PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya
usia harapan hidup dan semakin tinggi pajanan faktor resiko, seperti faktor pejamu yang
diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok khususnya
pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan
dan tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-
6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker (WHO,2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan
dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung
sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu
orang meninggal.
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada tahun 1990-an
Industrialisasi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi
saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang
bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat
merokok dalam waktu yang lama. PPOK sediri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada
setiap individu tergantung derajat keluhan (khususya sesak dan penurunan kapasitas latihan),
efek sistemik dan gejal komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat
keterbatasan aliran udara.
Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
Menurut Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD) PPOK adalah
penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.
2.2. Prevalensi
Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta
pasien dengn prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di cina dengan
angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan vietnam
sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens
5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.
2.3. Faktor Resiko
Hingga saat ini, asap rokok masih merupakan penyebab nomor satu terjadinya PPOK, hal ini
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. PPOK dapat juga bersifat genetik.
- Rokok
- Polusi udara
- Stres oksidatif
- Gen
- Tumbuh kembang paru
- Sosial ekonomi
2.4. Patogenesis
PPOK adalah sejenis penyakit paru obstruktif yang terjadi saat terdapat aliran udara yang
buruk yang tak dapat diperbaiki secara menyeluruh dan kronis serta terjadi ketidakmampuan
untuk menghembuskan napas secara penuh (memerangkap udara). Aliran air yang buruk
merupakan akibat dari rusaknya jaringan paru (dikenal sebagai emfisema) dan penyakit
saluran udara kecil yang dikenal sebagai bronkiolitis obstruktif. Kontribusi relatif dari dua
faktor ini bervariasi dari orang ke orang. Kerusakan saluran udara kecil yang parah dapat
mengakibatkan terbentuknya kantung-kantung udara yang besar yang disebut sebagai bula
yang menggantikan jaringan paru. Jenis penyakit ini disebut sebagai emfisema bula.
PPOK berkembang sebagai reaksi inflamasi kronis akibat menghirup bahan-bahan penyebab
iritasi. Infeksi bakteri kronis juga dapat memperparah inflamasi ini. Sel-sel yang meradang
termasuk granulosit neutrofil dan makrofag, dua jenis sel darah putih. Mereka yang merokok
mengalami keterlibatan Tc1 limfosit dan mereka yang menderita PPOK mengalami
keterlibatan eosinofil yang mirip dengan yang ada pada asma. Sebagian dari reaksi sel ini
disebabkan oleh mediator peradangan seperti faktor kemotaksis. Proses lainnya yang
berperan dalam kerusakan paru adalah tekanan oksidatif yang dihasilkan karena adanya
konsentrasi tinggi dari radikal bebas dalam asap tembakau dan dibebaskan oleh sel yang
terinflamasi, dan hancurnya jaringan penghubung paru-paru oleh protease yang kurang
mengandung penghambat protease. Hancurnya jaringan penghubung di paru-paru akan
mengakibatkan emfisema, yang kemudian menyebabkan buruknya aliran udara, dan pada
`akhirnya, buruknya penyerapan dan pelepasan gas-gas pernapasan. Penyusutan otot secara
umum yang sering terjadi pada PPOK sebagian mungkin dikarenakan mediator inflamasi
yang dilepaskan paru-paru ke dalam darah.
Penyempitan saluran udara terjadi karena inflamasi dan parut di dalamnya. Hal ini
menyebabkan kesulitan saat menghembuskan napas dengan sepenuhnya. Pengurangan aliran
udara terbesar terjadi saat menghembuskan napas, karena tekanan di dada menekan saluran
udara pada saat itu. Hal ini berakibat udara dari tarikan napas sebelumnya tetap berada di
dalam paru-paru sementara tarikan napas berikutnya telah dimulai. Hasilnya adalah
peningkatan volume total udara di dalam paru-paru yang dapat terjadi kapan saja, sebuah
proses yang disebut sebagai hiperinflasi atau terperangkapnya udara. Hiperinflasi karena olah
raga terkait dengan sesak napas di PPOK, karena menghirup napas saat paru-paru terisi
setengah penuh terasa kurang nyaman.
Beberapa orang juga mengalami sedikit gejala hiperresponsif saluran udara terhadap
penyebab iritasi yang sama dengan yang ditemukan pada asma.
Tingkat oksigen rendah dan, akhirnya, tingginya tingkat karbon dioksisa di darah dapat
terjadi karena pertukaran udara yang buruk akibat berkurangnya ventilasi karena obstruksi
saluran udara, hiperinflasi, dan berkurangnya keinginan untuk bernapas. Selama eksaserbasi,
inflamasi saluran udara akan meningkat, sehingga hiperinflasi meningkat, aliran udara
pernapasan berkurang, dan transfer gas semakin buruk. Hal ini juga akan mengakibatkan
tidak cukupnya ventilasi, dan akhirnya, tingkat oksigen dalam darah yang rendah. Tingkat
oksigen rendah, jika dialami dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan penyempitan
arteri di paru-paru, sementara emfisema mengakibatkan rusaknya kapilari di paru-paru.
Kedua perubahan ini berakibat meningkatnya tekanan darah di arteri pulmonari, yang dapat
menyebabkan kor pulmonale.
2.5. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010 PPOK
dibagi atas 4 derajat :
2.6. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOk sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan
tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
pada tabel berikut :
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat
seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa perlu usaha
untuk bernapas
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Gambaran klinis :
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
1. Sesak napas
2. Batuk dengan atau tanpa dahak
3. Kelelahan
4. Penurunan berat badan
5. Cachexia
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
c. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan rutin :
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 predisi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan meggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyal 8 hisapan, 15-20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE< 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
1. Faal paru
6. Radiologi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
7. Elektrokardiografi
8. Ekokardiografi
9. Bakteriologi
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak
napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan
obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).
2.8. Penatalaksanaan
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresivitas penyakit
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
Berhenti merokok
Penggunaan obat-obatan
Penggunaan oksigen
Tanda eksasebasi:
Ask (tanyakan)
Advise (nasihati)
Assess (nilai)
Assist (bimbing)
Arrange (atur)
c. Obat-obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dijumpai dalam janga panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek
panjang.
Macam-macam bronkodilator:
Golongan antikolinergik
Golongan xantin
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, menekan fungsi inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 mg.
Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini
pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan
amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
dan makrolid baru.
Antioksidan
Antitusif
d. Rehabilitasi PPOK
e. Terapi Oksigen
Manfaat oksigen :
Mengurangi sesak
Memperbaki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmoner
Mengurangi vasokontriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi :
f. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa intubasi.
g. Nutrisi
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat,
kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan.
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik
kelebihan dan kekuragan berat badan bisa menjadi masalah. Kira-kira 25% dari pasien
PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan
massa indeks bebas.
h. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk :
Bulektomi
Bedah reduksi volume paru (BRVP)/ lung volume reduction surgery
Transplantasi paru
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat
disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya
komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)
Bronkodilator
Nebuliser
Oksigen selama aktivitas dan tidur
Mukolitik
Ekspektoran
2.10. Komplikasi
1. Gagal napas
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
2. Infeksi berulang
3. Kor polmunale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung
kanan.
2.11. Pencegahan
Hindari asap rokok
Hindari polusi udara
Hindari infeksi saluran napas berulang
2.12. Prognosis
PPOK biasanya memburuk dengan berjalannya waktu dan bisa berakhir dengan kematian.
Diperkirakan 3% dari semua kecacatan dikaitkan dengan PPOK. Proporsi kecacatan dari
COPD secara global telah menurun dari tahun 1990 hingga 2010 karena peningkatan kualitas
udara dalam ruang terutama di Asia. Namun, jumlah keseluruhan tahun hidup dengan
kecacatan dari PPOK meningkat.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. S B
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Nias/Indonesia
Alamat : Ketapang
Masuk RS : 28 Agustus 2015
Keluar RS : 31 Agustus 2015
Nomor RM : 08 38 60
II. Anamnesa
Auto/Alloanamnesa
- Keluhan Utama : Sesak napas
- Telaah
Hal ini dialami OS sejak 15 menit SMRS, perdarahan kurang lebih 1
sendok makan, OS juga merasakan adanya darah yang mengalir ke
kerongkongan yang menyebabkan OS muntah. Terdapat pula memar pada
tangan kanan dan kiri dengan ukuran yang bervariasi serta bintik-bintik
merah dikaki, sebelumnya OS pernah di rawat di RSU Sibolga pada tgl 17
Maret 2014 dengan keluhan bintik merah pada tangan dan kaki,
Sebelumnya OS sudah pernah berobat ke RS Medan dan sudah mendapat
transfusi darah. Demam (-), mencret (-), batuk (-), nafsu makan (+).
- Riwayat penyakit terdahulu
Eosinofil % 01 0-1
Basofil % - 1-3
Netrofil Staf % - 2-6
Netrofil Segmen % 67 50-70
Limfosit % 14 20-40
Monosit % 18 2-8
V. Diagnosa
PPOK eksaserbasi akut
VI. Penatalaksanaan
Follow Up Pasien
28 Agustus 2015 29 Agustus 2015
S: Sesak napas (+), Batuk (+), Berdahak (+) S:
O: O:
Sensorium: CM Sensorium: CM
TD : 120/80 mmHg TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/i HR : 80x/i
RR : 24x/i RR : 20x/i
T : 36,7C T : 36,5C
Paru : Simetris Fusiformis Paru : Simetris Fusiformis
Retraksi dada (-) Retraksi dada (-)
SP : vesikular SP : vesikular
ST : wheezing (+), eks memanjang ST : wheezing (+), eks memanjang
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan
udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Di Indonesia diperkirakan terdapat
4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya
jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2010, dibagi
atas 4 derajat yaitu Derajat I : PPOK ringan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Derajat II : PPOK sedang semakin memburuknya hambatan aliran udara disertai dengan
adanya pemendekan dalam bernafas. Derajat III : PPOK berat ditandai dengan keterbatasan/
hambatan aliran udara yang semakin memburuk. Terjadi sesak nafas yang semakin
memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada
kualitas hidup pasien. Derajat IV : PPOK sangat berat keterbatasan/hambatan aliran udara
yang berat prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronis.
Diagnosis PPOK dari anamnesa pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang faal
paru, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan radiologi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : edukasi, berhenti merokok, obat-obatan,
rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, nutrisi. Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi
berulang, dan cor pulmonal.
Prognosis semakin lambat diagnosis ditegaakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal
ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan
silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta
2.