Anda di halaman 1dari 5

Kematian benih ikan pada penelitian dapat pula disebabkan oleh fase larva

adalah saat yang kritis dalam daur hidup ikan sehingga kematian atau tingkat
mortalitas pada fase ini menjadi tinggi. Masa kritis dari hidup ikan terjadi pada
saat sebelum dan sesudah penghisapan kuning telur (masa transisi mulai
mengambil makanan dari luar, sehingga kematian banyak terjadi pada minggu
pertama.

Menurut Yatim (1991), sperma pada umumnya mempunyai bau yang khas yaitu bau amis
(langu). Bau sperma dapat diketahui dengan cara dikipas-kipas dengan tangan. Bau sperma
yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat.
Menurut Effendy (1997), spermatozoa akan hidup lebih lama jika pada kondisi pH netral.
Kondisi pH sperma normal ialah basa lemah, pH semen diukur segera setelah liquifikasi.
Sperma yang terlampau lama dibiarkan pHnya dapat berubah.
Hasil pengamatan morfologi sperma ikan nilem memperlihatkan sperma yang berkepala
bulat dan berekor. Hal ini menunjukkan sperma ikan yang normal. Namun ada beberapa
yang mengalami abnormal.
Menurut Djanuar (1985), semua penyimpangan morfologi umumnya dari kerangka normal
spermatozoa dianggap sebagai bentuk-bentuk abnormal. Abnormal ini diklasifikasikan
dalam abnormalitas primer dan sekunder. Abnormal primer disebabkan oleh gangguan
dalam testis (kelainan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus). Bentuk yang
termasuk abnormalitas primer yaitu kepala berukuran kecil, kepala rangkap dan
membunyai dua ekor. Abnormalitas sekunder disebabkan karena perlakuan terlalu kasar,
terlalu panas atau terlalu cepat didinginkan. Bentuknya yaitu kepala lepas, ekornya patah
dan ekornya bergelung, bengkok atau melipat.

Spermatozoa ikan biasanya immotile dan tidak aktif ketika berada di dalam testis. Motilitas
dari sperma dimulai setelah spermiasi di dalam lingkungan air di dalam sistem reproduksi
betina dengan demikian aktivitas dari sperma mungkin terjadi ketika faktor tekanan
dicairkan, pH menjadi alkalin dan osmolalitas menjadi hipotonik, secara berturut-turut.

Rata-rata panjang total spermatozoa ikan teleostei adalah 40-60 dengan panjang kepala
hanya 2-3 . Walaupun ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada jenis ikan, namun
struktur morfologinya sama. Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membran liporotein.
Apabila sel tersebut mati, permeabilitas membrannya meninggi, terutama di daerah
pangkal kepala dan hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang membedakan sperma
yang hidup dan yang mati (Rurangwaa, 2004).

Menurut Toelihere (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan


kuantitas sperma adalah :

a. Makanan

Tingkatan makanan yang rendah dapat menghambat pertumbuhan pejantan


muda, penurunan jumlah spermatozoa per ejakulat dan kahilangan libido. Hal ini
jika terjadi pada hewan muda menyebabkan keterlambatan masa pubertas.

b. Konstituen makanan
Apabila protein di dalam ransum kurang dari 2%, terjadi pengurangan konsumsi
makanan, penurunan berat badan, kelemahan, dan penurunan libido dan produksi
spermatozoa.

c. Suhu dan musim

Suhu lingkungan yang terlampau rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi
reproduksi hewan jantan. Musim mempengaruhi pula kualitas dan kuantitas
semen.

d. Frekuensi ejakulasi

Frekuensi ejakulasi yang terlalu sering dalam satuan waktu yang relatif pendek
cenderung untuk menurunkan libido, volume semen, dan jumlah spermatozoa per
ejakulasi.

Menurut Rahardhianto dkk (2012), lama hidup spermatozoa yang telah


dikeluarkan dari testis sangat tergantung dari persediaan energi yang terkandung
dalam tubuh sperma tersebut. Bahan utama yang dipakai spermatozoa sebagai
sumber energi dari luar testis adalah fruktosa yang diubah menjadi asam laktat dan
energi dengan bantuan enzim fruktolisin dalam proses glikolisis. Penurunan
persentase hidup dalam proses penyimpanan dapat juga disebabkan oleh
metabolisme spermatozoa yang menghasilkan produk samping berupa asam laktat
dan atau CO2. Asam laktat dapat menghambat aktivitas metabolisme spermatozoa.
Sperma yang basa atau asam akan menurunkan metabolismenya.

Semen atau milt yang cukup jumlahnya dan baik kualitasnya adalah salah satu faktor yang
harus tersedia agar proses fertilisasi terjadi secara baik bagi spesies ikan. Beberapa studi
sudah dapat mendeskripsikan karakteristik dari semen atau milt yang berkualitas.
Contohnya adalah daya tahan, motilitas dan komposisi cairan sperma. Motil spermatozoa
didefinisikan sebagai mereka yang aktif berenang dalam gerakan ke depan. Cairan sperma
memiliki komposisi yang unik, yaitu terdiri dari komponen organik dan anorganik (Golpour,
2011). Menurut Hajirezaee et al (2009), komponen organik dan anorganik sangat
mempengaruhi kualitas dari sperma. Contoh dari komponen-komponen tersebut adalah
mineral (potasium, sodium, magnesium, kalsium dan klorida), pH, protein, glukosa dan
trigliserida. Bagaimanapun, komposisi cairan semen, motilitas dan daya tahan spermatozoa
sangat mempengaruhi kemampuan spermatozoa itu sendiri dalam melakukan proses
fertilisasi nantinya.
Berdasarkan referensi, bau sperma yang normal adalah khas, tajam, tidak busuk.
Bau itu berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Milt normal tampak
berwarna putih kelabu dan baunya seperti bunga akasia. Milt yang berbau busuk
diduga disebabkan oleh suatu infeksi. Dalam keadaan normal, Milt mencair dalam
60 menit pada suhu kamar. Bau yang tidak khas mani, prostate tidak aktif atau ada
gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk
oleh adanya infeksi (Yatim, 1992).
Milt memiliki warna krem keputih-putihan atau putih susu. Derajatnya
keputihnya atau kekeruhannya sebagian besar tergantung pada konsentrasi
spermanya. Semakin keruh biasanya jumlah sperma per ml Milt itu semakin
banyak. Milt yang berwarna hijau kekuning-kuningan biasanya banyak
mengandung kuman Pseudomonas auroginosa yang menandakan adanya
peradangan yang kronis dalam saluran reproduksinya. Milt yang berwarna
merah atau kemerah-merahan menandakan bahwa Milt itu mengandung
sedikit atau banyak darah (Partodiharjo, 1990).
Bila berwarna coklat atau kecoklat-coklatan menandakan bahwa Milt itu
mengandung darah yang telah rusak atau busuk. Adakalanya Milt itu
berwarna kream tua sampai kuning, warna ini disebabkan oleh banyaknya
jumlah pigmen riflavin yang menurut banyak pendapat tidak mempunyai
peranan apa-apa terhadap spermatozoa maupun terhadap kesuburan Milt itu
(Toelihere, 1975).
ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma. Spermatozoa
hasil suspensi testis keadaanya sama dengan spermatozoa hasil striping. Kepala
berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter, panjang sekitar
25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti cincin, annulus
(Jamieson, 1991).
Sel spermatozoa yang normal dengan dimensi umum, seekor spermatozoa
secara sitologi terbagi atas kepala dan ekor. Ekor terbagi menjadi bagian
tengah atau leher, bagian utama dan bagian ujung. Ciri-ciri sel spermatozoa
yang normal adalah :

Bentuk : bulat lonjong, gepeng.

Dimensi : tebal : 1-2 mikron; panjang : 9 mikron.

1. Leher
Bentuk : bulat, pendek.

Dimensi : garis tengah 1 mikron; panjang 13 mikron.

Bentuk : bulat, panjang.

Dimensi : garis tengah 0.25-0.5 mikron. Bagian ujung mungkin bergaris


tengah kurang dari 0.25 mikron, panjang 44-50 mikron (Partodiharjo,1990).

Bentuk sperma yang teramati berbentuk normal namun ada beberapa yang
abnormal. Ada yang tidak berkepala, ada yang tidak berekor. Berdasarkan
referensi, banyak macam bentuk spermatozoa yang abnormal yang mungkin
dapat dilihat. Bentuk abnormal dapat dibedakan antara bentuk abnormal
yang primer dan bentuk abnormal yang sekunder. Bentuk abnormal primer
berasal pada gangguan testes, mungkin karena memang cacat. Bentuk
abnormal sekunder biasanya berasal dari perlakuan setelah Milt itu
meninggalkan testis, misalnya mendapat kocokan yang keras dalam tabung
penampung, dikeringkan terlalu cepat, dipanaskan dengan temperature
terlalu tinggi, pengesekan yang tidak berhati-hati ketika membuat sedian,
atau mungkin yang terlihat adalah kotoran bukan sperma (Partodihajo,
1990).
Ikan nilem atau dalam bahasa ilmiah disebut Osteocilus hasselti dan ikan leleClarias
batrachus, ikan yang hidup atau bergerak pada daerah sungai-sungai berarus deras.
Telur yang baik adalah telur yang berwarna transparan (Ardiwinata, 1984). Telur
dari hewan yang bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarkan
kandungan kuning telur dalam sitoplasmanya (Wahyuningsih et al, 2006), yaitu :

1. Telur Homolecithal (isolecithal)

Golongan telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya
sedikit terutama dalam bentuk butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di
dalam sitoplasma.

2. Telur Telolecithal

Golongan telur ini terdapat sejumlah kuninng telur yang berkumpul pada saat satu
kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut.

Telur ikan dapat dikelompokan berdasarkan sifat-sifat yang lain


(Wahyuningsih et al, 2006), yaitu :

1. Sitstem pengelompokan berdasarkan jumlah kuning telurnya:

a. Oligolecithal : Telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya, contoh


ikan Amphioxus

b. Telolecithal : Telur dengan ukuran kuning telur lebih banyak dari oligolecithal.
Umunya jenis telur ini banyak dijumpai di daerah empat musim, contoh
ikan Sturgeon

c. Makrolecithal : Telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping sitoplasma
di bagian kutub animanya. Telur semacam ini banyak terdapat pada kebanyakan
ikan.

2. Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut
berdasarkan berat jenisnya :

a. Non Bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari induknya.
Contoh telur ikan trout dan ikan salmon.

b. Semi Bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-perlahan, mudah tersangkut


dan umumnya telur berukuran kecil, contoh telur ikan coregonus.

c. Terapung : telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar sehingga dapat
terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut.

3. Telur dikelompokan berdasarkan kualitas kulit luarnya :


a. Non Adhesive : telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan cangkangnya,
namun kemudian setelah itu telur sama sekali tidak menempel pada apapun juga,
contoh telur ikan salmon.

b. Adhesive : setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat lengket


sehingga akan mudah menempel pada daun, akar dan sebagainya, contoh telur ikan
mas (Cyprinus carpio).

c. Bertangkai : telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive, terdapat


suatu bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat.

d. Telur Berenang : terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada


substrat atau filament tersebut untuk membantu telur terapung sehingga sampai ke
tempat yang dapat ditempelinya, contoh telur ikan hiu (Scylliohinus sp.)

e. Gumpalan Lendir : telur-telur diletakan pada rangkaian lendir atau gumpalan


lendir, contoh telur ikan lele.

Struktur umum telur pada berbagai jenis ikan berbentuk memanjang walapun demikian,
terdapat juga bentuk lain misalnya pada ikan salmon dan ikan cap yang berbentuk bulat.
Telur ikan dibungkus oleh membran tipis semi transparan (kantung telur), dan berisi cairan
telur yang berupa koloid dari protein dengan butiran-butiran lemak dan inti sel.

Pada beberapa jenis ikan, kantong telur terdiri atas 3 lapisan, yaitu membran padat di
bagian luar, lapisan tengah dan lapisan sebelah dalam yang agak lunak. Pada bagian antara
kantong dan telur, terdapat pigmen yang membuat telur menjadi berwarna (Zaitsev et al.,
1969 dalamRosmawati Peranginangin, 2008). (Rosmawati Peranginangin, 2008).

Anda mungkin juga menyukai