Anda di halaman 1dari 16

BENZODIAZEPINE

Benzodiazepine merupakan suatu jenis obat yang memiliki lima efek farmakologis utama
yakni: anxiolitik, sedasi, antikonvulsan, merelaksasi otot rangka melalui mediasi sumsum tulang
belakang (spinal cord), dan dapat menyebabkan amnesia anterogade (menerima atau mengkode
informasi baru). Potensi amenstik benzodiazepione lebih besar bila dibandingkan dengan efek
sedatifnya sehingga pasien lebih sering mengalami durasi efek amnestik yang lebih lama jika
dibandingkan dengan efek sedasi. Informasi yang telah tersimpan (amnesia retrogade) tidak
terpengaruh oleh benzodiazepine. Benzodiazepine tidak dapat memberikan cukup efek relaksasi
otot rangka dalam suatu prosedur pembedahan, selain itu obat ini juga tidak mempengaruhi dosis
obat-obatan pemblokade neuromuskuler. Karena semua khasiat tersebut, terutama dalam
mengatasi kecemasan dan insomnia, maka benzodiazepine telah digunakan secara meluasdi
seluruh dunia. Sebagai contoh, diperkirakan sekitar 4% populasi telah menggunakan obat tidur
selama satu tahun, dan 0,4% dari populasi menggunakan obat-obatan hipnotik selama lebih dari
satu tahun. Meskipun benzodiazepine efektif dalam mengatasi insomnia akut, penggunaannya
dalam mengatasi insomnia kronik justru tidak terlalu efektif. Jika dibandingkan dengan
barbiturat, benzodiazepine memiliki kecenderungan menghasilkan toleransi, lebih sulit
disalahgunakan, memiliki batasan keamanan yang lebih besar, dan tidak terlalu banyak
menghasilkan interaksi obat-obatan yang efeknya serius. Tidak seperti barbiturat,
benzodiazepine tidak menginduksi produksi enzim hati mikrosomal. Benzodiazepine memiliki
efek adiksi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan opioid, kokain, amfetamin, atau
barbiturat.

Benzodiazepine telah menggantikan barbiturat sebagai medikasi preoperatif dan


penginduksi sedasi selama proses pemantauan perawatan anestesia. Dalam hal ini, midazolam
telah menggantikan diazepam sebagai golongan benzodiazepine yang paling sering diberikan
dalam periode perioperatif sebagai medikasi preoperatif dan sedasi interavena (IV). Selain itu,
karena waktu paruh diazepam dan lorazepam terlalu panjang, sehingga hanya midazolam yang
dapat diberikan pada prosedur operasi yang membutuhkan waktu lama dan harus segera
dipulihkan dari keadaan anestesia. Namun karena waktu paruhnya yang sangat panjang, maka
lorazepam merupakan pilihan yang cukup menarik dalam memfasilitasi sedasi pasien yang
dirawat di unit perawatan kritis. Tidak seperti obat-obatan intravena lain yang diberikan guna
menghasilkan efek sistem saraf pusat (SSP), benzodiazepine, sebagai suatu kelas/golongan obat,
memiliki efek farmakologis antagonis yang spesifik terhadap flumazenil. .

MEKANISME AKSI

Benzodiazepine dapat menimbulkan efek farmakologis dengan cara memfasilitasi aksi


gamma-aminobutyric acid (GABA), suatu neurotransmiter inhibitor utama di SSP.
Benzodiazepine tidak mengaktivasi reseptor GABAA namun memperkuat afinitas reseptor untuk
GABA. Akibat adanya peningkatan afinitas reseptor GABA untuk neurotransmiter inhibisi yang
terinduksi oleh benzodiazepine, maka terjadi peningkatan jumlah gerbang saluran klorida yang
terbuka sehingga meningkatkan konduktansi klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran sel
postsynaptic, dan mengubah neuron postsynaptic sehingga menjadi lebih resisten terhadap
eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi dianggap sebagai mekanisme yang berperan pada
benzodiazepine dalam menimbulkan efek anxiolitik, sedasi, amnesia anterograde, potensiasi
alkohol, antikonvulsan dan relaksan otot rangka.

Kemungkinan besar efek sedatif benzodiazepine merefleksikan aktivasi reseptor GABAA


subunit -1, sedangkan aktivitas anxiolitik terjadi karena aktivasi reseptor -2. Reseptor GABAA
yang mengandung -1 merupakan subtipe reseptor yang paling banyak ditemukan pada otak
(terutama di korteks serebral, korteks serebelar, thalamus), jumlahnya mencapai sekitar 60% dari
semua jenis reseptor GABAA yang ada di otak. Jumlah reseptor GABAA subunit -2 tidak
sebanyak subunit -1, dan reseptor ini lebih sering ditemukan pada hippocampus dan amygdala.
Distribusi anatomis dari reseptor ini konsisten efek minimal obat tersebut di luar SSP (efek
sirkulasinya sangat minimal). Di masa depan, kita mungkin bisa mendesain suatu jenis
benzodiazepine yang selektif bekerja pada reseptor subunit -2 sehingga obat tersebut hanya
dapat menghasilkan efek anxiolitik tanpa menimbulkan sedasi. Signifikansi fisiologis dari
substansi endogen yang bekerja pada reseptor GABAA hingga saat ini masih belum diketahui
secara pasti.

Reseptor GABAA merupakan suatu makromolekul besar yang secara fisik terdiri atas
banyak lokasi pengikatan molekul (terutama pada subunit , , gamma) seperti GABA,
benzodiazepine, barbiturate, etonamide, propofol, neurosteroid, dan alkohol. Benzodiazepine,
barbiturate, etonamide, propofol, neurosteroid, dan alkohol dapat saling berinteraksi dan
memberikan efek sinergistik yang dapat meningkatkan kemampuan inhibisi pada SSP yang
dimediasi oleh reseptor GABAA. sifat ini dapat menjelaskan sinergi farmakologis dari masing-
masing substansi tadi, serta resiko terjadinya overdosis jika masing-masing obat-obatan tadi
digunakan secara kombinasi, dan hal ini dapat menyebabkan depresi SSP yang mengancam jiwa.
Sinergi tersebut merupakan dasar farmakologi terjadinya toleransi silang/cross-tolerance antara
berbagai golongan obat yang berbeda dan hal ini konsisten dengan dengan penggunaan klinis
benzodazepine sebagai obat pilihan pertama untuk mengatasi detoksikasi alkohol. Sebaliknya,
benzodiazepine memiliki built in ceiling effect (efek batas dosis tertinggi) yang dapat mencegah
inhibisi GABA secara berlebihan ketika telah mencapai efek maksimum. Rendahnya toksisitas
dari benzodiazepine dan keamanan klinisna disebabkan oleh adanya batasan efek terhadap
neurotransmisi GABAergic/GABAergik.

Perbedaan onset dan durasi aksi di antara semua jenis benzodiazepine merefleksikan
perbedaan potensi (afinitas ikatan), kelarutan lemak, dan farmakokinetika (uptake, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi). Semua benzodiazepine sangat larut dalam lemak dan sangat kuat
terikat pada protein plasma, terutama pada albumin. Hipoalbuminemia yang disebabkan oleh
sirosis hepatis atau gagal ginjal kronik dapat meningkatkan jumlah fraksi benzodiazepine yang
tidak berikatan (unbound fraction), sehingga dapat memperkuat efek klinis obat ini. Apabila
dilakukan pemberian secara oral, maka benzodiazepine dapat diserap dengan baik oleh traktus
gastrointestinal. Sedangkan pemberian secara injeksi intravena dapat membuat obat ini mudah
memasuki SSP dan organ-organ lain yang perfusinya baik.
MIDAZOLAM

Midazolam merupakan suatu benzodiazepine yang larut dalam air. Obat ini memiliki
cincin midazole pada strukturnya, dan hal tersebut berkontribusi dalam menghasilkan stabilitas
obat dalam cairan akua serta menyebabkn metabolisme yang cepat. Benzodiazepine ini telah
menggantikan penggunaan diazepam sebagai medikasi pre-operatif dan sedasi. Jika
dibandingkan dengan diazepam, midazolam memiliki potensi sekitar dua hingga tiga kali lebih
besar. Midazolam memiliki afinitas ikatan dengan reseptor benzodiazepine sekitar dua kali lebih
besar dari diazepam. Jika dibandingkan dengan benzodiazepine lainnya, midazolam memiliki
efek amnesiak yang jauh lebih besar dari efek sedasinya . sehingga pasien bisa saja siuman
ketika diberikan midazolam, namun tetap amnestik terhadap kejadian dan percakapan selama
beberapa jam.
Sediaan Komersial
Nilai pK midazolam adalah sekitar 6.15, dengan nilai sebesar itu, midazolam memiliki
sediaan dalam bentuk garam yang dapat larut dalam air. Larutan parenteral midazolam yang
digunakan secara klinis harus berada dalam larutan buffer dengan pH bersifat asam, sekitar 3,5.
Hal ini sangat penting karena midazolam memiliki ciri khas berupa fenomena pembukaan cincin
yang sangat bergantung pada kadar pH. Pada pH <4, cincin midazolam tetap terbuka sehingga
dapat tetap larut dalam air. Jika pH larutan >4, terutama ketika telah memasuki pH fisiologis
tubuh, maka otomatis cincin midazolam dapat tertutup dan menjadi bersifat sangat larut pada
lemak.

Karena adanya sifat larut dalam air, sehingga kita harus memperhatikan jenis pelarut
yang dapat digunakan untuk membuat sediaan midazolam. Sebaiknya kita tidak membuat
sediaan yang dapat mengiritasi vena atau mengganggu absorpsi obat. Midazolam sangat cocok
bila dicampurkan dengan larutan Ringer dan dapat dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang
bersifat asam, seperti opioid dan antikolinergik.

Farmakokinetika
Midazolam dapat diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal dengan sangat cepat serta
mudah melewati sawar darah otak. Meskipun mudah memasuki otak, midazolam dianggap
memiliki efek equilibration yang lambat (sekitar 0.9 sampai 5.6 menit) jika dibandingkan dengan
obat-obatan lain seperti propofol dan thiopental. Dengan pertimbangan ini, maka dosis intravena
midazolam yang akan diberikan, harus disesuaikan terlebih dahulu agar dapat mencapai efek
klinis puncak, sebelum dilakukan pemberian dosis berikutnya. Hanya sekitar 50% konsentrasi
midazolam yang dapat mencapai sirkulasi sistemik ketika diberikan secara oral, hal ini
menunjukkan adanya efek first-pass hepatic. Seperti kebanyakan benzodiazepine, midazolam
memiliki ikatan yang sangat kuat terhadap protein plasma; ikatan ini tidak bergantung pada
konsentrasi midazolam dalam plasma. Durasi aksi yang singat dari midazlam meskipun
diberikan dalam dosis tunggal dapat terjadi karena obat ini memiliki kelarutan yang sangat tinggi
dalam lemak, sehingga sangat mudah diredistribusi dari otak ke jaringan yang inaktif sekaligus
dihantarkan lagi ke hati untuk segera dibuang. Karena memiliki waktu paruh yang lebih pendek
dari diazepam dan lorazepam, maka midazolam menjadi obat pilihan pertama dalam infus
kontinyu (berkelanjutan).

Waktu eliminasi midazolam adalah sekitar 1 hingga 4 jam, lebih pendek dari diazepam.
Waktu paruh eliminasi ini dapat memanjang hingga dua kali lipat pada orang tua, hal ini terjadi
karena adanya penurunan aliran darah hati dan aktivitas enzim. Volume distribusi (Vd)
midazolam dan diazepam memiliki nilai yang sama, hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kelarutan dalam lemak dan kekuatan ikatan protein kedua obat tersebut hampir sama besarnya.
Orang tua dan pasien obesitas memiliki Vd yang lebih besar karena adanya peningkatan
distribusi obat ke jaringan lemak perifer. Proses pembersihan midazolam lebih cepat dari
diazepam, hal ini sesuai dengan waktu paruhnya. Karena itu, midazolam memiliki efek SSP yang
jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan diazepam. Oleh karena itu, tes fungsi mental pasien
dapat segera normal hanya dalam jangka waktu sekitar 4 jam setelah pemberian midazolam.

Prosedur cardiopulmonary bypass dapat menurunkan konsentrasi plasma midazolam.


Perubahan ini berhubungan dengan adanya redistribusi cairan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga
ketika telah memasuki jaringan tubuh yang mengandung banyak protein, maka midazolam jadi
lebih sulit melepaskan diri. Oleh karena itu, waktu paruh midazolam menjadi jauh lebih panjang
ketika dilakukan prosedur cardioplumonary bypass.
Metabolisme

Midazolam dimetabolisme secara cepat oleh enzim cytochrome P-450 (CYP3A4) hati
dan usus halus menjadi metabolit aktif dan inaktif. Metabolit utama dari midazolam adalah 1-
hydroxymidazolam. Konsentrasi metabolit ini mencapai sekitar separuh dari semua metabolit
yang dihasilkan dari metabolisme midazolam. Metabolit aktif tersebut dikonjugasikan secara
cepat menjadi 1-hydroxymidazolam glucoronide dan kemudian dibuang melalui ginjal. Metabolit
glucoronide ini memiliki aktivitas farmakologis yang substansial apabila konsentrasinya tinggi,
seperti yang ditemukan pada pasien-pasien gagal ginjal yang mendapat terapi midazolam
intravena dalam waktu yang lama. Pada pasien-pasien seperti itu, metabolit glucoronide
memiliki efek sedatif yang sinergistik dengan senyawa utama midazolam. Metabolit midazolam
lainnya yang aktif secara farmakologis seperti 4-hydroxymidazolam, tidak terlalu banyak
ditemukan pada pemberian midazolam secara intravena.

Metabolisme midazolam dapat mengalami perlambatan bila diberikan bersama obat-


obatan yang dapat menghambat enzim cytochrome P-450 (cimetidine, erythromycin, calcium
channel blocker, obat-obatan anti-jamur) sehingga kita tidak bisa memperkirakan efek depresi
SSP dari midazolam. Enzim cytochrome P-450 3A juga mempengaruhi metabolisme fentanyl.
Dengan pertimbangan ini, proses pembersihan midazolam oleh hati dapat dihambat oleh fentanyl
yang diberikan selama proses anestesia umum.

Secara umum, laju bersihan hati dari midazolam adalah sekitar lima kali lebih besar jika
dibandingkan dengan lorazepam dan sepuluh kali lebih besar jika dibandingkan dengan
diazepam.
Bersihan Ginjal

Waktu paruh eliminasi, Vd, dan bersihan midazolam tidak dipengaruhi oleh gagal ginjal.
Hal ini konsisten dengan metabolisme midazolam yang terjadi di hati.
Anestesia dapat diinduksi dengan menggunakan midazolam 0,1 hingga 0,2 mg/kg,
selama 30 hingga 60 detik. Meskipun begitu, thiopental bisanya dapat memberikan induksi
anestesia sekitar 50% hingga 100% lebih cepat jika dibandingkan dengan midazolam.
Onset ketidaksadaran (interaksi sinergistik) dapat semakin dipermudah terutama jika
dilakukan pemberian opioid dosis kecil (fentanyl, 50 hingga 100 g IV atau ekuivalennya)
sekitar 1 hingga 3 menit sebelum pemberian midazolam. Dosis midazolam yang dibutuhkan
untuk induksi anestesia IV akan jauh lebih sedikit apabila medikasi preoperatif dilakukan
bersama kombinasi obat-obatan depresan SSP lain. Orang tua membutuhkan lebih sedikit dosis
midazolam intravena jika dibandingkan dengan orang muda.
Pada pasien sehat yang mendapat benzodiazepine dosis rendah, depresi kardiovaskuler
yang berkaitan dengan pengaruh obat jarang sekali terjadi. Ketika terjadi respon kardiovaskuler
yang signifikan, maka kemungkinan besar hal tersebut disebabkan oleh vasodilatasi perifer.
Sama seperti depresi ventilasi, perubahan kardiovaskuler yang diakibatkan oleh benzodiazepine
dapat diperparah oleh adanya penggunaan depresan SSP lainnya seperti propofol dan thiopental.
Mempertahankan Kondisi Anestesia

Midazolam dapat diberikan sebagai suplemen terhadap opioid, propofol, dan/atau


anestetik inhalasi selama kondisi anestesia. Kebutuhan akan anestetik inhalasi dari anestetik
volatil dapat diturunkan dengan menggunakan midazolam. Proses siuman yang terjadi setelah
anestesia umum dengan menggunakan induksi midazolam jauh lebih cepat sekitar 1 hingga 2,5
kali lebih cepat bila dibandingkan dengan thiopental.

Proses siuman yang bertahap pada pasien yang mendapat midazolam jarang sekali
disertai gejala-gejala seperti mual, muntah, atau eksitasi tiba-tiba. Satu jam setelah pembedahan,
pasien akan benar-benar memasuki kesadaran penuh.

Sedasi Postoperatif

Pemberian midazolam intravena dalam jangka panjang (loading dose 0,5 hingga 4 mg IV
dan dosis maintenance 1 hingga 7 mg/jam IV) guna menimbulkan sedasi pada pasien yang
diintubasi dapat mempengaruhi saturasi jaringan periferal dan proses pembersihan metabolit obat
tidak lagi terpengaruh oleh redistribusi ke dalam jaringan periferal dan lebih dipengaruhi oleh
metabolisme hati. Pasien yang memiliki konsentrasi midazolam yang tinggi dalam darahnya
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siuman. Penggunaan midazolam dapat mengurangi
dosis opioid yang digunakan sehingga pasien bisa lebih cepat siuman.

Gerakan Paradoksal Pita Suara

Gerakan paradoksal pita suara terjadi karena adanya obstruksi non-organik pada jalan
napas bagian atas dan stridor yang timbul di periode pasca-operasi. Midazolam 0.5 hingga 1 mg
intravena bisa menjadi terapi yang efektif guna mengatasi gerakan paradoksal pada pita suara.
DIAZEPAM

Diazepam merupakan benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak, dan memiliki masa
kerja yang lebih panjang dari midazolam.
Farmakokinetik

Diazepam sangat mudah diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal pada pemberian secara oral, dan
pada orang dewasa, konsentrasi puncak dapat tercapai dalam 1 jam, sedangkan pada anak-anak,
konsentrasi puncak dapat tercapai dalam 15 hingga 30 menit. Uptake diazepam ke otak terjadi
dengan sangat cepat, yang kemudian diikuti oleh redistribusi ke lokasi-lokasi yang inaktif,
terutama pada lemak, karena benzodiazepine sangat larut dalam lemak. Vd diazepam sangat luas,
merefleksikan tingginya uptake diazepam ke jaringan. Wanita yang memiliki banyak kandungan
lemak, memiliki Vd diazepam yang jauh lebih besar dari pria. Diazepam dapat melewati sawar
plasenta, sehingga janin bisa saja memiliki konsentrasi diazepam yang lebih atau sama tingginya
dengan konsentrasi yang dimiliki oleh ibunya. Durasi aksi benzodiazepine tidak berhubungan
dengan kerja reseptor namun ditentukan oleh laju metabolisme dan eliminasi

LORAZEPAM

Lorazepam memiliki stuktur yang menyerupai oxazepam, yang membedakannya hanya


keberadaan sebuah atom klorida tambahan pada posisi ortho di molekul 5-phenyl moiety.
Lorazepam memiliki efek sedatif dan amnesik yang jauh lebih besar dari midazolam dan
diazepam, sedangkan efek ventilasi, sistem kardiovaskuler, dan pengaruhnya pada otot rangka,
menyerupai benzodiazepine lainnya.

Farmakokinetika
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glucoronic pada hati guna membentuk metabolit
inaktif yang dapat diekskresikan melalui ginjal. Hal ini berbeda dengan pembentukan metabolit
diazepam dan midazolam yang aktif secara farmakologis. Waktu paruh eliminasi obat ini
mencapai 10 hingga 20 jam, dan mayoritas diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk lorazepam
glucoronide. Jika dibandingkan dengan midazolam, lorazepam lebih lambat mengalami proses
pembersihan oleh tubuh.
Karena terjadi pembentukan metabolit glucoronide maka lorazepam tidak sepenuhnya
bergantung pada enzim mikrosomal hati, sehingga metabolisme lorazepam tidak terlalu
dipengaruhi oleh fungsi hati, penambahan usia, atau pun obat-obatan yang menghambat enzim P-
450 seperti cimetidine.

Sehingga waktu paruh eliminasi lorazepam tidak akan mengalami pemanjangan pada
pasien tua atau pada pasien yang mendapat terapi cimetidine. Lorazepam memiliki onset aksi
yang lebih lambat dari midazolam atau diazepam karena rendahnya kelarutan zat ini dalam
lemak serta lambatnya zat ini memasuki SSP.
OXAZEPAM

Oxazepam merupakan salah satu metabolit aktif diazepam yang tersedia secara
komersial. Durasi kerja obat ini sedikit lebih singkat jika dibandingkan dengan diazepam karena
oxazepam dikonversi menjadi metabolit yang tidak aktif secara farmakologis dengan
mengkonjugasikannya dengan asam glucoronic. Waktu paruh eliminasi obat ini adalah sekitar 5
hingga 15 jam. Seperti lorazepam, durasi aksi oxazepam tidak dipengaruhi oleh disfungsi hati
atau pun pemberian cimetidine.
Absorpsi oral oxazepam relatif lebih lambat. Sehingga obat ini tidak bisa digunakan
untuk mengatasi insomnia yang manifestasinya berupa kesulitan tidur. Sebaliknya, oxazepam
dapat digunakan untuk mengatasi insomnia yang manifestasinya berupa sering bangun tengah
malam atau pemendekan durasi tidur.

ALPRAZOLAM

Alprazolam memiliki efek anti-anxietas yang sangat signifikan, terutama pada pasien
yang mengalami anxietas primer dan serangan panik. Karena efek ini maka alprazolam dapat
menjadi alternatif midazolam dalam medikasi preoperatif. Obat ini memiliki efek inhibisi
hormon adrenokortikotropik yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan golongan
benzodiazepine lainnya.
CLONAZEPAM
Clonazepam merupakan benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan dapat
terserap dengan baik pada pemberian secara oral. Clonazepam dimetabolisme menjadi metabolit
terkonjugasi dan tak terkonjugasi yang tidak aktif lalu kemudian diekskresikan melalui urin.
Waktu paruh eliminasi obat ini adalah 24 hingga 48 jam. Clonazepam sangat efektif dalam
mengontrol dan mencegah kejang, terutama mioklonik dan spasme infantil.

FLURAZEPAM
Flurazepam memiliki sifat kimia dan farmakologis yang menyerupai benzodiazepine
lainnya, namun obat ini lebih sering digunakan untuk mengatasi insomnia. Setelah pemberian
sekitar 15 hingga 30 mg secara oral pada orang dewasa, efek hipnotiknya akan timbul dalam 15
hingga 25 menit lalu bertahan selama 7 sampai 8 jam. Periode pergerakan mata secara cepat
(REM) dapat diturunkan oleh obat ini. Metabolit utama flurazepam adalah desalkylflurazepam.
Metabolit ini secara farmakologis cukup aktif dan memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat
panjang, sehingga dapat bermanifestasi dalam bentuk sedasi sepanjang hari (hangover). Selain
itu, pengulangan dosis flurazepam dapat menyebabkan akumulasi metabolit, yang menimbulkan
sedasi kumulatif. Pasien tua sangat rentan terhadap efek samping obat ini.

TEMAZEPAM
Temazepam merupakan benzodiazepine yang dapat diberikan secara oral guna mengatasi
insomnia. Pada pemberian oral, obat ini dapat diabsorpsi secara sempurna, namun konsentrasi
puncak obat baru terbentuk ketika telah mencapai 2,5 jam setelah pemberian. Metabolisme obat
ini terjadi di hati dan menghasilkan metabolit yang dikonjugasikan dengan asam glucoronic.
Waktu paruh eliminasi zat ini adalah sekitar 15 jam.
Temazepam, yang diberikan secara oral 15 hingga 30 mg, tidak mempengaruhi proporsi
pergerakan mata yang cepat (REM) saat tidur. Meskipun memiliki waktu paruh eliminasi yang
relatif panjang, temazepam yang dapat digunakan sebagai terapi insomnia, tidak memberikan
efek pusing residual pada pagi hari. Toleransi atau tanda-tanda putus obat tidak terjadi, meskipun
obat ini digunakan selama 30 hari berturut-turut.

TRIAZOLAM
Triazolam merupakan benzodiazepine yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia.
Konsentrasi puncak obat ini dalam plasma dapat tercapai dalam 1 jam setelah pemberian oral
dengan dosis 0.25 mg hingga 0.5 mg. Waktu paruh eliminasi obat ini adalah 1,7 jam, dengan
waktu paruh seperti itu, triazolam merupakan benzodiazepine yang memiliki durasi kerja paling
singkat. Dua metabolit utama triazolam memiliki efek hipnotik yang lebih kecil, dan waktu
paruh eliminasinya adalah <4 jam. Karena alasan tersebut, maka efek residual atau efek sedasi
kumulatif triazolam jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan benzodiazepine lainnya.
Triazolam tidak mempengaruhi proporsi pergerakan mata yang cepat ketika sedang tidur.
Namun insomnia rebound, dapat terjadi apabila kita menghentikan penggunaannya. Amnesia
anterograde dapat terjadi ketika obat ini digunakan untuk mengatasi masalah tidur selama
perjalanan melintasi beberapa zona waktu yang berbeda. Pada orang tua, triazolam dapat
memberikan efek sedasi atau gangguan psikomotir yang jauh lebih besar dari yang dialami oleh
orang muda. Hal ini terjadi karena penurunan proses pembersihan obat ini oleh tubuh dan
peningkatan konsentrasi plasma. Karena alasan inilah sehingga direkomendasikan agar pada
orang tua, dosis triazolam diturunkan hingga sebesar 50%.
FLUMAZENIL
Flumazenil, suatu derivat 1,4-imidazobenzodiazepine, merupakan antagonis yang spesifik
dan ekslusif terhadap benzodiazepine. Agen ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap
reseptor benzodiazepine, dengan sedikit aktivitas agonis. Sebagai antagonis kompetitif,
flumazenil dapat mencegah atau membalikkan efek agnois benzodiazepine. Flumazenil juga
efektif sebagai antagonis efek benzodiazepine pada depresi ventilasi yang terjadi karena
penggunaan kombinasi benzodiazepine dan opiod. Metabolisme flumazenil dilakukan oleh
enzim mikrosomal hati.

Dosis dan Pemberian


Dosis flumazenil harus dititrasi secara individual agar dapat mencapai level kesadaran
yang sesuai. Dosis awal yang dianjurkan adalah 0,2 mg IV (8 hingga 15 g/kg IV), dengan dosis
seperti itu, flumazenil dapat membalikkan efek benzodiazepine pada SSP dalam 2 menit. Jika
diperlukan, dosis sebesar 0,1 mg IV (dengan dosis total 1 mg IV) dapat diberikan dalam interval
60 detik. Secara umum, dosis total 0,3 hingga 0.6 mg IV sudah cukup adekuat untuk
menurunkan tingkat sedasi pada pasien yang disedasi dengan menggunakan benzodiazepine,
sedangkan dengan dosis total 0,5 mg sampai 1 mg IV sudah cukup untuk menghilangkan efek
terapeutik benzodiazepine secara komplit. Kegagalan flumazenil dengan dosis lebih dari 5 mg
untuk menyadarkan pasien yang tidak sadar akibat overdosis obat yang tidak diketahui jenisnya
mengindikasikan adanya zat selain benzodiazepine yang terlibat atau terdapat kelainan organik
fungsional yang mendasari ketidaksadaran tersebut. Durasi aksi flumazenil adalah sekitar 30
hingga 60 menit, dan dosis suplemental dapat diberikan untuk mempertahankan tingkat
kesadaran. Salah satu alternatif pemberian flumazenil guna mempertahankan tingkat kesadaran
adalah dengan menggunakan infus flumazenil dosis rendah, 0,1 sampai 0,4 mg/jam.
Pemberian flumazenil sebaikanya tidak diberikan pada pasien yang diterapi dengan
menggunakan obat antiepileptik karena hal ini dapat mepresipitasi serangan kejang akut.

Efek Samping
Pada pasien postoperatif, antagonisme flumazenil tidak menyebabkan kecemasan akut,
hipertensi, takikardia, ataupun peningkatan respon stres neuroendokrin. Flumazenil tidak
mempengaruhi fungsi dan hemodinamika jantung serta jumlah kebutuhan (MAC) anestetik
volatil.
Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah sebagian besar ketamin mengalami
dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam bentuk metabolik
dan sedikit dalam bentuk utuh. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang
bagus, karena obat ini tidak merelaksasi muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit
meningkat.Efek puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit dan anestesi
berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan membutuhkan waktu sekitar 5-8
jam. (Gan, 1987; Kusumawati dan Sardjana, 2004).

Anda mungkin juga menyukai