Anda di halaman 1dari 16

0

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


KIMIA DASAR I

KECEPATAN REAKSI

Disusun oleh:
Nama : Melia
NIM: 05. 70. 0051
Kelompok C 1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
1

2005
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


Dalam reaksi kimia terjadi perubahan jumlah zat yang bereaksi atau reaktan dan zat
yang dihasilkan atau produk. Nilai berkurangnya zat yang bereaksi atau nilai
bertambahnya zat yang terbentuk disebut laju reaksi. Perubahan itu umumnya dalam
bentuk konsentrasi molar. Misalnya jika terjadi reaksi hipotetik seperti :
A + 3B 2C + 2D..(1)
Dapat diartikan bahwa besarnya kecepatan reaksi merupakan laju berkurangnya
konsentrasi molar A, berkurangnya konsentrasi molar B dan pembentukan konsentrasi
molar C dan D. Namun, laju reaksi tersebut tidak sama satu sama lain. Dari koefisien
persamaan reaksi terlihat bahwa 3 mol B setara untuk setiap mol A, 2 mol C setara
untuk 1 mol A, dan 2 mol D setara dengan 1 mol A. Hal ini dapat dinyatakan dengan:
Laju menghilangnya B = 3x laju menghilangnya A
Laju pembentukan C = 2x laju menghilangnya A
Laju pembentukan D = 2x laju menghilangnya A
Laju menghilangnya zat bernilai negatif (konsentrasi berkurang menurut waktu),
sementara laju pembentukan zat bernilai positif (konsentrasi bertambah menurut waktu).
Laju reaksi = - laju menghilangnya A

= -1
3 laju menghilangnya B
= laju terbentuknya C

= laju terbentuknya D
(Petrucci & Wismer, 1987).

(Mahan, 1966)
2

Kecepatan reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi
tiap satuan waktu. Jika keadaaan setimbang tercapai dalam waktu singkat, maka reaksi
dapat berjalan dengan cepat. Selama reaksi berjalan, kecepatan reaksi tidak tetap,
melainkan berubah sesuai dengan waktu. Pada awal reaksi, kecepatan relatif besar,
semakin dekat pada keadan setimbang, makin kecil kecepatan reaksi (Tupamahu, 1992).

Laju reaksi awal ditentukan dengan membagi perubahan konsentrasi suatu pereaksi
pada permulaan reaksi dengan interval waktu yang pendek yang melibatkan perubahan
bahan tersebut.
Laju reaksi = - [pereaksi]
t

Apabila reaksinya dituliskan dengan persamaan :


A + BC + D
dengan penelitian kinetika, laju reaksi dapat dinyatakan dengan hukum :
V = k [A]m [B]n
Dimana: A / B adalah konsentrasi zat
m / n adalah orde hukum kecepatan
k adalah tetapan laju reaksi
Bila m = 1 maka merupakan orde pertama terhadap A. Sedangkan bila n = 1 maka
merupakan orde pertama terhadap B. Total m + n merupakan orde reaksi total. Faktor k
merupakan tetapan laju yang merupakan sifat khas untuk tiap pereaksi dan hanya
dipengaruhi oleh suhu dan katalisator. Laju reaksi mempunyai satuan mol per liter per
1
satuan waktu, biasanya mol L det 1. Satuan k tergantung pada orde reaksi. Biasanya
reaksi antara ion-ion (reaksi metatesis) yang tidak bersifat oksidasi reduksi akan
berjalan sangat cepat (Petrucci, 1987).

Setiap reaksi mempunyai kecepatan. Reaksi dapat berjalan cepat tetapi juga terkadang
cenderung lambat, hal ini tergantung dari macam zat yang direaksikan. Reaksi kimia
akan berlangsung cepat bila konsentrasi zat yang bereaksi semakin besar. Semakin pekat
konsentrasi larutan, makin banyak jumlah partikel yang terkandung dalam larutan
tersebut. Makin luas permukaan zat yang bereaksi (makin halus zat) maka reaksi akan
berjalan cepat. Kedua hal itu (konsentrasi dan luas permukaan) memperbesar timbulnya
3

tumbukan, sehingga akan timbul banyak zat baru, yang berarti reaksi semakin cepat.
(Hein, 1992).

Kecepatan reaksi berkaitan erat dengan reaksi kimiawi. Dalam system kehidupan, reaksi
biokimia harus berlangsung dengan kecepatan yang amat tinggi untuk mendukung
proses kehidupan. Kita akan menggunakan teori tumbukan kecepatan reaksi yang
menyebutkan bahwa agar sebuah reaksi dapat terjadi antara atom-atom, ion-ion, atau
molekul-molekul; atom, ion, atau molekul itu harus mengalami tumbukan yang dapat
mengakibatkan perubahan kimiawi, tetapi ada juga yang tidak. Jadi, kecepatan sebuah
reaksi bergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi dan seberapa efektifnya
bagian yang bertumbukan itu (Solomon, 1983).

Reaksi akan berlangsung secara cepat jika terjadi pada situasi yang memadai. Dengan
menambah konsentrasi, jumlah molekul yang ada juga bertambah. Peningkatan suhu
juga berpengaruh, hal ini ditunjukkan pada diagram di bawah.

Daerah yang diarsir menunjukkan jumlah molekul pada suhu tertentu dengan energi
lebih besar daripada A. Daerah yang diarsir lebih luas pada kurva kecepatan reaksi
dengan temperatur lebih tinggi. Semakin tinggi suhu, semakin banyak tumbukan yang
terjadi, dan mengakibatkan reaksi berlangsung lebih cepat. Semakin rendah suhu, proses
reaksi berjalan lebih lambat. Faktor ketiga adalah dengan memperkecil energi aktivasi,
yaitu dengan menambahkan katalisator. Katalisator adalah zat yang ketika ditambahkan
4

pada larutan dapat meningkatkan kecepatan reaksi, tetapi tidak berubah ketika reaksi
telah selesai. Peristiwa ini ditunjukkan dengan gambar di bawah.

Dengan penambahan katalis, energi aktivasi masih tetap dibutuhkan, tetapi jumlahnya
jauh lebih kecil jika dibandingkan reaksi yang tidak memiliki katalisator. Memperluas
permukaan juga mampu menambah kecepatan reaksi. Cahaya juga berpengaruh pada
beberapa reaksi fotokimia, seperti H2 (g) + l2 (g) 2 HCl (g) (Rogers, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi, antara lain konsentrasi zat yang
bereaksi, temperatur campuran, adanya katalisator positif, macam / jenis zat, dan luas
permukaan bidang sentuh. Jika konsentrasi suatu zat tinggi, maka kecepatan reaksi juga
makin tinggi. Jika temperatur semakin tinggi, pergerakan molekul-molekul juag
semakinkecepatan reaksi juga makin tinggi. Semakin banyak katalisator positif, maka
reaksi berlangsung lebih cepat. Bidang sentuh adalah bidang batas campuran reaksi
yang heterogen. (Graham & Cragg, 1959).

Tiosulfat merupakan zat hipotetis. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan
membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. Reaksinya sebagai berikut :
S2O32- + 2 H+ H2S2O3 H2SO3 + S(s)
(Day & Underwood, 1992).

Katalis adalah suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi tetapi tidak ikut
bereaksi dan tidak dapat mengawali suatu reaksi. Jika katalisator makin banyak, maka
energi aktivasi berkurang, sehingga kecepatan suatu reaksi bertambah. Katalisator dapat
5

berupa molekul atau ion pada larutan yang akan disebut sebagai katalis homogen atau
otokatalisator (Conley, 1987).

Kecepatan reaksi paling cepat diubah dengan menambah katalisator. Katalisator


memiliki beberapa sifat penting. Katalisator yang sedikit dapat memberikan efek yang
besar dalam kecepatan reaksi. Katalis memperkecil energi pengaktifan (Ea), tetapi
menambah tahap reaksi. Katalis ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi ditemukan lagi
dalam jumlah yang sama. Beberapa katalisator dapat mengkatalisa beberapa reaksi,
tetapi banyak juga katalisator yang hanya akan mempengaruhi hanya satu jenis reaksi,
contohnya enzim yang dapat mempercepat reaksi dalam tubuh kita, setiap enzim hanya
melakukan satu tugas khususnya. Katalisator dapat kehilangan kemampuan
mengkatalisa sebuah reaksi bila terkontaminasi. Terakhir, katalisator memiliki
kemampuan untuk mempercepat reaksi sehingga disebut katalisator positif, tetapi
katalisator ada yang memperlambat sehingga disebut katalisator negatif (Graham, &
Cragg, 1959).

Macam-macam katalis adalah katalis homogen, katalis heterogen, dan auto katalis.
Katalis homogen terjadi bila fase katalisator sama dengan fase terkatalis.
Contohnya pada reaksi 2 SO2 (g) + O2 (g) 2 SO3 (g), dengan penambahan NO2 (g)
sebagai katalis, maka : 2 SO2 + 2 NO2 2 SO3 + 2 NO2 cepat
2 NO2 + O2 2 NO2 cepat
2 SO2 + O2 2 SO3 cepat
Katalis heterogen terjadi bila katalisator berbeda fase dengan fase zat yang terkatalisa.
Inti katalis heterogen adalah pereaksi berfase gas atau larutan dan diadsorbsi ke
permukaan katalis. Dalam katalis heterogen tercakup adsorbsi, difusi reaksi sepanjang
permukaan, reaksi pada sisi aktif membentuk hasil yang teradsorbsi, dan lepasnya hasil
reaksi. Sedangkan autokatalis terjadi jika hasil reaksi akan mengkatalis reaksi
selanjutnya. Autokatalis ditandai reaksi awal berjalan lambat, tetapi lama-lama semakin
cepat. (Day & Underwood, 1992).

1.2. Tujuan Praktikum


6

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui pengaruh


konsentrasi, temperatur, dan katalisator terhadap kecepatan reaksi.

2. MATERI DAN METODA

2.1. Materi
2.1.1. Alat
Dalam praktikum ini alat alat yang digunakan antara lain adalah tabung reaksi, pipet
ukur, pipet tetes, pompa Pilleus, rak tabung reaksi, jam (timer), bunsen, kaki tiga, kasa
asbes, termometer, dan gelas piala 400 ml.

2.1.2. Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah HCl 0,5 N,
Na2S2O3 0,1 N, (COOH)2 0,1 N, H2SO4 6 N, MnSO4 1 N, KMnO4 0,1 N, dan
aquadestilata.

2.2. Metode
2.2.1. Konsentrasi sebagai faktor kecepatan reaksi
Langkah pertama, konsentrasi asam klorida (HCl) dibuat variabel, sedangkan
konsentrasi Na2S2O3 dibuat konstan. Kemudian diambil 6 buah tabung reaksi, 3 buah
tabung reaksi pertama diisi dengan 5 ml larutan tio 0,1 N. Kemudian tabung ke-4 diisi
dengan 6 ml HCl 0,5 N. Tabung ke-5 diisi 1 ml larutan dari tabung ke-4 dengan
ditambah 5 ml aquadestilata. Dan tabung ke-6 diisi dengan 1 ml larutan dari tabung ke-5
ditambah 4 ml aquadestilata. Setelah itu, larutan tio dicampur dengan asam klorida
secara bersamaan, yaitu isi tabung ke-6 dituangkan ke dalam tabung tio ke-1 lalu
dikembalikan ke tabung ke-6 dengan cepat, isi tabung ke-5 dituangkan ke dalam tabung
tio ke-2 lalu cepat dikembalikan ke tabung ke-5, dan isi tabung ke-4 dituangkan ke
dalam tabung tio ke-3 lalu cepat dikembalikan ke tabung ke-4.
Ketiga tabung kemudian diletakkan berderet pada rak tabung reaksi dan diperhatikan
tabung mana yang mengalami kekeruhan pertama kali dan yang terakhir.
7

Langkah kedua, konsentrasi tio dibuat variabel, sedangkan konsentrasi asam klorida
(HCl) dibuat konstan. Cara kerja sama dengan langkah pertama, hanya saja
perbedaannya larutan tio yang diencerkan dan konsentrasi asam klorida (HCl) dibuat
konstan. Kemudian diambil 6 buah tabung reaksi, 3 buah tabung reaksi pertama diisi
dengan 5 ml asam klorida (HCl) 0,5 N. Kemudian tabung ke-4 diisi dengan 6 ml tio 0,1
N. Tabung ke-5 diisi 1 ml larutan dari tabung ke-4 dengan ditambah 5 ml aquadestilata.
Dan tabung ke-6 diisi dengan 1 ml larutan dari tabung ke-5 ditambah 4 ml aquadestilata.
Setelah itu, asam klorida dicampur larutan tio secara bersamaan, yaitu isi tabung ke-6
dituangkan ke dalam tabung asam klorida (HCl) ke-1 lalu dikembalikan ke tabung ke-6
dengan cepat, isi tabung ke-5 dituangkan ke dalam tabung asam klorida (HCl) ke-2 lalu
cepat dikembalikan ke tabung ke-5, dan isi tabung ke-4 dituangkan ke dalam tabung
asam klorida (HCl) ke-3 lalu cepat dikembalikan ke tabung ke-4.
Ketiga tabung kemudian diletakkan berderet pada rak tabung reaksi dan diperhatikan
tabung mana yang mengalami kekeruhan pertama kali dan yang terakhir.

2.2.2. Temperatur sebagai faktor kecepatan reaksi


Tabung reaksi diambil 6 buah, 3 buah tabung reaksi masing- masing diisi dengan 5 ml
HCl 0,5 N (tabung 1,2,3), lalu 3 buah tabung reaksi lainnya diisi dengan 5 ml Na 2S2O3
0,1 N (tabung 4,5,6). Isi dari tabung 1 dan 4 dicampur tanpa pemanasan. Waktu
kecepatan reaksi sampai mengalami kekeruhan dicatat. Lalu, gelas piala diisi dengan air
sampai setinggi 6-7 cm, kemudian dipanaskan sampai suhunya mencapai 50 oC. Tabung
2 dan tabung reaksi 5 dimasukkan ke dalam gelas piala yang sudah dipanaskan tadi
sambil dikocok-kocok agar temperature tabung menjadi homogen. Setelah suhu larutan
dalam kedua tabung 50oC, isi kedua tabung dicampurkan. Waktu kecepatan reaksi
sampai mengalami kekeruhan dicatat. Kemudian, air dalam gelas piala dipanaskan
sampai suhunya mencapai 100oC (mendidih). Tabung reaksi 3 dan 6 dimasukkan dalam
gelas piala yang sudah dipanaskan tadi. Setelah suhu kedua tabung mencapai 80 oC, isi
kedua tabung dicampurkan. Waktu kecepatan reaksi sampai mengalami kekeruhan
dicatat. Dan terakhir, ketiga tabung reaksi yang berisi campuran tadi diletakkan dalam
rak tabung reaksi, kemudian diamati kekeruhannya atau endapan yang timbul, dan
dibandingkan kekeruhannya satu dengan yang lain.
8

2.2.3. Katalisator sebagai faktor kecepatan reaksi


Tabung reaksi disiapkan sebanyak 3 buah. Tabung 1 diisi dengan 6 ml (COOH) 2 0,1 N
dan ditambah 2 ml H2SO4 6N serta 4 ml MnSO4 1N. Tabung 2 diisi dengan 6 ml
(COOH)2 0,1 N, ditambah 2 ml H2SO4 6N dan 1 ml MnSO4 1N serta 3 ml H2O. Tabung
3 diisi dengan 6 ml (COOH)2 0,1 N, ditambah 2 ml H2SO4 6N dan 4 ml H2O. Ketiga
tabung reaksi tersebut masing-masing ditetesi 3 tetes KMnO4. Waktu kecepatan reaksi
dicatat dan diamati perubahan warna yang terjadi, dan perbedaan kecepatan reaksi
sebagai akibat penambahan katalisator diperhatikan.
9

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil percobaan konsentrasi sebagai faktor kecepatan reaksi dengan Natrium Tiosulfat
(Na2S2O3) konstan dapat diketahui pada Tabel 1.

Tabel 1.
Percobaan Waktu(s) Warna dan kekeruhan
6 dituang 1 72 putih nyaris bening, agak keruh
5 dituang 2 34 putih, keruh
4 dituang 3 24 putih kekuning-kuningan (putih susu), paling keruh

Hasil percobaan konsentrasi sebagai faktor kecepatan reaksi dengan asam klorida
(HCl) konstan dapat diketahui pada Tabel 2.

Tabel 2.
Percobaan Waktu (s) Warna dan kekeruhan
6 dituang 1 - (> 10 menit) putih, jernih
5 dituang 2 245 putih, keruh
4 dituang 3 21 putih susu (kehijau-hijauan), sangat keruh

Hasil percobaan temperatur sebagai faktor kecepatan reaksi dapat diketahui pada Tabel
3.

Tabel 3.
Percobaan Waktu (s) Warna dan kekeruhan
Tidak dipanaskan 49 putih, keruh
Dipanaskan 50oC 13 putih susu, keruh
Dipanaskan 100oC 6 putih susu tua, keruh

Hasil percobaan katalisator sebagai faktor kecepatan reaksi dapat diketahui pada Tabel
4.
10

Tabel 4.
Percobaan Waktu (s) Perubahan warna
Tabung 1 30 coklat kuning tua bening
Tabung 2 32 ungu coklat muda bening
Tabung 3 90 ungu pink bening
4. PEMBAHASAN

4.1. Konsentrasi sebagai Faktor Kecepatan Reaksi


4.1.1. Dengan Na2S2O3 konstan
Pada percobaan konsentrasi sebagai faktor kecepatan reaksi dengan Na2S2O3 konstan,
didapatkan data pada saat isi tabung ke-6 dituang ke dalam tabung ke-1 lalu dituang lagi
ke dalam tabung ke-6, waktu kecepatan reaksi yang dibutuhkan adalah 72 detik dengan
warna putih nyaris bening dan agak keruh. Ketika isi tabung ke-5 dituang ke dalam
tabung ke-2 lalu dituang lagi ke dalam tabung ke-5 diperlukan waktu 34 detik untuk
bereaksi membentuk warna putih dan keruh. Sedangkan, pada saat isi tabung ke-4
dituang ke dalam tabung ke-3 lalu dituang lagi ke dalam tabung ke-4, waktu yang
diperlukan adalah 24 detik untuk bereaksi menghasilkan warna putih kekuning-
kuningan atau putih susu dengan tingkat kekeruhan paling keruh dibandingkan dengan 2
tabung sebelumnya.

4.1.2. Dengan HCl konstan


Pada percobaan konsentrasi sebagai faktor kecepatan reaksi dengan HCl konstan,
didapatkan data bahwa pada saat isi tabung ke-6 dituang ke dalam tabung ke-1 lalu
dituang lagi ke dalam tabung ke-6, waktu kecepatan reaksi tidak dapat dihitung, sebab
waktu yang dibutuhkan lebih dari 600 detik, dan pengamatan dihentikan sampai di situ
dengan tidak ada perubahan pada warna larutan dan tidak terjadi kekeruhan (putih
bening). Pada saat isi tabung ke-5 dituang ke dalam tabung ke-2 lalu dituang lagi ke
dalam tabung ke-5 diperlukan waktu 245 detik untuk bereaksi membentuk warna putih
dan keruh. Sedangkan, ketika isi tabung ke-4 dituang ke dalam tabung ke-3 lalu dituang
lagi ke dalam tabung ke-4, waktu yang diperlukan adalah 21 detik untuk bereaksi
menghasilkan warna putih kehijau-hijauan atau putih susu dan keruh sekali.

Dari kedua jenis percobaan tersebut (yaitu dengan Na2S2O3 konstan maupun dengan HCl
konstan) membuktikan teori Hein (1992), yaitu secara keseluruhan dapat kita lihat
11

bahwa reaksi akan semakin cepat berlangsung seiring dengan bertambahnya


konsentrasi, yaitu ditunjukkan dengan waktu reaksi yang dibutuhkan semakin kecil. Hal
ini disebabkan dengan semakin besarnya konsentrasi zat, maka makin banyak partikel
zat, akibatnya tumbukan antar molekul-molekul zat tersebut makin sering terjadi.
Tumbukan tersebut memperbanyak zat baru yang terbentuk sehingga reaksi berlangsung
semakin cepat.

Dari hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa reaksi paling lama (terjadinya perubahan
warna dan kekeruhan) dibutuhkan oleh larutan hasil pencampuran isi tabung ke-6 dan
tabung ke-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Petrucci (1987), yaitu semakin banyak
pengenceran, maka konsentrasi larutan semakin kecil, yaitu di mana isi tabung ke-6
merupakan hasil dua kali pengenceran (pengenceran pertama terjadi pada larutan di
dalam tabung ke-5). Dengan demikian, konsentrasi asam klorida (HCl) yang semula 0,5
N pada percobaan pertama di mana Na2S2O3 dibuat konstan dan konsentrasi Na2S2O3
yang semula 0,1 N pada percobaan kedua di mana asam klorida (HCl) dibuat konstan
berubah menjadi lebih kecil akibat proses pengenceran tersebut.

Selain itu, pengamatan juga menunjukkan tingkat kekeruhan meningkat sebanding


dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya
konsentrasi, reaksi berlangsung semakin cepat, sehingga kekeruhan sebagai akibat dari
terbentuknya hasil reaksi juga semakin besar. Sebagian besar hasil pengamatan
menunjukkan adanya perubahan warna menjadi putih susu dan disertai dengan
kekeruhan. Warna putih yang terbentuk itu sebenarnya adalah produk yang dihasilkan
reaksi tersebut, yaitu H2S2O3 (asam tiosulfat) yang mudah terhipotesis menjadi H2SO3
(asam sulfit) dan S (sulfur). Sulfur yang berwujud padat inilah yang menyebabkan
warna putih dan terjadinya kekeruhan. (Day & Underwood, 1992).

4.2. Temperatur sebagai Faktor Kecepatan Reaksi


Pada percobaan temperatur sebagai faktor kecepatan reaksi dapat diketahui bahwa
ketika larutan tidak dipanaskan, waktu yang diperlukan untuk bereaksi adalah 49 detik
dengan perubahan warna menjadi putih keruh. Sedangkan ketika larutan dipanaskan
hingga suhu 50C, waktu reaksi yang diperlukan untuk adalah 13 detik dengan
12

perubahan warna menjadi putih susu. Dan, pada percobaan dimana larutan dipanaskan
hingga suhu 100C, dibutuhkan waktu sebesar 6 detik untuk bereaksi menghasilkan
warna putih susu tua. Menurut Rogers (1986), suhu tinggi dapat meningkatkan
kecepatan reaksi. Hal tersebut sesuai dengan hasil percobaan ini.

4.3. Katalisator sebagai Faktor Kecepatan Reaksi


Pada percobaan katalisator sebagai faktor kecepatan reaksi dapat dilihat waktu yang
diperlukan pada tabung ke-1 sebesar 30 detik dengan perubahan warna dari coklat
menjadi kuning tua dan akhirnya menjadi bening. Sementara pada tabung ke-2,
dibutuhkan waktu 32 detik dengan perubahan warna dari semula ungu menjadi coklat
muda dan akhirnya berubah menjadi bening. Sedangkan pada tabung ke-3, diperlukan
waktu 90 detik dengan perubahan warna dari ungu menjadi pink kemudian bening.

Tabung ke-1 dan ke-2 reaksinya berlangsung dengan cepat, karena pada kedua tabung
tersebut dilakukan penambahan MnSO4 yang menyebabkan dihasilkannya ion Mn2+
yang bertindak sebagai katalisator. Menurut Day & Underwood (1992), hasil reaksi
yang bertindak sebagai katalisator untuk mengkatalis reaksi selanjutnya disebut
autokalisator. Tabung ke-1 reaksinya berlangsung paling cepat, karena ion Mn +2 yang
dihasilkan paling banyak karena penambahan MnSO4 paling banyak, yaitu 4 ml 1 N.
Sedangkan kecepatan reaksi tabung ke-2 menjadi berkurang karena pengenceran larutan
dengan penambahan 3 ml H2O, sehingga ion Mn+2 yang terbentuk menjadi berkurang.
Reaksi berjalan paling lambat adalah pada tabung ke-3, karena dalam tabung tersebut
tidak terbentuk ion Mn+2, sebab tidak dilakukan penambahan MnSO4 yang dapat
menghasilkan ion Mn+2 sebagai autokatalisator.
13

5. KESIMPULAN

Kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi pereaksi dan bertambahnya


konsentrasi hasil reaksi
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi zat, temperatur, dan adanya
katalisator.
Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan, reaksi akan semakin
cepat. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil konsentrasi zat terlarut dalam suatu
larutan, reaksi juga akan berlangsung lambat.
Semakin tinggi temperatur suatu reaksi, semakin cepat reaksi tersebut
berlangsung. Dan sebaliknya, semakin rendah temperatur suatu reaksi, semakin
lambat reaksi berlangsung
Katalisator positif mempercepat jalannya suatu reaksi dengan menurunkan
energi aktivasi
Katalisator yang berasal dari hasil reaksi itu sendiri disebut autokatalisator
14

6. DAFTAR PUSTAKA

Conley, B.S. (1987). General Chemistry. Houghton Mifflin Company. Boston.

Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Graham, R.P. & L.H. Cragg. (1959). The Essential of Chemistry. Holt, Reinhart &
Winston, Inc. USA.

Mahan, Bruce H. (1966). University Chemistry. Department of Chemistry University of


California. Berkeley.

Hein, M. (1992). An Introduction to General Organic and Biochemistry Fifth Edition.


Cole Publishing Company. California.

Petrucci, Ralph H. (1987). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.

Petrucci, Ralph H. & Robert K. Wismer. (1987). General Chemistry with Qualitative
Analysis Second Editon. Macmillan Publishing Company. New York.

Rogers, Elizabeth P. (1986). Fundamentals of Chemistry. Brooks Cole Publishing


Company. California.

Solomon, Sally. (1983). Introduction to General, Organic and Biological Chemistry. Mc


Grow Hill Bookcompany. USA.

Tupamahu. (1992). Kinetika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.


15

7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai