Modul MI.2
Lembar Kegiatan
2. Peserta latih dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok 1 membuat soal nomor 1 (5 kasus)
dan kelompok 2 membuat soal nomor 2 (2 kasus).
3. Setiap kelompok diberi waktu selama 1 jam untuk mengisi ikhtisar perawatan pasien
HIV/ART serta kartu pasien.
LATIHAN
STUDI KASUS: Baca riwayat pasien berikut ini dan isilah ikhtisar perawatan pasien
HIV/ART, kartu pasien.
SOAL NOMOR 1:
1. Nn Ani (nomor register 0014), usia 24 tahun, bertempat tinggal di Jl. Warakas III/2,
Jakarta datang ke Poli Paru RSPI Prof.Dr.Sulianti Saroso, Jakarta pada tgl. 1 Desember
2003 dengan keluhan batuk, sesak napas, panas, badan lemah, berat badannya 34 kg.
Setelah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ternyata didiagnosis sebagai
dugaan Pneumonia Pneumocystis dan Kandidiasis Oral; dan Ani kemudian dirawat inap.
Karena kecurigaan tersebut ia kemudian dirujuk ke Klinik Konseling untuk mengetahui
status HIVnya. Di klinik tersebut ia mengaku bahwa ia sering melakukan hubungan
seksual tanpa menggunakan kondom dengan beberapa orang laki-laki. Ia setuju untuk
dilakukan testing. Ani sudah lulus SMU dan sejak 1 bulan y.l. sudah berhenti sebagai
buruh harian lepas di suatu pabrik di daerah Sunter karena sudah tidak mampu bekerja
dan hanya dapat berbaring di rumah. Pada tanggal 3 Desember 2003 hasil pemeriksaan
menunjukkan HIV positif. Hasil pemeriksaan TLC 800, Hb 10 g/dL, SGPT 25. Terapi
yang diberikan adalah Kotrimoksazole dewasa 3 x 2 tab/hari dan Nystatin oral solution.
Pada tgl. 7 Desember 2003, Ani diperbolehkan pulang, karena keluhannya sudah
banyak berkurang. Pada waktu follow-up tgl. 12 Desember 2003, dilakukan konseling
pra-ART, dan Ani setuju untuk memulai minum ARV, obat lain yang diberikan ialah
kotimoksazole dewasa 2 tablet sehari, sebagai pencegahan sekunder untuk PCP. Ia
kemudian diberi Duviral tiap 12 jam dan Neviral tiap 24 jam, ibunya (yang tinggal
serumah dengannya) bertindak sebagai pengawas minum obat. Ia datang setiap bulan
selama tahun 2004 dan dilaporkan adherencenya selalu > 95% dan tidak pernah
mengeluh adanya efek samping obat, sedangkan kandidiasis oralnya sudah tidak ada
setelah diberi obat selama 2 minggu. Setelah 6 bulan pengobatan ia dapat bekerja lagi
dan nilai CD4nya 156, kandidiasis oral sudah tidak tampak lagi, berat badannya 38 kg.
Pada tgl 26 Desember 2004, ia tampak sangat sehat, masih bekerja dan nilai CD4nya
menjadi 208, dan berat badannya menjadi 40 kg . Ia tidak pernah lupa minum obat dan
tetap meneruskan pengobatan yang sama.
2. Tn Bonnie, 33 tahun, dirujuk tgl. 5 Desember 2004 ke RSPI-SS, Jakarta, untuk follow-up
dengan ART. Ia pindah karena alasan pekerjaannya (bekerja di Pertamina),
berpendidikan sarjana ekonomi, sudah menikah, mempunyai 2 orang anak, isterinya
Ny.K juga positif menderita HIV, berat badan 52 kg. Ia memulai ART pada RS Sanglah,
Denpasar 7 bulan lalu, yaitu tgl. 1 Mei 2004. Ia datang dengan salinan rekam medisnya
(nomor register 5171016-0012) dengan faktor risiko heteroseksual, mengetahui bahwa
ia menderita HIV pada tanggal 20 April 2004 di Yayasan Kerti Praja, Denpasar,
berkunjung pertama kali di RS Sanglah tanggal 22 April 2004; pada tanggal 26 April
2003 hasil pemeriksaan CD4 145 dan berada dalam stadium 3, berat badan 48 kg. Ia
mendapat Duviral dan Neviral, perkembangan ARTnya diikuti setiap bulannya dengan
adherence > 95%. Pada saat 6 bulan ia berkunjung dengan CD4 210, berat badan 51
kg. Ini merupakan kunjungan terakhir di sana. Pada kunjungan pertama di klinik anda ia
melaporkan tidak minum ART 5 hari karena pindah tempat. Anda meneruskan dengan
rejimen yang sama.
4. Ny. Desi, 36 tahun (nomor register 0029), alamat Depok, mulai ART tgl 15 Juni 2004
dengan Duviral dan Neviral serta Kotrimoksazol sebagai profilaksis dan flukonazol. Pada
saat itu ia mendapat kandidiasis oral dengan CD4 79, berat badan 39 kg. Ia bisa bekerja
dan pernah mendapat nevirapine untuk PMTCT 1 tahun lalu. Ia tinggal cukup jauh (1 jam
perjalanan dari klinik), suaminya telah meninggal dunia (HIV positif dan bekerja sebagai
pelaut) dan ia sendirian untuk memelihara 2 anak (HIV negatif) dan bekerja sebagai
buruh harian lepas, pendidikan lulus SD. Pada kunjungan follow-up pertamanya ia
datang dan mengatakan bahwa ia lupa minum ARV 2 hari, karena 1 anaknya sakit, berat
badan 40 kg, kandidiasis oralnya masih ada. Bulan berikutnya ia datang tepat waktu
tetapi melaporkan adherence yang sangat buruk karena efek samping pencernaannya,
kandidiasis oralnya masih ada. Tgl.29 Juli 2004 merupakan kunjungan terakhirnya di
rumah sakit.
5. Tn. Joko, 22 tahun (nomor register 0058), tinggal di Jl. Sunter Jaya II/6, Jakarta, datang
ke RSPI-SS pada tanggal 3 November 2004 untuk mengetahui status HIVnya, karena ia
merupakan bekas pengguna NAPZA suntik yang sudah digunakan sejak tahun 2001 dan
sudah berhenti menggunakannya sejak bulan April 2003. Ia tidak bekerja, tetapi dapat
melakukan kegiatan olah raga, belum menikah, pendidikan lulus SMU, berat badan 44
kg (2 bulan lalu 46 kg). Setelah melalui konseling, ia bersedia dilakukan tes anti HIV
pada tanggal 4 November 2004 dengan hasil positif. Dan pemeriksaan CD4nya pada
tanggal 7 November 2004 menunjukkan angka 228. Pada tanggal 2 Februari 2005, ia
datang kembali dengan keluhan nafsu makan menurun dan berat badannya turun 5 kg,
dan pada pemeriksaan fisik didapatkan oral thrush, dan hasil pemeriksaan CD4nya 176,
untuk itu diberikan kotrimoksazole dan nistatin oral sol. Selanjutnya setelah dilakukan
konseling pra-ART, ia bersedia untuk menerima ARV (Duviral dan Neviral), dan kakak
perempuannya Nn. Minah bersedia untuk mengawasi pengobatan tersebut. 2 minggu
kemudian ia datang dengan keluhan mual, berat badan naik 1 kg, oral thrush
menghilang. Pengobatan dilanjutkan dan dianjurkan untuk datang 1 bulan lagi. Pada
tanggal 16 Maret 2005 ia datang kembali tanpa keluhan, berat badan naik lagi 1 kg, dan
diberikan obat ARV sama dan kotrimoksasol untuk profilaksis primer.
SOAL NOMOR 2
Studi kasus 1
Tn. A, berumur 28 tahun datang pertama kali di RS Dr.Sardjito, Yogyakarta pada tgl. 4
Februari 2004. Ia merupakan urutan nomor 32.
Ia mengetahui hasil tes HIV positif ketika isterinya dirawat di rumah sakit dan meningal dunia
karena AIDS pada bulan Maret 2003. Seorang anaknya juga meninggal dunia pada tahun
2003 dengan HIV positif. Ia mendapatkan HIV melalui transmisi heteroseksual. Ia tidak
menikah lagi (dan belum mempunyai mitra seksual sampai saat ini) dan anaknya yang
masih hidup adalah seorang anak laki-laki, berumur 2 tahun (hasil tes HIV negatif), dan
seorang anak perempuan berumur 4 tahun (belum dilakukan tes HIV). Pendidikannya
sampai kelas 2 SMP, dan tinggal bersama orang tuanya di pedesaan. Kedua orang tuanya
menyadari akan infeksi HIV dan memberi dukungan kepadanya. Ia agak lemah dalam
kegiatan sehari-harinya tetapi berusaha membantu pekerjaan orang tuanya di ladang. Ia
datang sendiri ke RS Dr.Sardjito setelah mendengar dari radio mengenai rumah sakit yang
memberikan pengobatan kepada orang terinfeksi HIV. Ia belum pernah mendapat ARV.
Pada pemeriksaan tgl. 4 Februari 2004 dijumpai sindroma wasting. Berat badannya 47 kg
dan ia memberitahukan bahwa berat badannya turun sangat banyak. Ia menderita diare
kronis selama lebih dari 3 bulan dan terdapat kandidiasis oral. Selanjutnya darahnya diambil
untuk pemeriksaan CD4 dan kepadanya diberikan profilaksis primer kotrimoksasol dan
flukonazol selama 7 hari untuk kandidiasis oral. Ia meminta diberikan pengobatan HIV dan
konseling pra-ART dilakukan.
Pada tgl. 8 Februari 2004 ia datang tepat sesuai dengan jadwal yang direncanakan disertai
2 anaknya dan ibunya sebagaimana diminta oleh tim konseling. Hasil tes HIV untuk kedua
anaknya adalah negatif. Pada konseling kedua kalinya ia menunjukkan keinginannya untuk
memulai ARV dan setuju untuk mematuhi semua ketentuan yang berlaku. Ibunya setuju
sebagai pendukung pengobatan dan bersedia untuk mengingatkan minum pil. Hasil CD4
yang dilakukan pada tgl. 4 Februari 2004 menunjukkan 59 sel/mm3. Kemudian dianjurkan
untuk datang kembali pada tgl. 1 Maret 2004. Kotrimoksazol terus diberikan.
Pada tgl. 1 Maret 2004, ia mulai dengan Duviral dan Neviral dan melanjutkan kotrimoksasol.
Berat badannya 46 kg.
Selanjutnya ia datang pada tgl. 16 Maret 2004 sesuai dengan jadwal. Ia memberitahukan
tidak pernah lupa minum obat. Ia mengeluh mual dan nyeri perut tetapi gejala tersebut
berkurang dibandingkan dengan pada awal pengobatan. Berat badannya 45 kg. Neviral
diberikan dosis penuh, kotrimoksasol tetap diberikan.
Ia kembali berkunjung pada tgl. 1 April 2004 sesuai jadwal, dan melaporkan tidak pernah
lupa minum obat. Keluhan gangguan pencernaannya sudah tidak ada. Berat badannya 45
kg. Pengobatan yang sama diberikan dan dianjurkan datang kembali tgl. 1 Mei 2004.
Pada tgl. 1 Mei 2004, Tn A mengeluh lemas, demam subfebril terutama pada malam hari,
dan batuk produktif yang dimulai 1 minggu setelah kunjungan terakhirnya. Napsu
makannnya hilang dan berat badannya turun menjadi 44 kg. Ia lupa minum obat sebanyak 5
tablet ARV karena muntah. Anda memberikan obat yang sama dan merujuknya ke poliklinik
paru.
Pemeriksaan hapusan sputum BTA menunjukkan hasil yang positif. Pada tgl. 5 Mei 2004,
anda menghentikan rejimen ARV dan mulai memberikan rejimen TB (HRZE) yang diberikan
oleh dokter di poliklinik paru. Anda tetap memberikan profilaksis primer kotrimoksasol. Tn. A
ditetapkan untuk mengikuti strategi DOTS dan anda memintanya untuk datang 1 bulan
kemudian, yaitu pada tgl. 5 Juni 2004.
Pada tgl 5 Juni 2004, pengobatan TB tidak menimbulkan efek samping dan dapat ditoleransi
dengan baik. Tidak terdapat tanda-tanda hepatotoksik. Berat badannya 45 kg. Dengan
melihat tahap klinis dan imunologi pasien, anda lebih menyukai tidak menunda ART lebih
lanjut dan memutuskan untuk memulai kembali (restart), dengan mengganti (substitusi)
Neviral dengan Efavirenz.
Pada kunjungan lanjutan yang sudah ditetapkan, yaitu tgl. 5 Juli 2004, pengobatan TB dan
ARV berjalan baik dan tidak ada tanda-tanda hepatotoksisitas. Pemeriksaan hapusan
sputum BTA negatif. Setelah berkonsultasi dengan dokter di poli paru, diputuskan untuk
melanjutkan INH dan rifampisin. Tn. A mengatakan ia tidak lupa minum tablet ARVnya. Berat
badannya menjadi 46 kg. Tidak ada tanda dan gejala IO. Tn. A merasa lebih baik.
Pada kunjungan berikutnya yang sudah ditentukan, yaitu tgl. 5 Agustus 2004, pengobatan
TB dan ARV berjalan baik dan tidak ada tanda2 hepatotoksik. Ia juga tidak lupa minum ARV.
Berat badan 48 kg. Tidak ada tanda dan gejala IO. Anda meningkatkan konseling mengenai
pencegahan dan perawatan dan memberikannya kondom.
Pada tgl. 8 September 2004, Tn. A datang terlambat 3 hari dari jadwal yang sudah
ditetapkan (5 September 2004). Ia melaporkan bahwa ia sudah mulai kembali beraktifitas di
ladang dan sibuk mencari pekerjaan. Ia lupa minum ARV 1 hari penuh (2 dosis) karena
keterlambatannya itu. Pengobatan TB dan ARV berjalan baik dan tidak ada tanda2
hepatotoksik. Berat badannya sekarang 51 kg. Tidak ada tanda dan gejala IO. Anda
melakukan pemeriksaan darah untuk CD4 sebagai kontrol setelah 6 bulan. Anda
melanjutkan obat yang sama. Anda meminta dengan tegas kepada Tn. A agar menepati
jadwal kunjungan untuk menghindari putus pengobatan. Anda memberikannya stok
pengaman selama 1 minggu untuk menghindari putus ART. Anda juga meningkatkan
konseling mengenai pencegahan dan memberikannya kondom.
Pada tgl. 8 Oktober 2004, Tn.A datang pada waktunya (sesuai jadwal). Ia tidak lupa satu
dosispun ART. Pengobatan TB dan ARV berjalan baik dan tidak ada tanda2 hepatotoksik. Ia
juga tidak lupa minum ARV. Berat badan 52 kg. Tidak ada tanda dan gejala IO. Hasil
pemeriksaan CD4 yang dilakukan pada kunjungan sebelumnya menunjukkan angka 119
sel/mm3. Tn. A mengatakan bahwa ia telah mendapat pekerjaan sebagai buruh harian
disamping bekerja di ladang.
Pada tgl. 8 Desember 2004, Tn A datang pada waktunya untuk follow-up bulanan. Ia tidak
melupakan satu dosispun obat ARV. Ia memberitahukan bahwa keluarganya memutuskan
untuk pindah ke rumah kakak perempuannya yang tinggal di Bandung, karena suami
kakaknya menawarkannya pekerjaan tetap. Ia menanyakan apakah mungkin untuk
melanjutkan pengobatan di Bandung. Anda menghubungi teman anda di Bandung (sama2
ikut serta pelatihan CST) dan memutuskan untuk merujuk pasien dengan perjanjian 1 bulan
kemudian, yaitu tgl. 8 Januari 2005. Anda memberikannya salinan arsip medisnya bersama-
sama dengan surat rujukan, dan informasi mengenai rumah sakit tujuan (RS Hasan
Sadikin). Anda menuliskan resep yang sama dan profilaksis primer kotrimoksasol untuk
kunjungan terakhirnya di klinik anda.
Studi kasus 2
Ny. Y, 25 tahun, datang pertama kalinya di RS Dr.Sardjito, Yogyakarta pada tgl. 21 Agustus
2003, yang dirujuk dari Klinik Ibu dan Anak (KIA). Ia merupakan pasien dengan nomor urut
14.
Ia merupakan isteri dari Tn. Y, 31 tahun, pasien yang secara teratur berkunjung ke RSUD
Pekanbaru, Riau (nomor register 5). Ny. Y dites HIV dengan hasil positif selama VCT untuk
kehamilan pada bulan Januari 2003 di KIA, dan ibu serta bayinya (bayi perempuan yang
lahir tgl. 15 Februari 2003) diobati dengan dosis tunggal Neviral Ia tidak menyusukan
bayinya. Setelah persalinan, suaminya menerima konseling pasangan VCT dan hasil tesnya
positif. Tn. Y memulai ART pada bulan Juli 2003. Ny. Y tidak mengeluh apapun dan
menunda kunjungan pertamanya ke RS Dr.Sardjito, Yogyakarta. Bayinya sehat dan
berkunjung secara teratur di Klinik KIA (nomor RM:123456). Ny. Y adalah seorang guru,
lulusan universitas, Ia tidak mempunyai faktor risiko pribadi.
Pada tgl. 21 Agustus 2003, ia tidak mempunyai keluhan. Berat badan 58 kg. Jumlah TLC
1600 sel/mm3. Untuk mencegah kehamilan ia menggunakan pil KB. Anda berdiskusi
dengannya dan memberikan jadwal kunjungan berikutnya yaitu 6 bulan dan memintanya
datang lebih awal jika timbul sesuatu penyakit.
Pada tgl. 21 Maret 2004, ia datang kembali ke rumah sakit. Ia mengeluh adanya kelainan
kulit (dermatitis seboroika) sejak beberapa minggu sebelumnya. Anda mencatat adanya
penurunan berat badan menjadi 55 kg. Kontrol TLC menunjukkan 1600 sel/mm3. Ia
mengatakan bahwa bayinya telah diperiksa dengan rapid test pada saat 12 bulan dengan
hasil negatif. Anda meminta dengan tegas agar ia berkunjung lebih teratur dan ia diminta
datang setiap 3 bulan karena kesibukannya.
Ny. Y datang lebih awal, yaitu pada tgl. 2 Mei 2004, karena ia menderita kandidiasis oral.
Berat badannya menjadi 53 kg. Anda memberikannya fluconazole dan mulai memberikan
kotrimoksasol sebagai profilaksis primer. Sampel darah dilakukan untuk pemeriksaan CD4
dan dijadwalkan untuk berkunjung 1 bulan lagi. Ia masih bekerja tetapi mengurangi sebagian
besar kegiatannya.
Pada tgl. 2 Juni 2004, Ny. Y datang pada waktunya. Berat badannya 51 kg dan ia mengeluh
diare yang frekuen. Kandidiasis oral sudah teratasi. Hasil pemeriksaan CD4 menunjukkan
angka 190 sel/mm3 dan anda berdiskusi dengannya untuk memulai ART. Konseling pertama
dilakukan dan dijadwalkan datang 2 minggu kemudian. Kotrimoksasol dilanjutkan
Pada tgl. 17 Juni 2004, Ny. Y datang tepat pada waktunya. Diare bertambah sering dan
berat badan turun menjadi 50 kg. Setelah konseling pra-ART yang kedua, anda
memutuskan untuk memulai Duviral dan Neviral. Ny. Y masih menggunakan metoda
kontrasepsi oral. Kunjungan berikutnya dijadwalkan 2 minggu kemudian.
Pada tgl. 22 Juni 2004, Ny. Y datang tanpa perjanjian karena timbulnya kelainan kulit (ruam
kulit yang gatal yang cukup luas). Anda mengganti Neviral dengan efavirenz dan
memberitahukannya tentang risiko jika hamil. Anda juga menghentikan kotrimoksasol. Anda
memintanya datang 1 minggu lagi.
Pada tgl. 29 Juni 2004, Ny. Y datang tepat pada waktunya. Ruam kulit menghilang dan
pengobatan baru ditoleransi dengan baik. Ia tidak melupakan satu dosis obatpun. Berat
badan 50 kg. Ny. Y masih mengeluh serangan diare. Kunjungan berikutnya dijadwalkan 1
bulan lagi.
Pada tgl. 29 Juli 2004, Ny. Y datang tepat pada waktunya. Pengobatan ditoleransi dengan
baik dan ia melaporkan tidak melupakan minum obat. Berat badan 52 kg. Serangan diare
berhenti hampir 2 minggu lalu. Ia mengatakan bahwa hasil testing HIV bayinya pada saat
berumur 18 bulan negatif.
Pada tgl. 12 September 2004, Ny. Y datang 13 hari lebih lambat dan tidak minum ARV
hampir 13 hari. Ia pergi ke luar kota dengan alasan masalah keluarga dan harus tinggal
lebih lama daripada yang sudah direncanakannya. Keluhan tidak ada dan berat badannya
52 kg. Anda meningkatkan konseling mengenai adherence. Anda juga memulai kembali
pemberian kotrimoksasol dan memintanya untuk menghentikan obat tersebut sesegera
mungkin dan datang ke rumah sakit jika timbul ruam kulit. Ia masih menggunakan pil KB.
Pada tgl. 12 October 2004, Ny. Y datang tepat pada waktunya. Ia melaporkan lupa minum
ARV selama 2 hari (4 dosis), karena pergi ke Padang dan lupa membawa obat. Berat
badannya 54 kg. Anda meningkatkan konseling mengenai adherence dan minta dukungan
suaminya. Katanya sekarang aktifitasnya sama seperti sebelum ia mendapat sakit.
Pada kunjungan yang dijadwalkan tgl. 12 November 2004, Ny. Y datang tepat pada
waktunya. Ia tidak lupa minum obat ARV. Berat badannya 56 kg.
Pada tgl. 12 Desember 2004, Ny. Y datang tepat pada waktunya. Ia tidak lupa minum obat
ARV. Sampel darah diambil (30 November 2004) untuk pemeriksaan CD4 dengan hasil 245
sel/mm3. Berat badannya sekarang 58 kg. Selanjutnya diminta kembali berkunjung 1 bulan
lagi.