FRAKTUR
FRAKTUR
5
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. (Price & Wilson, 2006 : 1365).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif
Mansjoer dkk,2000:346)
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang ; pecahan atau
ruptur pada tulang (Dorland, 1998 : 446).
2. Epidemiologi
Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian
terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang relative
mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis
epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka terjadi pada
ekstremitas bawah, terutama daerah tibia, dan femur tengah.
3. Faktor Predisposisi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
4. Patofisiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan memuntir mendadak dan bahkan kontraksi ekstrem,
sehinggga tulang mengalami kegagalan menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur akan mempengaruhi jaringan
sekitarnya yaitu perusakan pada saraf sensori, kerusakan jaringan lemak
dapat menyebabkan luka terbuka sehingga memungkinkan terjadinya infeksi.
Untuk kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan, inflamasi,
dan rupture tendon sehingga terjadinya penekanan saraf akan menyebabkan
nyeri. Selain itu juga akan mempengaruhi korteks tulang dan periosteum
sehingga akan mengalami deformitas dan pemendekan tulang, hal itu
menyebabkan ekstremitas terganggu.
(Chairuddin Rasjad, 1998)
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup ( simple / closed fracture ).
Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
(menyebabkan robeknya kulit.)
Fraktur terbuka ( compound / open fracture ).
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari
dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo),
yaitu :
a. Derajat I
luka < 1 cm
b. Klasifikasi Etiologis
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)
Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, cari apakah terdapat :
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, dan pemendekan
Fuction laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur cruris
tidak bisa berjalan
Pada fraktur terbuka lihat adanya kerusakan jaringan
Lihat adanya pembengkakan.
Lihat juga perbedaan ukuran panjang drai tulang
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma
10. Terapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka
dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat
fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
11.Komplikasi
1) Komplikasi awal
Syok hipovolemik atau traumatik : bisa berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera. Syok hipovolemik atau traumatik akibat
pendarahan ( baik kehilangan darah eksternal maupu tak kelihatan)
dan kehilangan cairan ekstremitas, toraks, pelvis dan vertebra.
Emboli lemak : dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
Sindrom kompartemen : berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen
merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otor
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya
pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome
kompartemen:
a. Pain : nyeri
b. Pallor : pucat
c. Pulsesness : tidak ada nadi
d. Parestesia : rasa kesemutan
e. Paralysis : kelemahan sekitar lokasi terjadinya syndrome
kompartemen.
Infeksi
Tromboemboli emboli paru)
Koagulopati intravaskuler diseminata (KID) : sekelompok kelainan
pendarahan dengan berbagai penyebab, termasuk trauma massif.
Manifestasi KID meliputi : ekimosis, pendarahan yang tidak terduga
setelah pembedahan, dan pendarahan dari membrane mukosa, tempat
penusukan jarum infus, saluran gastrointestinal dan kemih
2) Komplikasi lambat :
12 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada
III. Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Ditandai dengan : keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus
menyempit, wajah menunjukkan nyeri, perilaku berhati-hati, melindungi,
perubahan tonus otot, respon otonomik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol dengan kriteria hasil :
Pasien dapat mengkaji factor penyebab , durasi terjadinya nyeri
Pasien melaporkan nyerinya terkontrol
Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani
nyeri.
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, qualitas, intensitas nyeri dan factor
presipitasi.
R/ : mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan terutama
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
R/ : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap
nyeri.
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan penerimaan respon nyeri pasien.
R/ : Strategi komunikasi terapeutik dapat membantu untuk menentukan
intervensi yang diperlukan.
4. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex : tidur,aktivitas,
kognisi, perasaan, hubungan, pekerjaan)
R/ : Mengetahui pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien.
Intervensi :
1) Catat karakteristik luka
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta : EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta : EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005
-2006. Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius