Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya
usia harapan hidup dan semakin tinggi pajanan faktor resiko, seperti faktor pejamu yang
diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok khususnya
pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan
dan tempat kerja.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-
6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker (WHO,2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan
dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung
sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu
orang meninggal.

Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

Pertambahan penduduk

Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada tahun 1990-an

Industrialisasi

Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi
saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang
bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat
merokok dalam waktu yang lama. PPOK sediri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada
setiap individu tergantung derajat keluhan (khususya sesak dan penurunan kapasitas latihan),
efek sistemik dan gejal komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat
keterbatasan aliran udara.

Bronkitis kronis dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :

Emfisema merupakan diagnosis patologis


Bronkitis kronis merupakan diagnosis klinis

Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.

Menurut Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD) PPOK adalah
penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.

2.2. Prevalensi

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta
pasien dengn prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di cina dengan
angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan vietnam
sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens
5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.
2.3. Faktor Resiko

Hingga saat ini, asap rokok masih merupakan penyebab nomor satu terjadinya PPOK, hal ini
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. PPOK dapat juga bersifat genetik.

Beberapa hal yang termasuk dalam faktor resiko PPOK adalah :

- Rokok
- Polusi udara
- Stres oksidatif
- Gen
- Tumbuh kembang paru
- Sosial ekonomi

2.4. Patogenesis

PPOK adalah sejenis penyakit paru obstruktif yang terjadi saat terdapat aliran udara yang
buruk yang tak dapat diperbaiki secara menyeluruh dan kronis serta terjadi ketidakmampuan
untuk menghembuskan napas secara penuh (memerangkap udara). Aliran air yang buruk
merupakan akibat dari rusaknya jaringan paru (dikenal sebagai emfisema) dan penyakit
saluran udara kecil yang dikenal sebagai bronkiolitis obstruktif. Kontribusi relatif dari dua
faktor ini bervariasi dari orang ke orang. Kerusakan saluran udara kecil yang parah dapat
mengakibatkan terbentuknya kantung-kantung udara yang besar yang disebut sebagai bula
yang menggantikan jaringan paru. Jenis penyakit ini disebut sebagai emfisema bula.

PPOK berkembang sebagai reaksi inflamasi kronis akibat menghirup bahan-bahan penyebab
iritasi. Infeksi bakteri kronis juga dapat memperparah inflamasi ini. Sel-sel yang meradang
termasuk granulosit neutrofil dan makrofag, dua jenis sel darah putih. Mereka yang merokok
mengalami keterlibatan Tc1 limfosit dan mereka yang menderita PPOK mengalami
keterlibatan eosinofil yang mirip dengan yang ada pada asma. Sebagian dari reaksi sel ini
disebabkan oleh mediator peradangan seperti faktor kemotaksis. Proses lainnya yang
berperan dalam kerusakan paru adalah tekanan oksidatif yang dihasilkan karena adanya
konsentrasi tinggi dari radikal bebas dalam asap tembakau dan dibebaskan oleh sel yang
terinflamasi, dan hancurnya jaringan penghubung paru-paru oleh protease yang kurang
mengandung penghambat protease. Hancurnya jaringan penghubung di paru-paru akan
mengakibatkan emfisema, yang kemudian menyebabkan buruknya aliran udara, dan pada
`akhirnya, buruknya penyerapan dan pelepasan gas-gas pernapasan. Penyusutan otot secara
umum yang sering terjadi pada PPOK sebagian mungkin dikarenakan mediator inflamasi
yang dilepaskan paru-paru ke dalam darah.

Penyempitan saluran udara terjadi karena inflamasi dan parut di dalamnya. Hal ini
menyebabkan kesulitan saat menghembuskan napas dengan sepenuhnya. Pengurangan aliran
udara terbesar terjadi saat menghembuskan napas, karena tekanan di dada menekan saluran
udara pada saat itu. Hal ini berakibat udara dari tarikan napas sebelumnya tetap berada di
dalam paru-paru sementara tarikan napas berikutnya telah dimulai. Hasilnya adalah
peningkatan volume total udara di dalam paru-paru yang dapat terjadi kapan saja, sebuah
proses yang disebut sebagai hiperinflasi atau terperangkapnya udara. Hiperinflasi karena olah
raga terkait dengan sesak napas di PPOK, karena menghirup napas saat paru-paru terisi
setengah penuh terasa kurang nyaman.

Beberapa orang juga mengalami sedikit gejala hiperresponsif saluran udara terhadap
penyebab iritasi yang sama dengan yang ditemukan pada asma.

Tingkat oksigen rendah dan, akhirnya, tingginya tingkat karbon dioksisa di darah dapat
terjadi karena pertukaran udara yang buruk akibat berkurangnya ventilasi karena obstruksi
saluran udara, hiperinflasi, dan berkurangnya keinginan untuk bernapas. Selama eksaserbasi,
inflamasi saluran udara akan meningkat, sehingga hiperinflasi meningkat, aliran udara
pernapasan berkurang, dan transfer gas semakin buruk. Hal ini juga akan mengakibatkan
tidak cukupnya ventilasi, dan akhirnya, tingkat oksigen dalam darah yang rendah. Tingkat
oksigen rendah, jika dialami dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan penyempitan
arteri di paru-paru, sementara emfisema mengakibatkan rusaknya kapilari di paru-paru.
Kedua perubahan ini berakibat meningkatnya tekanan darah di arteri pulmonari, yang dapat
menyebabkan kor pulmonale.

2.5. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010 PPOK
dibagi atas 4 derajat :

Derajat Klinis Faal paru


Gejala klinis (batuk, produksi sputum Normal
Derajat I Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP<70%
sputum ada tetapi tidak sering. Pada
PPOK Ringan derajat ini pasien sering tidak VEP1>80% prediksi
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun
Derajat II Gejala sesak mulai dirasaakn saat VEP/KVP<70%
aktivitas dan kadang ditemukan gejala
PPOK Sedang batuk dan produksi sputum. Pada 50%<VEP1<80% prediksi
derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatan.
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP<70%
aktivitas, rasa lelah dan serangan
PPOK Berat eksaserbasi semakin sering dan 30%<VEP1<50% prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien

Derajat IV Gejala diatas ditambah tanda-tanda VEP1/KVP<70%


gagal napas dan gagal jantung kanan
PPOK Sangat berat dan ketergantungan oksigen. Pada VEP1<30% prediksi atau
derajat ini kualitas hidup pasien VEP1<50% prediksi disertai
memburuk dan jika eksaserbasi dapat gagal napas kronik
mengancam jiwa

2.6. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOk sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan
tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
pada tabel berikut :

Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat
seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa perlu usaha
untuk bernapas
Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak


Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor resiko Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

Gambaran klinis :

a. Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)


Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tugkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater

Gejala Bronchitis (Blue Bloather) :


1. Sesak napas pada saat istirahat, yang memburuk dengan aktivitas ringan
2. Batuk berdahak terutama pada pagi hari
3. Mengi ketika saat bernafas
4. Kelihatan lelah
5. Obesitas

Gejala Emfisema (pink puffer) :

1. Sesak napas
2. Batuk dengan atau tanpa dahak
3. Kelelahan
4. Penurunan berat badan
5. Cachexia

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma


rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

1. Suara napas vesikuler normal, atau lemah


2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waku bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
3. Ekspirasi memanjang
4. Bunyi jantung terdengar jauh

c. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan rutin :

1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 predisi (%) dan atau VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP (VEP1/VEP1 pred)< 80% VEP1% (VEP1/KVP)< 75%

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai


beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan meggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyal 8 hisapan, 15-20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE< 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, Leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :

Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)

Pada bronkitis kronik :


Normal
Corakan bronkovaskular bertambah pada 21% kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran


diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan
penambahan corakan ke distal.

- Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

Volume Residu (VR), Kapasitas Residu Fungsional (KFR), Kapasitas Paru


Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
Raw meningkat pada bronkitis kronis
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20%

2. Uji latih kardiopulmoner

Sepeda statis (ergocycle)


Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hiperaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK


terdapat hiperaktiviti bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison


atau metilprednisolon) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2 minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal 250 ml. Pada
PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid.

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Gagal napas kronik stabil


Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

CT-scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

Scan venti;asi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan


hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi


diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin


Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia , riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak
napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan
obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).

2.7. Diagnosis Banding

2.8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaa PPOK mencakup beberapa komponen yaitu :

1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresivitas penyakit
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian

Penatalaksanaan secara umum PPOK yaitu

a. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan


Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktivitas optimal
Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi pasiensendiri maupun bagi keluarganya.

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :

Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK


ditegakkan

Penggunaan obat-obatan

Macam obat dan jenisnya


Cara penggunaan yang benar (oral, MDI atau nebuliser)
Waktu penggunaan yan tepat (rutin dengan selang waktu tertentu
atau kalau perlu saja)
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan


Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen


Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksasebasi:

Batuk atau dan sesak bertambah


Sputum bertambah
Sputum berubah warna

Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi


Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
b. Berhenti merokok

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam


mengurangi resiko brkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A :

Ask (tanyakan)

Mengidentifikasi semua perokok pada ssetiap kunjungan

Advise (nasihati)

Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok

Assess (nilai)

Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal : dalam 30 hari ke depan)

Assist (bimbing)

Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling


praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.

Arrange (atur)

Buat jadwal kontak lebih lanjut

c. Obat-obatan

Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dijumpai dalam janga panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek
panjang.
Macam-macam bronkodilator:

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali
perhari).

Golongan agonis B-2

Bentuk inhaler digunakan mengatasi sesak, peningkatan jumlah


penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya ekaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Kombinasi antikolinergik dan agonis B-2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek


bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mudah digunakan.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka


panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin


darah.

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, menekan fungsi inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 mg.

Antibiotik

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini
pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan
amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
dan makrolid baru.

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Digunakan N-


asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik (pengencer dahak)

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan mempercepat


perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang.

Antitusif

Diberikan dengan hati-hati

d. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkat toleransi terhadap latihan dan


memperbaiki kualitas hidup pada pasien PPOK. Pasien yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :

Simptom pernapasan berat


Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun

e. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang mengakibatkan


kerusakan sel dan jaringan. Pemberan terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam sel dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya.

Manfaat oksigen :

Mengurangi sesak
Memperbaki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmoner
Mengurangi vasokontriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup

Indikasi :

PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2< 90%


PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai korpulmonale,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, dan penyakit paru.

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang


Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

f. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa intubasi.

g. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan


energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapnia menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortalitas PPOK karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru
dan perubahan analisis gas darah.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat,
kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan


Kadar albumin darah
Antropometri

Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik
kelebihan dan kekuragan berat badan bisa menjadi masalah. Kira-kira 25% dari pasien
PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan
massa indeks bebas.

h. Terapi pembedahan

Bertujuan untuk :

Memperbaiki faal paru


Memperbaiki mekanik paru
Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
Memperbaiki kualitas hidup

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

Bulektomi
Bedah reduksi volume paru (BRVP)/ lung volume reduction surgery
Transplantasi paru

2.9. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat
disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya
komplikasi.

Gejala eksaserbasi :

Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)

a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut dirumah :

Bronkodilator
Nebuliser
Oksigen selama aktivitas dan tidur
Mukolitik
Ekspektoran

b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit :

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask


Bronkodilator : inhalasi agonis B2 (dosis & frekuensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat : + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
Steroid : prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari
Steroid intravena : pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumoniae, H influenza, M catarrhalis
Ventilasi mekanik pada : gagal akut atau kronik

2.10. Komplikasi

1. Gagal napas

a. Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2


Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis


Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuknya


koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditamdai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

3. Kor polmunale

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.

2.11. Pencegahan
Hindari asap rokok
Hindari polusi udara
Hindari infeksi saluran napas berulang

2.12. Prognosis

PPOK biasanya memburuk dengan berjalannya waktu dan bisa berakhir dengan kematian.
Diperkirakan 3% dari semua kecacatan dikaitkan dengan PPOK. Proporsi kecacatan dari
COPD secara global telah menurun dari tahun 1990 hingga 2010 karena peningkatan kualitas
udara dalam ruang terutama di Asia. Namun, jumlah keseluruhan tahun hidup dengan
kecacatan dari PPOK meningkat.

Tingkat memburuknya PPOK berbeda-beda bergantung pada adanya faktor yang


memperkirakan hasil buruk termasuk: gangguan parah di saluran napas, lemahnya
kemampuan untuk berolah raga, napas pendek, berat badan berkurang atau bertambah secara
drastis, gagal jantung kongestif, kebiasaan merokok, dan gejala sakit mendadak yang sering
terjadi. Hasil jangka panjang pada PPOK dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks
body yang memberikan nilai mulai dari nol hingga sepuluh bergantung pada FEV1, indeks
massa tubuh, jarak yang mampu dicapai dengan berjalan kaki selama enam menit, dan skala
dispnea MRC yang dimodifikasi. Berkurangnya berat badan secara signifikan merupakan
tanda yang buruk. Hasil spirometri juga merupakan penanda baik untuk perkiraan kemajuan
selanjutnya dari penyakit ini meskipun tidak sebagus indeks body

BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. S B
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Nias/Indonesia
Alamat : Ketapang
Masuk RS : 28 Agustus 2015
Keluar RS : 31 Agustus 2015
Nomor RM : 08 38 60

II. Anamnesa
Auto/Alloanamnesa
- Keluhan Utama : Sesak napas
- Telaah
Hal ini dialami OS sejak 15 menit SMRS, perdarahan kurang lebih 1
sendok makan, OS juga merasakan adanya darah yang mengalir ke
kerongkongan yang menyebabkan OS muntah. Terdapat pula memar pada
tangan kanan dan kiri dengan ukuran yang bervariasi serta bintik-bintik
merah dikaki, sebelumnya OS pernah di rawat di RSU Sibolga pada tgl 17
Maret 2014 dengan keluhan bintik merah pada tangan dan kaki,
Sebelumnya OS sudah pernah berobat ke RS Medan dan sudah mendapat
transfusi darah. Demam (-), mencret (-), batuk (-), nafsu makan (+).
- Riwayat penyakit terdahulu

- Riwayat pemakaian obat


- Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal

III. Pemeriksaan fisik


Status Present
Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
TD :120/80 mmHg Ikterik : (-)
HR : 100x/i Dyspnoe :(-)
RR : 32x/i Sianosis :(-)
T : 39C Oedem :(-)

Kepala : Rambut hitam, tidak mudah dicabut


Mata : RC +/+, Pupil isokhor ka=ki
Konjunctiva palpebra anemis (-)
Telinga
Daun Telinga : Normal
Liang Telinga : Bersih

Hidung : Epistaksis (-)


Mulut : Gusi berdarah (-)
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : Simetris Fusiformis
Retraksi dada (-)
SP : vesikular
ST : wheezing (+), eks memanjang
Abdoment : Soepel, Peristaltik (+) normal
Genitalia : Laki-laki
Ektremitas : Oedem (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tgl 28 Agustus 2015

Pemeriksaan Unit Hasil Normal


Hemoglobin G1 % 13,6 L: 13-18
P: 12-16
Leukosit 103/mm3 20,8 5-11
Eritrosit 106/mm3 4,54 L : 4,5-5,5
P : 3,8-5,0
Hematokrit % 38,0 37-47
LED Mm/jam 10 L < 15
P < 20
Trombosit 103/mm 217 150-450
MCV Fl 83,9 74-96
MCH Fg 29,9 27-32
MCHC % 35,7 30-65
Golongan Darah ABO
Hitung Jenis Leukosit Unit Hasil Normal

Eosinofil % 01 0-1
Basofil % - 1-3
Netrofil Staf % - 2-6
Netrofil Segmen % 67 50-70
Limfosit % 14 20-40
Monosit % 18 2-8

V. Diagnosa
PPOK eksaserbasi akut
VI. Penatalaksanaan

Follow Up Pasien
28 Agustus 2015 29 Agustus 2015
S: Sesak napas (+), Batuk (+), Berdahak (+) S:
O: O:
Sensorium: CM Sensorium: CM
TD : 120/80 mmHg TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/i HR : 80x/i
RR : 24x/i RR : 20x/i
T : 36,7C T : 36,5C
Paru : Simetris Fusiformis Paru : Simetris Fusiformis
Retraksi dada (-) Retraksi dada (-)
SP : vesikular SP : vesikular
ST : wheezing (+), eks memanjang ST : wheezing (+), eks memanjang

A: PPOK eksaserbasi akut A: PPOK eksaserbasi akut


P: P:
- O2 3-5 Lpm - O2 3-5 Lpm
- IVFD RL 20 gtt/i - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2gr/hari - Inj. Ceftriaxone 2gr/hari
- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam - Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
- Combivent nebul 1amp/6 jam - Combivent nebul 1amp/6 jam
- Retaphyl SR 2x - Retaphyl SR 2x
- Ambroxol 3x1 - Ambroxol 3x1
- Cetirizin 1x1 - Cetirizin 1x1
- PCT 3x1 (K/P) - PCT 3x1(K/P)
Lab:
-HB : 13,6
-Leukosit : 20,8
- LED : 10

30 Agustus 2015 31 Agustus 2015


S: Sesak (-), Batuk (+) S: Demam (-), Epistaksis (+), Gusi berdarah
(+), mual (+)
O: O:
Sensorium: CM Sensorium: CM
TD : 110/80 mmHg TD : 120/80 mmHg
HR : 72x/i HR : 68x/i
RR : 20x/i RR : 18x/i
T : 36,5C T : 36,5C
Paru : Simetris Fusiformis Paru : Simetris Fusiformis
Retraksi dada (-) Retraksi dada (-)
SP : vesikular, eks memanjang SP : vesikular, eks memanjang
ST : wheezing (+) ST : wheezing (-)

A: PPOK eksaserbasi akut A: PPOK eksaserbasi akut


P: P:
- O2 3-5 Lpm -Cefadroxil 500mg 2x1
- IVFD RL 20 gtt/i - Ranitidin 2x1
- Inj. Ceftriaxone 2gr/hari - Retaphyl SR 2x
- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam - Terbutalin 3x1
- Combivent nebul 1amp/6 jam - Ambroxol 3x1
- Retaphyl SR 2x - Cetirizin 1x1
- Ambroxol 3x1 - KSR 1x1
- Cetirizin 1x1
- PCT 3x1 (K/P)

BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan
udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Di Indonesia diperkirakan terdapat
4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya
jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010, dibagi
atas 4 derajat yaitu Derajat I : PPOK ringan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Derajat II : PPOK sedang semakin memburuknya hambatan aliran udara disertai dengan
adanya pemendekan dalam bernafas. Derajat III : PPOK berat ditandai dengan keterbatasan/
hambatan aliran udara yang semakin memburuk. Terjadi sesak nafas yang semakin
memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada
kualitas hidup pasien. Derajat IV : PPOK sangat berat keterbatasan/hambatan aliran udara
yang berat prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronis.

Diagnosis PPOK dari anamnesa pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang faal
paru, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan radiologi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : edukasi, berhenti merokok, obat-obatan,
rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, nutrisi. Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi
berulang, dan cor pulmonal.
Prognosis semakin lambat diagnosis ditegaakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal
ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan
silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta
2.

Anda mungkin juga menyukai