Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan masalah penting bagi setiap bangsa, lebih lebih bagi bangsa
yang sedang membangun... demikian dikatakan oleh Presiden Soeharto ketika membuka
Komperensi Dewan Menteri-menteri Pendidikan Asia Tenggara (SEANEC) yang ke-17
(Furchan, 2011: vii). Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan merupakan aspek kehidupan yang sangat
mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Maju mundurnya suatu bangsa
ditentukan oleh kreativitas pendidikan bangsa itu sendiri serta kompleksnya masalah
kehidupan menuntut sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu berkompetensi.
Selain itu pendidikan merupakan salah satu wadah untuk mencetak SDM yang bermutu
tinggi dalam hal ini adalahsekolah.
Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dimiliki oleh manusia,
karena dengan pendidikan manusia akan lebih mampu untuk mengembangkan potensi
dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar
seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya
(2011) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
IPA sebagai suatu penopang pembelajaran memiliki permasalahan tersendiri yang
ikut andil menjadi sebuah problematika wajah pendidikan tanah air. Permasalahan ini
seolah membuka tabir sejarah pendidikan yang tak pernah berubah seiring kemajuan dan
perubahan kurikulum. Salah satu cakupan dari IPA itu sendiri adalah Fisika. Fisika adalah
salah satu ilmu pengetahuan alam dasar yang banyak digunakan sebagai dasar bagi ilmu-
ilmu yang lain. Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam secara keseluruhan. Mata

1
pelajaran fisika sebagian besar dianggap sebagai mata pelajaran yang paling rumit
dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, salah satu contohnya yaitu penekanan pada
konsep dasar fisika terutama mengenai pengetahuan awal siswa.
Mata pelajaran fisika sebagai salah satu cabang dari sains yang mempelajari gejala-
gejala alam dan peristiwa alam baik yang dapat dilihat maupun bersifat abstrak. Hal ini
merupakan tantangan bagi guru yang berperan sebagai moderator dan fasilitator harus
mampu merancang pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami gejala-gejala alam
dan peristiwa alam baik yang dapat dilihat ataupun yang bersifat abstrak. Pembelajaran
fisika perlu disesuaikan dengan cara fisikawan terdahulu dalam memperoleh pengetahuan.
Pembelajaran fisika harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat
membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam (Permendiknas,
2006). Berdasarkan pernyataan di atas, dalam pembelajaran fisika menekankan pada
pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada siswa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, kebanyakan siswa mempunyai pengalaman yang
tidak menyenangkan sewaktu mempelajari fisika. Hal ini disebabkan pengajaran fisika
yang dilakukan di sekolah menekankan pada penguasaan konsep, penggunaan rumus-
rumus, dan perhitungan dimana setiap siswa memiliki kecerdasan yang berbeda. Ditambah
lagi pembelajaran klasikal yang masih didominasi oleh kegiatan guru didepan kelas
(teacher-center) masih sering diterapkan dalam proses belajar mengajar. Proses
pembelajaran seperti itu telah banyak dikritik sebagai pembelajaran yang tidak
membelajarkan. Namun pada kenyataannya, mayoritas guru masih menggunakan pola
teacher-centertersebut dalam pembelajaran di kelas tanpadipadupadankandenganmodel-
modelpembelajaranyangada.Keadaaninimenyebabkansiswa kesulitan menemukan makna
sains (fisika) dalam belajar, serta menjadikan siswa merasa kesulitan dalam mengikuti
pelajaran, sehingga hal ini akan membawa siswa pada hasil dan prestasi belajar yang tidak
memuaskan.
Hal tersebut di atas disebabkan kurang pahamnya seorang guru tentang model-
model pembelajaran, sehingga menyebabkan guru lebih banyak menggunakan metode
ceramah. Selain pemahaman guru tentang model-model pembelajaran kurang, guru juga
kurang paham dalam menyusun perangkat pembelajaran dan tujuan penyusunan perangkat
2
pembelajaran serta penggunaan media pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, guru-guru mata pelajaran
khususnya IPA telah membuat perangkat pembelajaran yang baik. Namun sayangnya
metode yang digunakan disetiap pertemuan hanyalah metode ceramah saja. Tidak ada
inovasi dalam pembelajaran. Guru terkesan takut menggunakan metode dan model lain.
Padahal banyak model- model pembalajaran yang inovatif dan menyenangkan yang bisa
digunakan dalam pembelajaran IPA yang tidak sepenuhnya mengarah pada metode
ceramah. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model ASSURE.
Model ASSURE merupakan salah satu model yang dapat menuntun pembelajar secara
sistematis untuk merencanakan proses pembelajaran secara efektif. Model ASSURE pada
pelaksanaannya memadukan penggunaan teknologi dan media di ruang kelas. Jadi dengan
melakukan perencanaan secara sistematis, dapat membantu memecahkan masalah dan
membantu mempermudah menyampaikan pembelajaran. Karena proses pembelajaran itu
merupakan proses yang komplek dan merupakan suatu sistem yang perlu dilakukan dengan
pendekatan sistematis.
Model ASSURE adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu
untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih
metode dan bahan, serta evaluasi. Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam
membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara
sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi
lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik.
Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang praktis dan mudah
untuk digunakan. Model ini dapat diaplikasikan untuk mendesain aktivitas pembelajaran,
baik yang bersifat individual maupun kelompok. Langkah analisis karakteristik siswa dan
rumusan tujuan di awal proses akan memudahkan guru untuk memilih metode, media, dan
bahan ajar yang tepat untuk digunakan dalam menciptakan aktivitas pembelajaran sukses.
Demikian pula dengan langkah evaluasi dan revisi yang dapat dimanfaatkan untuk
menjamin terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas.
Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan penggunaan model ASSURE untuk
materi ataupun mata pelajaran yang lain serta perlu ditinjaunya pengetahuan awal peserta
3
didik agar tidak dianggap sama untuk segala kondisi.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh hasil belajar
Fisika antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dan pengetahuan awal
dengan model konvensional? Apabila terdapat pengaruh, manakah yang lebih baik antara
siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dan pengetahuan awal dengan model
konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh hasil belajar Fisika antara
siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dan pengetahuan awal dengan model
konvensional dan untuk mengetahui manakah yang lebih baik model pembelajaran
ASSURE dan pengetahuan awal dengan model konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:


1. Bagi siswa, merupakan media untuk dapat lebih memahami materi pelajaran yang
akan berdampak pada hasil belajar siswa itu sendiri.
2. Bagi guru, menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana dan melaksanakan
pembelajaran yang dapat mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan
materi pelajaran.
3. Bagi peneliti sebagai calon guru, merupakan acuan untuk mengembangkan diri
sebagai guru yang professional.
4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan bahan informasi tentang
penggunaan model desain sistem pembelajaran untuk kepentingan penelitian
selanjutnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh peserta didik setelah dilakukan aktifitas
belajar. Hasil belajar terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotor. Pada penelitian ini, hasil
belajar hanya dibatasi pada ranah kognitif yang mengacu pada taksonomi Krathwol-
Anderson meliputi C1-C6 (mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mengevaluasi, dan membuat).
Belajar adalah salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia pendidikan.
Artinya berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada bagaimana
proses pembelajaran itu diberikan kepada siswa. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
sangat kompleks dan bergam. Dengan belajar manusia dapat melakukan perubahan-
perubahan yang sifatnya bermanfaat bagi kehidupannya. Segala macam aktivitas serta
prestasi yang pernah kita raih selama hidup merupakan hasil dari proses belajar. Karena
belajar adalah suatu proses dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan.
Pendefinisian belajar oleh para ahli tidak persis sama. Perbedaan pengertian belajar
ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa orang yang memandang arti belajar itu dari
sudut yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan tujuan yaitu mencapai perubahan ke
arah yng lebih positif. Sumiati (2007) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai
proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Hamalik
(2010) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni
mengalami. Dimyati (2006) menyatakan bahwa belajar adalah tindakan dan perilaku siswa
yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa
adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar, proses belajar terjadi berkat
siswa memperolrh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya(Dale dkk, 2010). Jadi perubahan perilaku merupakan
hasil dari proses belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar jika telah dapat melakukan
5
sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam
berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku,
kecakapan, keterampilan, dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada
pada individu yang belajar. Ini berarti bahwa dengan berakhirnya suatu proses belajar,
maka seseorang atau siswa memperoleh suatu hasil belajar. Jadi, Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya
(Sudjana, 2005). Arronson dan Briggs (Solihatin, 2012) mengemukakan bahwa hasil
belajar adalah perilaku yang dapat diamati dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki
seseorang.
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh
seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.Untuk mengaktualisasikan hasil belajar
tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan
memenuhi syarat.Pengukuran demikian dimungkinkan karena pengukuran merupakan
kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa yang terjadi setelah mengikuti proses
belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan.Perubahan perilaku disebabkan karena
dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses
belajar.Pencapaian itu didasarkan atas tujuan guru an yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat
berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Purwanto,2011).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku individu sebagai hasil pengalaman
melalui proses interaksi dengan lingkungan menuju yang lebih baik lagi. Harapannya
individu yang telah belajar sudah mengalami proses perubahan sesuatu yang sudah ada
dengan sesuatu yang baru dalam setiap aspek tingkah lakunya.
Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi Bloom asli dengan mengubah domain
kognitif sebagai sebagai titik pertemuan dimensi kognitif dan dimensi pengetahuan.
1. Dimensi Pengetahuan
Anderson dan Krathwohl (2001) menyatakan bahwa ada empat jenis dimensi
pengetahuan, yaitu:
6
a. Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang dapat digunakan dalam
berkomunikasi tentang disiplin akademik, pemahaman, dan mengaturnya secara
sistematis.
b. Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang bentuk-bentuk
pengetahuan yang lebih kompleks dan terorganisir.
c. Pengetahuan prosedural merupakan bentuk serangkaian atau urutan langkah-
langkah yang harus diikuti.
d. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kesadaran secara umum
serta kesadaran akan pengetahuan itu sendiri.

2. Dimensi Kognitif
Anderson dan Krathwohl (2001) menyatakan bahwa ada enam jenis hasil belajar
dalam dimensi proses kognitif, yaitu:
a. Mengingat: mengambil pengetahuan tertentu dari memori jangka panjang.
b. Memahami: kemampuan menangkap makna dari apa yang dipelajari termasukapa
yang diucapkan, ditulis dan digambar guru.
c. Menerapkan: kemampuan untuk menggunakan suatu prosedur dalam keadaan
tertentu.
d. Menganalisis: kemampuan untuk memecah materi-materi jadi bagian penyusun
dan menentukan hubungan bagian itu dengan keseluruhan struktur dan tujuan.
e. Mengevaluasi: kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau
standar.
f. Mencipta: kemampuan untuk memadukan bagian-bagian untuk membentuk suatu
yang baru dan koheren untuk membuat suatu produk yang orisinil.
Indikator hasil belajar dalam penelitian ini adalah menurut Anderson dan Krathwohl
(2001). Kemampuan kognitif seringkali dapat digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Kurikulum dan
pembelajaran diarahkan pada penguasaan kompetensi atau kemampuan berpikir tahap
tinggi. Proses pembelajaran tidak berhenti pada penguasaan pengetahuan dan pemahaman,
tetapi dilanjutkan pada tahapan yang lebih tinggi, yaitu: aplikasi, analisis-sintesi, evaluasi,
7
pemecahan masalah dan kreativitas (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Usaha sadar yang dilakukan siswa untuk memperoleh perubahan tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa. Menurut Shaleh (2009) berhasil
atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor, adapun faktor-faktor
tersebut dapat dibedakan menjadi dua golongan:
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual. Faktor
yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan,
kecerdasan latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
2. Faktor yang ada di luar individual yang disebut sosial. Faktor yang termasuk faktor
sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,
alat-alat yang digunakan dalam mengajar, lingkungan, dan kesempatan yang tersedia
dan motivasi sosial.
Sudjana (2008) mengatakan bahwa:
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari dalam diri
siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor
yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor dari luar
diri siswa adalah lingkungan belajar, yang paling dominan salah satunya adalah
kualitas guru an.
Baik atau buruknya hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut menurut Suparno (2001) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Konsep diri
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa hal yang sifatnya motivasional. Di antara faktor-
faktor yang mempengaruhi konsep diri tersebut adalah:
a. Pengalaman di sekolah
b. Pola atau praktek-praktek pengasuhan
c. Perkembangan fisik seseorang
2. Locus of Control
Locus of control berarti cara bagaimana seseorang mempersepsikan dan meletakkan
8
hubungan antara perilaku dirinya dengan konsekuensi-konsekuensi dan apakah ia
menerima tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
3. Kecemasan
Kecemasan digambarkan sebagai keadaan emosi yang dihubungkan dengan rasa takut akan
tetapi objek dari rasa takut itu tidak begitu jelas. Apabila seseorang merasa bahwa
keadaan lingkungan atau situasi tuntutan dari lingkungan atau situasi di luar dirinya itu
mengarahkannya untuk berpendapat bahwa ia tidak dapat menyelesaikan tugas maka ia
siap untuk menjadi objek korban dari akibat kecemasan-kecemasan tadi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar atau
lingkungan dan juga dipengaruhi oleh keinginan yang dimiliki seseorang dalam melakukan
prosespembelajaran. Pada dasarnya keinginan belajar adalah suatu dorongan yang terdapat
pada diri manusia untuk melakukan tindakan tertentu dalam hal ini adalah belajar.

C. Model Pembelajaran
Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan (Sagala, 2003). Sedangkan
pembelajaran merupakan upaya untuk meningkatkan proses belajar. Model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang akan mengorganisasi pengalaman belajar bagi siswa
guna mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran ini berfungsi
sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar yang dibuat
secara prosedur yang sistematik (Winaputra, 1996). Sedangkan menurut Joyce dkk (2011)
model pembelajaran merupakan perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai dasar
dan pegangan dalam merancang proses merancang pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk perangkat-perangkat pembelajaran ermasuk didalamnya buku-
buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto: 2007).
Rusman (2013) menegaskan bahwa model pembelajaran mempunyai ciri-ciri yang
tidak di punyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu : 1) rasional teriotik yang logis
yang disusun oleh penciptanya; 2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanak secara berhasil; dan 4)
9
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Joyce dkk
(2011) mengelompokkan model pembelajaran, yaitu : 1) model pemprosesan informasi; 2)
model interaksi sosial; 3) model personal; dan 4) model sistem perilaku. Model
pembelajaran dalam rumpun pemprosesan informasi merujuk cara mengumpulkan atau
menerima stimuli dari lingkungan, mengganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep dan menggunakan simbol visual dan verbal.
Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu maka kita
tidak dapat sembarangan dalam memilih model pembelajaran, pemilihan model
pembelajaran harus dilakukan secara teliti dan benar-benar tepat agar tidak menjadi
bertentangan dengan tujuan yang hendak dicapai. Harus diakui bahwa guru perlu
mempelajarai dan melatih diri terlebih dahulu dalam penggunaan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dalam penelitian ini disimpulkan
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan oleh guru sebagai
acuan dalam melakukan suatu kegiatan untuk mendukung proses belajar mengajar. Modle
pembelajaran ini digunakan untuk membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, skill,
nilai, cara berpikir, dan tujuan mengekspresikan diri siswa sendiri agar sesuai dengan
standar komptensi yang ingin dicapai.

D. Manfaat Model Pembelajaran


a. Bagi Guru
Model pembelajaran mempunyai manfaat bagi guru meliputi: 1) memudahkan
dalam melaksanakan tugas pembelajaran sebab telah jelas langkah-langkah yang akan
ditempuh sesuai dengan waktu yang tersedia, tujuan yang hendak dicapai, kemampuan
daya serap siswa, serta ketersediaan media yang ada;
2) dapat dijadikan sebagai alat untuk mendorong aktivitas siswa; 3) memudahkan untuk
melakukan analisa terhadap perilaku siswa secara personal maupun kelompok dalam waktu
relatif singkat; 4) dapat membantu guru pengganti untuk melanjutkan pembelajaran siswa
secara terarah dan memenuhi maksud dan tujuan yang sudah ditetapkan (tidak sekedar
mengisi kekosongan); dan 5) memudahkan untuk menyusun bahan pertimbangan dasar
10
dalam merencanakan penelitian tindakan kelas dalam rangka memperbaiki atau
menyempurnakan kualitas pembelajaran, dan sebagainya.
b. Bagi siswa
Model pembelaran mempunyai manfaat bagi siswa meliputi: 1) adanya kesempatan
yang lebih luas untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran: 2) memudahkan siswa
untuk memahami materi pembelajaran; 3) mendorong semangat belajar serta ketertarikan
mengikuti pembelajaran secara penuh; dan 4) dapat melihat atau membaca kemampuan
pribadi dikelompoknya secara objektif, dan sebagainya.

E. Model Pembelajaran ASSURE


1. Pengertian Model Pembelajaran ASSURE
Model pembelajaran ASSURE merupakan model yang menggunakan teknologi
secara sistematis dalam pembelajaran. Model ini berfokus pada perencanaan teknologi yang
memudahkan guru dalam merancang dan melakukan perubahan pada lingkungan
pendidikan yang nantinya akan mendukung peserta didik.
Kelebihan model ini yakni mampu menganalisis secara menyeluruh komponen-
komponen dalam pembelajaran berupa karakteristik peserta didik, rumusan tujuan belajar,
strategi dan kegiatan pembelajaran, hingga penilaian proses belajar. Selain itu juga mampu
meningkatkan partisipasi aktif peserta didik dengan memanfaatkan peranan teknologi
sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih optimal. ASSURE merupakan sebuah akronim.
Sintaks model ASSURE adalah sebagai berikut :
1. Analyze (menganalisis karateristik peserta didik)
2. State (menentukan tujuan pembelajaran)
3. Select (memilih model, metode, dan media)
4. Utilize (menggunaan model, metode, dan media)
5. Require (mengajak peserta didik aktif)
6. Evaluation (evaluasi dan revisi)
Smaldino, Lowther dan Russel (2011:110) mengatakan bahwa Model pembelajaran
ASSURE atau Analyze Learner; State Standards And Objectives; Select Strategies,
Technology, Media, And Materials; Utilize Technology, Media And Materials; Require
11
Learner Parcipation; Evaluate And Revise adalah salah satu petunjuk dan perencanaan
yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan
tujuan, memilih metode dan bahan, sertaevaluasi.Model pembelajaran ASSURE ini
merupakan model perencanaan pembelajaran di dalam kelas yang memadukan tekhnologi
dan media untuk mendukung dan meningkatkan pembelajaran siswa. Pembelajaran yang
dirancang dengan baik diawali dengan timbulnya minat,penyajianmateri yang melibatkan
siswa, menilai pemahaman siswa dan memberikan evaluasi. Selain itu model pembelajaran
ASSURE juga merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam
pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan
teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi
peserta didik.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ASSURE mempunyai
beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan
bermakna bagi peserta didik. Model ini, berorentasi pada KBM. Strategi pembelajarannya
melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar, serta peran serta pembelajar
di lingkungan belajar. ASSURE model di desain untuk membantu Guru dalam merancang
rencana pembelajaran yang terintegrasi dan efektif dengan menggunakan teknologi dan
media dalam kelas.

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran ASSURE


Dalam penerapan model pembelajaran ASSURE dalam proses belajar mengajar
Smaldino, Lowther dan Russel (2011:110) mengatakan bahwa model pembelajaran
ASSURE memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menganalisis Pembelajaran (AnalyzeLearner)
Langkah pertama dalam merencanakan mata pelajaran adalah mengidentifikasi dan
menganalisis karakteristik pemelajar yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar. Informasi
ini akan memandu pengambilan keputusan saat merancang mata pelajaran. Area-area kunci
yang harus dipertimbangkan selama analisis pembelajaran meliputi: (1) Karakteristik
umum, (2) Kompetensi dasar spesifik (pengetahuan, kemampuan, dan sikap tentang topik),
dan (3) Gaya belajar.
12
2. Menyatakan Standar dan Tujuan (State Standards And Objectives.
Langkah selanjutnya adalah menyatakan standar dan tujuan belajar sespesifik
mungkin. Adalah penting untuk memulai dengankurikulumdan teknologi. Tujuan-tujuan
yang dinyatakan dengan baik akan memperjelas tujuan, perilaku yang harus ditampilkan,
kondisi yang perilaku atau kinerja akan diamati, dan tingkat yang pengetahuan atau
kemampuan baru harus dikuasai siswa.
3. Memilih Strategi, Teknologi, Media, dan Materi (Select Strategies,
Technology, Media, And Materials).
Setelah menganalisi pemelajar dan menyatakan standar dan tujuan belajar,
kita harus membuat titik permulaan (pengetahuan, kemampuan, dan sikap terkini
para siswa) dan titik akhir (tujuan belajar) dari pengajaran. Tugas kita sekarang
adalah membangun jembatan diantara kedua titik tersebut dengan memilih strategi
pengajaran, teknologi, dan media yang sesuai, kemudian memutuskan materi untuk
menerapkan pilihan-pilihan tersebut.
4. Menggunakan Teknologi, Media, dan Material (Utilize Technology, Media
AndMaterials).
Tahap ini melibatkan perencanaan peran anda sebagai guru untuk
menggunakan teknologi, media, dan material untuk membantu para siswa mencapai
tujuan belajar. Untuk melakukannya, ikuti proses 5P: mengulas (preview)
teknologi, media dan material; menyiapkan (prepare) teknologi, media dan material;
menyiapkan (prepare) lingkungan; menyiapkan (prepare) para pembelajar; dan
memberikan (provide) pengalamanbelajar.
5. Mengharuskan Partisipasi Pembelajaran (RequireLearner
Parcipation).
Agar efektif pengajaran sebaiknya mengharuskan keterlibatan aktif mental
para pembelajar. Sebaiknya terdapat aktifitas yang memungkinkan mereka
menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik
mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum secara formal dinilai. Praktik mungkin
melibatkan periksa mandiri para siswa, pengajaran dibantu komputer, kegiatan
internetatau kerja kelompok. Guru, komputer, para siswa lainnya, atau evaluasi
13
mandiri mungkin memberikan umpanbalik.
6. Mengevaluasi dan Merevisi (Evaluate And Revise)
Setelah melaksanakan sebuah mata pelajaran adalah penting untuk mengevaluasi
dampaknya pada pembelajaran siswa. Penilaian ini sebaiknya tidak hanya memeriksa
tingkat dimana para siswa telah mencapai tujuan belajar, tetapi juga memeriksa keseluruhan
proses pengajaran dan dampak penggunaan teknologi dan media. Sekiranya terdapat
ketidak cocokan antara tujuan belajar dan hasil-hasil siswa. Kita sebaiknya merevisi
rencana mata pelajaran untuk membahas area- area pertimbangan tersebut.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran ASSURE


Model pembelajaran ASSURE memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
menurut Berry Meranda (2011) dalam jurnal elektronik mengatakan bahwa kelebihan
model pembelajaran ASSURE yaitu:
1. Lebih banyak komponennya disbandingkan dengan model materi lain.
Komponen tersebut diantaranya analisis pembelajaran, rumusan tujuan
pembelajaran, strategi pembelajaran, system penyampaian, penilaian proses belajar
dan penilaian belajar.
2. Sering diadakan pengulangan kegiatan dengan tujuan Evaluate and Review.
Selain itu model ini mengedepankan pembelajar, ditinjau dari proses belajar,
tipe belajar, kemampuanprasyarat.
3. Turut mengutamakan partisipasi pembelajar dalam Poin Require Learner
Participation, sehingga diadakan pengelompokan- pengelomokan kecil seperti
pengelompokan pembelajar menjadi belajar mandiri dan belajar tim dll. Serta
penugasan yang bertujuan untuk memicu keaktifan pesertadidik.
4. Menyiratkan untuk para guru untuk menyampaikan materidan mengelola
kegiatankelas.
5. Pada poin Select Methods Media and Materials serta Utilize Media and
Materials membuat guru atau pendidik aktif untuk menemukan dan
memanfaatkan bahan dan media yang tepat dan memanfaatkan secara optimal
media yang telah ada.
14
6. Model ini dapat diterapkan sendiri oleh guru.

Adapun kekurangan dari model pembelajaran ASSURE yaitu:


1. Tidak mencakup suatu mata pelajarantertentu.
2. Walaupun komponen relative banyak, namun tidak semua komponen
desain pembelajaran termasukdidalamnya.

4. Penggunaan Model Pembelajaran ASSURE Dengan Keterampilan


Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran ASSURE dengan keterampilan pemecahan masalah sebagai
ide yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa karena memiliki
perbedaan yang sangat nyata jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Model
pembelajaran ASSURE dengan keterampilan pemecahan masalah menempatkan guru
sebagai fasilitator.
Seperti yang telah dijelaskan pada sub poin sebelumnya, pada pembelajaran
konvensional, guru memegang peranan utama dan menentukan isi dan urutan langkah
dalam menyampaikan materi tersebut kepada peserta didik. Sementara peserta didik
mendengarkan secara teliti serta mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan guru,
sehingga pada pembelajaran ini kegiatan proses belajar mengajar didominasi oleh guru. Hal
ini mengakibatkan peserta bersifat pasif, karena peserta didik hanya menerima apa yang
disampaikan oleh guru, akibatnya peserta didik mudah jenuh, kurang inisiatif, dan
bergantung pada guru, sehingga siswa akan kurang dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Sebaliknya dengan model Model pembelajaran ASSURE dengan keterampilan pemecahan
masalah menimbulkan rasa senang pada siswa, tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil
sehingga menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasi sendiri. Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya; sehingga
diduga bahwa pembelajaran konvensional kurang mampu meningkatkan hasil belajar
siswa, dan diperkirakan Model pembelajaran ASSURE dengan keterampilan pemecahan
15
masalah akan memiliki pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

F. Model Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah suatu konsep belajar yang digunakan guru dalam
membahas suatu pokok materi dengan cara biasa dimana guru sebagai sumber informasi
utama dalam pembelajaran. Peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di
depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal. Pembelajaran ini
masih dilaksanakan atas asumsi bahwa suatu pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh
dari pikiran guru ke peserta didik. Guru untuk memberikan intruksi atau ceramah selama
pembelajaran berlangsung, sementara itu pserta didik hanya menerima pembelajaran secara
pasif.
Pembelajaran biasa (konvensional) lebih sering dilakukan oleh guru, karena sangat
sederhana. Menurut Russefendi (1988) bahwa pembelajaran biasa ialah pembelajaran pada
umumnya dilakukan sehari-hari. Pada pembelajaran model biasa (konvensional), guru
tampaknya lebih aktif sebagai motivator pengetahuan tentang materi pelajaran dan metode
yang digunakan umumnya metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab,
demonstrasi, diskusi dan penugasan sehingga siswa kurang aktif mendapatkan informasi
atau konsep sebagai tujuan pembelajaran.
Brooks (Ansari, 2009) mengemukakan pembelajaran konvensional mengikuti pola
sebagai berikut: (a) guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan soal,
(b) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan demonstrasi, (c)
pada saat mengajar, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan
dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan.
Pembelajarandengan metode ceramah memang diperlukan tapi sebaiknya metode
ini harus digunakan dengan secara jeli dengan melihat kondisi dari peserta didik.
Khususnya dalam pembelajaran fisika yang dituntut adalah konsep ilmiah untuk
mendapatkan pengetahuan dengan cara mencari, mengamati maupun menemukan.Pada
dasarnya pembelajaran biasa memiliki beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu dapat
menyampaikan nilai-nilai intrinsik dari materi pelajaran, menyajikan materi pelajaran
dengan cara yang cepat dan sederhana, serta dalam waktu yang sama dapat menjangkau
16
jumlah pembelajaran yang besar, pengendalian yang maksimal berada ditangan guru.
Pembelajaran biasa yang mengacu kepada metode demonstrasi ini disebabkan oleh
berbagai pertimbangan dan juga faktor kebiasaan sebagaimana dikemukan oleh Sanjaya
(2008), guru merasa belum puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak
melakukan ceramah dan demonstrasi, demikan juga siswa mereka akan belajar manakala
ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah dan demonstrasi, sehingga
ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar. Gambaran sepintas mengenai
pembelajaran konvensional (biasa) yaitu diawali oleh guru memberikan informasi berupa
demonstrasi, kemudian menerangkan konsep, siswa bertanya, guru memeriksa apakah
siswa sudah mengerti atau belum, memberikan contoh aplikasi konsep, selanjutnya
meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Siswa bekerja individual atau bekerja
sama dengan teman yang duduk di sampingnya, kegiatan terakhir siswa mencatat materi
yang diterangkan dan diberikan soal-soal rumah.

G. Materi Pembelajaran
1.1. Suhu
Suhu adalah derajat panas suatu benda. Alat untuk mengukur suhu adalah
termometer. Terdapat 4 macam skala yang biasanya digunakan untuk mengukur suhu, yaitu
Celcius, Fahrenheit, Kelvin, dan Reamur.

Gambar 2.1. Skala-skala Pada Berbagai Termometer

17
Masing-masing thermometer tersebut mempunyai ketentuan-ketentuan dalam
menetapkan nilai titik didih air dan titik beku air pada tekanan 1 atm.
(Sunardi, 2013: 220)

1.2. Pemuaian
Pada umumnya suatu zat akan memuai ketika dipanaskan dan menyusut ketika
didinginkan. Walaupun pemuaian biasanya cukup kecil untuk bisa diamati, namun
fenomena ini sangat penting karena gaya yang dihasilkan sangat besar dan harus
diperhitungkan. Pada saat sebuah benda dipanaskan, gerakan molekul molekulnya
semakin cepat yang menyebabkan pergeserannya semakin besar.
a. Pemuaian zat padat
Zat padat dipanaskan akan mengalami pemuaian panjang, pemuaian luas dan
pemuaian volume. Pemuaian zat sebenarnya terjadi ke segala arah. Akan tetapi, dalam hal
hal tertentu dapat memperhatikan pada arah panjangnya saja, misalnya pemuaian pada
batang logam atau mungkin pada luas permukaan tertentu saja, misalnya pemuaian pada
kepingan kaca jendela.
b. Pemuaian panjang
Suatu zat akan mengalami pemuaian panjang ketika dipanaskan apabila lebar dan
tebal zat padat tersebut dapat diabaikan terhadap panjangnya.
Jika suatu benda berbentuk batang yang panjangnya Lo, dipanaskan sehingga
suhunya berubah sebesar t, maka benda tersebut akan mengalami pemuaian seperti pada
gambar berikut

Lo

Gambar 2.2 Pemuaian Panjang

Pertambahan panjang L adalah sebanding dengan panjang mula mula Lo, jenis
benda (yang dinyatakan dengan koefisien muai panjang ) dan perubahan suhu t.
L = Lo..t (2-1)
18
Oleh karena itu, panjang akhir setelah pemuaian dapat dirumuskan sebagai :
L = Lo + L
L = Lo + Lot
L = Lo ( 1 + t) (2-2)

Dengan
L = panjang akhir (m)
t = perubahan suhu (0C atau K)
Lo = panjang mula mula (m)
= koefisien muai panjang (/0C atau /K)
Tabel 2.2. Koefisien Pemuaian Berbagai Zat
Zat Koefisien muai panjang ( K-1)
Besi 0,000012
Tembaga 0,000017
Aluminium 0,000023
Timah hitam 0,000029
Kuningan 0,000018
Seng 0,000030
Kaca 0,0000085
Beton 0,000012
Platina 0,000009
(Sunardi, 2013: 224)

c. Pemuaian Luas
Jika suatu pelat dipanaskan, maka pelat tersebut akan mengalami pemuaian luas.
Apabila suatu benda berbentuk bujur sangkar tipis dengan sisi Lo dipanaskan sehingga
suhunya berubah sebesar t, maka bujur sangkar akan memuai pada kedua sisinya seperti
gambar berikut.

19
Gambar 2.3. Pemuaian Luas

Luas mula mula adalah :

A0 = L02
Karena setiap sisi memuai sebesar L, maka akan membentuk bujur sangkar baru
dengan sisi (Lo + L). Jadi luas akhir benda adalah :
A = (L0 + L)
= L02 + 2L0L + (L)2
Mengingat L cukup kecil, maka nilai (L)2 mendekati nol sehingga dapat
diabaikan. Menggunakan anggapan ini diperolah luas akhir benda menjadi :
A = L02 + 2L0L
Dengan memasukkan L = Lot, A = L 2 dan = 2, maka luas akhir benda
0 0

setelah pemuaian menjadi :


A = A0 (1 + t) (2-3)
dengan :
t = perubahan suhu (0C atau K)
Ao = luas mula mula (m)
= 2 koefisien muai luas (/0C atau /K)
A = luas akhir (m)

20
Perubahan luas akibat pemuaian adalah :
A = A A0
A = A0..t
(Sunardi, 2013: 225)

d. Pemuaian volume
Jika panjang, lebar dan ketebalan suatu zat padat tidak dapat di abaikan, maka
ketika dipanaskan zat tersebut akan mengalami pemuaian volume.
Apabila suatu benda berbentuk kubus dengan sisi Lo dipanaskan sehingga suhunya
berubah sebesar t, maka kubus akan memuai pada ketiga sisinya seperti gambar berikut.

Gambar 2.4. Pemuaian volume

volume mula mula


V0 = L03
Karena setiap sisi memuai sebesar L, maka kubus akan terbentuk kubus baru
dengan sisi (Lo + L). Jadi, volume akhir benda adalah
V = (L0 + L)3
= L03 + 3L02L + 3L0 (L)2 + (L)3
Mengingat L cukup kecil, maka nilai (L)2 dan (L)3 mendekati nol sehingga
dapat diabaikan. Menggunakan anggapan ini diperoleh volume akhir benda menjadi
V = L03 + 3L02L
21
Dengan memasukkan L = Lot, Vo L30 dan = 3 , maka volume akhir benda setelah
pemuaian menjadi :
V = V0 (1 + t) (2-4)
dengan:
Vo = volume mula mula (m)
= 3, koefisien muai volume (/0C atau /K)
t = perubahan suhu (oC atau K)
V = volume akhir (m)

Perubahan volume akibat pemuaian adalah :


V = V Vo
V = Vo t

1.3. Pemuaian Gas


Gas juga mengalami pemuaian volume, tetapi pemuaian volume gas lebih besar dari
pemuaian volume zat cair untuk kenaikan suhu yang sama. Selain itu, gas dapat mengalami
pemuaian tekanan pada volume tetap.
1. Hukum Boyle
Hukum Boyle merupakan hukum yang menghubungkan volume dengan tekanan gas
pada suhu yang konstan, di mana volume dengan karena adanya perubahan tekanan
walaupun suhunya konstan. Jika tekanan dinaikkan perlahan lahan, gas akan tetap dalam
kesetimbangan termal dengan reservoir dan suhu gas akan tetap konstan. Apabila di ukur
volume gas untuk setiap kenaikan tekanan dan membuat plot grafik antara tekanan dan
inversi (kebalikan) volume, maka akan diperoleh hasilnya seperti gambar. Dari grafik
tampak bahwa tekanan P berbanding terbalik dengan volume V, sehingga dapat dinyatakan
sebagai :
1
P
V
atau dapat ditulis sebagai :
P V = konstan (2-5)
22
Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada suhu yang aman,
maka persamaan untuk hukum Boyle dapat dinyatakan sebagai :
p1V1 p2V2 (2-6)
Persamaan ini selanjutkan disebut dengan hukum boyle, sebagai penghargaan atas
jasa fisikawan dan kimiawan Inggris bernama Robert Boyle (1627 1691) yang pertama
kali menyatakan bahwa tekanan suatu gas pada suhu konstan berbanding terbalik dengan
volumenya, atau hasil kali antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan adalah
konstan.

2. Hukum Gay Lussac


Joseph Gay Lussac (1778 1850) yang pertama kali menyatakan bahwa tekanan
mutlak suatu gas pada volume tekanan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.

p T atau dapat ditulis dengan = Konstan (2-7)

Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada volume
yang sama, maka persamaan pada Hukum Boyle dapat dinyatakan sebagai:
p1 p2

T1 T2 (2-8)
Persamaan di atas disebut dengan Hukum Gay Lussac, sebagai penghargaan jasa
kimiawan Perancis tersebut.

3. Hukum Charles
J.Charles (1746 1823) yang pertama kali menyatakan bahwa volume gas pada
tekanan konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.
V T
atau dapat ditulis sebagai :
V
kons tan
T (2-9)
Persamaan di atas disebut dengan Hukum Charles, sebagai penghargaan jasa Fisikawan
Perancis tersebut.
23
(Sunardi, 2013: 227)

1.4. Kalor
Kalor didefenisikan sebagai energy yang mengalir dari benda yang bersuhu lebih
tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan satu sama lain
sampai suhu keduanya sama dan keseimbangan termal tercapai.
Pada dasarnya, kalor merupakan bentuk energy yang berhubungan dengan gerakan
atom, molekul, dan partikel-partikel lain yang menyusun sebuah materi. Kalor dapat
dihasilkan dari reaksi-reaksi kimia (seperti pembakaran), reaksi nuklir (seperti reaksi fusi
pada matahari), disipasi elektromagnetik (seperti pada kompor listrik) dan disipasi
magnetik (seperti gesekan).
Joule menemukan bahwa untuk menaikan suhu 1 gram air setinggi 10C di butukan
energi sebesar 4,18 Joule. Energi sebesar ini dinamakan 1kalori (kal).
1 kal = 4,18 Joule
Jadi 1 kalori di definisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk merubah suhu 1
gram air 10C (atau 1 K). Walaupun satuan kalor dalam SI joule, namun sebagian orang
lebih suka menggunakan satuan kalori atau kilo kalori (kkal) yang sering menggunakan
satuan SI.
1 kkal = 1000 kal
1 kkal didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk merubah suhu 1 kg air

a. Kalor Jenis
Jika suatu zat menerima kalor, suhu zat tersebut akan naik. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa besarnya kenaikan suhu dari zat berbanding lurus dengan banyaknya
kalor yang diterima oleh zat tersebut dan berbanding terbalik dengan massa zat. Besarnya
kalor untuk menaikkan suhu satu satuan massa zat bergantung pada jenis zat. Oleh karena
itu, kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu
1kg zat tersebut sebesar 10C.
Berdasarkan defenisi tersebut maka hubungan antara banyaknya kalor yang diserap
oleh suatu benda dan kalor jenis benda serta kenaikan suhu benda dituliskan dalam bentuk

24
persamaan berikut :
Q
c
mT atau Q=mcT (2-10)
dengan :
m = massa benda (gram atau kg)
c = kalor jenis (kal/gC atau J/KgC)
T = perubahan suhu (0C)
Q = kalor (kalori atau joule)
Alat yang digunakan untuk mengukur kalori jenis suatu zat adalah kalorimeter.
Perubahan suhu yang diakibatkan oleh jumlah kalor yang sama pada zat yang berbeda
adalah tidak sama. Dengan demikian, setiap zat memiliki kalor jenis tertentu. Sebagai
contoh, 1kg air dan 1kg minyak goreng masing masing memberikan kalor yang sama
banyaknya, ternyata kenaikan suhu minyak goreng jauh lebih tinggi daripada kenaikan
suhu air. Hal tersebut disebabkan oleh air memiliki kalor jenis yang jauh lebih besar
dibandingkan minyak goreng. Jadi, untuk membedakan zat zat dalam hubungannya
dengan penyerapan kalor, digunakan konsep kalor jenis.
b. Kapasitas panas
Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang sama dari benda
yang berbeda pada umumnya berbeda besarnya. Perbandingan banyaknya kalor yang
diberikan terhadap kenaikan suhu benda dinamakan kapasitas panas atau kapasitas kalor.
Kapasitas kalor suatu benda adalah kemampuan suatu benda dalam menerima dan melepas
kalor untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda itu sebesar 10C atau 1K.
Jadi, jika kalor yang dibutuhkan sebesar Q untuk menaikkan suhu benda sebesar t,
maka kapasitas kalor (C) benda tersebut dapat dirumuskan :
Q = C.t (2-11)

keterangan :
t = perubahan suhu dalam satuan K atau 0C
C = kapasitas kalor dalam satuan J/K atau kal/0C
Q = kalor yang diserap atau dilepas (J) atau Kal
25
Contoh benda padat adalah batu, kayu, logam, plastik dan karet. Contoh benda cair
adalah air dan minyak. Contoh gas adalah udara dan gas helium (zat yang sering digunakan
untuk mengisi balon udara). Ketiga wujud zat tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas.

c. Jenis jenis kalor laten


Kalor lebur adalah banyak kalor yang diserap untuk mengubah 1 gram zat dari
wujud padat menjadi cair pada titik leburnya. Kalor lebur es = 80 kal/gram.
Kalor lebur = kalor beku
Titik lebur = titik beku
Kalor didih adalah banyaknya kalor yang diserap untuk mengubah 1 gram zat dari
wujud cair menjadi uap pada titik didihnya.
Kalor didih = kalor embun
Titik didih = titik embun

1.5. Asas Black


Jika dua zat yang berbeda suhunya dicampur hingga tercapai kesetimbangan termal
pada suhu tertentu maka zat yang bersuhu lebih tinggi akan melepaskan kalor dan diserap
oleh zat bersuhu lebih rendah.
Q dilepas = Q diterima
Secara umum, zat-zat atau benda-benda yang ada disekitar kita bisa dikelompokkan
menjadi tiga wujud, yaitu benda berwujud padat, cair, dan gas. Penggolongan zat
berdasarkan sifat fisiknya. Berdasarkan wujudnya, zat digolongkan sebagai padat, cair, dan
gas. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan pada sifat fisiknya, yang membagi zat
menjadi dua macam, yaitu logam dan non-logam. Non-logam terdiri dari empat golongan,
yaitu plastik, kaca, fiber (serat), dan keramik.

1.6. Pemuaian Zat Cair


Berbeda dengan pemuaian zat padat, pada zat cair hanya mengenai pemuaian
volume. Jadi, pada umumnya volume zat cair bertambah ketika suhunya dinaikkan. Karena
molekul zat cair lebih bebas dibandingkan molekul zat padat, maka pemuaian pada zat cair
26
lebih besar dibandingkan pada zat padat.

1. Anomali Air
Pada umumnya, zat cair akan memuai ketika dipanaskan. Akan tetaapi, tidak
demikian halnya untuk air ketika dipanaskan dari suhu 00 hingga 40, karena dalam keadaan
ini air justru menyusut. Pada saat memanaskan es pada -50C, maka es akan memuai sama
seperti zat padat lainnya sampai es mencapaisuhu 00C. Apabila es dipanaskan lagi maka
akan terjadi proses perubahan wujud hingga seluruh es mencair. Air akan menyusut ketika
dipanaskan dari suhu 00C hingga mencapai volume minimum pada suhu 40C (zat cair
umumnya mencapai massa jenis maksimum pada titik bekunya). Pada suhu di atas 40C, air
akan memuai jika dipanaskan seperti halnya zat cair lainnya. Jadi, pada suhu di antara 00C
dan 40C air menyusut dan di atas suhu 40C air memuai jika dipanaskan. Sifat pemuaian air
yang tidak teratur ini disebut anomali air.

1.7. Perubahan Wujud Zat


Wujud zat bersifat tidak tetap, artinya bisa berubah-ubah tergantung pada suhu zat
tersebut. Semakin tinggi suhu zat, semakin cepat gerakan partikel zat. Pada suatu saat,
ketika suhunya mencapai nilai tertentu, partikel-partikel mengalami gaya tarik menarik
antara partikel zat, dan zat pun mulai berubah wujud.
Jadi secara umum bisa disebutkan bahwa wujud zat berubah ketika zat dipanaskan
atau didinginkan. Ada tiga wujud zat yaitu padat, cair dan gas. Karena pengaruh kalor
wujud zat dapat berubah. Perubahan wujud dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Gambar 2.5. Peristiwa Perubahan Wujud

27
- Pada peristiwa melebur, menguap dan melenyap diperlukan kalor
- Pada peristiwa membeku, mengembun dan menyublim kalor dilepaskan.
- Pada saat terjadi perubahan wujud zat suhunya tetap
- Kalor yang diperlukan oleh setiap satuan massa zat untuk mengubah wujudnya disebut
kalor laten atau suhu yang terjadi selama perubahan wujud zat disebut suhu transisi.
- Jumlah kalor yang diperlukan atau dilepaskan selama proses perubahan wujud zat
dirumuskan dengan :
Q=mL (2-12)
dimana :
m = massa zat = gram, kg
L = kalor laten = kal/gram. Joule/kg

Q = kalor yang diserap/dilepaskan = kal.joule

(Purwoko, 2010: 95-96)

1.8. Perpindahan kalor


Perpindahan kalor ada tiga macam dan cepat rambat lompatannya perpindahan kalor
tergantung pada caranya berpindah dan zat perantaranya. Cara perpindahan kalor ada 3,
yaitu :
1. Secara konduksi (hantaran)
2. Secara konveksi (aliran)
3. Secara radiasi (pancaran)

a. Konduksi
Konduksi merupakan istilah umum perpindahan kalor pada zat padat. Dalam skala
mikroskopis, konduksi terjadi karna suatu partikel (atom atau molekul) bergetar dan
berinteraksi dengan atom-atom dan molekul-molekul tetangga. Dari interaksi tersebut,
maka kalor dapat berpindah dari satu partikel-ke partikel lain.
Berdasarkan kemampuan menghantarkan kalor, zat padat dapat dibedakan menjadi
konduktor dan isolator. Konduktor adalah bahan-bahan yang mudah menghantarkan kalor,
28
seperti besi, tembaga,baja, aluminium dan lain sebgainya.
Pada konduktor, perpindahan kalor terjadi melalui electron-elektron bebas.
Secara matematis laju perpindahan kalor dapat dituliskan:

=

Dengan keterangan :
Q = Kalor (J)
t = waktu (s)
k = konduktivotas termal (W/Mk)
A = luas permukaan (m2)
d = panjang atau tebal bahan (m)
= Perbedaan suhu (K)

b. Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan kalor yang banyak terjadi pada cairan dan gas.
Perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya gerakan fluida yang berbeda
massa jenis. Konveksi biasanya di bedakan menjadi konveksi alamiah dan konveksi paksa.
Pada konveksi alamiah, aliran fluida terjadi karena perbedaan massa jenis,
sedangkan pada konveksi pada aliran fluida di arahkan secara sengaja untuk tujuan tertentu
dengan menggunakan alat. Contoh konveksi alamiah adalah konveksi gas pada peristiwa
angin laut atau angin darat. Sementara itu, konveksi paksa dapat ditemukan pada alat-alat
seperti mesin pendingin dan pengering rambut.
Apabila suatu benda atau zat bersuhu tinggi memindahkan kalor ke fluida di
sekitarnya secara konveksi, maka laju aliran kalornya sebanding dengan perbedaan suhu
antara benda atau zat dan fluida. Oleh karena itu maka laju aliran kalor secara konveksi
dapat dihitung dengan persamaan berikut :

=

Dengan :
Q = Kalor (J)

29
t = waktu (s)
A = luas permukaan (m2)
h = koefisien konveksi (W/m2 K )
= Perbedaan suhu (K)

c. Radiasi
Radiasi merupakan salah satu perpindahan kalor dalam bnetuk gelombang
elektromagnetik tanpa melalui suatu zat perantara. Sebagai contoh, panas matahari dapat
mencapai ke bumi dengan mekanisme radiasi, sehingga mampu melewati ruang hampa.
Peristiwa radiasi menunjukkan salah satu ke besaran Tuhan yang harus kita syukuri, karena
melalui radiasi kita bisa merasakan manfaat energy matahari bagi kehidupan.
Radiasi kalor memenuhi hukum Stefan-Boltzmann, yaitu energy yang dipancarkan
oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding
dengan luas permukaan dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu.
Hukum Stefan-Boltzmann dapat dinyatakan dengan persamaan :

= e4

adalah suatu konstanta yang dinamakan konstanta stefan-Boltzman, besarnya 5,67 10 -8


W/m2K4 sedangkan e adalah emisivitas benda yang besarnya ditentukan oleh karakteristik
benda ( 0< < 1); e = 1 untuk benda yang hitam sempurna. Benda hitam sempurna akan
menyerap semua kalor yang diterimanya sedangkan benda putih akan memantulkan semua
radiasi kalor yang diterimanya (tidak ada yang diserapkan).
Emisivitas adalah kemampuan suatu permukaan untuk memancarkan radiasi yang di
ukur sebagai perbandingan energy yang dipancarkan oleh suatu permukaan dengan energy
yang di radiasikan oleh benda hitam pada suhu yang sama. Untuk benda hitam sempurna e
=1
(Sunardi, 2013: 240-244)

30
H. Keterampilan Pemecahan Masalah
1. Definisi Pemecahan Masalah
Definisi masalah menurut (Gilbert, 2003) adalah situasi dimana jawaban atau tujuan
belum diketahui. Moursund (2005:29) mengatakan bahwa seseorang dianggap memiliki
dan menghadapi masalah bila menghadapi 5 kondisi berikut ini: Memahami dengan jelas
kondisi atau situasi yang sedang terjadi. Memahami dengan jelas tujuan yang diharapkan.
Memiliki berbagai tujuan untuk menyelesaikan masalah dan dapat mengarahkan menjadi
satu tujuan penyelesaian. Memahami sekumpulan sumber daya yang dapat dimafaatkan
untuk mengatasi situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal ini meliputi
waktu, pengetahuan, keterampilan, teknologi atau bahan tertentu. Memiliki kemampuan
untuk menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan. Menurut (Robinson
&Lyle, 2001), dalam memecahkan suatu masalah, dibutuhkan perpaduan antara
pengetahuan dasar (base knowledge) dan keterampilan dasar (base skill). Pengetahuan
dasar adalah kumpulan pengetahuan yang tersimpan di dalam memori jangka panjang
seseorang sebagai hasil dari apa yang telah dipelajari oleh orang tersebut. Keterampilan
dasar dalam memecahkan masalah meliputi beberapa hal, diantaranya keterampilan
menganalisa masalah, keterampilan mengaitkan konsep yang relevan dengan masalah, dan
keterampilan merencanakan alternatif penyelesaian yang tepat.

2. Solusi Pemecahan Masalah


Solusi pemecahan masalah memuat empat langkah (Polya,1973), yaitu: Understand
the problem, yakni penjelasan mengenai masalah perlu diberikan kepada peserta didik
karena dengan memahami masalah secara baik peserta didik dapat memecahkan masalah
yang diberikan; Devise a plan, yakni kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung
pada pengalaman siswa menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi
pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana
penyelesaian suatu masalah; Carry out the plan, yakni menyelesaikan perencanaan; Look
back, yakni langkah akhir untuk melihat apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai
dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi. Dalam menyelesaikan masalah, diperlukan
strategi pemecahan masalah. Menurut (Jeon et al. 2005) mengemukakan empat langkah
31
strategi pemecahan masalah di bidang sains. Keempat langkah tersebut adalah (1)
menganalisis masalah, (2) merubah bentuk masalah kedalam bentuk masalah standar, (3)
melakukan langkah-langkah penyelesaian dari masalah standar, dan (4) memeriksa jawaban
dan menafsirkan hasil penyelesaian.

3. Penilaian dalam Pemecahan Masalah


Beberapa metode penilaian yang dapat dilakukan dalam penilaian pemecahan
masalah adalah: (1) observasi, (2) inventori dan ceklis, dan (3) paper and pencil test. Ketiga
alat penilaian ini dapat digunakan bersama-sama atau salah satunya bergantung kepada
tujuan penilaiannya (Reys, et.al.,1989).Hal sejalan juga dikemukakan oleh Krulik dan
Rudnik (1995) berkaitan dengan metode penilaian untuk pemecahan masalah yaitu
observasi, jurnal metakognitif, paragraf kesimpulan (summary paragraph), tes , dan
portofolio. Tes yang dilakukan dapat berbentuk pilihan ganda, masalah-masalah terbuka
(open ended), dan pertanyaan kinerja untuk mengetahui apakah siswa dapat menyelesaikan
masalah dengan lengkap atau tidak. Tes kinerja untuk penilaiannya dapat menggunakan
rubrik holistik maupun rubrik analitik.

32
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa terdapat


pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar, terdapat pengaruh pengetahuan awal
terhadap hasil belajar, dan tidak terdapat interaksi model pembelajaran dan pengetahuan
awal. Terkait model pembelajaran, model ASSURE lebih baik dari model konvensional.
Hal ini dapat dilihat bahwa nilai rata-rata model ASSURE lebih tinggi dari model
konvensional. Terkait dengan pengetahuan awal, peserta didik dengan pengetahuan awal
tinggi memiliki hasil belajar yang lebih baik dari pengetahuan awal rendah. Hal ini terlihat
dari nilai pengetahuan awal tinggi lebih tinggi dari pengetahuan awal rendah. Dari
perhitungan N-Gain ternormalisasi secara keseluruhan dan per sub materi pada tiap kelas,
dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas eksperimen pengetahuan awal tinggi
mengalami peningkatan yang signifikan untuk semua sub materi. Peserta didik kelas
eksperimen pengetahuan awal rendah dan kelas kontrol pengetahuan awal tinggi
mengalami peningkatan terbaik pada sub materi karakteristik gelombang. Kelas kontrol
pengetahuan awal rendah mengalami peningkatan terbaik pada sub materi karakteristik
gelombang. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan analisis lain pada
karaksteristik peserta didik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dyastuti. (2013). Pembelajaran Creative Problem Solving untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA 6
MAN 3 Malang. Jurnal Penelitian Pendidikan Fisika 2 : 1

Ennis, H., 1996. The Critical Thinking Skills. Boston: Allyn danBacon.

Fitriyanto. F., Nurhayati. S., dan Saptorini. (2012). Penerapan Model Pembelajaran
Problem Solving Pada Materi Larutan Penyangga Dan Hidrolisis, Chemistry In
Education 1 : 1-5

Furqan. 2011. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Khasanah, D.I.N., (2012). Penerapan Desain Sistem Pembelajaran ASSURE untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Memukul Bola dalam Permainan Kasti pada Siswa
Kelas IV SD Negeri Purworejo Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun Pelajaran
2011/2012, JurnalMahasiswa Pendidikan JasmaniKesehatan Dan Rekreasi 1 : 1

Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Bandung: ALFABETA.

Purwoko, (2010), Fisika 1 SMA Kelas X. Bogor: Yudhistira.

Sanjaya , wina. 2011. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.


Jakarta: Prenada Media Group.

Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D. 2011. Teknologi Pembelajaran dan
Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sunardi, Z. S., (2013), Fisika untuk SMA/MA Kelas X (Peminatan). Bandung: Yrama
Widya.

34

Anda mungkin juga menyukai