KESETIMBANGAN UAP-CAIR
Oleh:
Kelas B
KELOMPOK IV
KHAIRUNISAK 1507037679
PEKANBARU
2016
Abstrak
Perhatikan Gambar 11.5, bila suatu campuran dengan komposisi x2 dan pada
temperatur T3 (titik G ) atau di bawah titik didihnya (T2) dipanaskan pada tekanan
konstan maka akan terjadi beberapa perubahan terhadap campuran tersebut:
1. Ketika mencapai temperatur T2 campuran akan mendidih (ditunjukkan oleh
titik B) dan sebagian uap dengan komposisi y2 akan terbentuk (ditunjukkan
oleh titik E).
2. Jika pada temperature T2 pemanasan campuran dilanjutkan, maka komposisi
cairan akan berubah karena sebagian komponen yang lebih volatile telah
berubah menjadi uap, akibatnya temperatur didih cairan meningkat ke suatu
temperature T . Pada temperatur ini cairan akan memiliki komposisi sebagai
ditunjukkan oleh titik L, dan uapnya memiliki komposisi sebagai
ditunjukkan oleh titik N. Oleh karena tidak ada sedikitpun bahan yang hilang
dari sistim, maka yang terjadi hanyalah perubahan fasa cair menjadi fasa
uap. Perbandingan (rasio) fasa cair terhadap fasa uap yang terbentuk
adalah:
Cair MN
Uap ML
perjumlahan tekanan parsil. Untuk suatu gas (uap) ideal, tekanan parsil berbanding
lurus dengan fraksi mol konstituen, maka:
PA y A P (1.1)
PA PAo x A (1.2)
Di sini PAo adalah tekanan uap murni konstituen A pada temperatur yang
sama. Biasanya hubungan ini mendekati benar bila xA bernilai tinggi, atau xB
bernilai rendah. Beberapa campuran isomer organik dan beberapa senyawa
hidrocarbon hampir secara penuh mengikuti hukum ini.
PA = H xA (1.3)
Jika campuran mengikuti hukum Raoult, maka tekanan uap campuran dapat
diperoleh secara grafik dengan memanfaatkan data tekanan uap masing-masing
komponen. Mari kita perhatikan Gambar 11.6 yang menjelaskan hal terserbut. Garis
OA menunjukkan tekanan parsil komponen A di dalam campuran, dan garis CB
menunjukkan tekanan parsil komponen B, sedangkan tekan total ditunjukkan oleh
garis BA. Jika komponen A di dalam campuran memiliki komposisi D, maka
berdasarkan geometri Gambar 11.6 tekanan parsil PA diwakili oleh garis DE, PB
oleh DF, dan tekanan total P diwakili oleh DG.
PA PAo x A
PA Py A
PAo x A Po x
yA dan y B B B (11.4)
P P
y A yB 1
PAo x A PBo (1 x A )
1
P P
Dari persamaan ini dihasilakan:
P PBo
xA (11.5)
PAo PBo
Dimana PS adalah tekanan uap jenuh cairan murni, VOL adalah volum molar
cairan murni dan SV adalah koefisien fugasitas uap murni pada keadaan jenuh
(saturated condition). Suku eksponen dalam persamaan di atas dinamakan faktor
koreksi Poynting (Poynting correction). Jika cairan bersifat tidak termampatkan
dan uap komponen pada keadaan jenuhnya dapat dianggap sebagai gas ideal,
persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
METODOLOGI
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol 96% dan
aquadest.
Tabel 3.1 Harga oBrix etanol fasa uap dan cair untuk setiap variasi etanol
4 R = 0.9346
3
2
1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Komposisi etanol
Gambar 3.1 Hubungan komposisi etanol dengan oBrix etanol fasa cair
Pada kurva hubungan komposisi etanol dengan oBrix etanol fasa cair didapatkan
persamaan : y = 10x + 0,9, sehingga nilai fraksi massa etanol fasa cair (xw) dan fasa
uap (yD) dapat dicari. Dari kurva juga diperoleh R2 = 0,9346. Nilai R2 merupakan
gradien atau garis lurus yang menyatakan tingkat ketelitian dari data yang diperoeh.
Untuk standart penelitian, biasanya nilai R2 adalah berkisar antara 0,98 hingga 1,00.
Namun pada percobaan kali nilai R2 yang didapatkan hanya 0,9346, jauh dari nilai
standart. Kesalahan ini disebabkan terlalu lama kontak sampel dengan udara saat
pengukuran, sehingga sebagian etanol yang ada dalam sampel menguap yang
menyebabkan pembacaan oBrix berubah dari yang seharusnya.
Tabel 3.2 di atas adalah data pengamatan percobaan kesetimbangan uap cair
(KUC) setelah etanol dalam fasa cair terkondensasi. Sampel fasa cair diambil dan
diukur konsentrasinya menggunakan alat hand refractometer. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi etanol dalam umpan akan
menyebabkan penurunan temperatur kesetimbangan. Hal ini dikarenakan titik didih
etanol lebih rendah dari titik didih air, sehingga temperatur kesetimbangan semakin
rendah (cepat tercapai). Selain itu, konsentrasi kondensat menurun dengan
bertambahnya komposisi umpan, sedangkan konsentrasi cairan meningkat dengan
bertambahnya komposisi umpan.
Tabel 3.3 Data kesetimbangan etanol-air percobaan
95
Temperatur (oC)
90
85
80
75
70
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
fraksi massa
fraksi xa fraksi ya fraksi xw fraksi yd
2.3
1.8
1.3
0.8
73 78 83 88
Temperatur (OC)
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
2. Dari kurva komposisi etanol fasa cair dengan oBrix diperoleh persamaan y =
10x + 0,9 dengan R2 = 0,9346.
3. Semakin besar komposisi umpan, maka nilai oBrix fasa cair akan semakin besar,
sedangkan nilai oBrix fasa uap akan semakin kecil.
5. Harga fraksi massa etanol fasa cair dan fasa uap pada percobaan berada sedikit
dibawah fraksi massa etanol fasa cair dan fasa uap pada literatur.
6. Nilai K percobaan cukup jauh dari nilai K pada literatur. Hal ini disebabkan
karena penanganan etanol yang kurang baik sebelum dianalisa menggunakan
hand refractometer.
4.2 Saran
Praktikan harus teliti dalam dalam membaca skala oBrix pada alat hand
refractometer. Kesalahan dalam pembacaan skala oBrix akan mempengaruhi setiap
perhitungan dalam percobaan ini.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Untuk membuat etanol dengan konsetrasi 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , dan 0,6 dalam 50
mL larutan dapat digunakan perhitungan :
V=m:
V = 20 gr : 0,789 gr/mL
V = 25,34 mL : 100/50
V = 12,67 mL
Maka untuk membuat 50 mL etanol 0,2 dibutuhkan volume etanol sebanyak 12,67
mL. Kemudian aquadest ditambahkan hingga volume total 50 mL.
a. 0,2 V = 12,67 mL
b. 0,3 V = 19,01 mL
c. 0,4 V = 25,34 mL
d. 0,5 V = 31,68 mL
e. 0,6 V = 38,02 mL
2. Menghitung xw dan yD
Menghitung xw
0,9
=
10
2,5 0,9
=
10
x = 0,16
= 0,789 gr/mL . 8 mL
= 6,312 gr
= 1 gr/mL . (50-8) mL
= 42 gr
=
+
6,312
=
6,312 + 42
Xw = 0,1306
Perhitungan xw untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama
sehingga diperoleh data seperti pada tabel 3.3.
Menghitung yD
3803,98
Ln Psat = 18,9119 41,68
T = 88 OC = 361 OK
3803,98
Ln Psat = 18,9119 41,68
3803,98
Psat = [18,9119 41,68]
3803,98
Psat = [18,9119 36141,68]
Psat = [6,9992]
Psat = 1095,756
.
yD =
0,1306 . 1095,756
yD = 760
yD = 0,1882
Perhitungan yD untuk komposisi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama
sehingga diperoleh data seperti yang terlihat pada tabel 3.3.
K = y/x
Harga K untuk etanol 0,2 dengan temperatur kesetimbangan 88 OC yaitu :
Perhitungan harga K untuk komposisi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang
sama sehingga diperoleh data seperti pada tabel 3.4.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, CJ. 1997. Transport Processes and Unit Operations. 3rd editions.
Eastern Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New
Delhi, India.
Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D-III Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2016. Penuntun Pratikum
Operasi Teknik Kimia I. Pekanbaru