Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desain adalah suatu sistem yang berlaku untuk segala jenis perancangan dimana
titik beratnya adalah melihat segala sesuatu persoalan tidak secara terpisah atau tersendiri,
melainkan sebagai suatu kesatuan dimana satu masalah dengan lainnya saling terkait
.Sedangkan interior adalah bagian dalam dari sebuah bangunan dibentuk oleh elemen-
elemen yang bersifat arsitektur dari struktur dan pembentuk ruangnya, seperti kolom,
dinding, lantai, dan atap . Ruang berfungsi sebagai tempat yang penting untuk beraktivitas,
sebagai tempat tinggal dan juga berfungsi sebagai lambang status sosial dan harga diri . Dari
pengertian-pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa desain interior adalah suatu proses
perancangan bagian dalam dari sebuah bangunan,yang meliputi unsur fisik, yaitu struktur
dan elemen pembentuk ruang (lantai,dinding, plafon) dan unsur non fisik yaitu untuk
memenuhi fungsi ruang sebagai tempat beraktivitas.
Desain interior terbentuk dari beberapa unsur dan dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain semiotika, gaya hidup dan konsep space and place. Faktor faktor ini
mempengaruhi bentuk ruang interior yang dapat kita lihat dalam berbagai bangunan yang
telah berdiri walaupun mungkin kita sering tidak menyadarinya.

1.2 Pembatasan masalah


Isi dari karya tulis ini memuat hasil pengamatan dalam field trip yang telah
dilakukan di Museum Seni Rupa dan Keramik , Stasiun Kota, Kemang, Pasifik Place, dan
Sekolah Internasional Global Jaya. Field trip ini sendiri dimaksudkan untuk melihat unsur
dan faktor semiotika, gaya hidup, budaya kota dan konsep space and place secara langsung
pada bangunannya.

1.3 Metode Penelitian


Pembahasan dari makalah ini merupakan hasil dari apa yang saya amati langsung di
lapangan sesuai dengan pokok bahasannya.

1
Metode Perancangan Arsitektur Interior
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Desain Interior
Bila ingin berbicara tentang desain biasanya dimulai dengan usaha
memformulasikan pengertian tentang desain, membuat definisi desain dan mencari arti
desain. Pengertian desain interior dikemukakan oleh D.K. Ching (2002:46) sebagai berikut:

Interior design is the planning, layout and design of the interior space within
buildings. These physical settings satisfy our basic need for shelter and protection,
they set the stage for and influence the shape of our activities, they nurture our
aspirations and express the ideas which accompany our action, they affect our
outlook, mood and personality.The purpose of interior design , therefore, is the
functional improvement, aesthetic enrichment, and psychological enhancement of
interior space.

Definisi di atas menjelaskan bahwa desain interior adalah sebuah perencanaan tata
letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi
kebutuhan dasar kita akan naungan dan perlindungan, mempengaruhi bentuk aktivitas dan
memenuhi aspirasi kita dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita,
disamping itu sebuah desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati dan
kepribadian kita.Oleh karena itu tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan
fungsi, pengayaan estetis dan peningkatan psikologi ruang interior.
Dari definisi di atas didapat pengertian bahwa desain interior adalah suatu proses
pembentukan ruang dalam, dengan cara memanipulasi volume ruang serta pengolahan
permukaaan ruang. Desain interior bekerja dengan pertimbangan psikologi lingkungan,
arsitektur dan desain produk. Pembentukan dari desain interior itu tersebut tentunya
dipengaruhi oleh berbagai faktor sebelum mencapai bentuk akhirnya.
Kita akan mencoba memperhatikan berbagai unsur pembentuk desain interior di
beberapa bangunan.

2
Metode Perancangan Arsitektur Interior
2.2 Museum Seni Rupa dan Keramik dan Stasiun Kota
Pada kedua tempat ini kita akan membahas mengenai semiotika. Semiotik berasal
dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari
tanda-tanda dalam kehidupan. Tanda-tanda merupakan bentuk penyederhanaan dari
maksud yang terkandung pada suatu konsep atau benda, yang seringkali tidak dapat
disampaikan melalui kata-kata yang terbatas. Semiotik memberikan pemahaman tentang
elemen-elemen yang membentuk tanda dan kaidah apa saja yang mengaturnya.
Dalam semiotik, sebuah tanda dapat dibahas melalui tiga tingkatan makna yaitu:

a. Makna denotatif, yang mengaji makna dari objek yang digunakan dalam
sebuah tanda.
b. Makna konotatif, yang membahas makna yang ingin disampaikan melalui
suatu penandaan.
c. Aspek sosial, yang didasarkan pada teori Peirce bahwa tanda tidak terpisahkan dari
kehidupan sosial, dengan mengkaji tanda sudut panjang subjek yang menggunakan tanda,
yaitu masyarakat.
Pembahasan tanda berdasarkan tingkatan ini akan mencerminkan makna yang
terkandung dalam penggunaan semiotik dalam Museum seni rupa dan keramik dan Stasiun
Kota.
2.2.1 Museum Seni Rupa dan Keramik
Museum Keramik dan Seni
rupa terletak di kawasan kota tua
Fatahillah tepatnya di Jalan Pos
Kota No 2, Jakarta Barat. Awalnya
gedung ini adalah gedung
peradilan Hindia Belanda pada
kompleks benteng Batavia
(Ordinaris Raad Van Justitie
Binnen Het Kasteel Batavia) yang
dibangun pada tanggal 12 Januari 1870.

3
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Semiotika yang pertama kali terlihat adalah pilar-pilar raksasa menopang kanopi
berbentuk prisma memberi kesan kokoh dan kuat sesuai fungsi awalnya sebagai gedung
peradilan. Pelataran yang luas semakin memperkuat kesan megah bangunan ini.

a.Penataan ruang
Penataan ruang museum memperlihatkan adanya tahapan tahapan yang harus
kita lalui untuk dapat menikmati barang barang yang dipamerkan. Disamping pelataran
yang luas akan terdapat satu jalur masuk yang sekaligus sebagai tempat pembelian tiket. Hal
ini berarti kita harus membeli tiket terlebih dahulu sebelum bisa masuk ke dalam museum.
Setelah itu kita akan diperlihatkan sejarah awal mengenai keramik dalam bentuk berbagai
papan informasi dan banner. Pembagian ruang pameran juga dikelompokkan berdasarkan
barang yang dipamerkan. Tiap barang dikelompokkan menurut periodenya. Lantai 2
diperuntukkan sebagai penjelasan tambahan dan lebih mendalam mengenai jenis jenis
keramik yang ada.
b.Elemen Pembentuk Ruang
b.1 Lantai
Lantai pada museum ini msaih mempertahankan material aslinya sehingga menunjukkan
kesan tua dari si bangunan dan juga karya yang dipamerkan.
b.2 Kotak Pajangan
Hampir semua karya yang berupa keramik diletakkan dalam kotak kaca. Ini memberi kesan
bahwa karya karya tersebut hanya untuk dilihat dan bukan untuk disentuh. Hal ini juga
memberi kesan perlindungan terhadap karya tersebut.

4
Metode Perancangan Arsitektur Interior
b.3 Lampu sorot
Adanya lampu sorot memperkuat kesan bahwa barang barang yang ada memang untuk
dipamerkan. Penyorotan lampu pada barang pameran tentu saja untuk menambah daya
tariknya.
b.4 Banner dan Papan Informasi
Di museum ini terdapat beberapa lembar informasi dan banner yang memberikan info
mengenai karya dan juga museum itu sendiri.

Banner informasi Lampu sorot

Lampu sorot

Kotak kaca

Lembar Informasi

Lantai yang tua

Gambar Semiotika dalam Museum seni rupa dan keramik


5
Metode Perancangan Arsitektur Interior
2.2.2 Stasiun Kota
Tulisan STASIUN KOTA yang
tertulis di kedua pintu masuk bangunan
ini menjadi sebuah semiotika yang
sangat kuat sebagai identitasnya.Bentuk
bangunan dan warnanya menjadi tanda
bahwa bangunan stasiun ini berusia
cukup tua.

a.Penataan ruang
Penataan ruang di stasiun kota ini memperlihatkan tahapan apa saja yang harus kita
lakukan di sini. Yang paling awal kita temui adalah loket pembelian tiket. Ini berarti kita
harus membeli tiket terlebih dahulu sebelum menaiki kereta. Setelah itu kita akan melalui
pos pemeriksaan tiket. Kemudian kita akan berada di ruang untuk menunggu kereta. Setelah
kereta tiba barulah kita kemudian bisa berpindah untuk memasuki kereta yang kita
inginkan.
Penataan peron disesuaikan dengan tujuan kereta apinya agar tidak
membingungkan para calon penumpang tapi dari jumlah orang yang menumpang di tiap
peron juga kita bisa melihat bahwa frekuensi kereta api yang paling sering terjadi itu adalah
di peron 11 dan 12 yang menuju Bogor. Tempat menunggu diletakkan menghadap peron
tentunya agar kita tetap bisa melihat kereta api yang akan datang atau dengan kata lain agar
kita tetap ingat tujuan awal kita berada disitu.

6
Metode Perancangan Arsitektur Interior
b. Elemen Pembentuk Ruang
b.1 Plafon
Plafon di stasiun ini diletakkan sangat tinggi sehingga memberi kesan lapang dan luas.

b.2 Pagar
Terdapat pagar untuk membatasi antara ruangan yang dimasuki oleh orang orang
yang telah diperiksa tiketnya oleh petugas dan yang belum. Ini tentunya juga secara tidak
langsung untuk membedakan kedua ruang tersebut.
b.3 Papan Informasi dan speaker
Di sepanjang stasiun ini terdapat berbagai sarana untuk memberikan informasi
seperti poster,banner dan sesekali terdengar suara pemberitahuan dari speaker.

7
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Banyak semiotika lain yang terdapat di stasiun ini. Karcis adalah tanda bahwa kita
sudah membayar biaya sehingga boleh menaiki kereta api. Para petugas keamanan yang
ada di sekitar menandakan bahwa tempat ini dijaga. Barang bawaan para penumpang yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa latar belakang dan profesi para penumpang tersebut
berlainan. Bunyi pluit kereta menandakan bahwa kereta akan berangkat dan bunyi kereta
yang mendekat menandakan bahwa ada kereta yang datang.

2.3 Gaya Hidup dan Konsumerisme


Kata konsumerisme dapat ditarik pada dua hal yang berkaitan, yaitu konsumtif dan
konsumen. Konsumtif mengindikasikan sebuah tindakan, sedangkan konsumen lebih
cenderung mengarah kepada pelaku dari sebuah tindakan konsumsi. Berkaitan dengan itu,
pemahaman kata konsumerisme pada masa sekarang cenderung bergeser kepada sebuah
bentuk atau gaya hidup.
Gagasan tentang konsumerisme ini terkait dengan teori-teori konsumsi yang pernah
ada. Salah satu pencetus teori konsumsi ini adalah Karl Marx. Ia merupakan peletak dasar
teori konsumsi klasik. Ia menganalisa tentang apa yang membentuk serta menyusun
kebutuhan manusia. Lebih lanjut, ia juga melihat bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut
dapat bertemu di dalam aplikasi proses produksi.
Haryanto Soedjatmiko (2008), mengetengahkan gagasan dasar dari konsumsi, yakni
mengumpulkan dari alam. Pada tahap ini, alam menyediakan segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia, dan sebaliknya manusia memungut apa yang dibutuhkannya. Gagasan
ini menyadarkan kita bahwa sebagai manusia pasti membutuhkan sesuatu demi
kelangsungan hidupnya. Hal ini mengingatkan pula bagi kita akan hakekat kebudayaan,
yakni alam kodrat sendiri sebagai milik manusia, sebagai ruang lingkup untuk ralisasi diri
(J.W.M. Bakker, 1984). Segala kebutuhan yang diperlukan manusia guna melangsungkan
hidupnya diperoleh dari relasinya dengan alam.
Terkait dengan hal tersebut, konsumerisme dapat kita lihat sebagai paham atau
ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses
konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak
sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
konsumerisme dijelaskan dengan arti : paham atau gaya hidup yg menganggap barang-

8
Metode Perancangan Arsitektur Interior
barang (mewah) sbg ukuran kebahagiaan, kesenangan, dsb; gaya hidup yg tidak hemat Hal
tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan
tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan.
Untuk bisa memahami konsep konsumerisme dan gaya hidup ini kita akan
melihatnya dari Kemang sebagai daerah komersil dan Pasific Place. Kemang merupakan
salah satu daerah yang bisa dibilang menjadi korban oleh perkembangan konsumerisme
ini karena dipaksa untuk menjadi daerah komersial oleh pemerintah sedangkan Pasific
Place adalah salah satu pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Jakarta.
Pusat perbelanjaan dan Budaya Konsumerisme merupakan dua hal yang tak bisa di
pisahkan, karena satu dengan lainnya terdapat koherensi. Dimana Budaya konsumerisme itu
bisa timbul karena pusat perbelanjaan juga. Pusat perbelanjaan yang banyak terdapat di
kota kota besar di Indonesia memfasilitasi keinginan konsumtif masyarakat. Selain itu
pusat perbelanjaan juga menimbulkan berbagai budaya baru di masyarakat misalnya
menjadi daerah bergaulnya para remaja bahkan menjadi tempat terjadinya transaksi bisnis
dan rapat kerja. Intinya mal telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan budaya
kota.
Dari level yang paling mendasar, Mall merupakan pusat perbelanjaan yang berfungsi
untuk memfasilitasi para konsumen dari gaya hidup yang modern. Kejadian yang luar biasa
dari Mall di Jakarta karena semakin mendekatnya dengan era globalisasi, yang
menghubungkan pandangan masyarakat global dari gaya hidup modern kepada masyarakat
Jakarta.
Tetapi, didalam beberapa abad terakhir, sudah semakin terlihat bahwa mall tidak
hanya sebagai tempat untuk berbelanja tetapi juga untuk menunjukkan beberapa elemen
dari praktek budaya. Masyarakat Jakarta jauh lebih beruntung, mereka memiliki mall. Dari
keseluruhannya, mall adalah tempat dimana masyarakat Jakarta pergi untuk melihat dan
dilihat. Sebagai tambahan, untuk menonjolkan bahwa mall juga merupakan pusat
perbelanjaan, mall di Jakarta dibangun sedemikian rupa sebagai tempat umum dimana
masyarakatnya bisa melakukan aktivitas yang berkaitan dengan kelas ekonominya.

9
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Untuk masyarakat Jakarta, mengunjungi mall tidak hanya berarti pergi berbelanja
atau membeli alat keperluan rumah tangga. Masyarakat Jakarta, khususnya para remaja,
sering mengunjungi mall dengan tujuan yang disebut dengan budaya mejeng yang berarti
merupakan sebuah tingkah laku yang memiliki tujuan untuk menunjukkan seberapa tingkat
konsumsi, seperti menggunakan pakaian paling up-to-date dan bertemu dengan orang lain
yang berada dalam tingkatan kelas yang sama. Di dalam mall, mereka berjalan-jalan dari
satu tempat ketempat yang lain. Mereka tidak benar-benar membutuhkan sesuatu untuk
dibeli karena itu bukan merupakan tujuan utama mereka. Mereka mengunjungi mall untuk
menunjukkan identitas mereka dan membagi ketertarikan yang sama dengan orang lain.
Dalam hal ini, untuk masyarakat Jakarta, mengunjungi mall adalah symbol konsumtivisme
dan gaya hidup.
Fenomena publik tentang budaya mall berkembang cepat di Jakarta selama dua
dekade ini. Mall adalah public space yang baru, didesain untuk tampilan dan konsumsi
komunitas modern. Public space ini mendikte pakaian seperti apa yang harusnya dikenakan,
dan mereka yang tidak memenuhinya tidak akan dianngap. Budaya mall harus dilihat
sebagai tempat untuk orang-orang kelas menengah baru, karena disanalah mereka
menunjukkan bahwa mereka termasuk golongan kelas menengah.
Dengan mengubah public space menjadi zona perdagangan dan mengklaim
legitimasi moral mengimplikasikan justifikasi kelas dengan menjadi modern, terhormat,
dan rapi orang-orang kelas menengah Jakarta mengklaim mall sebagai daerah resmi
mereka. Tindakan mengubah public space menjadi konsumer place ini dilakukan untuk

10
Metode Perancangan Arsitektur Interior
menyingkirkan mereka yang tidak dapat berpartisipasi dalam konsumerisme. Budaya mall
adalah kerja produktif para masyarakat kelas menengah yang memproduksi diri sendiri dan
eksistensi eksternalnya dari material mentah. Melalui budaya mall, orang-orang kelas
menengah Jakarta diproduksi dan diproduksi ulang. Para masyarakat kelas menengah
Jakarta benar-benar sebuah proyek budaya kelas; ia tidak pernah ada di luar produksi dan
produksi ulang melalui latihan-latihan kultural.
Fakta bahwa tingkat pemasukan dan standar kehidupan penduduk Jakarta telah
meningkat, sebagai hasil kebijakan-kebijakan perkembangan ekonomi Orde Baru, tidak
langsung menentukan kelas. Walaupun benar bahwa memiliki materi atau sumber finansial
pada tingkat tertentu menentukan kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam
kegiatan konsumsi, bukan hanya kemampuan finansial yang mendefinisikan kelas
menengah. Banyak penduduk Jakarta yang tidak dapat mengklaim diri sebagai kelas
menengah karena mereka tidak bias menunjukkan gaya hidup mereka di mall. Hal ini tidak
berarti budaya mall simply sebagai produk penentuan ekonomi. Budaya mall adalah proses
tiada akhir dari produk kultural dan formasi kelas menengah.
Walaupun Kemang dan Pasific merupakan tempat yang sama sama
mengakomodir konsumerisme masyarakat namun terdapat beberapa perbedaan yang
mendasar dari kedua tempat ini. Kawasan Kemang walaupun memang merupakan kawasan
komersial namun tetap terhubung dengan kawasan sekitar bahkan sebenarnya dia tetap
berada di lingkungan karena yang komersial hanyalah toko toko yang ada di kawasan
tersebut. Lain halnya dengan Pasific Place yang merupakan sebuah mal. Pusat perbelanjaan
merupakan sebuah tempat dimana orang yang masuk didalamnya dipisahkan dari
lingkungan. Mal tersebut kemudian yang menjadi lingkungan mereka yang baru.
Perbedaan perbedaan ini tentunya mempengaruhi konsep toko toko yang ada di
kedua kawasan ini. Salah satunya adalah perbedaan cara mereka mendisplay. Windows
display yang merupakan wajah dan alat toko untuk menjaring konsumen diaplikasikan
secara berbeda.
Kemang Icon adalah sebuah gedung yang ditempati oleh beberapa jenis usaha
seperti restoran, galeri seni, toko tas dan sebagainya. Lokasinya yang berada di pinggir jalan
menyebabkan display yang ada sulit untuk dilihat bila hanya dilewati secara sekilas.
Windows display dalam bangunan ini cenderung terbatas dan oleh karenanya memaksa

11
Metode Perancangan Arsitektur Interior
pengunjung untuk masuk ke dalam toko tersebut. Toko ini juga terkesan tertutup dan privat.
Lain halnya dengan Gelatissimo yang berada di dalam sebuah pusat perbelanjaan. Display
yang ada digunakan semaksimal mungkin untuk mengekspos keunikan dan kelebihan toko
dan produk yang ditawarkan. Letaknya di dalam pusat perbelanjaan memaksanya untuk
benar- benar bisa menarik perhatian para pengunjung yang berlalu lalang.

Gelatissimo,Pasific Place Kemang Icon, Kemang

Perbedaan dari kedua window display ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh
faktor lokasi dan frekuensi orang yang melewatinya. Perbedaan kedua faktor ini
menyebabkan munculnya teknik window display yang berbeda dalam menjaring konsumen.
Kemang icon lebih memfokuskan pada kalangan yang memang berniat datang kesana atau
minimal orang yang kebetulan lewat dan tertarik untuk masuk sedangkan Gelatissimo lebih
memfokuskan bagaimana menjaring orang yang lalu lalang dan menawarkan produknya
secara terbuka dan bahkan terkesan frontal karena langsung memperlihatkan apa yang
dijualnya bukan hanya dengan poster atau daftar menu. Tentu saja ini juga dipengaruhi oleh
faktor persaingan antar toko yang sangat tinggi dalam sebuah pusat perbelanjaan.
Tingkat konsumerisme yang tinggi sebenarnya berdampak baik pada ekonomi
negara. Tingginya tingkat beli masyarakat tentunya menguntungkan industri apalagi industri
kreatif yang nota bene selalu diburu. Brand tidak lagi hanya menjadi identitas produsen tapi
sudah menjadi gaya hidup dan budaya baru di masyarakat. Bisnis Franchise adalah bentuk
nyata dari komersialisasi Brand tadi.
Berbagai inovasi dan desain baru selalu muncul karena permintaan yang tinggi dari
masyarakat. Namun kondisi ini kemudian menjadi ironis karena kita (baca: masyarakat
12
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Indonesia) seringkali hanya bisa menjadi konsumen dan bukannya produsen. Kondisi yang
memprihatinkan jika kita melihat bahwa pusat perbelanjaan di Negara kita ini sebagian
besar diisi oleh produk produk dari luar negeri.

2.4 Space and Place


2.4.1Definisi Space and Place
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, place dan space mempunyai arti
yang sama yaitu tempat. Tetapi, sebenarnya, kedua kata tersebut mempunyai perbedaan
yang sangat nyata.
Space is the boundless extent within which matter is physically extended and
objects and events have positions relative to one another[1]. Physical space is often
conceived in three linear dimensions, although modern physicists usually consider it, with
time, to be part of the boundless four-dimensional continuum known as spacetime. In
mathematics spaces with different numbers of dimensions and with different underlying
structures can be examined.
Jika space mengacu pada struktur, kualitas geometri dari lingkungan fisik, place
merupakan gagasan yang mencakup dimensi hidup, pengalaman dan interaksi penggunaan
ruang oleh penghuninya
Dapat kita simpulkan bahwa perbedaan space dan place mempunyai perbedaan ciri,
antara lain:
SPACE:
- Ilmiah. Space mempunyai dimensi; panjang, lebar dan tinggi. Oleh karena itu space
tersebut mempunyai sifat dapat diukur.
- Impersonal. Bukan mengenai manusia, tapi lebih kepada fisik dari pembentuk space itu
sendiri misalnya dinding, lantai dan langit-langit.
- Rasional
- Sosio-ekonomi. Bentukan-bentukna dari sebuah space biasanya di dasarkan pada tujuan
ekonomi. Berapa tinggi atau lebar sebuah ruangan akan berdampak kepada biaya
pembuatan space tersebut. Selain itu, apakah dengan besaran tertentu space tersebut
dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan mendatanggkan keuntungan.
Contoh: perancangan sebuah kios dengan dimensi tertentu. Pemilik dan desainer akan

13
Metode Perancangan Arsitektur Interior
memikirkan berapa besar space yang dibutuhkan agar semua barang dan kegiatan dapa
ditempung. Pengeluaran untuk membuat kios tersebut dengan dimensi yang telah
ditentukan pastinya juga dihitung.

Gambar 1 (kiri) menunjukkan bahwa sebuah space di antara dua buah gedung, di mana space tersebut berupa
lorong yang mempunyai lebardan tinggi. Selain itu lorong tersebut terbentuk dari dasar (jalan) dan dinding
(gedung).
Pada gambar 2 (kanan) sangat jelas terlihat bahwa ruang tersebut memiliki batasan-batasan yang dapat
diukur seperti lantai, dinding dan langit-langit.

PLACE:
- Tidak ilmiah, bersifat abstrak.
- Personal
- Fenomenologis. Ada sebuah kegiatan/ aktivitas yang terjadi sehingga Sebuah kawasan
dapat dinamakan place.
- Psikologis. Sebuah place dapat memberikan dampak kepada psikologis orang-orang yang
berkegiatan di dalamnya. Sebuah tempat yang ramai tentu akan member kesan yang
berbeda dengan tempat yang sepi.

14
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Gambar 3 (Kiri) memberikan penjelasan sebuah place berupa cafe. Di mana terdapat sebuah aktifitas yang membuat
kawasan tersebut menjadi lebih hidup
Gambar 4 (Kanan) menunjukkan salah satu jalan di kota Paris. Permainan tangga membuat jalan ini memiliki sebuah karekter
yang mungkin tidak dimiliki di tempat lain. Suasana yang menyenangkan dengan deretan pohon dan bunga serta street
furniture dapat memberikan kesan tersendiri bagi orang yang berkunjung.

untuk memahami konsep space and place ini kita akan melihat dari sebuah sekolah yaitu
Global Jaya International School.

2.4.2 Global Jaya International School


Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang
memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan
di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan
menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu
luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang
moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-
anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan
kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya
melalui berbagai pelajaran di atas.
Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga
untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.Sekolah
dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah.
Global Jaya International School (GJIS) adalah salah satu sekolah internasional yang
ada di Indonesia. Sekolah ini beralamat di Jl. Raya Jombang, Bintaro Jaya Sektor IX Pondok

15
Metode Perancangan Arsitektur Interior
Aren Tangerang. Sejak dibuka tahun 1995, sekolah ini menawarkan pendidikan yang
berkualitas internasional untuk anak anak dari tingkat TK hingga year 12 (SMA).

Di sekolah ini terdapat 3 tingkatan pendidikan yaitu Primary School (9 12 tahun),


Middle School ( 11 16 tahun), dan Senior School (16 19 tahun). Setiap tingkat pendidikan
memiliki konsep pengajaran masing masing sesuai dengan keperluan namun tetap
berdasarkan kurikulum internasional.
Sekolah ini menawarkan konsep pengajaran yang berbeda dari sekolah pada
umumnya. Dengan kurikulum Internasional yang mengimplementasikan International
Baccalaureate Programme maka proses belajar yang mengajar yang terjadi juga berbeda
dari sekolah kebanyakan.
Seperti telah dijelaskan bahwa faktor penting dalam perubahan sebuah space
menjadi place adalah kenyamanan. Dalam hal ini berarti kenyamanan dari sekolah yang
tentunya dipengaruhi oleh atmosfer perasaan yang mucul akibar berbagai bentuk fisk yang
ada.
Konsep pengajaran dari sebuah sekolah tentunya berpengaruh terhadap sekolah
yang terbentuk mulai dari bangunan fisiknya maupun suasana yang tercipta.Fasilitas
pendukung juga menjadi penting untuk mendukung proses belajar mengajar. Fasilitas itu
antara lain WiFi, kolam renang, lapangan sepak bola, lapangan tenis,lapangan bulutangkis,
gymnasium, perpustakaan, laboratorium dan banyak lainnya. Dengan fasilitas yang lengkap
diharapkan dapat memberikan kualitas yang baik juga.
Ruangan kelas diikuti maksimal oleh 24 murid sehingga mengoptimalkan pengajaran
dan pengawasan perkembangan murid. Konsep moving class membuat ruangan- ruangan
yang ada lebih memrepresentasikan pelajaran yang diberikan misalnya banyak alat musik di

16
Metode Perancangan Arsitektur Interior
ruang musik atau banyak poster bernuansa sains di ruang sains. Ruangan kelas dibuat
senyaman mungkin bagi murid dengan gaya dinamis sehingga tidak terkesan kaku untuk
memancing siswa turut aktif dalam pengajaran. Warna-warna cerah digunakan alih-alih
warna putih yang biasa ada di sekolah umum untuk memperkuat suasana ceria dan dinamis.
Sebagai sekolah internasional tentunya GJIS (Global Jaya International School)
memiliki murid tidak hanya warga negara Indonesia saja tetapi juga kaum ekspatriat. Oleh
karena itu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris sehingga mempermudah
pengajaran bagi kaum ekspatriat dan juga untuk memenuhi kurikulum internasional.Selain
itu para murid di sekolah ini merupakan anak anak dari kalangan tingkat ekonomi atas
sehingga konsep pengajaran, fasilitas, pergaulan, dan gaya hidup murid yang ada juga
terkesan mewah dan eksklusif.

17
Metode Perancangan Arsitektur Interior
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sadar atau tidak ternyata berbagai faktor pembentuk interior ada di antara kita dan
mempengaruhi lingkungan dan bangunan yang kita didirikan. Hal ini juga mempengaruhi
bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain maupun dengan lingkungan.

3.2 Saran
Setelah mengetahui bahwa lingkungan interior dibentuk oleh berbagai faktor, kita
harus lebih memperhatikan faktor faktor tersebut dalam pembentukan desain kita
nantinya. Kita harus lebih peka agar nantinya bisa muncul desain yang baik.

18
Metode Perancangan Arsitektur Interior
REFERENSI

Eco, Umberto. 1976. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.


Yi-Fu-Tuan,2008,Space and Place,University of Minnesota Press,Minneapolis.
Jeane Martinet,2008,Semiologi,kajian teori Saussuran,Jala Sutera,Joyakarta
Soedjatmiko, Haryanto, 2008, Saya Berbelanja, Maka Saya Ada, Yogyakarta: Jalasutra.

Website :
http://globaljaya.com (Website GJIS)
http://landspatial.bappenas.go.id/subpage.php?cat=berita&&id=161
http://mantonia.multiply.com/journal/item/14/Mal_dan_Pergeseran_Budaya
http://www.en.wikipedia.org/

19
Metode Perancangan Arsitektur Interior

Anda mungkin juga menyukai