Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia pasti ingin sehat, baik jiwa maupun raga.Kesehatan memberikan
kemampuan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan optimal.Hal ini juga berlaku bagi
sebuah organisasi/perusahaan.Salah satu jenis perusahaan yang berkembang pesat pada saat
sekarang ini adalah perusahaan/lembaga perbankan.Dengan semakin pesatnya perkembangan
yang terjadi di bidang keuangan dan perbankan maka telah terjadi perubahan yang cukup
signifikan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan bank.
Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang
sehat, salah satunya perbankan. Hal ini dilakukan melalui suatu mekanisme pengawasan dan
regulasi. Secara berkala, Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan suatu
bank berdasarkan informasi dari laporan-laporan, antara lain laporan posisi keuangan beserta
rekening administratif, daftar rincian surat berharga yang dimiliki dan diterbitkan,daftar rincian
kredit yang diberikan,daftar rincian penyertaan,daftar rincian laba/rugi dan lain-lain yang secara
rutin harus dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Dalam upaya menjalankan bisnis, sebuah perusahaan membutuhkan dana. Pendanaan itu
bisa berasal dari modal sendiri atau utang kepada kreditur. Ketika debitur mengajukan
permohonan kredit, kreditur tentunya akan melakukan analisis kredit. Analisis kredit adalah
semacam studi kelayakan (Feasibility Study) atas perusahaan pemohon kredit
(Firdaus&Ariyanti2009:184). Analisis kredit berfokus pada sisi buruk risiko, bukan sisi baik
potensi.Hal ini meliputi analisis likuiditas maupun solvabilitas. Likuiditas (liquidity) merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi
kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan komponen aktiva lancar dan
kewajiban lancarnya. Sementara solvabilitas (solvency) merupakan kemungkinan dan kemampuan
jangka panjang perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka panjang.
Analisis kredit ini dilakukan untuk dijadikan pertimbangan dalam memberikan kredit,
salah satunya tingkat bunga yang akan diberikan. Selain itu juga digunakan untuk menilai apakah
debitur yakin dan mampu memenuhi kewajiban berkaitan dengan pinjaman yang diberikan baik
itu berupa pembayaran pokok pinjaman ataupun bunga yang timbul akibat pinjaman tersebut.

1
Dengan adanya analisis kredit ini secara tidak langsung akan mengurangi risiko terburuk yang
akan diterima oleh kreditur.
Makalah ini akan membahas Analisis Kesehatan Bank dengan Metode CAMELS, analisis
kredit, dan distress prediction. Poin-poin dalam yang akan dibahas di dalam makalah ini antara
lain:
1. Analisis Camels
a) Pengertian dan tujuan kesehatan bank
b) Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kesehatan bank
c) Mekanisme penilaian kesehatan bank umum dan BPR
d) Faktor penilaian kesehatan bank berdasarkan metode CAMELS
e) Teknik penilaian dengan metode CAMELS
f) Perbedaan metode CAMELS dengan Risk Based Bank Rating (RBBR)
2. Analisis Kredit
a) Apakah yang dimaksud dengan analisis kredit ?
b) Apa pertimbangan bagi kreditur dalam memberikan kredit kepada debitur ?
c) Apakah fungsi dari analisis kredit ?
d) Apakah aspek dan prinsip dalam analisis kredit ?
3. Distress Prediction
a) Apa yang dimaksud dengan Financial Distress ?
b) Bagaimana cara memprediksi Financial Distress ?

1.2 Tujuan
Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja bank umum
di Indonesia, yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem
penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah. Selain itu,
juga diatur dalam Surat Keputusan Dir. BI.30/12/Kep dan Surat Edaran BI No.33/73/UPBB
tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk memahami analisis CAMELS
b) Untuk memahami analisis kredit
c) Untuk mengetahui pertimbangan, aspek dan prinsip dalam analisis kredit
d) Untuk memahami financial Distress Prediction
e) Untuk mengetahui bagaimana cara memprediksi financial distress

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Analisis CAMELS
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Kesehatan Bank
Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai dengan UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan
kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen,
kualitas rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
bank. Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat
melaksanakan kontrol terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen, dan aspek
likuiditasnya. Secara sederhana, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-
fungsinya dengan baik.
Menurut Kasmir (2008), tingkat kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan
suatu bank untuk melaksanakan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi segala kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Menurut Veithzal Rivai (2007) tingkat kesehatan bank adalah bank yang dapat menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik, yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat,
dapat menjalankan fungsi intermediasi, pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakan,
terutama kebijakan moneter. Kesehatan bank mencakup semua kegiatan usaha perbankan antara
lain:
a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan modal sendiri
b. Kemampuan mengelola dana
c. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat
d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan
pihak lain
e. Memenuhi peraturan perbankan yang berlaku
Tujuan dalam melakukan penilaian kesehatan suatu bank adalah untuk menentukan
apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.Bagi bank
yang dinilai sehat diharapkan mampu mempertahankan kesehatannya, sedangkan bagi bank
yang sakit agar segera mengobatinya.

2.1.2 Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kesehatan bank


Bank merupakan lembaga yang memiliki peran dan fungsi penting di masyarakat sehingga
banyak pihak yang berkepentingan di dalamnya yang dapat kita klasifikasikan menjadi pihak
internal dan pihak eksternal. Pihak internal terdiri dari:

3
a. Pihak manajemen, berkepentingan langsung dan sangat membutuhkan informasi
keuangan untuk tujuan pengendalian (controlling), pengoordinasian (coordinating)
dan perencanaan (planning) suatu perusahaan.
b. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat menilai
berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.
Pihak eksternal terdiri dari:
a. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangkapenentuan kebijakan
penanamanmodalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil
(return)dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu perusahaan tersebut.
b. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang telah
diberikan kepada perusahaan. Mereka perlu mengetahui kinerja keuangan jangka
pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.
c. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan juga oleh lembaga
yang lain seperti Statistik.
d. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka
bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan yang
bersangkutan.
2.1.3 Mekanisme penilaian kesehatan bank umum dan BPR
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan
oleh Bank Indonesia, menetapkan bahwa :
a. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
b. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
Bank.
c. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan penjelasan
mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik bank tersebut, serta wajib

4
memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank tersebut.
e. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun
setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan akuntan publik
untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
f. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba
rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan
tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.
g. Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sesuai surat edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP 31 Mei 2004 kepada semua bank
umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank wajib melakukan
penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni,
September, dan Desember.
Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian tingkat kesehatan bank
tersebut secara berkala atau sewaktu-waktu untuk posisi penilaian tersebut terutama untuk
menguji ketepatan dan kecukupan hasil analisis bank.Penilaian tingkat kesehatan bank
dimaksud diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam
jangka waktu yang ditetapkan oleh pengawas bank terkait.
Berdasarkan hasil penilaian itu, Bank Indonesia dapat meminta agar bank
menyampaikan rencana tindakan (action plan) yang memuat langkah-langkah
perbaikan yang wajib dilaksanakan dalam target waktu penyelesaian selama periode tertentu,
selambat-lambatnya sepuluh hari kerja setelah pelaksanaan action plan.Action plan tersebut
meliputi :
a. Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank atau pihak
lainnya apabila bank mengalami permasalahan faktor permodalan.
b. Penanganan kredit bermasalah secara intensif dan efektif apabila bank
mengalami permasalahan faktor kualitas aset.
c. Peningkatan fungsi audit internal, penyempurnaan pemisahan tugas, dan
peningkatan efektivitas tindakan korektif berdasarkan temuan audit.
d. Peningkatan efisiensi bank apabila bank mengalami permasalahan rentabilitas.

5
e. Peningkatan akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber
pendanaan lainnya apabila bank mengalami permasalahan likuiditas.
f. Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank atau pihak lainnya
atau penataan kembali portofolio bank apabila bank mengalami permasalahan
sensitivitas terhadap risiko pasar.
Bank Indonesia mewajibkan setiap bank menyampaikan laporan keuangan berkala kepada
Bank Sentral dan mempublikasikan laporan itu melalui media cetak: surat kabar dan majalah.
Bentuk dan isi laporan itu ditetapkan seragam.Laporan keuangan ini dipakai oleh Bank Sentral
dan publik untuk menilai kesehatan bank yang bersangkutan.
Laporan keuangan bank terdiri:
a. Laporan inti, meliputi:
(1) Neraca
(2) Daftar Laba-Rugi
b. Laporan pelengkap, meliputi:
(1) Laporan perhitungan kewajiban penyediaan kapital minimum
(2) Laporan tentang perhitungan rasio-rasio keuangan
(3) Laporan kualitas aktiva produktif dan informasi lainnya
(4) Laporan transaksi valuta asing dan derivatives
(5) Laporan komitmen dan kontinjensi
(6) Laporan pengurus dan pemilik bank.
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia
dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan agar bank bersangkutan menjadi
sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum. Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan agar:
a. Pemegang saham menambah modal.
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya.
d. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.
f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian bank kepada pihak lain.
g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan kewajiban bank atau pihak lain.
Apabila tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi
bank, atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan
sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuiditas.

6
Apabila direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka
pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang
berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut, penunjukan tim likuiditas, dan perintah
pelaksanaan likuiditas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.4 Faktor penilaian kesehatan bank berdasarkan metode CAMELS
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan
dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi
intermediasi. Pada krisis ekonomi global, bank-bank menengah dan kecil yang tidak
menerima bantuan likuiditas dari pemerintah mengalami penurunan dana simpanan
masyarakat. Menurunnya dana simpanan masyarakat membuat industri perbankan berusaha
mempertahankan dana-dana yang mereka miliki untuk menjaga likuiditas bank dengan cara
memberikan tingkat suku bunga yag tinggi.
Bank Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan
kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau
cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS Capital, Asset quality,
Management, earnings, liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Kriteria Sensitivity to Market
Risk merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya,
yaitu CAMEL. CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket
Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai
dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto1988). CAMEL berkembang
menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS
berkembang di Indonesia pada akhir tahun 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan
moneter.
Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan
bank umum diIndonesia. Analisis CAMELS diatur dalam peraturan bank umum dan peraturan
bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatanbank umum
berdasarkan prinsip syariah. Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan bank
Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
a. Permodalan (Capital)
Penilaian terhadapfaktorpermodalan meliputikomponen-komponen berikut ini :
1) Kecukupan modal
2) Komposisi modal
3) Proyeksi (trend kedepan) permodalan
4) Kemampuan modal dalam mengcover aset bermasalah

7
5) Kemampuan bank yang bersangkutan memelihara kebutuhan tambahan modal
yang berasal dari laba.
6) Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan
7) Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk
menigkatkan permodalan bank yang bersangkutan
b. Kualitas Asset (Asset quality)
Penilaian kualitas asset meliputi penilaian atas komponen-komponen berikut ini:
1) Kualitas aktiva produktif
2) Konsentrasi eksposur risiko kredit
3) Perkembangan resiko kredit bermasalah
4) Kecukupan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
5) Kecukupan kebijakan dan prosedur
6) Sistem kaji ulang (review) internal
7) Sistem dikomentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah
c. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian atas komponen-komponen
berikut ini :
1) Kualitas manajemen umumdam penerapanmanajemen risiko.
2) Keputusan bankatas ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada bank Indonesia
dan atau pihak lain.
d. Rentabilitas (earning)
Penilaian terhadap faktor rentabilitasmeliputi penilaian atas komponen-
komponen berikut ini :
1) Pencapaian return onasset (ROA)
2) Pencapaian return onequity(ROE)
3) Pencapaian NIM (NetInterest Margin)
4) Tingkat efisiensi
5) Perkembangan laba operasional
6) Diversifikasi pendapatan
7) Penerapan prinsip akuntansi dan pengakuan pendapatan danbiaya
8) Prospek laba operasional
e. Likuiditas (liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditasmeliputi penilaian atas komponen-
komponen berikut ini :
1) Rasio aktiva/passive yang likuid

8
2) Potensi maturity mismatch
3) Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
4) Proyeksi cash flow (Arus Kas)
5) Konsentrasi pendanaan
6) Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liability
management)
7) Akses kepada sumber pendanaan
8) Stabilitas pendanaan
f. SensitivitasterhadapRisikoPasar(SensitivitytoMarketRisk)
Penilaian sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi:
1) kemampuan modal bank dalam meng-cover potensi kerugian sebagai akibat
fluktuasi (adversemovement)suku bungadan nilai tukar
2) Kecakupan penerapan manajemen risiko pasar

2.1.5 Teknik penilaian dengan metode CAMELS


Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar
didasarkan pada faktor CAMELS. Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian
tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan
penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market
risk atau risiko pasar.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut
modalnya cukup,selalu untung, dikelola dengan baik) maka apabila permasalahan tidak segera
dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi
krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi
karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya
sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan digunakan untuk semua bank,tetapi
bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini,
maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank
umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan
sebagai berikut:
Tabel Bobot CAMEL:
No. Faktor CAMEL Bank Umum BPR

9
1 Permodalan 25% 30%
2 Kualitas AktivaProduktif 30% 30%
3 Kualitas Manajemen 25% 20%
4 Rentabilitas 10% 10%
5 Likuiditas 10% 10%

Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot
masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada
pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan
penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan
dengan pendekatan kualitatif atas berbagai factor yang berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian atas tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan
kuantifikasi atas komponen dari masing-masing faktor tersebut. Faktor dan komponen
tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan
suatu bank. Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit yang
dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai
kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
lain sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan diatas,
selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang
secara materil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada
akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan
bank, yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL:
1. Capital
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di Negara-negara
berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah
karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk.

10
Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang
cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus
bank harusbenar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditetapkan.
Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor
sebesar Rp.3trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah
berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal
tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan
modal, atau yang sering disebut sebagai CapitalAdequency Ratio (CAR). Rasio tersebut
merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko
(ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-
kurangnya sebesar 8%.
2. Assets Quality
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain
yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva
tersebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana
Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat
berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan
kontijensi pada transaksi rekening administratif. Didalam menganalisis suatu bank pada
umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi
memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat
tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit
akan menghapus modal bank.
Walaupun secara rill bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva
produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara
lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset,
pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva
produktif dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan dua rasio yaitu:
a) Rasio Aktiva Produktif diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif (KAP 1).
Aktiva produktif diklasifikasikan menjadi lancar,kurang lancar, diragukan, dan macet.
Rumusnya adalah:

Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

11
a) Untuk rasio sebesar 12,5% atau lebih dari nilai kredit
b) Untuk setiap penurunan 0.15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1
dengan maksimum 100.
b) Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif yang
diklasifikasikan (KAP2). Rumusnya adalah:

Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut untuk rasio 0% diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1%dari 0%
nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum100
3. Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.
Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu menejemen sebuah bank mendapatkan
perhatian yang besar dalam peneliaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat
menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan
dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan bank yang bersangkutan penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuisioner yang dikelompokan dalam dua
kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuisioner menejemen resiko.
Kuisioner kelompok manajemen selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok yang berkaitan
dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja.
Sementara itu untuk kuisioner manajemen dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan
risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko
pemilik dan pengurus.

4. Earning
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan
bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu
mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian
tersebut akan memakan modalnya. Bankyang dalam kondisi demikian tentu saja tidak

12
dapat dikatakan sehat. Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank
yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini
didasarkan pada dua macam,yaitu :
a) Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1).

Rumusnya adalah :

Penilaian earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 0% atau negative
diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah
dengan nilai maksimum 100.

b) Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2)


Rumusnya adalah:

Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih
diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100.
5. Liquidity
Penilaian terhadap likuiditas dilakukan dengan nilai dua buah rasio, yaitu rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap modal inti dan rasio kredit terhadap dana yang
diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara
kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang
Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak
termasuk pinjaman subordinat), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu
lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu
lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas
dua macam rasio, yaitu:

13
a) Rasio Jumlah Kewajiban Bersih Call Money Terhadap Aktiva Lancar.
Rumusnya adalah : penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio
sebesar 100% atau lebih dari nilai 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai
dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

b) RasioAntara KreditTerhadap DanaYang DiterimaOleh Bank


Rumusnya adalah:
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih
diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai
kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

Tingkat kesehatan bank umum bias dilihat dari dua sisi yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Dari sisi kualitatif dilihat dari pengelolanya, sejarahnya, pemiliknya. Sisi
kuantitatif dapat dilihat dari rasiolikuiditas, solvabilitas, rentabilitas, kecukupan modal
(capital adequency ratio) dan Loan Deposit Ratio.
a. Rasio likuiditas
Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan (membayar)
utang jangka pendek

Semakin tinggi nilai resiko likuiditas menunjukan kondisi kesehatan bank yang semakin
baik.
b. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan
(membayar) utang jangka pnjang.

Semakin tinggi nilai rasio solvabilitas maka semakin baik kondisi kesehatan bank.

14
c. Rasio Profitabilitas
Rasio probabilitas menunjukan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Ada dua
pendekatan yang bias digunakan untuk mengetahui ukuran ini:
Return on asset (ROA)
ROA Mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan membagi
laba sebelum pajak dengan aktiva.

Return on Equity (ROE)


ROE mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan
membandingkan laba sebelum pajak dengan equity.

d. Capital Adequency Ratio (CAR)


CAR mengukur kecukupan modal dengan membandingkan capital (modal) dengan
asset berisiko.

e. Loan Deposit Ratio (LDR)


LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana dengan membandingkan
besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank dengan besarnya simpanan.

15
Tingkat kesehatan bank meliputi golongan sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat.

Nilai Kredit Predikat


81-100 Sehat
66-<81 Cukup Sehat
51-<66 Kurang Sehat
0-<51 Tidak Sehat

Peringkat komposit ditetapkan sebagai berikut:


1) Peringkat komposit 1 (PK-1) mencerminkan bahwa bank yang bersangkutan sangat baik
dan mampu mengatasi pengaruh negative kondisi perekonomian dan industri keuangan.
2) Peringkat komposit 2 (PK-2) mencerminkan bahwa bank tergolong baik dan mampu
mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industry keuangan, namun bank
yang bersangkutan masih mempunyai kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera
diatasi dengan tindakan rutin.
3) Peringkat komposit 3 (PK-3) mencerminkan bahwa bank cukup baik beberapa kelemahan
yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera
melakukan tindakan positif.
4) Peringkat komposit 4 (PK-4) mencerminkan bahwa bank tergolong kurang baik, sensitif
terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan memiliki kelemahan keuangan yang
serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan. Apabila tidak
segera dilakukan tindakan korektif yang efektif akan berpotensi untuk membahayakan
kelangsungan usahanya.
2.1.6 Perbedaan Metode CAMELS dengan Risk Based Bank Rating (RBBR)
2.1.6.1 Risk Based Bank Rating (RBBR)
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat
kesehatan bank umum. Bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan sendiri (self-
assesment) dan dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank Rating) baik
secara individual maupun secara konsolidasi. Peraturan tersebut menggantikan metode
penilaian yang sebelumnya yaitu metode yang berdasarkan Capital, Asset, Management,
Earning, Liquidity and Sensitivity to market risk atau yang disebut CAMELS.

16
Penilaian sendiri (self-assesment) dilakukan paling kurang setiap semester untuk
posisi akhir bulan Juni dan Desember. Bank wajib melakukan pengkinian self assesment
tingkat kesehatan bank sewaktu-waktu apabila diperlukan. Hasil self assessment Tingkat
Kesehatan Bank yang telah mendapat persetujuan dari Direksi wajib disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Bank wajib menyampaikan hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank
kepada Bank Indonesia sebagai berikut:
a) Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, paling lambat pada tanggal
31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31
Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember; dan
b) Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, paling lambat pada tanggal
15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal
15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember.
Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dengan
menggunakan pendekatan resiko (Risk-based Bank Rating) dengan cakupan penilaian
terhadap faktor-faktor berikut risk profil (resiko profil), Good Corporate Governance
(GCG), rentsbilitas (earnings), dan permodalan (capital).
Profil Resiko (Risk Profile)
Penilaian terhadap factor profil risiko merupakan penilaian terhadap resiko inheran
dan kualitas penerapan menejemen resiko dalam operasional Bank yang di lakukan
terhadap 8 (delapan) resiko yaitu:
- Risiko kredit - Risiko Hukum
- Risiko Pasar - Risiko Strategik
- risiko Likuiditas - Risiko Kepatuhan
- Risiko Operasional - Risiko Reputasi
Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan
bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi
mempengaruhi posisi keuangan Bank. Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko
merupakan penilaian terhadap aspek: (i) tata kelola risiko, (ii) kerangka manajemen
risiko, (iii) proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan
sistem informasi manajemen; serta (iv) kecukupan sistem pengendalian risiko dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Definisi dan cakupan

17
terhadap masing-masing risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum.
Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian terhadap faktor GCG merupakan penilaian terhadap manajemen Bank atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai
Good Corporate Governance bagi Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank.
Rentabilitas (earnings)
Penilaian terhadap faktor rentabilitas (earnings) meliputi penilaian terhadap kinerja
earnings, sumber-sumber earnings, dan sustainability earnings Bank. Penilaian terhadap
kinerja earnings, sumber-sumber earnings, dan sustainability earnings Bank dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek tingkat, trend, struktur, dan stabilitas, dengan
memperhatikan kinerja per group serta manajemen rentabilitas Bank, baik melalui
analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Analisis aspek kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan indikator utama sebagai dasar penilaian. Selain itu, apabila diperlukan
dapat ditambahkan penggunaan indikator pendukung lainnya untuk mempertajam
analisis, yang disesuaikan dengan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha
Bank. Analisis aspek kualitatif dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan
manajemen rentabilitas, kontribusi earnings dalam meningkatkan modal, dan prospek
rentabilitas.
Permodalan (capital)
Penilaian terhadap faktor permodalan (capital) meliputi penilaian terhadap tingkat
kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Penilaian terhadap tingkat
kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan dilakukan Bank dengan
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas, dengan memperhatikan kinerja
per group serta manajemen permodalan Bank, baik melalui analisis aspek kuantitatif
maupun kualitatif.
Analisis aspek kuantitatif dilakukan dengan menggunakan indikator utama. Selain itu,
apabila diperlukan dapat ditambahkan penggunaan indikator pendukung lainnya untuk
mempertajam analisis, yang disesuaikan dengan skala bisnis, karakteristik, dan/atau

18
kompleksitas usaha Bank. Analisis aspek kualitatif dilakukan antara lain dengan
mempertimbangkan manajemen permodalan dan kemampuan akses permodalan.
Setiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan peringkatnya
berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur. Penetapan
peringkat faktor profil risiko dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. penetapan tingkat risiko dari masing-masing risiko
b. penetapan tingkat risiko inheren secara komposit dan kualitas penerapan manajemen
risiko secara komposit; dan
c. penetapan peringkat faktor profil risiko berdasarkan analisis secara komprehensif dan
terstruktur atas hasil penetapan dengan memperhatikan signifikansi masing-masing
risiko terhadap profil risiko secara keseluruhan.
Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis yang komprehensif
dan terstruktur terhadap hasil penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank dan
informasi lain yang terkait dengan GCG Bank. Penetapan peringkat faktor rentabilitas
(earnings) dilakukan berdasarkan analisis secara komprehensif terhadap
parameter/indikator rentabilitas dengan memperhatikan signifikansi masing-masing
parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi
rentabilitas Bank. Penetapan peringkat penilaian faktor permodalan Bank dilakukan
berdasarkan analisis secara komprehensif terhadap parameter/indikator permodalan
dengan memperhatikan signifikansi masing-masing parameter/indikator serta
mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi permodalan Bank.

Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan berdasarkan analisis


secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dengan
memperhatikan materialitas dan signifikansi masing-masing faktor. Peringkat
Komposit dikategorikan sebagai berikut:
a) Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum
sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

19
b) Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat
sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
c) Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup
sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
d) Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum
kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.
e) Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

2.1.6.2 Metode CAMELS Vs Metode RGEC


Pada metode penilaian CAMELS antar faktor-faktor penilaian masih berdiri
sendiri-sendiri dan bukan merupakan satu kesatuan metode. Masing-masing faktor
mempunyai penilaian dan hasil kuantitatif dan kualitatif sendiri-sendiri. Hal ini dapat
membingungkan stakeholder ketika membaca hasil dari metode CAMELS ini. Hal ini
bisa terjadi sebagai contoh apabila hasil permodalan menyatakan berada pada Peringkat
Komposit 1, yang dimana peringkat komposit 1 mencerminkan bahwa bank tergolong
sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri
keuangan, namun peringkat ini akan menjadi bias apabila tingkat likuiditas berada pada
peringkat komposit 5, sesuai yang tercantum di dalam peraturan peringkat komposit 5
mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh
negatif kondisi perekonomian dan indutri keuangan serta mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya. Jadi, antar faktor dalam metode CAMELS
belum memperlihatkan adanya kesatuan kesimpulan apakah bank dalam kondisi sehat
ataukah berada dalam kondisi tidak sehat. Hal-hal tersebut, menjadi alasan mengapa
perlu penyesuaian metode penilaian tingkat kesehatan CAMELS ke RGEC.
Sistem penilaian kesehatan bank antara CAMELS sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan RGEC. Beberapa bagian penilaian masih tampak sama seperti masih

20
digunakannya sistem penilaian Capital dan Earnings. Adapun sistem penilaian
Management pun diganti menjadi Good Corporate Governance. Sedangkan untuk
komponen Asset Quality, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk akhirnya dijadikan satu
dalam komponen Risk Profile.
Peran kualitas manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan. Kualitas manajemen yang baik tentunya dapat di ukur dengan baik atau
tidaknya penerapan Good Corporate Governance dan manajemen risiko di bank
tersebut. Dengan kata lain, penilaian faktor pendapatan dan faktor permodalan hanya
merupakan dampak dari strategi yang dilakukan oleh manajemen. Sebagai contoh,
apabila persentase risiko kredit dan risiko likuiditas memberikan peringkat yang baik
maka sebagai investor ataupun kreditur tidak akan berpikir ulang untuk melakukan bisnis
di bank tersebut.
Dengan menngunakan program Good Corporate Governance yang baik maka
akan memberikan situasi dan gambaran yang benar-benar nyata kepada stakeholders.
Hal ini tentu akan memberikan pengaruh yang positif kepada stakeholders apabila ingin
berinvestasi di bank tersebut. Pelaksanaan Good Corporate Governance harus
berlandaskan lima prinsip dasar yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,
independensi, dan kewajaran.
Metode CAMELS dan RGEC adalah dua di antara beberapa peraturan Bank
Indonesia yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesehatan bank. Metode CAMELS
menilai tingkat kesehatan bank dari faktor permodalan, kualitas asset, manajemen,
pendapatan, likuiditas, dan sensitivitas pasar. Metode RGEC menilai tingkat kesehatan
bank dari faktor risiko profile, Good Corporate Governance, pendapatan, dan
permodalan. Metode CAMELS sebenarnya telah memberikan gambaran tingkat
kesehatan bank yang efektif akan tetapi metode CAMELS tidak memberikan suatu
kesimpulan yang mengarahkan ke satu penilaian. Antar faktor memberikan penilaian
yang sifatnya bisa berbeda. Sedangkan metode RGEC lebih menekankan akan pentingya
kualitas manajemen. Manajemen yang berkualitas tentunya akan mengangkat faktor
pendapatan dan juga faktor permodalan secara langsung maupun tidak langsung.

2.2 Analisis Kredit

21
Penilaian atau analisis kredit adalah semacam studi kelayakan (feasibility Study) atas
perusahaan pemohon kredit (Firdaus &Ariyanti, 2009:184).Penilaian kredit adalah suatu
kegiatan pemeriksaan, penelitian, dan analisa terhadap kelengkapan, keabsahan, dan kelayakan
berkas/surat/data permohonan kredit calon debitur hingga dikeluarkannya suatu keputusan
apakah kredit tersebut diterima atau ditolak (Djohan 2000:97). Sedangkan menurut Thomas
Suyatno, dkk (2003:70) yang dimaksud dengan analisa kredit adalah pekerjaan yang meliputi:
1. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan
maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat
dipertimbangkan suatu permohonan kredit.
2. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta
penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan
pimpinan dari permohonan kredit nasabah.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengertian penilaian atau analisis kredit adalah
suatu kegiatan analisa/penilaian berkas/data dan juga berbagai aspek yang mendukung yang
diajukan oleh pemohon kredit, sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan apakah
permohonan kredit tersebut diterima atau ditolak.
2.2.1 Pertimbangan Analisa Kredit
Dalam pelaksanaan penilaian kredit, bank harus selalu mempertimbangkan berbagai hal
yang terkait, agar kredit yang akan dipinjamkan dapat memiliki manfaat dan tidak
merugikan bank maupun debitur di masa depan. Menurut Rahadja (1990:10) bank harus
selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Keamanan kredit (safety), artinya harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut
dapat dilunasi kembali.
b) Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability), yaitu bahwa kredit akan digunakan
untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat/sekurang-kurangnya tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
c) Menguntungkan (profitable), baik bagi bank berupa penghasilan bunga maupun bagi
nasabah, yaitu berupa keuntungan dan makin berkembangnya usaha.
2.2.2Fungsi Analisa Kredit

22
Kegiatan analisa kredit memiliki arti penting bagi bank, karena bank akan memiliki
jaminan yang memadai selama kredit diberikan. Sutojo (1997:69) menyebutkan fungsi
analisa kredit adalah:
a) Sebagai dasar bagi bank dalam menentukan tingkat suku bunga kredit dan jaminan
yang disyaratkan untuk dipenuhi nasabah,
b) Sarana untuk pengendalian resiko yang akan dihadapi bank,
c) Syarat kredit dan sarana untuk struktur, jumlah kredit, jangka waktu kredit, sifa kredit,
tujuan kredit, dan sebagainya,
d) Sebagai bahan pertimbangan pimpinan/direksi bank dalam proses pengambilan
keputusan.
e) Sebagai alat informasi yang diperlukan untuk evaluasi kredit.
2.2.3 Aspek Penilaian Analisis Kredit
Dalam menilai atau menganalisis suatu permohonan kredit perlu dibahas berbagai aspek
yang menyangkut keadaan usaha pemohon kredit. Pembahasan ini pada dasarnya adalah
untuk meneliti apakah pemohon memenuhi Prinsip 6C atau tidak yang kemudian menjadi
pertimbangan bank untuk menentukan kelayakan pemohon kredit memperoleh kredit atau
tidak, dengan perkataan lain apakah permohonan kredit tersebut feasible dalam arti
andaikata kredit diberikan, maka usahanya akan berkembang baik dan mampu
mengembalikan kredit, baik pokok maupun bunga dalam jangka waktu yang wajar atau
sebaliknya.
Pemberian kredit mengandung tingkat resiko (degree of risk) tertentu. Untuk menghindari
maupun untuk memperkecil resiko kredit yang mungkin terjadi, maka permohonan kredit
harus dinilai oleh bank atas dasar syarat-syarat bank teknis yang terkenal dengan 6 C, yaitu
:
a) Character
Character adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya
(willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.Sebagai alat untuk
memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh
melalui upaya antara lain:

23
1) Meneliti riwayat hidup calon nasabah.
2) Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya.
3) Meminta bank to bank information (Sistem Informasi Debitur).
4) Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon nasabah berada
5) Mencari informasi apakah calon nasabah suka berjudi
6) Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya.
b) Capital
Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin
besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah
dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit.
Modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab nasabah
dalam menjalankan usahanya karena ikut menanngung resiko terhadap gagalnya
usaha.Dalam praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban
untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit
yang dimintakan kepada bank.
c) Capacity
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya
guna memperoleh laba yang diharapkan.Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau
melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Pengukuran
capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan berikut ini:
1) Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan
perkembangan dari waktu ke waktu.
2) Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus.
3) Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai
kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan
perjanjian kredit dengan bank.
4) Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan
nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
5) Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon nasabah
mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan baku,

24
peralatan-peralatan , administrasi dan keuangan, industrial relation sampai pada
kemampuan merebut pasar.
d) Collateral
Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap
kredit yang diterimanya.Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui
sejauh mana resiko kewajiban finansial nasabah kepada bank.Pada hakikatnya bentuk
collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga collateral yang tidak berwujud
seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan
avalis.
e) Condition of Economy
Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik , sosial, ekonomi , budaya yeng
mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi
kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut,
perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain :
a. Keadaan konjungtur.
b. Peraturan-peraturan pemerintah.
c. Situasi, politik dan perekonomian dunia.
d. Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran.
f) Constraint
Constraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk
dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang
disekitarnya banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.
Dari keenam prinsip diatas, yang paling perlu mendapatkan perhatian account officer
adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti.
Dengan perkataan lain, permohonannya harus ditolak. Pemberian kredit kepada pelanggan
dilakukan berdasarkan analisa kelayakan pemberian kredit.Analisa kelayakan pemberian
kredit kepada pelanggan pada dasarnya adalah memperkirakan kemampuan pelanggan
dalam mengelola usahanya sehingga akan dapat membayar kewajibannya.Hal tersebut dapat
dilakukan dengan :
a. Menerapkan prinsip-prinsip umum pemberian kredit.
b. Menganalisa berkas dokumen atau catatan pelanggan.
c. Mencari masukan dari sumber-sumber lain, misalnya : daftar hitam penunggak kredit,
kelompok usaha yang sejenis, mitra usaha pelanggan.

25
Dari uraian tersebut, analisis kelayakan kredit dimaksudkan untuk menentukan kelayakan
pemberian kredit yang akan diberikan kepada pelanggan. Dengan analisis kelayakan kredit,
dapat menentukan tingkat kepercayaan kepada pelanggan dan dapat menghidari kemungkinan
terjadinya kerugian di masa yang akan datang akibat adanya kredit macet. Secara umum analisis
kelayakan kredit dapat dilakukan dengan menggunakan Prinsip 6C, Analisis Umur Piutang, dan
Analisis Ratio.
Dalam menilai atau menganalisis suatu permohonan kredit perlu dibahas berbagai aspek
yang menyangkut keadaan usaha pemohon kredit. Pembahasan ini pada dasarnya adalah untuk
meneliti apakah pemohon memenuhi Prinsip 6C atau tidak yang kemudian menjadi
pertimbangan bank untuk menentukan kelayakan pemohon kredit memperoleh kredit atau tidak,
dengan perkataan lain apakah permohonan kredit tersebut feasible dalam arti andaikata kredit
diberikan, maka usahanya akan berkembang baik dan mampu mengembalikan kredit, baik pokok
maupun bunga dalam jangka waktu yang wajar atau sebaliknya.
Kasmir (2002:120) menjelaskan aspek-aspek yang perlu dinilai dalam penentuan kelayakan
pemberian fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
1. Aspek hukum/Yuridis
Dalam aspek ini, tujuannya adalah untuk menilai keaslian dan keabsahan dokumen-
dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit.Penilaian ini juga dimaksudkan agar jangan sampai
dokumen yang diajukan palsu atau dalam kondisi sengketa, sehinggamenimbulkan
masalah.Penilaian dokumen-dokumen ini dilakukan ke lembaga yang berhak untuk
mengeluarkan dokumen tersebut.
2. Aspek Pemasaran (Marketing)
Dalam aspek ini dinilai besar kecilnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan
strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga akan diketahui prospek usaha
tersebut sekarang dan dimasa yang akan datang.
3. Aspek Keuangan
Analisa aspek ini terhadap perusahaan pemohon kredit sangat menentukan jumlah dari
kebutuhan usaha dan juga terpenting untuk menilai kemampuan berkembangnya usaha pada
masa mendatang serta untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar kreditnya.

4. Aspek Teknis

26
Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk mengamati perusahaan dari segi fisik serta
lingkungannya agar perusahaan tersebut sehat dan produknya mampu bersaing di pasaran dengan
masih memperoleh keuntungan yang memadai.
5. Aspek Manajemen
Penilaian aspek ini digunakan untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumber daya
manusia yang dimiliki serta latar belakang pendidikan dan pengalaman sumber daya
manusianya. Pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai proyek yang ada juga menjadi
pertimbangan lain.
6. Aspek Sosial Ekonomi
Penilaian aspek ini digunakan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan akibat adanya
proyek atau usaha pemohon kredit terhadap perekonomian masyarakat dan sosial secara umum.
Analisis ini meliputi berbagai sub-aspek sebagai berikut : kesempatan kerja, penggunaan bahan
baku lokal, menghasilkan devisa, penghematan devisa, penerimaan pajak bagi Negara,subsidi
dari Negara, Tax Holiday, backward and forward integration, pemerataan Usaha versus
konglomerasi.

7. Aspek AMDAL
Merupakan analisis terhadap lingkungan baik darat, laut atau udara, termasuk kesehatan
manusia apabila usaha atau proyek pemohon kredit dijalankan. Analisis ini dilakukan secara
mendalam sebelum kredit disalurkan, sehingga proyek atau usaha yang dibiayai tidak akan
mengalami pencemaran lingkungan disekitarnya.
2.1.4 Prinsip 7P dan prinsip 3R dalam analisa kredit
Prinsip 7P dalam analisa kredit meliputi :
1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya
(kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan
keluarga (istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana
pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat
hubungannya dengan kepribadian si peminjam.
2. Purpose
Mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit. Apakah

27
akandigunakannya untuk berdagang, atau untuk membeli rumah atau untuk tujuan
lainnya. Selain itu apakah tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business
credit yang bersangkutan. Misalnya, tujuan atau keperluan kredit untuk perkapalan
sedangkan line of business bank dalam bidang pertanian.
3. Prospect
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha
atau kegiatan usaha si peminjam. ini dapat diketahui dari perkembangan usaha
peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi
perdagangan, keaadaan ekonomi/perdagangan sektor usaha si peminjam, kekuatan
keuangan perusahaan yang dibuat dari earning power (kekuatan
pendapatan/keuntungan) masa lalu dan perkiraan masa mendatang.
4. Payment
Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan
diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospek, kelancaran
penjualan dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian
pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengambilannya.
5. Profitability
Menilai berapa tingkat keuntungan yang akan diraih calon debitur, bagaimana
polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.
6. Protection
Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan
usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi ?
7. Parti
Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan
karakternya.Pengklasifikasian ini akan menentukan perlakuan bank dalam hal
pemberian fasilitas.
Tujuh unsur dalam konsep 7P sebenarnya mempunyai kesamaan dengan lima unsur
dalam 5C, misalnya unsur kepribadian memiliki kesamaan dengan unsur karakter.
Sedangkan unsur tujuan, prospek, dan pembayaran dapat memperjelas unsur kapasitas
dalam konsep 5C. Unsur perlindungan dalam 7P mungkin dapat disamakan dengan
kollateral dalam konsep 5C. Tiga komponen dalam prinsip 3R adalah:
1. Tingkat pengembalian usaha (return)
2. Kemampuan membayar kembali (repayment)
3. Kemampuan menanggung resiko (risk bearing ability)

28
Unsur-unsur yang dibahas dalam konsep 3R sebenarnya telah dibahas dalam analisis
aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemberian kredit.Hanya saja konsep 3R
memberi penekanan kepada aspek finansial dari analisis kredit.
2.1.5 Penilaian Laporan Keuangan
Cara yang umum diterima untuk meneliti keadaan keuangan seorang nasabah, ialah
dengan jalan memperoleh Neraca, Laporan Rugi Laba dan keterangan lainnya. Sebaiknya
diusahakan agar diperoleh laporan keuangan yang sudah diaudit, karena auditor dapat
memberikan pandangan yang bebas tentang keadaan keuangan nasabah sebagai hasil dari
pemeriksaannya terhadap pembukuan nasabah.Sebelum melangkah dalam penilaian
Neraca dan Laporan Rugi Laba, maka perlu diperhatikan apakah data yang disajikan sudah
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan terjamin kebenarannya. Sedapat
mungkin diperoleh laporan keuangan untuk beberapa periode atau minimal laporan
keuangan 2 periode yang terakhir.
Terhadap laporan keuangan ini antara lain dapat diterapkan teknik analisa sebagai
berikut:
1. Analisa per pos/komponen, adalah meneliti/menganalisa masing-masing pos yang ada
dalam neraca maupun laporan rugi laba. Misalnya : Analisa terhadap pos Piutang
Dagang
2. Analisa Prosentase per komponen. Dalam teknik ini laporan keuangan disajikan dalam
prosentase-prosentase; yaitu prosentase dari masing-masing pos neraca terhadap total
aktiva, sedangkan untuk pos-pos laporan rugi laba prosentase dihitung bea terhadap
jumlah penjualan bersih.
3. Analisa Perbandingan/Analisa Naik Turun. Dalam analisa ini kita mengadakan
perbandingan pos-pos dalam neraca dan laporan rugi laba dari suatu periode dengan
periode yang lainnya (periode yang berurutan).
4. Analisa Ratio. Ratio menggambarkan perimbangan antara suatu pos dengan pos yang
lain, baik yang tercantum dalam neraca maupun laporan rugi laba untuk mengetahui
posisi keuangan nasabah/calon peminjam kredit.

2.1.6 Manajemen Perkreditan

29
Beberapa langkah dalam pemberian kredit atau sering disebut prosedur kredit adalah
a. Pengumpulan informasi, dalam mengambil keputusan kredit perlu memperhatikan
sumber informasi sebagai berikut :
Laporan dari si pengusaha peminta kredit
Laporan dari rekor bank
Laporan dari sumber sumber lainnya.
b. Penilaian (analisis) kredit, Kredit adalah kepercayaan dan hal itu timbul bila telah ada
pendekatan antara pemberi kredit dan penerima kredit. Karena kredit sangat dibutuhkan
masyarakat, maka kredit mempunyai suatu nilai.
c. Keputusan kredit, dalam pengambilan keputusan kredit dilakukan secara berjenjang
dimana terdapat pemisahan fungsi dan wewenang dalam persetujuan kredit.
d. Pelaksanaan (pencairan) kredit, meliputi : Maksimum kredit, Jangka waktu, Keperluan
kredit, Bunga/propisi, Bea materai, Bentuk kredit, Jaminan kredit, Asuransi, Ketentuan
ketentuan tambahan.
e. Administrasi kredit, meliputi Kartu induk debitur, Laporan pemberian kredit, Laporan
realisasi dan mutasi kredit.
f. Pengamanan kredit, meliputi :
Pengamanan preventif , adalah langkah pengamanan sebelum kredit mengalami
ketidaklancaran ataupun kemacetan
Pengamanan refresif, adalah langkah pengamanan untuk menyelesaikan kredit
kredit yang telah mengalami ketidaklancaran ataupun kemacetan.

2.3 Distress Prediction

30
Financial distress merupakan suatu situasi dimana aliran kas operasi sebuah perusahaan
tidak cukup memuaskan kewajiban-kewajiban yang sekarang (seperti perdagangan kredit atau
pengeluaran bunga) dan perusahaan dipaksa untuk melakukan tindakan korektif (Sjahrial,
2007:453)
Istilah kesulitan keuangan (financial distress) digunakan untuk mencerminkan adanya
permasalahan dengan likuiditas yang tidak dapat dijawab atau diatasi tanpa harus melakukan
perubahan skala operasi atau restrukturisasi perusahaan. Pengelolaan kesulitan keuangan jangka
pendek (tidak mampu membayar kewajiban keuangan pada saat jatuh temponya) yang tidak tepat
maka akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah
utang lebih besar dari pada jumlah aktiva) dan akhirnya mengalami kebangkrutan (Munawir,
2012:291).
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.Model financial distress perlu untuk
dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini
diharapkan dapatdilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada
kebangkrutan.
2.3.1 Analisis Model Altman Z-score
Analisis Model Altman Z-score adalah analisis yang dirancang untuk membantu
memprediksi laporan keuangan, yaitu untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan relatif
suatu perusahaan yang menunjukkan apakah posisi keuangan membaik atau memburuk demi
kelangsungan usaha perusahaan. Jadi analisis z-score lebih cocok digunakan skala operasi
perusahaan non bank(Darsono dan Ashari, 2010:110)
Rumus Altman Z-Score

Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5

Z score kurang dari 1,20 mencerminkan probabilitas kebangkrutan yang tinggi. Sementara Z
score diatas 2,90 menunjukkan kebangkrutan yang rendah.Angka diantara 1,20 dan 2,90 berada
pada wilayah abu-abu atau meragukan. Kelima rasio yang digunakan dalam menganalisa
laporan keuangan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan
pada perusahaan tersebut. Uraian masing-masing variable tersebut adalah sebagai berikut :

31
1. Modal kerja terhadap total harta (Working capital to total assets) digunakan untuk
mengukur likuiditas aset perusahaan relative terhadap total kapitalisasinya atau untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.

Working capital total asset (X1) = Current Ratio Current Liabilities

Total Assets

2. Laba ditahan terhadap total harta (Retained earnings to total assets) digunakan untuk
mengukur keuntungan secara kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama
perusahaan beroperasi.

Retained earnings to total assets (X2) = Retained Earnings


Total Assets
3. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before interest and
taxes to total assets ) digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aset
perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aset yang digunakan.
EBIT to total Assets (X3) = Earnings Before Income Taxes
Total Assets

4. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang ( Market Value Equity to Book Value of
Total Debt ) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aset perusahaan dapat turun
nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada asetnya dan perusahaan menjadi
pailit.
MVE to BVTD (X4) = Market Value Equity

Book Value of Total Debt

Pedoman pengambilan model Z-score mengalami perkembangan dengan mengganti


nilai pasar, Altman kemudian menggunakan nilai buku saham biasa dan saham preferen
sebagai salah satu komponen dari X4

BE to BVTD = Book Value Equity

Book Value of Total Debt

32
5. Penjualan terhadap total harta (Sales to Total assets) digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan .
Total Asset Turnover (X5) = Sales

Total Asset

PEMBAHASAN ARTIKEL 1

Judul : Analisis Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan


Metode CAMEL (Studi Kasus Pada Tiga BPR di Sumatera Barat)
Penulis : Zahara, SE., M.Ak., CA
Jurnal : Akuntansi dan Manajemen
Volume :8
Tahun : 2013
Nomor :2
Halaman : 61-75

A. Latar Belakang
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah satu lembaga keuangan yang melayani dan
menfasilitasi keuangan masyarakat terutama dalam skala menengah, kecil, dan mikro. BPR
diharapkan dapat membantu menggerakkan perekonomian masyarakat yang tidak tersentuh oleh
lembaga keuangan skala besar seperti perbankan. BPR dapat menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito berjangka, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun
menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

33
Bank Perkreditan Rakyat menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 perubahan
Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis bank ini terbagi dua yaitu:
1. Bank Umum,yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank umum sering disebut dengan bank komersil.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat banyak, BPR harus menjadi lembaga keuangan yang sehat sehingga mampu
melakukan kegiatan operasionalnya secara optimal dan mampu memenuhi kewajibannya
dengan baik sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Salah satu metode penilaian
tingkat kesehatan perbankkan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) adalah dengan metode
CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, dan Liquidity). Metode CAMEL
mencerminkan 5 unsur utama kondisi keuangan dan operasional perbankkan yaitu: Capital
merupakan penilaian permodalan yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal
minimum bank; Asset merupakan penilaian terhadap jenis-jenis dan produktifitas asset yang
dimiliki oleh bank; Management untuk menilai kemampuan dan kebijakan manajemen dalam
menjalankan operisonalnya dan dalam menyelesaikan permasalahan perbankkan yang
dihadapinya; Earning merupakan penilaian terhadap kemampuan bank dalam meningkatkan laba
dalam pengelolaan aset dan efisiensinya; sedangkan Liquidity merupakan penilaian kemampuan
bank dalam membayar semua kewajibannya. Setiap aspek tersebut akan diukur dan
dikelompokkan ke dalam kriteria bank yangsehat, cukup sehat,kurang sehat dan tidak sehat.
BPR sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang juga diwajibkan oleh BI untuk
mengukur tingkat kesehatannya dengan metode CAMEL ini,sehingga BPR harus sangat
memperhatikan setiap rasio dalam CAMEL ini untuk mempertahankan tingkat kesehatannya.

B. Rumusan Masalah

34
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut: Bagaimana tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat pada 3 Bank Perkreditan
Rakyat yang berada di 3 kabupaten di Sumatera Barat dengan menggunakan metode CAMEL
pada periode 2008-2010 ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur rasio keuangan CAMEL dan melihat tingkat
kesehatan masing-masing BPR pada 3 BPR yang berada di 3 Kabupaten yang berbeda di
Sumatera Barat yaitu BPR X di Kabupaten Solok, BPR Y di Kabupaten Pesisir Selatan, BPR Z di
Kabupaten Pasaman selama periode 2008-2010.

D. Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang
diukur dalam suatu skala numerik (angka) diperoleh dengan mengukur nilai satu atau
lebih variable dalam sampel atau populasi. Data yang digunakan dari penelitian ini
berasal dari dua sumber yaitu :
a. Data Primer
Dataprimer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui media perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh
penulis.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Data sekunder yang dikumpulkan oleh penulis antaralain :
1) Laporan Keuangan BPR X di Kabupaten Solok tahun 2008-2010.
2) Laporan keuangan BPR Y di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2008-2010.
3) Laporan keuangan BPR Z di Kabupaten Pasaman tahun 2008-2010.

Metode CAMEL

35
Pengukuran tingkat kesehatan BPR dalam penelitian ini menggunakan metode
CAMEL yang menggambarkan lima indikator penilaian yaitu: Capital, Assets,
Management, Earning dan Liquidity (CAMEL). Penilaian dengan metode CAMEL ini
didasarkan kepada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Jakarta tanggal 31
Mei 2004 jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor. 30/11/KEP/DIR tanggal
30 April 1997, menyebutkan aspek yang dinilai melalui rasio
CAMEL adalah :
1. Capital (Aspek Permodalan) Penilaian permodalan didasarkan kepada kewajiban
penyediaan modal minimum bank yang didasarkan kepada CAR (Capital
Adequency Ratio). Penghitungan rasio CAR merujuk kepada peraturan Bank
Indonesia No.8/18/PBI/2006 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank
umum yang menetapkan bahwa penilaian terhadap faktor permodalan ini didasarkan
pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dengan
rumus :

Berdasarkan SK Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April


1997 rasio CAR dapat digolongkan sebagai berikut:Sehat: 8,00% keatas; Kurang
sehat : 6,5% - 8,00% danTidak sehat : 0% - 6,5%.
2. Assets (Aktiva Produktif)
Penilaian kualitas asset merupakan penilaian terhadap kondisi asset bank dan
kemampuan manajemen dalam mengelola resiko kredit. Berdasarkan SK DIR BI
No. 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 yang telah diubah dalam PBI No
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) BPR, disebutkan bahwa kinerja
kelangsungan usaha BPR dipengaruhi oleh kualitas penyediaan dana pada aktiva
produktif, termasuk kesiapan untuk menghadapi risiko kerugian dari penyediaan dana
tersebut dan dalam rangka mengembangkan usaha dan mengelola resiko, pengurus
BPR wajib menjaga kualitas aktiva produktif dan membentuk PPAP. PPAP yaitu
cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debit berdasarkan
penggolongan kualitas aktiva produktif. Aktiva produktif adalah penyediaan dana
BPR dalam rupiah untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, Sertifikat
Bank Indonesia dan penempatan dana antar bank.

36
Berdasarkan 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 bahwa bobot predikat kesehatan
KAP yaitu : Sehat : 0,00% - 10,35%; Cukup Sehat : > 10,35% - 12,60%; Kurang
Sehat : > 12,60% - 14,85%; Tidak Sehat : > 14,85.
3. Management (Aspek Kualitas Manajemen)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut (Taswan,2006:393): (1). Manajemen umum;
(2). Penerapan sistem manajemen risiko; dan (3). Kepatuhan Bank terhadap ketentuan
yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Aspek
manajemen ini juga dapat diukur dengan rasio keuangan yaitu NPM (Net Profit
Margin). NPM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam menghasilkan net income (laba operasi) dari kegiatan operasi pokoknya.
Zahara dan Veronika (2008) menggunakan NPM sebagai proksi dalam mengukur
aspek kualitas manajemen yang dihitung dengan rumus:

Kasmir (2008:235) menyebutkan NPM dikatakan sehat, jika nilainya di atas 10%.
4. Earnings (Aspek Rentabilitas)
Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur dan
menggolongkan aspek earnings ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 adalah:
a. ROA (Return On Assets) yaitu perbandingan laba terhadap total aktiva

Nilai ROA dapat digolongkan:Sehat: lebih dari 1,22%; Cukup sehat: 0,99% -
1,22%; Kurang sehat : 0,77% - 0,99%;Tidak sehat : 0 - 0,77%
b. BOPO yaitu perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi

Penggolongan nilai BOPO adalah: Sehat: kurang dari 93,52%; Cukup sehat:
93,52%-94,72%; Kurang sehat: 94,72%-95,92%;Tidak sehat: lebih dari 95,92%.
5. Liquidity (Aspek Likuiditas)
a. Cash Ratio (CR) yaitu rasio alat likuid terhadap hutang lancar, dimana alat likuid
adalah kas dan penanaman pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan
dikurangi dengan tabungan bank lain pada bank. Sedangkan untuk hutang lancar

37
adalah meliputi kewajiban segera, tabungan dan deposito. Cash Ratio (CR) dapat
dihitung dengan cara :

Penggolongan nilai predikat kesehatan rasio alat likuid terhadap hutang lancar
berdasarkan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April
1997 adalah:Sehat: 4,05% ke atas;Cukup sehat: 3,30 - 4,05; Kurang sehat: 2,55
-3,30; Tidak sehat: 0-2,55
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Penggolongan penilaian LDR berdasarkan Direksi Bank Indonesia Nomor


30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 adalah:Sehat: kurang dari 93,75%;
Cukup Sehat: 93,75%-97,50%; Kurang Sehat: 97,50% -101,25%; Tidak Sehat:
Lebih dari 101,25%.
Berdasarkan nilai masing-masing rasio CAMEL akan dapat dihitung nilai kredit tingkat
kesehatan BPR berdasarkan bobot masing-masing rasio tersebut yaitu:

Tabel1
BobotRasioCAMELdalam
PenilaianTingkatKesehatanBPR

No. FaktorCamel Bobot


1 Capital(Permodalan) 30%
2 AssetQuality(KualitasAset) 30%
3 Management(Manajemen) 20%
4 Earning(Rentabilitas) 10%
5 Liquiditiy(Likuiditas) 10%
Sumber : SK DIR BI No.30/12/KEP/DIR/97
Tabel 2
StandarPredikatTingkatKesehatanBPR
NilaiKredit Predikat
81-100 Sehat
66-81 CukupSehat

38
51-66 KurangSehat
0-51 TidakSehat
Sumber:SK DIRBINo. 30/12/KEP/DIR/97

E. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3a
Nilai Rasio CAMEL BPR X di Kab. Solok
Rasio Proksi BPRX(Solok) Rata-rata Keterangan
2008 2009 2010
Capital CAR 21,97% 31,57% 29,09% 27,54% Sehat
Asset KAP 20,52% 25,87% 20,66% 22,35% TidakSehat
Management NPM -11,64% 3,79% 11,58% 1,24% TidakSehat
Earning ROA -2,48% 0,04% 2,93% 0,16% TidakSehat
BOPO 111,64% 96,21% 88,42% 98,76% TidakSehat
Liquidity CR 37,67% 39,79% 37,35% 38,27% Sehat
LDR 73,68% 70,73% 73,36% 72,59% Sehat
Sumber : Hasil Olahan Data Laporan Keuangan BPR X

Tabel 3b
Nilai Kredit Tingkat Kesehatan BPR X di Kab. Solok
Rasio Proksi BPRX(Solok) Rata-rata
2008 2009 2010
Capital CAR 30 30 30 30,00
Asset KAP 3,54 -5,44 3,33 0,48
Management NPM -2,33 0,76 2,31 0,25
Earning ROA +BOPO -15,54 2,47 5,54 -2,51
Liquidity CR+LDR 10 10 10,00
NilaiKredi 25,67 37,79 51,18 38,21
Tingkat Kesehatan Tidak Sehat Tidak Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
t
Sumber : Hasil olahan data Laporan Keuangan BPR X
BPR X terletak di Kabupaten Solok. Berdasarkan hasil pengolahan data-data dari laporan
keuangan BPR X untuktahun 2008 s/d 2010, diperoleh nilai masing-masing rasio CAMEL dan
nilai kredit tingkat kesehatannya seperti yang terlihat dalam table 3a dan tabel 3b diatas.
Secara umum untuk nilai rasio CAMEL, hanya rasio Capital yang diproksi dengan
CAR dan rasio Liquidity yang diproksi dengan CR dan LDR yang terkategori sehat baik

39
untuk masing-masing tahun maupun secara rata-rata untuk ketiga tahun tersebut. Sedangkan
untuk tiga rasio lainnyayaitu Asset yang diproksi dengan KAP, Management yang diproksi
dengan NPM dan Earning yang diproksi dengan ROAdan BOPO, baik secara rata-rata ataupun
untuk nilai rasio setiap tahunnya terkategori tidak sehat. Hal ini diduga disebabkan oleh
kerugian cukup besar yang dialami oleh BPR X pada tahun 2008. Walaupun kondisi keuangan
BPRX mulai berangsur-angsur membaik ditahun 2009 dan 2010, tetapi hal ini belum dapat
menaikkan nilai ketiga rasio tersebut ke kategori yang lebih baik.
Nilai masing-masing rasio CAMEL ini akan dibobot untuk menghitung nilai kredit
tingkat kesehatan BPR X secara keseluruhan. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut
diperoleh bahwa tingkat kesehatan BPRX berpredikat tidak sehat baik untuk setiap tahun
penelitian maupun secararata-rata. Predikat tingkat kesehatan BPR X yang tidak sehat ini
memang dikontribusi oleh nilai rasio CAMEL yang lebih banyak terkategori tidaksehat.
Tabel 4a
Nilai Rasio CAMEL BPR Y di Kab. Pesisir Selatan
Rasio Proksi BPRY(PesisirSelatan) Rata-rata Keterangan
2008 2009 2010
Capital CAR 12,42% 14,44% 16,55% 14,47% Sehat
Asset KAP 9,40% 7,57% 9,23% 8,73% Sehat
Management NPM 27,04% 26,65% 25,84% 26,51% Sehat
ROA 5,01% 4,95% 4,82% 4,93% Sehat
Earning BOPO 72,95% 73,34% 74,16% 73,48% Sehat
CR 24,90% 15,40% 18,90% 19,73% Sehat
Liquidity LDR 81,00% 87,00% 84,18% 84,06% Sehat
Sumber:HasilolahandataLaporankeuanganBPRY

Tabel 4b
Nilai Kredit Tingkat Kesehatan BPR Y di Kab. Pesisir Selatan
Rasio Proksi BPRY(PesisirSelatan) Rata-rata
2008 2009 2010
Capital CAR 30 30 30 30,00
Asset KAP 21,83 24,88 22,12 27,94
Management NPM 10,41 10,33 10,16 10,30
Earning ROA +BOPO 10 10 10 10,00
Liquidity CR+LDR 10 10 10 10,00

40
NilaiKredi 82,24 85,21 82,28 83,24
Tingkat
t Kesehatan Sehat Sehat Sehat Sehat
Sumber:HasilolahandataLaporankeuanganBPRY
BPRYadalah salah satuBPR yangterletakdiKabupaten Pesisir Selatan.Berdasarkan hasil
pengolahan data-data dari laporan keuangan BPR Y untuk tahun 2008 s/d 2010, diperoleh nilai
masing-masing rasio CAMEL dan nilai kredit tingkat kesehatannya seperti yang terlihat dalam
table 4a dan tabel 4b diatas. Berbeda dengan BPR X sebelumnya, semua nilai rasio CAMEL
mulai dari rasio Capital yang diproksi dengan CAR, rasio Asset yang diproksi dengan KAP,
rasio Management yang diproksi dengan NPM, rasio Earning dengan proksi ROA dan BOPO
serta rasio Liquidity yang diproksi dengan CR dan LDR, semuanya terkategori sehat. Kategori
sehat untuk masing-masing rasio ini terjadi baik untuk nilai rasio pada masing-masing tahun
penelitian maupun secara rata-rata untuk ketiga tahun tersebut.
Penilaian tingkat kesehatan BPR Y secara keseluruan juga dikontribusi oleh nilai
masing-masing rasio CAMEL ini akan dibobot sesuai dengan persentasenya. Berdasarkan hasil
pengolahan data rasio CAMEL tersebut diperoleh bahwa tingkat kesehatan BPR Y berpredikat
sehat baik untuk setiap tahun penelitian maupun secara rata-rata selama tiga tahun. Predikat
tingkat kesehatan BPR Y yang sehat ini memang sejalandengan nilai rasio CAMEL yang
keseluruhannya juga terkategorisehat.
Tabel 5a
Nilai Rasio CAMEL BPR Z di Kab. Pasaman
Rasio Proksi BPRZ(Pasaman) Rata-rata Keterangan
2008 2009 2010
Capital CAR 13,00% 10,90% 11,30% 11,73% Sehat
Asset KAP 11,52% 14,79% 17,23% 14,51% TidakSehat
Management NPM 14,82% 17,51% 15,50% 15,94% Sehat
ROA 3,09% 3,63% 3,00% 3,24% Sehat
Earning BOPO 85,17% 82,48% 84,49% 84,05% Sehat
CR 23,79% 19,45% 24,27% 22,50% Sehat
Liquidity LDR 82,83% 85,98% 99,36% 89,39% Sehat
Sumber:HasilolahandataLaporankeuanganBPRZ
Tabel 5b
Nilai Kredit Tingkat Kesehatan BPR Z di Kab. Pasaman
Rasio Proksi BPRZ(Pasaman) Rata-rata

41
2008 2009 2010
Capital CAR 30 30 30 30,00
Asset KAP 14,53 11,07 8,07 11,22
Management NPM 20 20 20 20,00
Earning ROA+BOPO 10 10 10 10,00
Liquidity CR+LDR 10 10 10 10,00
NilaiKredi 84,53 81,07 78,07 81,22
Tingkat
t Kesehatan Sehat Sehat Cukup Sehat Sehat
Sumber:Hasil olahan data Laporan keuangan BPR Z
BPR Z adalah salah satu BPR yang terletak di Kabupaten Pasaman. Berdasarkan hasil
pengolahan data-data dari laporan keuangan BPR Z untuk tahun 2008 s/d 2010, diperoleh nilai
masing-masing rasio CAMEL dan nilai kredit tingkat kesehatannya seperti yang terlihat dalam
table 6a dan table 6b diatas. Sejalan dengan BPR Y sebelumnya, hampir semua nilai rasio
CAMEL mulai dari rasio Capital yang diproksi dengan CAR, rasio Management yang diproksi
dengan NPM, rasio Earning dengan proksi ROA dan BOPO serta rasio Liquidity yang diproksi
dengan CR dan LDR, semuanya terkategori sehat.
Hanya rasio Asset yang diproksi dengan KAP yang memiliki kategori tidak sehat. Hal
ini disebabkan oleh cukup tingginya penyaluran pembiayaan yang disalurkan oleh BPR Z tidak
tertagih sesuai dengan periode jatuh temponya, sehingga nilai aktiva produktif yang
diklasifikasikan cukup tinggi. Kategori sehat untuk hampir semua rasio ini terjadi baik untuk
nilai rasio pada masing-masing tahun penelitian maupun secararata-rata untuk ketiga tahun
tersebut, kecuali untuk rasio asset yang tidak sehat.
Penilaian tingkat kesehatan BPR Z secara keseluruhan juga dikontribusi oleh nilai
masing-masing rasio CAMEL ini akan dibobot sesuai dengan persentasenya. Berdasarkan hasil
pengolahan data rasio CAMEL tersebut diperoleh bahwa tingkat kesehatan BPR Z berpredikat
sehat pada tahun 2008 dan 2009, dimana pada tahun 2009 predikat tingkat kesehatan BPR Z
hanyacukup sehat hal ini disebabkan oleh pada tahun 2009 nilai rasio KAP yang cukup tinggi
predikat tingkat kesehatan BPR Z adalah sehat, hal memang sejalan dengan nilai rasio
CAMEL yang hampir keseluruhannya juga terkategori sehat.
F. Kesimpulan
BPR merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang menarik dana dari masyarakat
dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

42
Sebagai badan yang mengelola dana masyarakat banyak, BPR juga wajib melaporkan tingkat
kesehatannya kepada Bank Indonesia. Sesuai dengan SK DIR BI No.30/12/KEP/DIR/97,
pengukuran tingkat kesehatan BPR dihitung dengan menggunakan metode CAMEL yang
mewakili rasio keuangan utama BPR yaitu Capital,Asset, Management, Earning, danLiquidity.
Masing-masing komponen dalam CAMEL dapat diproksi dengan satu atau lebih rasio
keuangan sebagaimana yang digunakan dalam penelitian ini seperti Capital dengan CAR,
Asset dengan KAP, Management dengan NPM, Earning dengan ROA dan BOPO serta Liquidity
dengan CR dan LDR. Nilai masing-masing rasio ini akan dibobot dengan persentase yang telah
ditetapkan BI untuk menghitung nilai kredit tingkat kesehatan BPR secara keseluruhan, sehingga
dapat diketahui apakah tingkat kesehatan suatu BPR berpredikat sehat,kurang sehat, cukup
sehat atau bahkan tidak sehat.
Berdasarkan hasilpenelitianini diketahuibahwaBPRXyangterletak diKabupatenSolok
memiliki nilairasio CAMELyangtidaksehat untukrasio asset, management dan
earning,hanyarasiocapitaldanliquidityyangterkategorisehat,sehingga nilai kredit tingkatkesehatan
BPRXinisecara rata-rata selama3tahunjugatidak sehat.
Berbeda dengan BPR X, BPR Yyang terletak di Kabupaten PesisirSelatan memiliki nilai
rasio CAMELyang sehat untuk semua nilai rasionya,sehingga secara keseluruhan nilai kredit
tingkat kesehatan BPR Y jugaberpredikat sehat.
Sejalan dengan BPRY, BPRZ yang terletak diKabupaten Pasaman juga memiliki nilai
rasio yang sehat untuk komponen yaitu Capital, Management, Earning dan Liquidity, hanya
rasio Asset yang tidak sehat. Tetapi secara rata untuk 3 tahun nilai kredit tingkat kesehatan
BPR Z berpredikat sehat.

PEMBAHASAN ARTIKIEL 2

43
ANALISIS ASPEK KELAYAKAN PEMBERIAN KREDIT USAHA MIKRO DALAM
UPAYA MENGANTISIPASI TERJADINYA KREDIT BERMASALAH
(Studi Kasus PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang)

Oleh : Rima AyuAnggraini, Sri Mangesti Rahayu, Achmad Husaini


Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

2. Latar Belakang

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang sebagai pemberi kredit memiliki resiko
kemacetan kredit yang tinggi, hal ini dikarenakan adanya faktor ketidak sengajaan akibat
musibah yang dialami oleh debitur sehingga kredit yang diberikan tidak meningkatkan
pendapatan debitur, selain itu adanya itikad yang kurang baik dari debitur dengan tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya (Kasmir, 2012:148). Terhambatnya usaha
pengembalian kredit akan mengakibatkan pada kelangsungan hidup perbankan yang
bersangkutan dan adanya kemacetan kredit mengakibatkan aktifitas bank menjadi terganggu.

Kredit Usaha Mikro yang disalurkan oleh PT. Bank Mandiri (Persero), TbkCabang Malang pada
tahun 2013, 2012 dan 2011 telah dikelompokkan berdasarkan kolektibilitas kredit yaitu kredit
Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet
(M).

Pada Tabel 1 tingkat NPL Kredit Usaha Mikro PT. Bank Mandiri (Persero), TbkCabang
Malang sudah berada dibawah batas Non Performing Loan (NPL) yang sudah ditetapkan oleh

44
Bank Indonesia yaitu 5%. Tingkat Non Performing Loan (NPL) PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk
Cabang Malang pada periode 2011-2013 terus mengalami kenaikan sebesar dari 1,57% pada
tahun 2011 menjadi 1,75% pada tahun 2012 dengan kenaikan sebesar 0,18%, kemudian dari
1,75% pada tahun 2012 menjadi 1,85% pada tahun 2013 dengan kenaikan 0,10%. Dengan
melihat presentase NPL pada PT. Bank Mandiri (Persero), TbkCabang Malang yang cenderung
meningkat, maka penelitian ini di harapkan dapat menjawab rumusan masalah bagaimanakah
penilaian beberapa aspek kelayakan pemberian Kredit Usaha Mikro pada PT. Bank Mandiri
(Persero), Tbk Cabang Malang

3. Tinjauan Pustaka
Teori Perbankan
Teori Kredit
Analisa Kelayakan Kredit

4. Metode Penelitian

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek,
suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang
(Nazir 2009:54). Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari secara khusus suatu obyek pada
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang terutama pada pemberian kredit usaha mikro
yang kaitannya dalam usaha mengatisipasi tunggakan kredit. Jenis pendekatan yang digunakan
adalah metode studi kasus, dimana studi kasus adalah penelitian dengan karakteristik masalah
yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti serta
interaksinya dengan lingkungan (Sangadji dan Sopiah, 2010:21).

4. Pembahasan
Terdapat dua calon nasabah yang akan diuji kelayakannya yaitu Cahaya Sablon dan Marsya
Konveksi.

5. Kesimpulan
a. Aspek Hukum

Pemberian kredit usaha mikro PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang
menggunakan aspek hukum sebagai penilaian dari kelengkapan instrumen kebijakan
dalam pemberian kredit, meliputi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK),

45
Surat Nikah dan Surat Keterangan Nikah sebagai bahan untuk melangkah ke tahap BI
checking sehingga diperoleh informasi kolektibilitas seorang nasabah dan informasi
tanggung jawab kredit di lembaga keuangan lainnya. Cahaya Sablon dan Marsha
Konveksi memiliki dokumen pengajuan permohonan yang asli dan sah, sehingga dapat
memenuhi syarat dan ketentuan dokumen kepada PT.Bank Mandiri (Persero).

b. Aspek Manajemen

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malangmenilai aspek manajemen dari riwayat
hubungan calon nasabah dengan bank, manajemen sumber daya manusia dan perilaku
kehidupan calon nasabah untuk meningkatkan kepercayaan bank kepada calon nasabah
dalam penyaluran kredit.Cahaya Sablon memiliki sejarah yang baik dalam mengangsur
kewajiban kredit pada bank artinya Cahaya Sablon tidak pernah menunggak dalam proses
mengangsur kewajiban kredit yang dimiliki. Marsha Konveksi memiliki sejarah
peminjaman yang kurang baik karena pernah mengalami tunggakan dalam proses
mengangsur kredit perumahan.

c. Aspek Teknis

Aspek teknik meliputi kepemilikan tempat usaha, lokasi usaha, kemudian kelengkapan
sarana dan prasarana yang dimiliki, termasuk lay out gedung dan ruangan, dikarenakan
sarana dan prasarana merupakan penunjang dalam suatu usaha.Kepemilikan tempat
tinggal Cahaya Sablon dinilai baik oleh PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang
karena Cahaya Sablon sudah memiliki rumah sendiri dan tempat didirikannya usaha
Cahaya Sablon menjadi satu dengan rumah pemilik Cahaya Sablon, sedangkan
kepemilikan tempat tinggal Marsha Konveksi masih dalam tahap pelunasan melalui
program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank BTN.

d. Apek Pemasaran

Aspek pemasaran menilai sifat dan jenis pasar dari usaha yang dimiliki calon nasabah, di
mana barang dan jasa di pasarkan, apakah barang dan jasa tersebut dipasarkan di pasar
persaingan sempurna, pasar monopoli maupun di pasar oligopoli sehingga pihak bank

46
mengetahui posisi dan kondisi perputaran barang dan jasa tersebut. Cahaya Sablon
memiliki beberapa pelanggan tetap salah satunya adalah partai politik yang ada di
Malang, serta beberapa sekolah dalam pembuatan kaos olah raga, sedangkan Marsha
Konveksi juga memiliki pelanggan tetap yaitu sebuah toko yang menjual seragam anak
sekolah.Dalam hal jangkauan pasar Marsha Konveksi dianggap kurang berkompeten
dikarenakan area pemasaran sulit terjangkau.

e. Aspek Keuangan

Laba bersih yang dimiliki calon nasabah sangat mempengaruhi kemampuan calon
nasabah dalam membayar kewajibannya atau Debt Service Ratio (DSR). Laba bersih
yang menurun akan mengakibatkan menurunnya kemampuan calon nasabah dalam
membayar kewajibannya, hal ini dapat berdampak pula terhadap kelancaran proses kredit
yang sedang dijalaninya dan berpengaruh pula terhadap kenaikan Non Performing Loan
(NPL) bank, dalam menganalisis aspek keuangan Marsha Konveksi mengalami kondisi
yang naik turun, berbeda dengan Cahaya Sablon yang memiliki kondisi keuangan yang
cenderung stabil dibanding Marsha Konveksi.

f. Aspek Agunan

Aspek agunan menilai penjamin atau pemberi jaminan baik itu perseorangan atau
lembaga atas nilai hasil guna suatu agunan berwujud maupun tidak berwujud yang
dinyatakan dalam satuan mata uang. Proses aspek agunan dilakukan dengan cara
menguuji verifikasi kepimilikan agunan yang memiliki nilai yuridis dalam arti dapat
diikat secara sempurna berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku
sehingga bank memiliki hak yang didahulukan (preferen) terhadap hasil likuidasi barang
tersebut.Jaminan yang dijaminkan oleh Cahaya Sablon dan Marsha Konveksi dinilai
sama-sama mampu untuk menutup seluruh jumlah pokok pinjaman beserta bunga nya.

Berdasarkan penilaian 6 (enam) aspek kelayakan pemberian kredit usaha mikro tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa Cahaya Sablon lebih layak untuk diberikan kredit usaha
mikro dari pada Marsha Konveksi.

6. Saran

47
Berdasakan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Malang. Hendaknya selalu melakukan analisis
aspek kelayakan pemberian kredit usaha mikro meliputi aspek hukum, aspek pemasaran,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek keuangan dan aspek agunandalam upaya
mengantisipasi terjadinya kredit bemasalah. Untuk menghindari kredit bermasalah, maka
Cahaya Sablon lebih layak untuk diberikan kredit usaha mikro dari pada Marsha Konveksi.
2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu adanya penelitian yang mendalam mengenai analisis aspek
kelayakan pemberian kredit usaha mikro dalam upaya mengantisipasi terjadinya kredit
bermasalah yang akan datang dengan memperhatikan regulasi dan instrumen kebijakan
pemerintah dan menambahkan variabel estimasi yang berbeda, dengan periode penelitian
yang lebih panjang

DAFTAR REFERENSI

Aji, Bayu Permana. 2012. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Metode CAMELS dan
Metode RGEC. Jurnal Akuntansi Universitas Negri Surabaya.
Amanah, Lailatul. 2013. Analisis Z-Score untuk Memprediksi Financial Distress pada
Perusahaan Pulp and Paper.Jurnal dan Riset Akuntansi Vol 2 no 2.
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April
1997, tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

48
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011, tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.
Djohan, Warman, 2000,Kredit Bank,Edisi 1, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya
Dianitasari Pratiwi dkk, 2013, Makalah Analisis Laporan Keuangan tentang Analisis Kesehatan
Bank, STIE Perbanas Surabaya

Firdaus, Rachmat dan Maya, Ariyanti, 2009, Manajemen Perkreditan Bank Umum: Teori,
Masalah, Kebijakan dan Aplikasi Lengkap dengan Analisis Kredit. Bandung: Alfabeta.
http://arintazman.blogspot.co.id/2012/05/analisa-kredit.html tanggal 17 Oktober 2017 pukul
08.00 WIB

https://dwiermayanti.wordpress.com/category/alk/ tanggal 18 Oktober 2017 pukul 06.30 WIB


Kasmir, 2008,Analisis Laporan Keuangan, PT. Grafindo Raja Perkasa: Jakarta.
Kasmir,S.E., M.M. 2002, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kasmir, S.E., M.M, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Maulana Rizal Ahmad dkk, 2014, Makalah Analisis Laporan Keuangan tentang Analisis Kredit.
IKIP PGRI Madiun
Sutojo, Siswanto, 1997, Menangani Kredit Bermasalah, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Suyatno, Thomas, 2003, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Utama.
Veithzal Rivai, 2007, Bank and Financial Institute Management, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa.

49

Anda mungkin juga menyukai