Anda di halaman 1dari 29

1

Lampiran 1 Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum


Daerah Ngimbang Kabupaten Lamongan
Nomor : 188/ /413.216/2016
Tanggal : April 2016

PANDUAN OUTBREAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Pelayanan pasien di Rumah Sakit khususnya pada pasien dengan indikasi
perlu perawatan inap merupakan suatu tindakan yang memungkinkan akan terjadi
infeksi rumah sakit (nosokomial), dimana infeksi rumah sakit merupakan masalah
global dan menjangkau paling sedikit sekitar 9% (variasi 3% - 21%) dari lebih dari
1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh
WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit
yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986.
Survey WHO ini juga menghasilkan :

a. 18% dari pasien yang terkena infeksi nosokomial menderita lebih dari satu jenis
infeksi nosokomial, terutama pada pasien kronis.
b. Adanya kemiripan tentang jenis infeksi nosokomial dan penyebabnya.
c. Infeksi nosokomial merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi di negara-
negara berkembang maupun di negara-negara industri.
Sebagian besar masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk
mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial agar tidak menjadi
kejadian luar biasa (KLB) tidak jauh berbeda sehingga strategi dan pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat disusun untuk diterapkan
pada kondisi masing-masing negara dan rumah sakit.
Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas
mengingat penanganan secara nasional baru dimulai. Namun mengingat gambaran
dan akibat infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat, tentunya dapat
dibayangkan bagaimana kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Walaupun belum
ada angka yang pasti secara nasional ternyata beberapa rumah sakit telah
melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial sejak beberapa tahun yang lalu.
2

2. TUJUAN PEDOMAN
a. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu layanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi dan penanganan KLB di rumah sakit yang dilaksanakan oleh semua
departemen, meliputi kualitas pelayanan, manajemen resiko, clinical
govermance, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan pengetahuan petugas rumah sakit tentang penanganan
KLB di RSUD Ngimbang Kab Lamongan
2) Terlaksananya penyebarluasan informasi mengenai penanganan KLB di
RSUD Ngimbang Kab Lamongan.
3) Terlaksananya upaya pengendalian infeksi nosokomial secara aktif dan
terus menerus di RSUD Ngimbang Kab Lamongan.
4) Terlaksananya suveilans infeksi nosokomial secara aktif dan terus
menerus di RSUD Ngimbang Kab Lamongan.
5) Terlaksananya pemantauan kasus nosokomial yang cenderung
meningkat di unit kerja RSUD Ngimbang Kab Lamongan.

3. Ruang Lingkup Pelayanan

a. Pelayanan Sterilisasi
Yaitu melakukan pengelolaan sterilisasi semua alat-alat medis yang
digunakan ulang untuk pelayanan medis yang menggunakan alat tersebut .
b. Pelayanan Pencucian Linen
Yaitu melakukan pengelolaan pencucian linen yang habis dipakai pelayanan
medis untuk digunakan kembali.
c. Kebersihan Lingkungan
Yaitu melakukan pembersihan lingkungan kerja dan menjaganya agar tetap
bersih serta indah.
d. Pengelolaan Limbah
Yaitu melakukan pengelolaan limbah medis dan non medis yang bersifat cair
ataupun padat dari hasil kerja Rumkital, sehingga tidak mencemari
lingkungan.
3

e. Penggunaan Desinfektan dan Antiseptik


Yaitu penggunaan desinfektan dan antiseptik kepada pasien :
a) Perawatan pasien luka
b) Melakukan tindakan invasif diruang perawatan.
f. Penggunaan Antibiotika
Yaitu melakukan pengawasan penggunaan antibiotika sesuai saran klinisi dan
juga sesuai hasil tes sensitivitas bila ada
g. Pelayanan Laboratorium Klinik
Yaitu pelayanan Kultur Kuman dan tes sentivitas dari spesimen yang diambil
dari pasien rawat inap, sehingga dapat diketahui :
1) Kuman yang dominan tumbuh di suatu ruang perawatan
2) Jenis antibiotik yang sudah resisten terhadap kuman tersebut
3) Jenis antibiotik yang masih sensitif terhadap kuman tersebut

4. Batasan Operasional

a. Kejadian luar biasa (KLB)


Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan (infeksi rumah
sakit) yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu
b. Penyelidikan KLB
Adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau adanya dugaan
KLB untuk memastikan adanya KLB mengetahui penyebab, gambaran
epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya serta menetapkan cara - cara penanggulangan yang efektif
dan efisien.
c. Penanggulangan KLB
Adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penangani penderita,mencegah
perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada
suatu KLB yang sedang terjadi.
d. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit.
Suatu infeksi didapat di rumah sakit apabila :
1) Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak merasa
inkubasi infeksi tersebut atau,
2) Inkubasi terjadi 2 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit atau,
4

3) Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang


berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
e. Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan
angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
f. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa
yang menyebabkan peningkatan atau penurunan resiko tersebut.
g. Kriteria KLB

Penentuan kejadian luar biasa ditegakkan berdasarkan kriteria WHO yaitu


peningkatan kejadian kesakitan 2 (dua) kali atau lebih jumlah suatu infeksi
rumah sakit (IRS) di rumah sakit dalam kurun waktu 1 bulan dibandingkan
dengan bulan sebelumnya.

5. Landasan Hukum

a. Undang Undang Pokok Kesehatan No.23 Tahun


1992.tentang kewsehatan
b. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, Depkes RI -
Dirjen Pelayanan Medik Spesifik 2001.
c. Surat Keputusan Kementrian Kesehatan No 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman PPI di RS dan Fas. Yankes Lainnya
d. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1984 tentangwabah
penyakit menular
e. Surat Keputusan Kementrian Kesehatan No 270/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Manajerial PPI di RS dan Fas Yankes Lainnya
5

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

6. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.


a. Pengertian.

1) SDM Kesehatan(Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah


seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang
memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

2) Tenaga Kesehatanadalah setiap orang yang mengabdikan diri


dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan.

3) Kegiatan Standaradalah satu satuan waktu (atau angka) yang


diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesinya.

4) Standar Beban Kerjaadalah banyaknya jenis pekerjaan yang


dapat dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional
dalam satu tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan telah
memperhitungkan waktu libur, sakit, dll.

5) Daftar Susunan Pegawai adalah jumlah pegawai yang tersusun


dalam jabatan dan pangkat dalam kurun waktu tertentu yang
diperlukan oleh organisasi untuk melaksanakan fungsinya.

6) Analisa Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja


pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan
6

selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan persatuan


waktu.

7) Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus


diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
dalam satu sarana pelayanan kesehatan.

8) Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya kesehatan.

9) Perencanaan Skenario adalah suatu perencanaan yang


dikaitkan dengan keadaan masa depan (jangka menengah/panjang)
yang mungkin terjadi.

10) WISN (Work Load Indicator Staff Need)adalah indikator yang


menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan
berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah
dan rasional.

b. Sumber Daya Manusia Tim Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi (PPI) RSUD Ngimbang.
Adapun sumber daya manusia yang ada di Tim PPI RSUD Ngimbang
memiliki kualifikasi sebagai berikut :

No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan


Bersertifikat
Dokter Spesialis Patologi -Pelatihan Dasar PPI
1 Ka Tim PPI -Pelatihan Dasar PPI
Klinik lanjutan

Bersertifikat Pelatihan
2 Wa Ka Tim PPI Dr Umum. Dasar PPI(Inhous
training)
Bersertifikat Pelatihan
3 Sekretaris Tim PPI S1 Keperawatan
Dasar PPI
S1 Kep,D III Keb, DIII Bersertifikat Pelatihan
4 IPCN
Kep dasar PPI
7

Bersertifikat Pelatihan
5 IPCLN D III/S1 Keperawatan dasar
PPI( inhoustraining)
Personel lain yang Bersertifikat Pelatihan
D III/S1 Kesehatan
6 ditunjuk sebagai dasar PPI
Lainnya ( inhoustraining)
anggota Tim

7. Disribusi Ketenagaan. Pola pengaturan ketenagaan Tim Pencegahan dan


Penanganan Infeksi yaitu Tim Pengendalian dan Penegahan Infeksi dalam
melakukan aktivitas kesehariannya dilakukan oleh tenaga yang ada dalam unit kerja
(Ruang rawat inap, Laboratorium,Farmasi, , dll), sehingga pengaturan dinas pagi dan
jaga mengikuti masing-masing unitnya.

8. Pengaturan Jaga.

a. Personel Tetap Tim PPI, adalah personel yang ditunjuk untuk


melaksanakan tugas dan tanggung jawab sepenuhnya sebagai anggota Tim
PPI, yaitu Ketua ,Wakil ketua ,Sekretaris , IPCD , dan tiga orang IPCN

b. Personel Tidak Tetap Tim PPI, adalah personel dari


Departemen/bagian lain, selain tugas dan tanggung jawab yang telah
diembannya, ditunjuk sebagai anggota Tim PPI, sehingga tugas jaga
menyesuaikan dari Departemen atau Bagiannya masing-masing.

BAB III

STANDAR FASILITAS
8

9. Denah Ruang. Denah ruangan terdapat dalam seluruh Bagian atau unit
mencakup semua ruangan yang berada di RSUD Ngimbang merupakan area kerja
Tim PPI.

10. Standar Fasilitas. Lingkungan, ruang, fasilitas dan bangunan rumah sakit
harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kuantitas dan
kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan
sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya mikroorganisme, serangga,
binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.

a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit.


1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas
yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak
memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan
bebas.
2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai
dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir.
4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas
rokok.
5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi
penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup .
6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju saluran terbuka
atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan
dengan luas halaman.
7. Saluran limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan dengan instalasi pengolahan air
limbah.
9

8. Di tempat parkir, halaman dan ruang tunggu dan tempat-


tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu
dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kuantitas
dan kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya
serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya

b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit.


a. Lantai.
1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang dan mudah
dibersihkan.
2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air
limbah.
3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/ lengkung agar mudah dibersihkan.
b. Dinding. Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang
dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat.
c. Ventilasi.
a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di
dalam kamar / ruang dengan baik.
b) Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.
c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya
pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang harus
dilengkapi dengan penghawaan buatan / mekanis.
d) Penggunaan ventilasi buatan atau mekanis harus
disesuaikan dengan peruntukan ruangan.
d. Atap.
10

a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat


perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya
b) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi
dengan penangkal petir.
e. Langit-langit.
a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Langit-langit tingginya minimum 2,70 meter dari
lantai.
c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari
kayu harus anti rayap.
f. Konstruksi.Balkon, beranda dan talang harus sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat untuk
perindukan nyamuk Aedes
g. Pintu.Pintu harus cukup kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan
dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya.
h. Jaringan instalasi.
a) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih,
air limbah, gas, listrik, system penghawaan, sarana
komunikasi dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan
kesehatan.
b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan
dengan pipa air limbah, dan tidak boleh bertekanan negative
untuk menghindari pencemaran air minum.

i. Lalu Lintas Antar Ruangan.

a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus


didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk
letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan
komunikasi antar ruangan serta menghindari resiko terjadinya
kecelakaan dan kontaminasi.
11

b) Penggunaan tangga dan elevator atau lift harus


dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti
alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami
oleh pemakainya.
c) Dilengkapi dengan ram .

j. Fasilitas Pemadam Kebakaran.Bangunan rumah sakit


dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan
kekentuan yang berlaku.

c. Ruang Bangunan. Penataan ruang bangunan dan penggunaannya


harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu
dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat resiko terjadinya
penularan penyakit sebagai berikut:
1. Zona dengan Resiko Rendah.Zona resiko rendah meliputi:
ruang administasi, ruang computer, ruang pertemuan, ruang
perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan.
a) Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang.
b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah
dibersihkan dan kedap air.
c) Langit langit harus terbuat dari bahan multipleks
atau bahan yang kuat, berwarna terang dan mudah
dibersihkan, kerangka kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari
lantai
d) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya
minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00
meter dari lantai.
e) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada
ketinggian minimal 1.40 meter dari lantai.

2. Zona dengan Resiko Sedang.Zona resiko sedang meliputi:


ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti
pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona
resiko sedang sama dengan persyaratan pada zona resiko rendah.
12

3. Zona dengan Resiko Tinggi.Zona resiko tinggi meliputi: ruang


isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan
medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang
jenazah dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
b) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselen /
keramik setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat
warna terang.
c) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna
gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran
sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan
tersebut, tembok pembatas antar ruang sinar X dengan kamar
gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah
dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara
lantai dengan dinding harus berbentuk konus.
e) Langit langit harus terbuat dari bahan multipleks
atau bahan yang kuat, berwana terang dan mudah dibersihkan,
kerangka kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai
f) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya
minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00
meter dari lantai.
g) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggia
minimal 1.40 meter dari lantai.

4. Zona dengan Resiko Sangat Tinggi. Zona dengan


resiko sangat tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah
mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang
bersalin dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut.
a) Dinding terbuat dari bahan porselen atau vinyl
setinggi lagit-langit atau dicat dengan cat tembok yang
tidak luntur dan aman, berwarna terang.
13

b) Langit langit harus terbuat dari bahan


multipleks atau bahan yang kuat, berwarna terang dan
mudah dibersihkan, kerangka kuat dan tinggi minimal
2,70 meter dari lantai
c) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya
minimal 2,10 meter, dan semua pintu kamar harus
selalu dalam keadaan tertutup
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah
dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan
pertemuan antara lantai dengan dinding harus
berbentuk konus
e) Khusus ruang operasi, harus disediakan
gelagar ( gantungan ) lampu bedah dengan profil baja
double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan
langit- langit.
f) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan
reagensia siap pakai.
g) Ventilasi atau penghawaan sebaiknya
digunakan AC tersendiri yang dilengkapi dengan filter
bacteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah
dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2
meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk
ke kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus
untuk ruang bedah orthopedic atau transplantasi organ
harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra
Clean Air) system.
h) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung
dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.
i) Hubungan dengan ruang scrub-up untuk
melihat ke dalam ruang operasi perlu dipasang jendela
kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian
cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka
dan ditutup.
14

j) Pemasangan gas medis secara sentral


diusahakan melalui bawah lantai atau langit-langit.
k) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah
medis .

d. Kualitas Udara Ruang.


1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak ).
2. Kadar debu ( particulate matter) berdiameter kurang dari 10
micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi
150 g/m3 dan tidak mengandung debu asbes.

3. Pencahayaan. Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di


ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukannya.

4. Penghawaan.Persyaratan penghawaan untuk masing masing


ruang atau unit seperti berikut:
a) Ruang ruang tertentu seperti ruang operasi,
perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang
khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang
tersebut.
b) Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih
positif sedikit ( minimum 0,10 mbar ) dibandingkan ruang-
ruang lain di rumah sakit.
c) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain
seddemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan
kelembaban sebagaimana terdapat dalam tabel ( terlampir)
d) Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi
udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman
teknis yang berlaku)
e) Kebisingan.Persyaratan kebisingan untuk masing
masing ruangan atau unit sebagaimana terdapat dalam tabel
(terlampir).
15

e. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit. Perbandingan jumlah tempat tidur


pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi seperti pada tabel
(terlampir).

f. Jumlah Tempat Tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan


luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut:
1. Ruang Rawat Inap
a) Ruang perawatan minimal 2 m2 / tempat tidur.
b) Ruang isolasi minimal 3,5 m2 / tempat tidur
2. Ruang Isolasi
a) Ruang perawatan minimal 4.5 m2 / tempat tidur
b) Ruang isolasi minimal 6 m2 / tempat tidur

11. Lantai dan Dinding. Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat
kebersihan sebagai berikut:
a. Ruang Operasi: 0-5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangren
b. Ruang Perawatan : 5-10 CFU/cm2
c. Ruang Isolasi : 0 5 CFU/cm2
d. Ruang UGD : 5-10 CFU/cm2

12. Fasilitas Isolasi.

a. Akomodasi.
1) Tempat tidur ,
2) fasilitas cuci tangan
3) Fasilitas toilet
4) Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan
5) Minimalisasi mebeler dan peralatan yang tidak diperlukan.

b. Kelengkapan Ruang Isolasi


1) Sabun cuci tangan
2) Gel alkohol untuk tangan di depan kamar dan di tempat tidur
3) Apron plastic bila diperlukan
4) Sarung tangan sekali pakai
5) Masker / goggles(kaca mata) bila diperlukan
6) Kantong sampah plastik kuning (medis) dan hitam (non
medis)

c. Standard Precaution
16

1) Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup


2) Pemakaian gel sesuai lima moment
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
Bila melakukan prosedur invasive, lakukan tindakan antiseptic

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

13. Jenis penyakit IRS yang menimbulkan KLB


17

Beberapa jenis penyakit Infeksi Rumah Sakit yang dapat menyebabkan KLB
antara lain :
a. Infeksi aliran darah primer (IADP)
b. Infeksi luka operasi (ILO)
c. Infeksi saluran kencing (ISK)
d. Ventilator associated pneumonia (VAP)
e. Hospital acquired pneumonia (HAP)
f. Infeksi plebitis
g. Infeksi dekubitus

14. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB


a. Penyelidikan KLB dilaksanakan
1) Dilaksanakan pada saat pertama kali endapat informasi adanya KLB
atau adanya dugaan KLB
2) Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan
3) Penyelidikan KLB untk mendapatkan data epidemiologi KLB
b. Penanggulangan KLB
Dalam UU RI No,4 tahun 1984 Bab V Upaya Penanggulangan Pasal 5
dinyatakan bahwa Ayat (1) upaya penanggulangan wabah meliputi :
1) Penyelidikan epidemiologis
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan,dan isolasi penderita
3) Pencegahan dan pengendalian
4) Pemusnahan penyebab penyakit
5) Penangan jenazah akibat wabah

15. Tata laksana Kebersihan Lingkungan


Yang dimaksud dengan lingkunan adalah lingkungan dalam ruang
perawatan/operasi dan lingkungan diluar ruang perawatan:
a. Lingkungan Ruang perawatan yaitu sekitar tempat tidur perawatan dan
Toilet pasien
1) Bila ada kotoran dari pasien (muntahan, urine, darah, dll),maka
dilakukan pembersihan dengan pasir kering, dipel dengan antiseptik
(SPO Pemberishan Toilet)
18

2) Toilet/kamar mandi (langit-langit, bak mandi, kloset, pintu, lantai,dll)


dibersihkan setiap hari dengan alat dan bahan disesuaikan dengan
yang dibersihkan (SPO Pembersihan Toilet)
3) Pembersihan khusus ruang operasi / steril dan ruang semi steril
(Kamar Bersalin, ICU/ICCU/NICU, Hemodialisa, Endoskopi)
dikelola oleh pihak ketiga berdasarkan MOU yang telah ditetapkan
oleh RSUD Ngimbang dan disepakati oleh pihak ketiga tersebut.
Pelaksanaannya sudah terjadual tiap hari dengan menggunakan alat
dan bahan desinfektan sesuai ketentuan RS.
16. Definisi dan Kriteria IADP
IADP adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah
semikuantitatif/kualitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan/atau dokter yang merawat
menyatakan telahterjadi infeksi, adapun kriteria dikatakan IADP adalah
ditemukan minimal satu kriteria a.l:
a. Kriteria 1 IADP
Ditemukan patogen pada 1 kultur darah pasien, dan
Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi
di bagian lain dari tubuh pasien.
b. Kriteria 2 IADP
Pasien minimal menunjukkan satu gejala klinis, demam (suhu >
38 0C), menggigil atau hipotensi, dan
Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan lab,yang
tidak berhubungan denganinfeksi di bagian lain dari tubuh
pasien
c. kriteria 3 IADP :
pasien anak usia 1th menunjukkan minimal satu gejala :
demam( suhu rektal > 380C ), hipotermi (suhu rektal <370C )
apnoe,atau bradikardia, dan
Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan lab,yang
tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain dari tubuh
pasien
19

17. Definisi dan Kriteria ILO


Kriteria ILO secara umum bila ada infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30
hari setelah tindakan operasi, atau satu tahun bila dengan inplan.
Ada tidaknya ILO dikelompokkan seberapa jauh incisi yang dilakukan, yaitu :
a. ILO Superfisial : bila insisi pada kulit dan jaringan bawah kulit
b. ILO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam
c. ILO Organ/Rongga tubuh: bila insisi dilakukan pada organ atau
mencapai rongga dalam tubuh

18. Definisi ISK


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran
kemih murni, atau melibatkan bagian yang lebih dalam (ginjal, ureter,dll)
akibat dari pemasangan kateter urine.
a. Tanda dan gejala ISK antara lain :
Demam (> 38 ), urgensi, frekuensi, disuria,atau nyeri
suprapubik
b. Tes konfirmasi ISK
Bila hasil tes kultur urine positif kuman patogen .

19. Definisi VAP


Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah infeksi saluran nafas bawah
yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik > 48 jam,
dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran nafas.

20. Definisi HAP


Hospital acquired pneumonia (HAP) adalah infeksi saluran nafas bawah yang
mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik > 48 jam tanpa
dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas
bawah. Biasanya akibat tirah baring lama.
20

BAB V

LOGISTIK

21. Logistik yang diperlukan untuk menanggulangi KLB pada PPI pada prinsipnya
sama dengan kebutuhan logistik dalam perawatan dan penanganan Infeksi RS,
antara lain bahan antiseptik (povidon iodin, alkohol 70%,dll), perawatan luka
(Kassa steril, plester,spuit, dll)
21

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

22. Pengertian. Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.Sistem tersebut meliputi :

a. Asesmen resiko
22

b. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko


pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
e. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :

a. Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan


b. Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

23. Tujuan.
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ).

24. Standar Keselamatan Pasien.


a. Hak Pasien.
b. Mendidik Pasien dan Keluarga.
c. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan.
d. Penggunaan Metoda-Metoda Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan
Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
e. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
f. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
g. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien

25. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) / Adverse Event. Adalah suatu


kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah
26. KTC yang tidak dapat dicegah / Unpreventable Adverse Event.Suatu KTD
yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
mutakhir
23

27. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC ) / Near Miss.Adalah suatu kesalahan


akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission ) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi :
a) Karena keberuntungan
b) Karena pencegahan
c) Karena peringanan

28. Kesalahan Medis / Medical Errors.Adalah kesalahan yang terjadi dalam


proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien.

29. Tata Laksana.


a. Memberikan pertolongan perawatan sesuai dengan kondisi yang
terjadi pada pasien
b. Melaporkan pada IPCN
c. Memberikan tindakan sesuai dengan SPO
d. Mengobservasi keadaan umum pasienMendokumentasikan kejadian
tersebut pada formulir Pelaporan Insiden Keselamatan

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

30. Pendahuluan. HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman


penyebaran HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan
gejal. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk
berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di
Negara - negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan
penanggulangan yang memadai.
24

Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan


kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya
kasus secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).

Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui


tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08%
pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.

Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat


keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal
melalui Kewaspadaan Umum atau Universal Precaution yaitu dimulai sejak
dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi Petugas
Kesehatan.

Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan


kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.

31. Tujuan.
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran
infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat
25

kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus


menerapkan prinsip Universal Precaution.
32. Tindakan yang beresiko terpajan.
a. Cuci tangan yang kurang benar.
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
c. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
d. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
e. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
f. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
33. Prinsip Keselamatan Kerja. Prinsip utama prosedur Universal Precaution
dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene
sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5
(lima) kegiatan pokok yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

34. Pendahuluan. Pengendalian infeksi nosokomial merupakan salah satu upaya


peningkatan mutu pelayanan di RSUD Ngimbang meliputi upaya pencegahan dan
menekan kejadian infeksi nosokomial ketingkat serendah rendahnya dalam batas
mampu dilaksanakan dengan memakai angka kejadian infeksi nosokomial sebagai
indicator.
Angka kejadian infeksi nosokomial didapat melalui kegiatan surveillance
yaitu pemantauan dan pengumpulan data yang dilaksanakan secara terus menerus
dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data,analisis data dan desiminasi
26

informasi hasil interpretasi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian


infeksi nosokomial.

Pelaksanaan surveillance dilakukan secara konsisten dan harus diketahui oleh


semua karyawan rumah sakit terutama perawat yang melaksanakan survey, dokter
dan karyawan penunjang kesehatan.

Indikator mutu yang digunakan di Tim PPI RSUD Ngimbang dalam memberikan
pelayanan adalah angka kejadian infeksi nosokomial berupa ISK (Infeksi Saluran
Kencing), ILO (Infeksi Luka Operasi), IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) dan
angka kejadian Flebitis dengan varibel jumlah penderita yang dilayani >1,5 % dari
jumlah total pasien yang menjalani perawatan di RSUD Ngimbang

Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan kurva harian dalam format


tersendiri dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada Tim Mutu RS dan
Karumkital.

35. Tujuan. Agar Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


yang dipergunakan di RSUD Ngimbang Kab Lamongan menjadi Patokan dalam
memantau kegiatan PPI termasuk memantau angka kejadian infeksi nosokomial di
RSUD Ngimbang.

36. Pelaksana.
a. Tim PPI RSUD Ngimbang Kab Lamongan
b. Tim PMKP

37. Prosedur pelaksanaan surveilance. IPCLN ( Infection Protection Control


Link Nurse ) yang sudah mendapatkan pelatihan dan bersertifikat setiap hari
mengadakan pengamatan pada pasien rawat inap yang mendapatkan tindakan
infasif dan beresiko terjadinya infeksi nosokomial.
a. Pengumpulan data. IPCLN yang diruangan merumuskan jenis
kegiatan kejadian yang hendak diteliti. Misalnya merumuskan luka infeksi
dengan purulen discharge ( pengeluaran cairan luka) dengan atau tanpa kultur
27

positif.
Data minimum yang diperlukan : Nama, usia, No.RM, unit bangsal,
tanggal masuk, tanggal munculnya infeksi pertama kali, organ tubuh yang
terkena infeksi, organism yang terkultur dan kepekaan.
Denominator untuk menghitung tingkat kejadian infeksi.Harus
diketahui jumlah pasien yang beresiko.Misalnya tingkat infeksi karena luka
operasi, denominatornya adalah jumlah pasien yang menjalani operasi bedah
dalam waktu tertentu tanpa memandang lama masa rawat inap.
b. Sumber data. Nomor RM, laporan patologi, kunjungan keruangan
ruangan (grafik temperature, antibiotic dsb), pengamatan pada pasien,
pembicaraan dengan staf perawat dan pasien.
c. Mengkosolidasi dan mentabulasi data. Menghitung dan mendaftar
jumlah infeksi dengan menggunakan tabulasi data.
d. Menghitung tingkat kejadian infeksi.

1) Numerator : jumlah infeksi


2) Denominator: jumlah pasien beresiko
e. Analisis. Membandingkan tingkat kejadian infeksi dalam satuan
waktu dengan memakai perbandingan tingkat infeksi yang baru terjadi
dengan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Penyimpangan dari tingkat
baseline mengidentifikasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut.
f. Interpretasi. Dari informasi yang ditabulasi dan dianalisis diperoleh
makna yang mungkin bisa bervariasi dari tidak adanya perubahan nyata
dalam tingkat infeksi hingga terdeteksinya kemungkinan terjadinya kejadian
luar biasa infeksi dalam rumah sakit.
g. Pelaporan data. Data yang ditabulasikan dianalisis dan ditafsirkan
dan perlu disebarluaskan kepada mereka yang perlu mengetahuinya.

38. Evaluasi dan Laporan.


a. UNIT KERJA : Tim PPI RSUD Ngimbang
b. RUANG LINGKUP : Laporan Evaluasi Kegiatan Pengendalian Dan
Pencegahan Infeksi : ILO, ISK, IADP, Flebitis
c. NAMA INDIKATOR :
1) Angka Kejadian infeksi yang terjadi akibat tindakan atau
perawatan luka operasi yang kurang steril (ILO).
28

2) Angka kejadian infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter


(ISK).
3) Angka kejadian infeksi yang terjadi akibat pemasangan infuse
dan tranfusi (IADP).
4) Angka kejadian Flebitis.

d. DASAR PEMIKIRAN : Dalam rangka pengendalian mutu


pelayanan di RSUD Ngimbang, dimana evaluasi infeksi nosokomial serta
penanganan KLB merupakan gambaran tingkat mutu dari serangkaian
tindakan pelayanan medis dan keperawatan yang dilaksanakan di ruang rawat
inap.

BAB IX
PENUTUP

Demikian Pedoman Penanggulangan KLB pada PPI ini dibuat untuk


dilaksanakan, untuk menjamin terlaksananya pencegahan dan penanganan KLB
di RSUD Ngimbang
29

DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN

dr. TAUFIK HIDAYAT


Pembina TK.I
NIP. 19630702 198903 1 012

Anda mungkin juga menyukai