan pengencer
dahak, terapi sederhana dengan duduk dalam posisi tertentu, mengonsumsi cukup air putih, hingga
menghindari merokok. Jika tidak berhasil, dokter mungkin akan memicu batuk dengan teknik assisted
cough. Teknik ini dilakukan dengan cara menekan bagian atas perut tepat di bawah tulang rusuk hingga
penderita mulai batuk. Pastikan ada jeda di antara penekanan agar penderita dapat menarik napas
dalam secara normal. Tanyakan pada dokter sebelum melakukan teknik ini.

Bagi yang mengalami kesulitan bernapas, khususnya bagi penderita cedera saraf tulang belakang,
penggunaan ventilator kerap menjadi pilihan utama. Terdapat dua pilihan ventilator yang dapat
digunakan, yaitu ventilator tekanan negatif dan ventilator tekanan positif. Ventilator tekanan negatif
membuat tekanan di dalam rongga dada negatif, sehingga udara dari luar bisa mengalir masuk dengan
sendirinya. Ventilator tekanan positif memberikan tekanan untuk mendorong udara masuk ke dalam
paru-paru lewat pipa yang dimasukkan ke tenggorokan dan trakea (invasif), atau melalui hidung atau
mulut (non-invasif).

Jika ventilalor tidak dapat digunakan, penderita mungkin akan disarankan untuk menggunakan alat
khusus bernama stimulator saraf frenikus (phrenic nerve stimulator) yang dimasukkan ke dalam dada
melalui tindakan operasi. Alat ini akan mendorong aliran listrik pada saraf frenikus yang mengontrol otot
diafragma, agar paru-paru dapat mengembang dan mengempis dengan normal untuk mengisi udara.

Komplikasi Kelumpuhan

Penderita kelumpuhan mungkin dapat mengalami komplikasi pada titik tertentu, seperti:

Depresi. Kelumpuhan dapat mengubah kehidupan seseorang dalam waktu singkat dan 30 persen
penderita biasanya akan mengalami depresi, khususnya bagi penderita kelumpuhan total. Gejala depresi
yang dapat terlihat adalah penyangkalan kondisi, kemarahan berlebih, hingga melakukan apa pun untuk
mencapai perubahan. Hal ini akan terjadi hingga penderita tersebut menerima kondisinya dan bersedia
menyesuaikan gaya hidupnya. Umumnya, rehabilitasi dapat membantu menurunkan gejala depresi
untuk terjadi.

Penurunan dorongan seksual. Kelumpuhan dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan seseorang
untuk melakukan aktivitas seksual, khususnya pada pria. Namun, terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk membantu meningkatkan dorongan seksual pada pria yang lumpuh, seperti:

Merangsang ereksi dengan menyentuh bagian sensitif, seperti penis atau anggota tubuh lainnya.

Merangsang secara psikologis dengan memperlihatkan gambar bernuansa seksual atau membangkitkan
keinginan melakukan hubungan seksual melalui perkataan.
Memudahkan proses ejakulasi dengan alat getaran stimulasi penis yang dapat diletakan di ujung penis
dan merangsang saraf bagian kemaluan tersebut selama 10 30 menit. Jika berhasil, sperma dapat
dipindahkan ke rahim wanita melalui proses inseminasi intrauterine (IUI).

Bagi penderita kelumpuhan wanita, masalah terbesar saat melakukan hubungan seksual adalah
ketidakmampuan memproduksi pelumas alami pada vagina. Hal ini biasanya terjadi pada penderita
cedera saraf tulang belakang, dikarenakan penghantaran impuls saraf untuk fungsi pelumasan berasal
dari saraf tersebut. Pelumas buatan biasa dapat dilakukan dengan mengoleskan pelumas berbahan dasar
air seperti KY Jelly. Hindari penggunaan pelumas dengan campuran minyak, mineral, parafin dan
hidrokarbon (petroleum jelly) karena dapat mengakibatkan iritasi pada vagina.

Disrefleksia Otonom. Disrefleksia otonom adalah komplikasi yang berpotensi mengakibatkan perdarahan
otak, kejang, hingga kematian jika tidak ditangani dengan tepat. Kondisi ini menyerang sistem saraf
otonom sehingga dapat mengganggu pengaturan tekanan darah, fungsi saluran cerna, serta saluran
pernapasan. Komplikasi ini kerap dialami oleh penderita kelumpuhan tetraplegia, atau kelumpuhan pada
kedua sisi lengan dan kaki. Gejala yang biasanya terlihat pada penderita disrefleksia otonom meliputi
pusing hebat, merinding, keringat berlebih, ruam, pembengkakan di sekitar titik cedera, dada sesak,
hipertensi, denyut jantung melemah, bola mata melebar, atau perasaan gelisah. Umumnya gejala ini
dipicu infeksi saluran kemih atau kesulitan membuang urine dalam jangka waktu yang lama. Kondisi-
kondisi lain yang juga dapat menjadi pemicu yaitu wasir, melahirkan, hubungan seksual, kram perut saat
menstruasi, lepuh atau luka pada kulit yang tertekan lama (dekubitus), patah tulang, kulit terbakar, atau
kuku kaki yang tumbuh menancap ke kulit (cantengan).

Anda mungkin juga menyukai