Hosdip Lengkap
Hosdip Lengkap
Ditetapkan di : Suliki
Pada tanggal : Januari 2015
Direktur
Dr.Muryani Dhatri
NIP. 19760111 200604 2 012
DAFTAR ISI
Lampiran
1. SK Direktur Tentang Pembentukan Struktur Organisasi Penanganan Bencana RSUD dr.Achmad
Darwis
2. Jalur Evakuasi Bencana RSUD dr. Achmad Darwis
3. Struktur Koordinasi Siaga Bencana RSUD dr. Achmad Darwis
4. SK Direktur Tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Kebakaran RSUD dr. Achmad
Darwis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Achmad Darwis adalah fasilitas kesehatan umum
dengan banyak mengandung potensi atau risiko bahaya yang sifatnya tidak dapat
diduga. Risiko atau bahaya tersebut dapat bersumber dari manusia ataupun alam, internal
atau eksternal yang berpotensi menimbulkan bencana dan dapat menimpa banyak orang yang
memerlukan tata laksana khusus yang dipersiapkan, agar dapat meminimalisasi korban
baik manusia, properti dan data.Risiko atau bahaya tersebut dapat mengenai pasien,
keluarga pasien, pengunjung, pekerja, pihak ke tiga dan lingkungan. Gangguan
kelangsungan operasional rumah sakit juga dapat disebabkan oleh kegagalan sistem yang ada
di rumah sakit, maupun keadaan darurat epidemik / wabah. Untuk itulah RSUD dr.
Achmad Darwis menyusun Pedoman Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit
(Hospital disaster management plan).
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan, prosedur dan proses penanggulangan
keadaan gawat darurat, wabah dan bencana yang dapatmempengaruhi rumah sakit.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menentukan tipe, probabilitas dan konsekwensi dari setiap bahaya, ancaman
dan bencana.
2. Untuk menentukan peran rumah sakit dalam keadaan gawat darurat, wabah dan
bencana.
3. Untuk menyiagakan strategi komunikasi dalam keadaan bencana.
4. Untuk menyiagakan proses dalam mengelola sumber daya selama bencana,
termasuk alternatifnya.
5. Untuk menyiagakan proses dalam mengelola aktivitas klinis selama bencana,
termasuk alternatifnya.
6. Teridentifikasinya peran dan tanggung jawab karyawan selama bencana.
7. Teridentifikasinya keperluan program pelatihan karyawan dalam penanganan bencana.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup buku panduan ini meliputi Organisasi, Standar Keselamatan Pasien,
Sasaran Keselamatan Pasien, Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Pelaporan Insiden, Analisis dan solusi, serta pembinaan dan Pengawasan. diperuntukkan bagi
seluruh masyarakat rumah sakit yang terdiri dari pasien, pegawai pengunjung, dan pihak lain
yang berada di lingkungan RSUD dr. Achmad Darwis dalam hal penanggulangan dan
pengendalian bencana.
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
5. Peraturan Pemerintaah RI Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
6. Permenaker No. Per/05/Men/1966 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
7. SK Meneg PU No 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Persyaratan Teknis Pengamanan
terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
8. SK Meneg PU no 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Persyaratan Teknis Manajemen
PenanggulanganKebakaran di Perkotaan.
9. Badan Standarisasi Nasional (2000) tentang pencegahan kebakaran pada bangunan
gedung 2000-2001 menyangkut sistem hidran, sprinkler otomatis dan APAR.
10. Standar Pelayanan Administratif dan Pelayanan Medis Instrumen Penilaian
Akreditasi RS Departemen Kesehatan RI Revisi Maret 2007
11. KepDirJen Kimprawil No. 58/KPTS/DM/2002, tentang Petunjuk Teknis Rencana
Tindakan Gempa Pada Bangunan Gedung.
12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tentang Bangunan Gedung.
13. Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang No.28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
14. KepMeneg PU No. 10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
15. SNI 03-1746-2000 Tata Cara Perencanaan Pemasangan Sarana Jalan Ke Keluar untuk
Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung ( acuan NFPA
1001 Life Safety Code, 1997).
16. Keputusan Direktur RSUD dr. Achmad Darwis Nomor ; tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja RSUD dr. Achmad Darwis.
BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
A. Pengertian
Bencana adalah suatu keadaan gawat darurat baik medik mapun non medik,
yang memerlukan mobilisasi pekerja, dan atau pasien, keluarga pasien, pengunjung dan pihak
ke tiga, di luar prosedur rutin dan harus diatasi dalam waktu singkat sehingga jalur
pengambilan keputusan yang normal tidak dapat ditempuh.
Hazard Vulnerability assesement (HVA) adalah cara/ tolls yang dipakai untuk
menganalisa tingkat potensi bahaya (hazard)dan dampak dari hazard tersebut serta tingkat
kesiapan rumah sakit dalam penanggulangannya, baik langsung maupun tidak langsung
sesuai rekomendasi JCI.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam maupun non
alam atau faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis
Musibah Massal adalah keadaan yang gawat dalam kehidupan sehari hari yang
mendadak terganggu dan banyak orang terjerumus dalam keadaan tak berdaya dan menderita,
dan sebagai akibatnya membutuhkan pengobatan, perawatan, perlindungan, makanan dan
kebutuhan lain.
Kejadian Luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan atau kematian bermakna secara epidemiologis pada suatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, termasuk penyakit karantina, keracunan makanan, yang memerlukan penanganan
segera
Internal Disaster adalah bencana, musibah massal dan kejadian luar biasa yang terjadi
didalam Rumah Sakit, yang memerlukan koordinasi dan penanganan segera baik oleh staf
didalam rumah sakit maupun staf luar rumah sakit agar bencana, musibah massal, dan KLB
tersebut dapat segera diatasi
Eksternal disaster adalah bencana yang terjadi di luar rumah sakit, didalam
masyarakat, namun kemungkinan besar jumlah staf rumah sakit yang menangani korban
bencana yang masuk ke ruang rumah sakit terbatas jumlahnya, sehingga memerlukan
koordinasi baik internal maupun eksternal rumah sakit.
Identifikasi hazard adalah mengenali setiap potensi bencana baik dari alam, buatan
manusia, tekhnologi maupun konflik sosial yang bisa menimbulkan ancaman terhadap
manusia dan lingkungan terutama disekitar rumah sakit
Mitigasi hazard adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Tanggap darurat bancana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana
Siaga waspada bencana adalah persiapan akan kemungkinan waspada bencana.
Biasanya mengawali kewaspadaan, siapkan petugas agar berada ditempat yang ditentukan.
Bila ada tanda, panggil semua petugas on call, tutup semua pintu kecuali pintu masuk utama
dan pintu IGD.
Waspada Bencana adalah ancaman bencana dan sejumlah korban yang harus di tolong
di Rumah akit dan ditransfer ke RS. Siapkan area tindakan dan Triase lanjutkan dengan
menyiagakan P3BRS, mulai memanggil petugas, siapkan triase untuk menindak korban.
Tetapkan pusat komando
Semua selesai ( ALL CLEAR) adalah menghentikan P3BRS. Bencana berakhir, semua
korban sudah ditindak. Daerah tindakan saat bencana dapat ditutup.
Pembawa Pesan adalah menulis dan mengantarkan pesan pada penerima yang
diinginkan
Transporter Adalah membawa korban dengan kendaraan, brankar, kursi roda atau
menemani mereka pindah dan tinggal dengan para korban sampai mereka berada di wilayah
aman
Penjaga Adalah petugas yang berjaga di setiap pintu dan memeriksa identitas orang
yang berusaha masuk fasilitas, perintahkan orang dengan identitas tidak jelas ke pusat
komando untuk identifikasi
Bencana internal Adalah bencana yang membutuhkan tenaga luar rs untuk mengelola
pasien dan kemungkinan mengevakuasi korban akibat kecelakaan dalam rs seperti kebakaran,
ledakan, dll
Bencana eksternal adalahbencana yang terjadi diluar rs, disuatu wilayah masyarakat,
dimana berakibat jumlah petugas tidak memadai untuk melayani korban di IGD
Staff ON CALL Adalah anggota dari berbagai bagian dalam RS yang siap dipanggil
dengan basis 24 48 jam
Kritis Adalah tanda tanda vital tidak stabil dan tidak dalam batas normal, pasien
menderita sakit akut atau tidak sadar. Indikator tidak jelas atau dipertanyakan
NON Kritis Adalah tanda tanda vital stabil dan dalam batas normal. Pasien sadar
dan bisa merasa nyaman atau tidak. Indicator tegas atau dapat dipahami
B. Pengorganisasian
Struktur Pengorganisasian Bencana RSUD dr Achmad Darwis ( Terlampir)
C. Uraian Tugas
1. Komandan Rumah Sakit (Direktur)
(1) Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab kepada kepala dinas kesehatan Kabupaten
b. Bertanggung jawab mengkoordinasikan pelayanan bencana dan bantuan dengan
instansi jejaring serta mengawasi kinerja Komandan Bencana
(2) Tugas
a. Memberi arahan kepada Komandan Bencana untuk pengelolaan penanganan korban
b. Melaporkan proses penanganan bencana kepada pihak Dinas kesehatan Kabupaten
maupun Pemerintahan Daerah
c. Memberikan Briefing kepada Komandan Bencana, ketua Medical Support dan ketua
Manajemen Support
d. Memberikan informasi terkait proses penanganan bencana kepada pihak lain diluar
Rumah sakit
e. Mendampingi kunjungan tamu kenegaraan, tamu Pemerintah pusat dan Propinsi serta
kabupaten.
f. Mengkoordinasikan permintaan bantuan dalam daerah dan luar daerah
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan bencana Rumah Sakit
5. Ketua Tim Logistik Dan Operasional (Kepala Bidang Sarana dan Prasaranan )
Bertanggung jawab kepada Ketua Manajemen Support
Bertanggung jawab untuk penyediaan logistik, penyediaan informasi dan operasional
penanganan bencana
Tugas:
a. Merencanakan dan mengadakanseluruh kebutuhan dalam penanganan bencana
b. Mengkoordinir penyediaan dan pengelolaan logistik
c. Mengkoordinir pengelolaan jenazah di kamar jenazah
d. Memastikan berfungsinya gedung dan alat serta melaksanakan pemeliharaannya
e. Menyelesaikan administrasi bantuan luar daerah
6. Komite Medik
Bertanggung jawab untuk ketersediaan tenaga medis
Bertanggung jawab pada kelancaran dan kualitas pelayanan medis
Tugas:
a. Ketua Komite Medik melapor ke Pusat Komando
b. Mengawasi kelancaran dan kualitas pelayanan medis oleh SMF / Instalasi terkait
c. Memberikan masukan dan usulan pada korban bencana
7. Penghubung
Tugas
a. Ketua penghubung melapor ke Pusat Komando dan memanggil Anggotanya
b. Melakukan pembicaraan dan pendekatan pada pihak terkait yang tidak terselesaikan
atau teratasi oleh Komandan Rumah Sakit atau Komandan Bencana
22. Unit Keamanan Dan Keselamatan Pasien / Pasien Safety ( Tim Pasien Safety )
Tugas:
a. Ketua panitia pasien safety dan Tj Satpam berkoordinasi dan melapor pada Pusat
Komando
b. Memberi bantuan bila diperlukan tambahan tenaga
c. Mengamankan seluruh kegiatan dan fasilitas
d. Memastikan semua pelayanan sesuai dengan standar pelayanan minimal
3. Hasil HVA
a. Kegagalan Genset
b. Paparan Radiasi sinar X (internal)
c. Kegagalan Suplai Listrik
d. Asap/Api/Kebakaran (internal)
e. Tumpahan B3 skala kecil-sedang
f. Kegagalan Alarm Kebakaran
g. Puting beliung
h. Kegagalan Sistem Informasi/Komunikasi
i. Kegagalan Gas Medis
j. Kegagalan Suplai Air
k. Ancaman Bom
l. Huru-Hara Perorangan/kelompok
m. Gempa bumi
n. Pencurian
Sesuai dengan pertimbangan dalam menentukan prioritas, maka beberapa jenis
bencana/ keadaan darurat akan dicantumkan ke dalam Pedoman Penanggulangan
Bencana/ Keadaan Darurat Rumah Sakit ini. Kecuali beberapa jenis bencana/ keadaan
darurat dibawah ini, dicantumkan dalam pedoman yang terpisah:
a. Kebakaran (internal, external dan kegagalan alarm)di Pedoman Penanggulangan
Kebakaran.
b. Penculikan Pasien Bayi/Anak di Pedoman Satuan Pengamanan.
c. Huru-hara Perorangan/ kelompok di Pedoman Satuan Pengamanan
d. Pencurian di Pedoman Satuan Pengamanan
e. Ancaman Bom di Pedoman Satuan Pengamanan
f. Epidemik / KLB dalam pedoman dari PPI.
g. Kegagalan Genset, Kegagalan Suplai Listrik, Kegagalan Suplai Air akan di bahas
dalam Pedoman dari Utility / IPSRS
B. Jenis Bencana / Keadaan Darurat Di RSUD Dr. Achmad Darwis (Type of disaster /
emergency condition)
1. Definisi
Bencana adalah suatu keadaan gawat darurat baik medik mapun non medik, yang
memerlukan mobilisasi pekerja, dan atau pasien, keluarga pasien, pengunjung dan pihak ke
tiga, di luar prosedur rutin dan harus diatasi dalam waktu singkat sehingga jalur
pengambilan keputusan yang normal tidak dapat ditempuh.
Keadaan darurat adalah kondisi di mana terjadi situasi yang berpotensi mengganggu
pelayanan terhadap pasien maupun membahayakan pasien , keluarga pasien, pekerja,
pihak ke tiga dan pengunjung, yang memerlukan antisipasi dan penanganan yang cepat.
2. Jenis Bencana
Rumah sakit telah mengidentifikasi jenis-jenis bencana dan untuk masing-masing
bencana diberikan kode guna mencegah timbulnya kepanikan dan memudahkan
komunikasi antar petugas terkait dengan penanggulangan bencana.
Adapun bencana yang diidentifikasi oleh pimpinan rumah sakit meliputi :
a. Kebakaran (fire) - KODE MERAH
b. Gempa Bumi - KODE KUNING
c. Over Cavasity - KODE HITAM
d. Kejadian Henti Jantung dan Kegawatdaruratan mediklain - KODE BIRU
e. Penculikan Bayi/Anak - KODE PINK
f. Kegagalan Utilitas - KODE HIJAU
3. Keadaan Darurat
Sesuai dengan hasil HVA, maka yang termasuk dalam keadaan darurat di rumah
sakit yang memerlukan perhatian khusus meliputi :
a. Kegagalan sistem suplai listrik cadangan (emergency power), termasuk di antaranya
Genset.
b. Kerusakan sistem Pipa & suplai air bersih / pump & clean water disruption
c. Kegagalan sistem gas medik (Oksigen & Vaccum) / medical gas failure
d. Kegagalan Sistem Informasi / Information system failure
4. PENYAKIT KHUSUS
Sesuai dengan hasil HVA, penyakit-penyakit yang memerlukan penanganan
khusus di rumah sakit meliputi:
a. Avian Flu
b. Swine Flu
c. SARS. dll
Akan dibahas dalam Prosedur Pelayanan Medik.
5. Komunikasi Darurat
Komunikasi darurat adalah kunci utama dalam cara penyampaian berita darurat
secara cepat dan tepat. Kerjasama Tim tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
sistem dan sarana komunikasi darurat.
Sarana komunikasi darurat yang diperlukan adalah:
a. Panggilan terbatas
Panggilan yang ditujukan kepada personil organisasi penanggulangan bencana saja,
dengan cara:
Telepon.
Panggilan melalui telepon yang terpasang di tempat petugas yang termasuk dalam
organisasi penanggulangan bencana.
Handy talki
Panggilan dari pesawat handy talki (HT) pada frekuensi tertentu.
b. Panggilan umum
Pemberian informasi darurat ke semua penghuni bangunan baik di dalam gedung
maupun di luar gedung dengan menggunakan sistem alarm. Informasi darurat tersebut
berupa Tanda Bahaya dan diikuti dengan Pemberitahuan tentang kondisi darurat
kepadasemua penghuni yang dapat dibagi dalam:
Komunikasi dalam gedung dimana suara akan terdengar ke seluruh bagian dalam
bangunan ( paging system).
Komunikasi di luar gedung seperti car call, dimana semua penghuni yang berada di
luar gedung akan bisa mendengar informasi keadaan darurat.
Isi berita harus disampaikan oleh operator dengan tenang dan jelas. Agar baku maka
perlu ada teks informasi atau pengumumam keadaan darurat yang dibuat secara tertulis
yang dapat dibaca operator melalui sarana komunikasi dalam gedung (paging system)
atau luar gedung / car call.
Contoh :
TEKS 1 : Saat alarm aktif
PERHATIAN, PERHATIAN. ALARM KEBAKARAN TELAH AKTIF, PENYEBAB
ALARM MASIH DALAM PEMERIKSAAN. HARAP TENANG DAN MENUNGGU
INSTRUKSI LEBIH LANJUT. TERIMAKASIH. (diumumkan 2 kali ).
Pengertian :
Sinyal alarm aktif adalah sinyal alarm bekerja berupa suara bel atau nyala lampu karena
adanya indikasi adanya asap / panas atau karena gangguan instalasi alarm.
d. Koordinator Logistik.
Melakukan kegiatan sesuai bidang masing-masing, antara lain menyediakan obat
dan bahan/alat habis pakai, logistik Gizi, Logistik umum dll sesuai keperluan.
f. Koordinator Medis
Melakukan kegiatan pertolongan pelayanan medis terhadap korban-korban akibat
gempa.
b. Penanganan Lanjut
1) Setelah gempa betul-betul berhenti, Komandan siaga yaitu Koordinator
Lapangan Darurat Bencana (pada jam kerja) atau Perawat Pengawas (di luar jam
kerja) akan meminta operator untuk mengumumkan terjadinya KODE KUNING
- 1 melalui paging/Car call. Termasuk didalamnya himbauan untuk tetap berada
di tempat sampai aman untuk pergi keluar.
2) Ka Sub Tim Keselamatan Kerja / Kepala Ruangan sementara dapat bertindak
sebagai Koordinator Lapangan Darurat Bencana sampai Koordinator Lapangan
Darurat Bencana/ Perawat Pengawas tiba.
3) Tim penanggulangan bencana sementara dapat berkumpul di UGD atau di tempat
aman lain jika UGD mengalami kerusakan akibat gempa.
4) Koordinator Lapangan Darurat Bencana / Perawat Pengawas menerima
laporan dari Ka Satker/ PJ Area / Ka Tim tentang adanya kerusakan atau korban
akibat gempa atau dari anggota tim lainnya.
5) Berdasarkan laporan-laporan tersebut, Koordinator Lapangan Darurat Bencana
/ Perawat Pengawas memeriksa lokasi dan memutuskan perlu tidaknya evakuasi
pasien, pengunjung dan staf rumah sakit (prosedur evakuasi akan dibahas pada bab
khusus).
6) Koordinator Lapangan Darurat Bencana / Ketua Tim K 3 (di dalam jam
kerja) atau Perawat Pengawas melapor kepada Pimpinan Darurat Bencana /
Direktur RSUD dr. Achmad Darwis tentang terjadinya gempa.
e. Koordinator Logistik.
Memimpin koordinasi kegiatan sesuai bidang masing-masing, antara lain
menyediakan obat dan bahan/alat habis pakai, logistik Gizi, Logistik umum dll
sesuai keperluan.
h. Prioritas Evakuasi
i. Pasien,
ii. Rekam medik pasien yang sedang dirawat inap.
iii. Alat medis mayor (Monitor, Defibrilator, Ventilator, Infuse pump, syringe
pump, Trolley, dll).
UGD : Untuk pasien yang memerlukan tindakan medis dan support peralatan
medis :
- Area Merah: Ruang Resusitasi (merah) dan ruang akut (Kuning)
diprioritaskan untuk pasien ICU dan pasien yang gawat dari ruangan lain.
- Area Kuning
o Ruang tindakan bedah: untuk melanjutkan operasi emergency bagi
pasien yang tidak bisa di transfer ke RS lain.
o Ruang tindakan UGD : untuk pasien/pengunjung/yang cedera selama
proses evakuasi.
- Area Hijau :Koridor depan Farmasi,
- Area Hitam : Kamar Jenazah/Musolla.
n. Pelaksanaan Evakuasi
a) Secara garis besar, pelaksanaan evakuasi hampir sama dari tiap jenis bencana.
b) Evakuasi dilakukan apabila diperlukan dan diinstrusikan oleh Pejabat
Berwenang secara benjenjang yaitu Koordinator Lapangan Darurat Bencana
/ Perawat Pengawas, Koordinator Keselamatan, Keamanan dan Pemantauan,
Ka Satker, Kepala Ruangan.
c) Di luar jam kerja maka :
- Perawat Pengawas bertindak sebagai Koordinator Lapangan Keadaan
Darurat Bencana, Koordinator Logistik dan Koordinator Keselamatan,
Keamanan dan Pemantauan
- Operator bertindak sebagai Koordinator Informasi dan Komunikasi.
- bertindak sebagai.
- Petugas IPSRS bertindak sebagai Koordinator Teknik Keadaan Darurat
Bencana.
- Komandan Piket Keamanan bertindak sebagai Ka Tim Keamanan, Ka Tim
Pemadaman dan Ka Tim Evakuasi
- Dokter jaga IGD bertugas sebagai Koordinator Medik,
- Ka. Tim Jaga UGD bertindak sebagai ketua Kelompok Perawat.
d) Aktifasi Kode Kuning 2 / Perintah evakuasi datang dari Pejabat Berwenang
yaitu: Koordinator Lapangan Keadaan Bencana / Duty Manager /
Koordinator Keselamatan, Keamanan dan Pemantauan dll. Daerah yang
belum mendapatkan perintah evakuasi tetap menjalankan aktivitas seperti biasa
dengan tingkat kesiagaan tinggi.
e) Selama proses penanggulangan bencana dan evakuasi dilakukan, tim tetap
berkoordinasi dengan pihak dinas atau instansi terkait seperti dinas kebakaran,
kepolisian dan dinas kesehatan dan lain-lain.
o. Prosedur Evakuasi
i. Kepala Keadaan Darurat Bencana / Perawat Pengawas memegang data
pasien Rawat Inap dan karyawan (dari MR & Satker) segera setelah
mengumumkan evakuasi.
ii. Khusus tindakan operasi, diprioritaskan untuk pasien durante operasi
diupayakan untuk dalam kondisi siap ditransport (misal, luka ditutup dulu,dsb).
Kamar operasi mendapat giliran terakhir untuk evakuasi dan mendapat
perlindungan maksimal dari segenap sumber daya.
iii. Evakuasi pasien rawat jalan dan pengunjung di pimpin oleh petugas( Kepala
Ruangan) ke titik kumpul terdekat/ aman.
iv. Tahapan evakuasi pasien Rawat Inap:
- Pertama, evakuasi dilakukan terhadap pasien kelompok A dan B.
Bersama penunggu / pengunjung berkumpul di depan pintu darurat yang
ditentukan, kemudian bersama-sama dipimpin oleh 1 orang petugas. Pasien
kelas B harus ada yang menemani (keluarga). Dalam hal tidak ada yang
menemani, dimasukkan dalam gelombang kedua.
- Kedua, evakuasi dilakukan terhadap pasien kelas C. Penunggu bekerja
sama dengan petugas RS menggendong pasien, langsung menuju ke ke
lokasi yang sudah ditujukan. Ratio maksimal 1 perawat memonitor 3
pasien. Masing-masing pasien dibawa oleh keluarga. Prioritas bagi pasien
yang ada penunggunya, atau pasien yang penunggunya kuat menggendong
terlebih dahulu.
- Ketiga, untuk pasien kelas D harus dibawa dengan stretcher/ tandu/
tempat tidur. Masing masing pasien dibawa oleh 4 orang. Stretcher
dimobilisasi berdasarkan prioritas, instruksi dari tim. Petugas pembawa
stretcher/ tandu/ gtempat tidur terdiri dari 3 orang non medis, dan 1
orang medis (dokter / perawat) yang merupakan pimpinan.
- Keempat, untuk pasien kelas E, harus dibawa seperti pasien kelas D,
namun oleh minimal 3 orang dan 5 orang (bila dengan tandu), di mana
orang kelima bertanggung jawab atas instrumen, airway dan pernapasan.
v. Setelah pasien semua terangkut, rekam medis diselamatkan sebisanya
(oleh Petugas Evakuasi barang).
vi. Prioritas berikut adalah alat medis yang bisa dibawa dengan tangan (hand
carry) seperti monitor, defibrillator, pulse oxymetri, infusion pump, syringe
pump, guna melanjutkan proses perawatan di tempat evakuasi.
vii. Di IGD, tim menilai kapasitas tempat evakuasi, dan menghubungi bantuan RS
lain untuk mengirim ambulans guna mentransfer pasien ke RS lain, terutama
pasien-pasien kritis, durante operasi, dan pasien kelas E.
viii. Koordinator Medis melakukan set up pelayanan medis di tempat evakuasi.
Penilaian ulang kondisi setiap pasien rawat inap dilakukan mulai dari pasien
kelas E ke bawah.
ix. Koordinator Logistik menyiapkan tempat evakuasi di luar RS bekerja
sama dengan pihak keamanan. Jalur ambulans diamankan oleh Petugas
Keamanan, bekerja sama dengan pihak yang berwajib.
D. OVER CAPACITY
1. Batasan
Merupakan suatu kode dari Instalasi Gawat Darurat bahwa jumlah pasien yang datang
melebihi kapasitas Unit Gawat Darurat baik dari segi perlengkapan maupun dari segi
ketenagaan. Keputusan untuk mengaktifkan Kode HITAM merupakan kewenangan
mutlak dari dokter IGD yang sedang bertugas setelah dokter IGD menilai kemampuan dari
tim IGD yang pada saat itu sedang bertugas.
2. Perlengkapan
a) Rompi Komando sebanyak 1 buah.
b) Rompi Triage sebanyak 3 buah.
c) Kartu Triage, dilengkapi 4 warna triage (hitam-merah-kuning-hijau), nomor rekam
medis sementara dan tali gantung.
4. Proses Pelaksanaan
a) Dokter IGD yang sedang bertugas menentukan jenis dari Kode HITAM, apakah
termasuk dalam multiple casualty ataukah termasuk dalam mass casualty.
b) Pada multiple casualty incident (Kode Hitam 1) , dokter IGD yang sedang bertugas,
menghubungi Kasi Keperawatan (Perawat Pengawas), bilamana yang di butuhkan
adalah tenaga selain dokter, untuk meminta mobilisasi ketenagaan dari ruangan
yang lain. Bila yang dibutuhkan adalah tenaga dokter, maka dokter IGD yang
sedang berdinas menghubungi dokter Kasi Pelayanan Medis.
c) Selama menunggu ketenagaan dari ruang yang lain, staff IGD yang sedang
bertugas berusaha semampunya mengatasi pasien yang datang.
d) Setelah bantuan ketenagaan tiba, dokter IGD memberikan instruksi apa saja yang dapat
di kerjakan oleh tenaga tambahan tersebut.
e) Setelah seluruh pasien tertangani, dan dokter IGD yang bertugas merasa jumlah pasien
yang berada di IGD sudah dapat di tangani oleh staff IGD, maka dilakukan
serah terima pasien dari tenaga tambahan kepada staff IGD, dan tenaga tambahan
dapat kembali ke tempat kerjanya masing masing, dan dengan sendirinya multiple
casualty berakhir.
f) Dokter IGD memberikan laporan tertulis kepada Kepala Keadaan Darurat Bencana dan
Koordinator Medik dalam waktu 1 x 24 jam.
g) Pada adanya kecurigaan terjadinya mass casualty incident (kode Hitam 2),
dokter IGD yang sedang bertugas berusaha mencari informasi kepada pihak luar
yang dapat dipercaya (mis. Polisi; pemadam kebakaran) tentang adanya suatu
bencana yang berpotensi menjadi mass casualty di RSUD dr. Achmad Darwis.
h) Setelah informasi tersebut di dapat, maka dokter IGD yang sedang bertugas
melakukan aktifasi keadaan darurat dengan jalan menghubungi Operator.
Bila terjadi gangguan pada system listrik untuk segera melapor kepada :
No Menghubungi Ext Keterangan
1 Ka. IPSRS
2 Kabid. SaPras
3 Kasi
SARANA PRASARANA
1. SARANA KOMUNIKASI
a. PABX dan Direct line
Menggunakan sistem informasi RSUD DR. ACHMAD DARWIS, berupa PABX yang dapat
secara langsung berhubungan dengan berbagai nomor telepon darurat. UGD sebagai
command center.
b. Handie Talkie
Pemegang HT dalam keadaan darurat adalah :
1) Pusat Komando (Normal di Tim K3, di pegang oleh ketua Koordinator Lapangan
(baik definitif maupun sementara)
2) Seluruh Koordinator lapangan (sesuai struktur organisasi di atas)
3) Seluruh Petugas Security
c. Paging
Media komunikasi lain adalah paging system. Seluruhinformasi paging system selama
disaster berasal dari ketua tim. Agar paging system selalu siap dalam keadaan
apapun, maka volume paging selalu harus berada dalam posisi maksimal.
1) Cara Penyampaian
Dalam penyampaian kondisi bencana melalui kode harus dilakukan dengan cara tenang
dan tidak membuat pasian/ pengunjung panik.
Contoh:
Kode Merah.. 3X ( diulang 3X)
Gedung Nusa Indah. X3 (diulang 3X)
2. EVALUASI
a. Evaluasi dilakukan terhadap
Data hasil monitoring
Data hasil monitoring dikumpulkan, disajikan dalam bentuk grafik, kemudian
dibandingkan dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Data dibuat trend dan
dilakukan analisa setiap periode waktu tertentu.
Data dibandingkan dengan standar atau nilai yang diharapkan dari setiap indikator
/ parameter yang diukur.
Analisa dilakukan untuk mencari penyebab dari penyimpangan yang ditemukan dari
proses pengumpulan data.
Hasil process monitoring
Selain melakukan analisa data indikator yang diukur, analisa juga dilakukan terhadap
data subyektif hasil pengawasan (Observasi) pelaksanaan SOP di lapangan.
3. CONTINUOUS IMPROVEMENT
Merupakan perumusan upaya-upaya perbaikan dari hasil analisis. Tujuannya adalah menyusun
rencana atau program kerja dengan tujuan untuk memperbaiki performance / mutu yang
diperoleh dari proses monitoring.
Continuous improvementselain berupa :
a. Penyusunan program atau rencana kerja baru.
b. Revisi prosedur dan kebijakan, maupun penyusunan prosedur / kebijakan baru.
c. Penambahan tenaga baik kuantitas (rekrutment) maupun kualitas (training).
d. Pengadaan peralatan-peralatan baru ,dan sebagainya
STAFF DEVELOPMENT
a. ORIENTASI UMUM KARYAWAN
Salah satu materi keselamatan (K3RS) pada setiap orientasi karyawan baru adalah hal-
hal sebagai berikut :
a. Kode-kode bencana rumah sakit
b. Prosedur penanganan bencana
c. Perlengkapan deteksi dini dan penanggulangan dini
d. Prosedur evakuasi
e. Jalur evakuasi dan assembly area.
b. PELATIHAN
a. Pelatihan eksternal untuk tim penanggulangan bencana
b. Pelatihan internal untuk semua karyawan tentang prosedur penanganan bencana.
c. SIMULASI / DRILL
Simulasi penanggulangan bencana adalah pelatihan yang diberikan kepada seluruh
karyawan RSUD dr. Achmad Darwis tentang prosedur penanganan kegawatdaruratan ketika
terjadi bencana, dengan menggunakan skenario pelatihan yang mendekati kenyataan.
Simulasi penanggulangan bencana diselenggarakan sedikitnya dua kali dalam
setahun dengan sasaran seluruh karyawan, pasien dan pengunjung RSUD dr. Achmad
Darwis. Setiap karyawan RSUD dr. Achmad Darwis diharapkan mengikuti minimal 1x
simulasi penanggulangan bencana dalam setahun. Beberapa kebijakan dasar terkait simulasi
penanganan bencana:
a. Adanya pengumuman terhadap seluruh karyawan, pasien dan pengunjung bahwa
akan diadakan simulasi penanganan bencana, sehingga tidak mengagetkan dan tidak
menimbulkan kepanikan.
b. Skenario dibuat seriil mungkin sehingga mendekati kenyataan.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
`
A. Monitoring
Monitoring dilakukan melalui pemantauan pelaksanaan standar kewaspadaan
bencana dan evakuasi di RSUD dr. Achmad Darwis. Monitoring dilaksanakan terhadap
Standar Prosedur Operasional (SPO), serta monitoring terhadap sarana penunjang dalam
antisipasi dan penanganan dalam pengendalian bencana yang dilaksanakan oleh Tim k3
maupun penanggung jawab K3 dimasing-masing satuan kerja.
Untuk monitoring yang dilakukan oleh Tim K3 yaitu ; ronde K3 yang dilaksanakan
sebulan sekali kepada satuan kerja sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Serta safety patrol/
patroli keselamatan yang dilaksanakan seminggu sekali pada hari yang berbeda dengan
pemantauan terhadap seluruh sarana rumah sakit secara selintas / work to survey
B. Evaluasi
Evaluasi merupakan Pencatatan dan pelaporan yaitu; pendokumentasian kegiatan
dalam antisipasi bencana secara tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan
kegiatan K-3 RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K-3 RS, yang
dikumpulkan dan dilaporkan/diinformasikan oleh organisasi K-3 RS, ke Direktur Rumah
Sakit dan unit teknis terkait di Rumah Sakit.
Evalusi yang dilaksanakan terhadap kesiapsiagaan bencana dan evakuasi dengan
melakukan simulasi secara berkala setahun satu kali. Tujuan kegiatan simulasi bencana dan
evakuasi adalah menguji kehandalan dari prosedur yang telah disepakati serta
kehandalan dan ketersediaan sarana dalam penanganan terhadap bencana di RSUD dr.
Achmad Darwis.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan simulasi adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan dalam simulasi bencana. Pencatatan dan
pendokukmentasikan pelaksanaan kegiatan K-3 dilakukan setiap waktu, sesuai dengan jadual
pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau pada saat terjadi kejadian/kasus
(tidak terjadual).
Setiap kegiatan dan atau kejadian/kasus sekecil apapun, yang berkaitan dengan
bencana, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah organisasi K-3
di Rumah Sakit (TIM K3 RSUD dr. Achmad Darwis).
RSUD dr. Achmad Darwis menetapkan dengan jelas alur pelaporan baik untuk
laporan rutin/berkala, laporan kasus/kejadian tidak terduga.
BAB V
PENUTUP
Diharapkan dengan adanya buku panduan kesiapsiagaan bencana dan evakuasi, Pembinaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) yang selama ini sudah dijalankan oleh RSUD dr. Achmad
Darwis melalui Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (TIM K3) RSUD dr. Achmad Darwis dapat
ditingkatkan hasilnya.
Untuk seluruh masyarakat di RSUD dr. Achmad Darwis, diharapkan standar ini dapat
membantu mereka dalam memahami masalah-masalah pengendalian bencana di RSUD dr.
Achmad Darwis dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi terdapat akibat-akibat yang
ditimbulkan sehingga bila terjadi bencana.
Buku Panduan kesiapsiagaan bencana dan evakuasi di RSUD dr. Achmad Darwis ini
masih memerlukan upaya penyempurnaan, belum menggambarkan permasalahan dan cara
penanggulangan secara menyeluruh terutama berdasarkan Instalasi yang ada di Rumah Sakit dan
akan di evaluasi atau revisi setiap 2 tahun sekali. Kepada seluruh Karyawan RSUD dr. Achmad
Darwisdiharapkan bantuan dan masukan yang berharga bagi penyempurnaan buku panduan
kesiapsiagaan bencana dan evakuasi RSUD dr. Achmad Darwis ini di masa mendatang.
Lampiran :
KEPUTUSAN DIREKTUR BLUD RSUD dr. ACHMAD DARWIS
Nomor : 815/ ...../ BLUD-RSUD AD/2015
TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI PENANGANAN BENCANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ACHMAD DARWIS
Menimbang : a. bahwa untuk mengantisipasi kesiapan Rumah Sakit dalam
menghadapi situasi bencana dan pasca bencana, maka disiapkan
segala aspek yang dibutuhkan.
b. bahwa untuk menunjang kesiapan rumah sakit dalam menghadapi
situasi bencana dan pasca bencana terhadap korban akibat bencana di
RSUD dr. Achmad Darwis perlu dibentuk Tim
c. bahwa nama-nama yang tersebut pada lampiran I surat keputusan ini
dianggap cakap dan mampu untuk ditunjuk dan diangkat sebagai Tim
Penanganan Bencana RSUD dr. Achmad Darwis.
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimanan dimaksud
diatas, maka dipandang perlu ditetapkan tentang penetapan dan
kebijakan pembentukan Tim Penanganan Bencana RSUD dr. Achmad
Darwis dengan keputusan Direktur.
Mengingat : 1. Undang-undang Kesehatan nomor.36 tahun 2009
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
2. Undang-undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan
3. bencana
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit.
5. Perpres No 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penangulangan
6. Bencana
KEPMENKES RI no. 448/MENKES/SK/IV/1993 tentang
pembentukan tim kesehatan penanggulangan korban bencana di setiap
7.
rumah sakit
KEPMENKES RI N0.28/MENKES/SK/I/1995 tentang petunjuk
8.
pelaksanaan umum penanggulangan medik korban bencana
KEPMENKES RI NO.205/MENKES/SK/III/1999 tentang petunjuk
pelaksanaan permintaan dan pengiriman bantuan medik dari rumah
9. sakit rujukan saat bencana
KEPMENKES RI NO. 979/MENKES/SK/IX/2001 tentang prosedur
10 tetap pelayanan kesehatan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi
KEPMENKES RI NO.876/MENKES/SK/XI/2006 tentang kebijakan
dan strategi nasional penanganan krisis dan masalah kesehatan lain
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
a. Tim Internal
Ketua : Ns. Rensiner Dami,S.Kep.MM
Anggota :
1. Perawat atau Staf IGD
2. Satpam
3. Staf IPRS
4. Staf OK
5. Staf UTDRS
b. Tim Eksternal
Ketua : dr. Hengki Pramundia, Sp.B
Wa.Ketua : Firdaus
Anggota :
1. Ns. Hazriandi, S.Kep
2. Novia Asnina, Amd.Kep
3. Zulfikar
4. Firdaus
5. Erni Emli, Amd.Kep
6. M.Desmur. Amk.An
7. Mardinal. Amd.Kep
8. Yayan Sofyan
9. Richi Khairul, Amd.Kep
10. Rahmatul Fuaada
11. Sopir Ambulance
TENTANG
PANDUAN CODE BLUE RSUD Dr. ACHMAD DARWIS
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Achmad Darwis dan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang lebih bermutu.
b. bahwa sesuai butir a di atas, perlu dibuat Panduan Code Blue di BLUD RSUD dr.
Achmad Darwis.
a. bahwa untuk memenuhi sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur BLUD RSUD dr. Achmad Darwis.
Menetapkan
Pertama : Keputusan Direktur BLUD RSUD Dr. Achmad Darwis Tentang Tentang Pengesahan
dan pemberlakuan Panduan Code Blue di BLUD RSUD Dr.Achmad Darwis
Kedua : Mengesahkan dan memberlakukan Panduan Code Blue dimaksudkan dalam Diktum
Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya
Ditetapkan di Suliki
Pada Tanggal : Januari 2017
Direktur,
LAMPIRAN : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr.Achmad Darwis Tentang
Panduan code blue di BLUD RSUD dr.Achmad Darwis
Nomor : 445/ /RSUD-AD/I/2017
Tanggal : Januari 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit
jantung dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit
jantung koroner. Setiap tahun terdapat kurang lebih 295.000 kasus cardiac arrest yang ditangani
baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit di Unites State (American Heart Asociation,
2012).
WHO (2008) menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit
infeksi dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di
dunia. Serangan jantung dan problem seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan
raihan 29 persen kematian global setiap tahun.
Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan
1991, penyakit jantung koroner bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat118, 2010). Kematian
jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba
pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit jantung. Waktu dan
kejadiannya tidak terduga, yakni segera setelah timbul keluhan (American Heart Association,
2010).
Kematian otak dan kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit
setelah seseorang mengalami cardiac arrest (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan cardiopulmonary
resuscitation (CPR) dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal.
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 persen pada tiap menit
yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi (American Heart
Assosiacion,2010).
Berdasarkan hasil penelitian dari American Heart Association pada bulan Juni 1999
didapatkan data bahwa 64% pasien dengan cardiac arrest yang mendapatkan penanganan
segera dapat bertahan hidup tanpa kerusakan otak. Inti dari penangan cardiac arrest adalah
kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera
mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya
kematian otak dan kematian permanen.
Penanganan secara cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki
kemampuan dalam melakukan chain of survival saat cardiac arrest terjadi.Keberadaan
tenaga inilah yang selama ini menjadi masalah atau pertanyaan besar, bahkan di Rumah Sakit
Sari Asih Sangiang yang notabene banyak terdapat tenaga medis dan perawat. Tenaga
medis dan perawat di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam
melakukan life saving, akan tetapi belum semuanya dapat mengaplikasikannya secara
maksimal. Dan seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik dalam pelaksanaannya.
Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam
penanganan Arrest segera, yang disebut CODE BLUE.
1. Definisi
a) Code Blue
Code Blue adalah Kode Informasi atau pertanda untuk melihat stabilisasi kondisi darurat
medis yang terjadi di dalam area rumah sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan
perhatian segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan
dalam kondisi cardiac arrest atau respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau
tidak bernapas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat
medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi
dalam 2 tahap yaitu :
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari
departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas
pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan
adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana peralatan
dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.
BAB IV
TATA LAKSANA
Idealnya waktu antara aktivasi code blue sampai kedatangan code blue Team atau response
time adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap region rumah sakit mempunyai tim yang dapat
melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan tim code blue rumah sakit untuk
meningkatkan harapan hidup pasien.
Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih
dalam BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah untuk dibawa, harus ditempatkan di lokasi
strategis di seluruh kawasan rumah sakit terutama di daerah di mana probabilitas tinggi terjadi
kondisi darurat medis atau di mana tim rumah sakit telah dilatih dalam keterampilan BLS.
Setidaknya satu kit resusitasi dasar harus ditempatkan di setiap area kerja satu departemen
sehingga tim dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan resusitasi.
Jika tersedia peralatan resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code
Blue Tim akan lebih baik dan harapan hidup pasien pun meningkat. Hal ini sama pentingnya
bahwa semua personil rumah sakit, terutama tenaga non-dokter dan non-medis, dilatih BLS
sehingga mereka juga dapat memberikan resusitasi awal kehidupan (CPR) dilokasi kejadian
sambil menunggu respon primer atau Code Blue tiba, dengan demikian juga meningkatkan
kemungkinan hasil yang baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan tim rumah sakit dalam
keterampilan BLS.
Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima pesan 'code
blue' (code blue - aktivasi) dan kedatangan tim code blue di lokasi kejadian adalah 0 - 5
menit. Standar layanan akan diberi batas waktu & dikaji kinerja dan pemeriksaan jaminan
kualitas untuk menentukan perangkap dalam sistem peringatan dan menjaga efisiensi dan
penyebaran cepat dari tim code blue.
b) Tanggung jawab dari Medical Emergency Call Center (MECC) terhadap Code Blue line:
- Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code blue kasus yang sebenarnya
(sampai bisa dibuktikan).
- Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali panggilan)
- Informasi vital adalah :
Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu
Lokasi pasti
Trauma atau kasus medis
Dewasa atau anak-anak
- Pengumuman kepada tim code blue : CODE BLUE 3x di area cakupan
- Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan membawa
perlengkapan.
- Rekaman dan dokumen dalam sensus code blue
e) Perawatan Definitif
Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis dan
baik melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh para tim tanggap
code blue, pasien ini akan dikirim ke ICU untuk resusitasi lanjutan dan perawatan definitif
dimana tempat-tempat ini biasanya tidak memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan
untuk perawatan lanjutan.
Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP),korban masih perlu ditransfer
ke ICU untuk dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian. Setiap kasus code blue akan
menerima perawatan definitif setelah perawatan pasca integrasi serangan jantung.
Ketika muncul code blue, tim dokter dan perawat yang ditunjuk sebagai "code-team",
bergegas ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi
roda /tandu, yang berisi alat - alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag,
obat-obatan resusitasi (adrenalin,atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
Tim akan mempraktekkan keterampilan BLS dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
untuk resusitasi pasien. Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan resusitasi
sehingga bila code blue muncul tim yang ditunjuk sebagai code blue Tim akan segera dapat mengakses
peralatan tersebut. Jika code blue disebut di suatu daerah tanpa crash-cart, tim yang ditunjuk code blue
akan membawa crash-cart atau kit resusitasi.
3. Komunikasi
Tersedia Medical Emergency Call Centre (MECC) yaitu panggilan khusus yang mengaktifkan
tim Code Blue Respon Primer.
4. Koordinasi dengan ruangan lain
Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap darurat. Jika tidak ada rencana
tanggap darurat di tempat, akan mendapatkan panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan medis
darurat dan berkoordinasi dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap darurat
medis menggunakan system code blue.
5. Algoritma Code Blue
Anggota bystander/penemu pertama terlebih dahulu melakukanBLS/CPR bila memiliki skill yang
cukup. Lanjutkan BLS/CPR sampai tim code blue datang
Jika tidak memiliki skill BLS, tunggu pertolongan datang,sementara menunggu, amankan korban
dari kerumunan
Segera hubungi code blue rumah sakit untuk mengaktivasi Hospital alert
Setlah mengaktifasi code blue, tim primer yang bertugas di sekitar tempat kejadian bergegas
menuju tempat kejadian dengan resusitasi kit . Mulai atau lanjutkan BLS/CPR sementara
menunggu tim code blue datang
Tim Code Blue Primer
Setelah tim code blue datang, mereka akan mengambil alih resusitasi
BLS dilanjutkan dan lakukan AED
Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan oleh tim code blue
Pindahkan korban ke ICU secepat mungkin setelah stabil untuk mendapatkan perawatan lebih
lanjut
Jika resusitasi berhasil atau korban meninggal di tempat, korban harus tetap dipindahkan ke ICU
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut atau mengkonfirmasi kematian
BAB V
PENUTUP
Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan code blue adalah
pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP segera serta defibrilasi segera.
Tindakan tersebut harus dilakukan oleh orang di sekitar yang paling dekat jika
menyaksikan seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak.
Tidak seperti mitos yang kita dengar, untuk kondisi penderita seperti di atas, RJP
merupakan tindakan yang tidak berbahaya. Lebih berbahaya bagi penderita jika penolong tidak
bertindak apa-apa.
Kualitas RJP harus kita perhatikan, kompresi dada harus dikerjakan dengan baik
melalui menekan cepat dan kuat di bagian setengah bawah tulang dada. Seluruh tim medis Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Achmad Darwis Kabupaten Lima Puluh Kota memegang peranan
penting dalam perkembangan sistem code blue.
Ditetapkan
Tanggal : Januari 2017
Di : Suliki
Direktur,
BAB I
DEFINISI OPERASIONAL
Definisi yang digunakan dalam panduan ini perlu dijelaskan agar pembaca memilki
pengertian yang sama dengan maksud yang terkandung dalam panduan ini.
1. Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya
kebakaran.
2. Penanggulangan kebakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka memadamkan
kebakaran.
3. Potensi Bahaya Kebakaran adalah tingkat kondisi / keadaan bahaya kebakaran yang
terdapat pada obyek tertentu tempat manusia beraktivitas.
4. Pengurangan Risiko adalah suatu upaya mengurangi tingkat kejadian bencana yang
mungkin dapat ditimbulkan oleh suatu potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja, baik
terkait dengan fasilitas, sarana, prasarana dan proses kerja.
5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K 3 adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
6. Sarana Penyelamatan Jiwa adalah sarana yang terdapat pada bangunan gedung yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebakaran dan bencana lain.
7. Proteksi Kebakaran adalah peralatan sistem perlindungan / pengamanan bangunan gedung
dari kebakaran yang di pasang pada bangunan gedung.
8. Alat Pemadam Api Ringan adalah alat untuk memadamkan kebakaran yang mencakup alat
pemadam api ringan (APAR) dan alat pemadam api berat (APAB) yang menggunakan
roda.
9. Sistem Alarm Kebakaran adalah suatu alat untuk memberitahukan kebakaran tingkat awal
yang mencakup alarm kebakaran manual dan/atau alarm kebakaran otomatis.
10. Sistem Pipa Tegak dan Selang Kebakaran adalah sistem pemadam kebakaran yang berada
dalam bangunan gedung, dengan kopling pengeluaran 2,5 ( dua setengah ) inci, 1,5 ( satu
setengah ) inci dan kombinasi.
11. Hidran Halaman adalah hidran yang berada di luar bangunan gedung, dengan kopling
pengeluaran ukuran 2,5 ( dua setengah ) inci.
12. Sistem Sprinkler Otomatis adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja secara otomatis
bilamana temperatur ruangan mencapai suhu tertentu.
13. Sistem Pengendalian Asap adalah suatu sistem alami atau mekanis yang berfungsi untuk
mengeluarkan asap dari bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sampai batas
aman pada saat kebakaran terjadi.
14. Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang
terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran.
15. Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni
maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun
harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
16. Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau
terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan,
kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api,
serta perlindungan terhadap bukaan.
17. Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap
terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam
kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta system
pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
18. Pencegahan kebakaran pada bangunan gedung adalah mencegah terjadinya kebakaran pada
bangunan gedung atau ruang kerja. Bila kondisi-kondisi yang berpotensi terjadinya
kebakaran dapat dikenali dan dieliminasi akan dapat mengurangi secara substansial
terjadinya kebakaran. ( Permen PU No. 26 Tahun 2008 ).
19. Pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau
meluasnya atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan,
termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun minimalisasi risiko bahaya
kebakaran,pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan
dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif. ( Permen PU No. 26 Tahun 2008 ).
20. Pengawasan dan pengendalian adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak terkait dalam
melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap perencanaan pembangunan
bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung
dan lingkungannya. ( Permen PU No. 26 Tahun 2008 )
21. Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
adalah setiap ketentuan atau syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi dalam rangka
mewujudkan kondisi aman kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya, baik
yang dilakukan pada tahap perencanaan, perancangan, pelaksanaan konstruksi dan
pemanfaatan bangunan. ( Permen PU No. 26 Tahun 2008 ).
22. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungannya. ( Permen PU No. 26 Tahun 2008 ).
23. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana asuhan pasien lebih aman
yang meliputi assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes No. 1691 Tahun 2011).
24. APAR : Alat Pemadam Api Ringan adalah alat untuk memadamkan api kecil yang
terlokalisir dapat digunakan oleh satu orang.
25. APAB : Alat Pemadam Api Berat yang menggunakan roda yang digunakan oleh dua orang
untuk memadamkan volumen api kecil dan terlokalisir.
26. Balakar : Barisan Sukarelawan Pemadam Kebakaran, adalah suatu wadah yang terdiri dari
beberapa orang dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran bertujuan untuk
membantu tugas memadamkan kejadian kebakaran dan berperan aktif dalam upaya
mencegah terjadinya kejadia kebakaran.
27. Bahaya kebakaran ( Fire Hazard ) adalah setiap kondisi dan situasi yang berpotensi
menimbulkan kerugian akibat kebakaran.
28. Resiko kebakaran ( Fire Risk ) adalah ukuran kuantitatif dari potensi kerugian kejadian
kebakaran, dengan kata lain ukuran kuantitatif dari bahaya kebakaran, dijabarkan dalam
kemungkinan terjadinya ( Likehood ), dan konsekwensinya. Kemungkinan terjadi
kebakaran ditentukan oleh frekuensi ( berapa sering dapat terjadi ) atau probabilitas
( kemungkinan akan terjadi ).
BAB II
RUANG LINGKUP
1. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup buku panduan pengurangan risiko dan penanggulangan kebakaran ini
ini meliputi konsep membangun sistim identifikasi risiko, deteksi dini, pemeliharaan proteksi
aktif,kegiatan Inventaris sarana proteksi kebakaran, melakukan Inpeksi ( pemantauan fungsi
alat ),melakukan testing alat, melakukan pemeliharaan preventif, melakukan pemeliharaan
korektif atau kegiatan perbaikan.
2. DASAR HUKUM
Sebagai landasan hukum dalam panduan pengurangan risiko dan penanggulangan kebakaran
ini, diambil dari peraturan perundangan sebagai berikut :
1) Undang-Undang RI Nomor : 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2) Undang-Undang RI Nomor : 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3) Undang-Undang RI Nomor : 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4) Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5) Undang-Undang RI Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6) Undang-Undang RI Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
7) Peraturan Pemerintah RI Nomor : 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
8) Peraturan Pemerintah RI Nomor : 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Mnajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
9) Permenaker No.Per/05/Men/1996 tentang Sistem manajemen keselamatan dan
Kesehatan Kerja
10) SK Meneg PU no. 10/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis pengamanan
terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
11) Badan Standarisasi Nasional (2000) tentang pencegahan kebakaran pada bangunan
gedung 2000-2001 menyangkut sistem hidran, sprinkler otomatis dan APAR
12) Kepmenkes 145 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana
13) Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188 / Menkes /
PB/I/2011, Nomor. 7/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok
BAB III
TATA LAKSANA PENGURANGAN RISIKO
DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
1. Perencanaan
1) Identifikasi Risiko kebakaran ( Fire Risk Assessment )
Identifikasi potensi bahaya kebakaran dalam arti yang luas disebut juga penilaian
bahaya kebakaran. Tujuannya adalah untuk secara komprehensif memahami dan
menggolongkan bahaya dan resiko kebakaran untuk memperoleh informasi yang lebih
baik untuk keputusan luas atau kebijakan yang harus dibuat manajemen bangunan
sebagai bagian dari pemanfaatan bangunan gedung. Pengetahuan dan pemahaman
NSPM keselamatan kebakaran sangat diperlukan dalam identifikasi/ penilaian bahaya
kebakaran.
Identifikasi potensi bahaya kebakaran dilakukan untuk menentukan, pada suatu
saat, apakah sistem keselamatan kebakaran bangunan gedung memenuhi, melampaui
atau tidak memenuhi NSPM (Norma, Standar, Pedoman dan Manual) tentang
keselamatan kebakaran. Identifikasi potensi bahaya kebakaran juga memberikan
informasi untuk menentukan pilihan, merancang dan merekomendasikan tindakan
perbaikan.
Pengertian bahaya dan resiko seringkali dipertukarkan atau disamakan, padahal
arti keduannya berbeda. Bahaya kebakaran ( Fire Hazard ) adalah setiap kondisi dan
situasi yang berpotensi menimbulkan kerugian akibat kebakaran. Resiko kebakaran (
Fire Risk ) adalah ukuran kuantitatif dari potensi kerugian kejadian kebakaran, dengan
kata lain ukuran kuantitatif dari bahaya kebakaran, dijabarkan dalam kemungkinan
terjadinya ( Likehood ),dan konsekwensinya. Kemungkinan terjadi kebakaran ditentukan
oleh frekuensi ( berapa sering dapat terjadi ) atau probabilitas ( kemungkinan akan terjadi
).
Identifikasi Risiko Kebakaran ini menggunakan Form HIRADC ( Hazard
Idetification Risk Assessment Determining Control ) .
2. Pelaksanaan.
Kode warna yang telah ditetapkan Rumah Sakit untuk kejadian kebakaran adalah :
No Jenis Kejadian Bencana Kode Warna
1 Darurat Kebakaran Merah
.
Ketua Regu Keselamatan
a. Regu Keselamatan:
Regu Keselamatan yang telah dibentuk akan sangat membantu dalam antisipasi
dan penanggulangan bencana di RSUD dr. Achmad Darwis, yang bertanggung jawab:
sebagai REGU KESELAMATAN yang dipimpin oleh Penanggung Jawab Darurat .
a) Ketua Regu Keselamatan :
- Bertanggung jawab terhadap kejadian bencana di RSUD dr. Achmad Darwis
- Melakukan monitoring sarana prasarana proteksi bencana (kebakaran dan
bencana lainnya).
- Mengkoordinir semua kegiatan pencegahan terhadap bahaya kebakaran dan
bencana lainnya serta antisipasi penyelamatan jiwa jika terjadi kebakaran dan
bencana lainnya.
- Mengkoordinir semua kegiatan pemadaman api kebakaran di lingkungan
tempat kerjanya.
- Mengkoordinir semua kegiatan evakuasi jiwa dan barang.
- Mengkoordinir kegiatan keselamatan jiwa.
- Melaporkan kejadian bencana sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.
- Melaporkan kegiatan penanggulangan bencana yang terjadi ke Ketua
Keadaan Darurat Bencana RSUD dr. Achmad Darwis.
b) Regu Pemadam
- Melakukan kegiatan pemadaman sedini mungkin apabila terjadi kebakaran di
lingkungan unit kerjanya.
- Memadamkan api sedini mungkin dengan APAR/ karung basah/ alat bantu lain
sebelum kebakaran menjadi besar.
- Memonitor masa berlaku APAR dan fungsi alat pemadam api yang lain.
- Membantu melakukan pemadaman dengan hydran bekerjasama dengan regu
pemadam dari dalam maupun dari luar RSUD dr. Achmad Darwis.
- Membantu menanggulangi bencana yang timbul sambil mengamati potensi
kebakaran.
- Diharapkan yang sudah mendapatkan pelatihan penanggulangan kebakaran.
c) Regu Evakuasi Jiwa
- Mengkoordinir penyelamatan sebelum terjadi /bila terjadi kebakaran dll, di
lingkungan / ruangan / unit kerja.
- Melakukan evakuasi terhadap pasien / orang lain yang berada di unit kerja.
- Melakukan pencatatan terhadap jumlah pasien / orang lain yang berada di
tempat kejadian dan setelah di tempat aman (titik kumpul).
- Melaporkan kegiatan evakuasi jwa yang telah dilakukan kepada ketua regu.
d) Regu F-1 ( Tim Respon Emergensi Medikal).
- Memonitor semua pasien / orang lain yang berada di ruangan / unit kerja.
- Melakukan pertolongan pertama pada pasien, keluarga,karyawan/orang lain
yang membutuhkan bantuan sesuai prioritas masalah medis di tempat
kejadian. dan di lokasi titk kumpul sesuai dengan prosedur.
- Melaporkan kegiatan kepada ketua regu.
e) Regu Evakuasi Barang.
- Mengkoordinasikan pengamanan lokasi kebakaran dan barang-barang
inventaris.
- Mengkoordinir pemindahan barang dan alat inventaris sebelum dan sesudah
dievakuasi.
- Melakukan pemindahan barang dan alat inventaris sebelum dan sesudah
dievakuasi.
- Melaporkan kepada kepala regu instalasi/ ruangan terhadap kegiatan evakuasi
barang yang telah dilakukan.
b. Seluruh karyawan
- Mematuhi peraturan dan ketetapan Rumah Sakit terkait pencegahan dan
penanggulangan bencana.
- Menjaga sarana prasarana di lingkungan Rumah Sakit dan melakukan aktifitas kerja
yang aman dan selamat serta menjaga kebersihan lingkungan.
- Melakukan tugas sesuai yang diinstruksikan terutama yang terkait dengan
pengamanan bencana.
- Melaporkan setiap adanya insiden dan potensial bahaya di area kerja dan area
lainnya yang ditemuinya.
Pemberian atau pemasangan simbol atau label yang terkait dengan pengamanan kebakaran.
.
e. Sistem APAR , antara lain :
1) Tersedianya APAR sebanyak 20 buah, dengan rinciannya adalah ukuran ..... Kg
f. Terdapat Petunjuk Evakuasi berikut Rambu-rambu dan tanda-tanda khusus
penyelamatan jiwa, seperti :
1) Terdapat Jalur-jalur penunjuk arah evakuasi menuju titik kumpul aman
2) Terdapat Area Titik Kumpul Aman
3) Terdapat Jalur dan Lampu Exit
4) Terdapat brosur safety briefing berupa denah evakuasi.
5) Terdapat lampu darurat.
6) Terdapat pintu-pintu darurat.
Denah Jalur Evakuasi ( terlampir )
2) Pencarian secara simultan terhadap sumber tanda potensi kebakaran terintegrasi oleh
seluruh pihak terkait (Satpam, IPSRS, PJ Ruangan, K3 ).
3) Pelaksanaan tindak lanjut hasil pencarian
a) Diketahui sumber tanda potensi kebakaran mengacu pada Prosedur Tetap
Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran.
b) Tidak diketahui sumber tanda potensi kebakaran :
- Segera minta bantuan Pengecekan Sumber Potensi Kebakaran oleh
penanggung jawab ruangan secara simultan melalui telepon kepada IPSRS,
K3, Perawat Pengawas ( diluar jam kerja ) dan Suku Dinas Pemadam
Kebakaran Kabupaten Lima puluh kota cabang suliki.
- Pemantauan respon Suku Dinas Pemadam Kebakaran oleh K3 ( dalam jam
kerja ) dan Perawat Pengawas ( di luar jam kerja ) untuk memastikan
kedatangan petugas Suku Dinas Pemadam Kebakaran.
4) Pernyataan / Rekomendasi tertulis oleh Suku Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten
Lima Puluh Kota cabang Suliki tentang kondisi aman terkendali.
Tindakan
1) Pemadaman sedini mungkin dengan alat yang tersedia seperti : Handuk basah,
Karung basah, APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan lain-lain, oleh petugas yang
sedang bertugas pada saat pertama kali melihat api
2) Permintaan bantuan satpam oleh petugas / penanggung jawab dinas melalui
telpon ............... jika api tidak dapat dipadamkan.
3) Komando dilaksanakan sesuai dengan tingkat siaga :
Pada siaga III oleh kepala unit kerja tempat kejadian berkoordinasi dengan Tim K3
pada Sub Tim K3 (Supervisor bencana kebakaran) atau penanggung jawab dinas
(diluar jam kerja) berkoordinasi dengan Perawat Pengawas.
Pada siaga II oleh Tim K3 - Sub Tim K3 (Supervisor penanggulangan bahaya
kebakaran) atau Perawat Pengawas diluar jam kerja
Pada siaga I diambil alih oleh Komandan Dinas Pemadam Kebakaran, Komandan
siaga II membantu Dinas Pemadam Kebakaran dalam pengaturan evakuasi dan
penyelamatan pasien atau petugas yang mengalami cidera
Petugas / penanggung jawab dinas menghubungi : Ka. Instalasi, Satpam, Operator
telepon, storing, Tim K3 (didalam jam kerja) Perawat Pengawas, Duty Nurse (diluar
jam kerja)
Pemadaman api oleh petugas satpam dan regu balakar sesuai dengan prosedur
dan manual pengunaan APAR / Hydran.
Permintaan bantuan kepada Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Selatan atas
instruksi komandan siaga : Tim K3 (didalam jam kerja) atau Perawat Pengawas
(diluar jam kerja) melalui operator telpon / satpam
Pemadaman aliran listrik selama kebakaran oleh petugas storing sesuai dengan
prosedur dan manual yang berlaku
Pemindahan / Evakuasi pasien dan barang-barang lainnya ke tempat yang lebih
aman oleh petugas yang sedang dinas saat terjadi kebakaran atas perintah
komando siaga
Semua keterangan tentang kejadian kebakaran hanya dapat dikeluarkan oleh
Instalasi Pemasaran dan Humas dengan seijin pimpinan Rumah Sakit
Semua kegiatan dilakukan pencatatan sesuai dengan unit kerja masing-masing
untuk digunakan sebagai bahan evaluasi dan laporan
Nomor-nomor Penting Yang Dapat Dihubungi : terlampir
c. Pekerjaan Api Terbuka
Pekerjaan Api Terbuka ( Hot Work ) adalah pekerjaan/ aktivitas yang dapat menghasilkan
percikan api atau pancaran panas, seperti pengelasan, grinder, pemotongan logam.
Penanggung Jawab adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan panas
dan mampu menggunakan peralatan pemadam. Prosedur pekerjaan api terbuka adalah
mengatur tata cara dalam melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan panas atau
dengan menggunakan api sebagai langkah preventif terhadap bahaya kebakaran dan
gangguan kesehatan serta keselamatan kerja di area RSUD dr Achmad Darwis.
h. Safety Patrol
Safety Patrol adalah suatu upaya pengawasan atau pemantauan terkait dengan
keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini merupakan salah satu cara untuk memastikan
apakah kesemuanya dijalankan dengan baik ?, namun ini juga perlu dukungan dan
kesadaran semua pihak, terutama pelaksana yang merupakan SDM yang berkompeten
dalam pelaksanaan K3 yang dijalankan. Di RSUD dr Achmad Darwis. pelaksanaan Safety
Patrol merupakan program melekat dari Tim K3 yang dilaksanakan seminggu sekali
setiap hari kamis oleh seluruh anggota Tim.
i. Ronde K3
Ronde Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan implentasi system manajemen K3
di RSUD dr Achmad Darwis, Ronde K3 dilakukan terhadap seluruh Instalasi dan Satuan
Kerja yang berada di RSUD dr Achmad Darwis.
5. Pelatihan
a. Karyawan ;
1) Pelatihan K3 RS, yang dilakukan terhadap karyawan adalah Pelatihan K3 Rumah
Sakit yang diselenggarakan satu tahun sekali dengan sasaran seluruh perwakilan
Satuan Kerja sebagai penangung jawab pelaksanaan K3 di area kerjanya.
2) Materi Pelatihan K3 RS
Kebijakan K3RS
Penerapan Ergonomi di RS
Pengenalan Penyakit Akibat Kerja (PAK) & Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
K3 pada Sarana & Prasarana RS
Pengelolaan dan penanganan B3 serta limbahnya
Respon Emergensi
Stres Psikologis
3) Pelatihan Balakar RS, dilakukan terhadap karyawan adalah pelatihan dan workshop
Balakar yang diselengggarakan 2 kali dalam satu tahun dengan sasaran pada tim
pemadam di regu keselamatan dan juga karyawan di seluruh satuan kerja ditambah
dengan perwakilan dari karyawan outsourcing / kontraktor.
4) Materi Pelatihan Balakar
Teori Api
Teori APAR dan Hidran
Sistem Komunikasi
Work Shop Pemadaman Kebakaran ( Pemakaian Karung goni, APAR, APAB dan
Hidran )
5) Pelatihan MSDS dan Workshop APAR
Teori B3
Teori API
Teori APAR
Work Shop B3 dan Penggunaan APAR PASS
c. Pasien
1) Memberikan informasi kepada pasien tentang pengamanan kebakaran seperti fasilitas
yang tersedia dan peruntukannya ( jalur exit, jalur evakuasi, titik kumpul aman, letak
APAR ).
2) Flyer Safety Breafing yang berisi jalur evakuasi dan titik kumpul pada kondisi darurat.
3) Flyer Larangan Merokok yang berisi larangan merokok dilingkungan rumah sakit.
4) Denah jalur evakuasi ; yang berada disetiap kamar pasien terletak disamping pintu
keluar.
6. Monitoring
a. Monitoring data
Dokumentasi data setiap kegiatan terkait pengamanan kebakaran dianalisa dan ditindak
lanjuti sebagai bahan rekomendasi terhadap pihak manajemen untuk melakukan
perubahan dan perbaikan terhadap fasilitas terkait pengurangan risiko dan
penanggulangan kebakaran sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
b. Monitoring data untuk peningkatan berkesinambungan
Monitoring dilakukan melalui pemantauan pelaksanaan standar kewaspadaan bencana
dan evakuasi di RSUD dr Achmad Darwis. Monitoring dilaksanakan terhadap Standar
Prosedur Operasional (SPO), serta monitoring terhadap sarana penunjang dalam
antisipasi dan penanganan dalam pengendalian bencana. yang dilaksanakan oleh Tim k3
maupun penanggung jawab K3 dimasing-masing satuan kerja dalam wadah regu
keselamatan dimasing-masing satuan kerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-
masing. Untuk monitoring yang dilakukan oleh Tim K3 yaitu ; ronde K3 yang dilaksanakan
seminggu sekali kepada satuan kerja sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Serta safety
patrol/patroli keselamatan yang dilaksanakan seminggu sekali pada hari yang berbeda
dengan pemantauan terhadap seluruh sarana rumah sakit berupa survey jalan selintas /
throughsurvey.
1) Ronde K3
Ronde Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan satu minggu sekali
setiap hari Rabu. Pelaksanaan Program Ronde K3 membutuhkan motivasi dan
komitmen dari top management dari pemimpin diseluruh jajaran di RSUD dr Achmad
Darwis, staf dan anggota tim tanpa memandang posisi jabatannya, harus merasa
mampu untuk berbicara apabila mereka merasa apa yang mereka kerjakan tidak aman
dan selamat,kondisi lingkungan kerja tidak aman dan selamat. Jadi Ronde Kesehatan
dan Keselamatan Kerja adalah suatu tranformasi budaya. Perubahan budaya yang
diharapkan adalah; Budaya tidak menyalahkan, Budaya pelaporan, Budaya
pembelajaran dan Budaya kerja yang aman.
2) Safety Patrol dilaksanakan satu minggu sekali setiap hari jumat .
Konsentrasi pemantauan pada pelaksanaan safety patrol yang terkait dengan
keselamatan kebakaran adalah ;
Sarana proteksi kebakaran dan jalur evakuasi serta penyelamatan jiwa ; yang terdiri
sarana proteksi kebakaran baik aktif maupun pasif.
Bangunan gedung ; kondisi mekanikal dan elektrikal, ada tidaknya kebocoran
,potensi runtuhan atap, dan kondisi tidak semestinya lainnya
Alat kerja ; pemantauan terhadap peralatan yang digunakan baik terkait peralatan
medis maupun peralatan teknik lainnya.
Prosedur kerja; melihat aktifitas pekerja apakah sesuai dengan prosedur kerja yang
aman baik untuk dirinya maupun untuk pasien/ orang lain yang berada disekitarnya.
APD; kepatuhan pengunaan alat pelindungi diri sesuai ketentuan dan prosedur
aman.
7. Evaluasi
Evaluasi terhadap seluruh program, fasilitas, sarana dan prasarana dan kegiatan
pengamanan kebakaran yang telah berjalan dan yang tidak dapat dilakukan karena sesuatu
hal, serta informasi terhadap risiko dari keselamatan dan keamanan serta pelaksanaan
pelatihan yang telah berjalan, hal ini guna review terhadap tujuan dan rencana program
ditahun yang akan datang.
Masing-masing kegiatan dalam program dilakukan evaluasi dan dibuat laporan yang
dilakukan tiap akhir pelaksanaan kegiatan.Evaluasi merupakan Pencatatan dan pelaporan
yaitu; pendokumentasian kegiatan dalam antisipasi bencana secara tertulis dari masing-
masing unit kerja Rumah Sakit dan kegiatan K-3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh
organisasi K-3 RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan / diinformasikan oleh organisasi K-3
RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknisterkait di Rumah Sakit. Evalusi yang
dilaksanakan terhadap pengurangan risiko dan penanggulangan kebakaran dengan
melakukan simulasi kebakaran secara berkala setahun satu kali.
Tujuan kegiatan simulasi bencana kebakaran dan evakuasi adalah menguji
kehandalandari prosedur yang telah disepakati serta kehandalan dan ketersediaan sarana
dalam penanganan terhadap bencana di RSUD dr Achmad Darwis.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan simulasi adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan dalam simulasi bencana.
Pencatatan dan pendokumentasikan pelaksanaan kegiatan K-3 dilakukan setiap
waktu, sesuai dengan jadual pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau pada
saat terjadi kejadian/kasus (tidak terjadual).
Setiap kegiatan dan atau kejadian/kasus sekecil apapun, yang berkaitan dengan
bencana, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah organisasi K-3 di
Rumah Sakit (TIM K3 RSUD dr Achmad Darwis). RSUD dr Achmad Darwis menetapkan
dengan jelas alur pelaporan baik untuk laporan rutin/berkala, laporan kasus/kejadian tidak
terduga.
BAB IV
DOKUMENTASI
LAMPIRAN LAMPIRAN :
Alur Deteksi Dini Potensi Kebakaran dalam Jam Kerja
ORANG PERTAMA
Yang Melihat Api/Kebakaran
Y
Lapor Kepada
Ka. Unit Kerja
Mengaktifkan Penanggung
Menghubungi Unit Pemadam
Jawab Darurat Gedung di
Satpam, IPSRS, K3 Kebakaran Suliki
Unit Kerja
Mencari sumber
potensi kebakaran
dgn membawa APAR
Merujuk ke Protap
Pengendalian dan
Rekomendasi dari Dinas
Penanggulangan
Kebakaran
Kebakaran
Laporan Kejadian
Kebakaran oleh pihak Selesai
terkait & dinas Pemadam
Kebakaran
Selesai
ORANG PERTAMA
/Petugas Yang Melihat
Api/Kebakaran
Y
Lapor Kepada
Perawat Jaga
Mencari sumber
potensi kebakaran
dgn membawa APAR
Selesai
ORANG PERTAMA
yang melihat api /
kebakaran
Upayakan Pemadaman
sedini mungkin bila perlu
Menghubungi Satpam,
minta bantuan Satpam
Ka.Satker ,
Operator,IPSRS, K3, PP
NO
YE S
Komando Siaga :
K3RS, Perawat
Pengawas,
Melalui Operator
Telepon
Api Padam
Tindakan Evakuasi
oleh Ka.Ru/PJ. Tim Medis
Dinas/PP
Selesa
i Selesa Selesa
i i
Petugas Pengaman Kebakaran yang sudah terlatih dan berpengalaman ( dalam
penggunaan APAR, Hidran dan evakuasi ) antara lain :
1. Ketua Komite K3
2. Perawat Pengawas / Kepala Ruangan
3. Semua anggota TIM K 3
4. Regu Keselamatan ( Terutama Tim Pemadam )
5. Satuan Pengamanan
6. Petugas IPSRS ( Storing )
7. Karyawan RSUD dr. ACHMAD DARWIS( yang sudah terlatih )
RSUD
DR ACHMAD
DARWIS
NIP.