PB MB
1-5 lesi
hipopigmentasi/eritema >5 lesi
1. Lesi kulit (makula datar, papul distribusi lebih simetris
distribusi tidak semetris
yang meninggi, nodus)
hilangnya sensasi kurang jelas
hilangnya sensasi jelas
PEMERIKSAAN PASIEN
Anamnesis
Keluhan penderita
Riwayat kontak
Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi.
Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit.
Palpasi
Kelainan kulit, nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki.
Kelainan saraf : Cara pemeriksaan saraf :
atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial.
anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
tidak mampu aduksi ibu jari
dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas (sebaiknya
40oC) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20o)
sebelumnya dilakukan tes control pada daerah kulit yang normal
Rasa raba
Rasa nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan
dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien dalam keadaan sambil menutup mata harus
mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
Sediaan dibuat dari kerokan kulit diwarnai dengan pewarnaan ZIEHL NEELSEN. Bakterioskopik
negative pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M.leprae.
Tempat yang akan diambil kedua cuping telinga bagian bawah (mengandung basil yang paling
banyak) dan 2-4 tempat lain yang paling aktif, berarti yang paling eritematosa dan paling
infiltratif.
Cara pengambilan bahan dengan menggunakan scalpel steril. Setelah tempat tersebut
didesinfeksikan, lalu diusahakan agar tempat tersebut, dengan jalan dipijit, menjadi iskemik agar
kerokan jaringan mengandung sesedikit mungkin darah yang akan mengganggu gambaran
sediaan. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis melampaui subepidermal clear zone agar
mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di
dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di
atas api, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yang klasik, yaitu Ziehl Neelsen.
M.leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk
batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah
basil hidup, sedang fragmented dan granular bentuk mati.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan
indeks bakteri (I.B) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut RIDLEY.
Rumusan :
Syarat perhitungan IM :
jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
IB 1 + tidak usah dibuat IM nya,
Mulai dari IB 3+ ke atas harus dicari IM nya,
Contoh perhitungan IB dan IM
Tempat pengambilan IB Solid Nonsolid IM
Telinga kiri 4+ 9 91 9%
Telinga kanan 3+ 8 92 8%
Lesi I 3+ 7 93 7%
Lesi II 5+ 8 92 8%
18 33 395
IB penderita : 18/6 = 3+
Tes Lepromin
Menentukan tipe kusta pada penderita.
Tes lepromin : injeksi ekstrak basil M.leprae inaktif yg tlh distandarkan pd subkutan
lengan atas.
Tempat injeksi ditandai dan diperiksa 3 dan 28 hari kemudian untuk melihat reaksinya.
Pasien dengan kusta tipe lepromatosa hasilnya negatif (tidak adanya reaksi antigen pada
kulit).
PENGOBATAN KUSTA
1. Dapson/DDS (4,4 diaminodifenil sulfon)
Obat ini bersifat bakteristatik, dosis adalah 1-2 mg/kgBB setiap hari.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia
hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal
toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia.
2. Rifampisin
Obat ini bersifat bakterisidal kuat.
Dengan dosis 10 mg/kgBB, diberikan setiap bulan.
Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala
gastrointestinal, flu like syndrom, dan erupsi kulit.
3. Klofazimin/Lamprene
Mempunyai efek bakteriostatik & efek antiinflamasi ( untuk pengobatan reaksi kusta,
khususnya ENL).
Dosis 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3100 mg setiap minggu. Selain
itu dosis bulanan 300 mg diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2.
Efek sampingnya menyebabkan pigmentasi kulit, gangguan gastrointestinal (nyeri
abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus), dapat juga tertimbun di hati. Perubahan
warna akan menghilang setelah obat dihentikan.
4. Ofloksasin
Aktif terhadap Mycobacterium leprae in vitro.
Dosis optimal harian adalah 400 mg.
Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai
gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness
dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak
membutuhkan penghentian pemakaian obat.
5. Minosiklin
efek bakterisidal, tetapi lebih rendah daripada rifampisin.
Dosis standar harian 100 mg.
Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai
kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susuna saraf pusat,
termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak
atau selama kehamilan.
6. Klaritromisin
Antibiotic makrolid dan bakterisidal terhadap M.leprae.
Pada dosis harian 500mg.
Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila
obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.
Skema Regimen MDT WHO
Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB
DEWASA
OBAT
BB<35 kg BB>35 kg
Rifampisin 450 mg/bln (diawasi) 600 mg/bln (diawasi)
Dapson swakelola 50mg/hari(1-2mg/kgBB/hari) 100 mg/hari
300 mg/bln
450 mg/bln
300 mg/bln 450 mg/bln 100 mg/bln
150 mg/bln
Rifampisin dilanjutkan 50 mg,
dilanjutkan 50 mg/hr
Klofazimin 2x/mgg
25 mg/hr 50 mg/hr
50 mg/hr
25 mg/hr
Lamanya pengobatan kusta tipe PB adalah 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan.
Pengobatan kusta tipe MB adalah sudah sebesar 24 dosis diselesaikan dalam waktu
maksimal 36 bulan.
Minimum 6 bulan untuk PB dan minimum 24 bulan untuk MB maka dinyatakan RFT
(Release From Treatment).
WHO Expert Committee :
MB menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus PB
dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan.
Bagi kasus PB dengan lesi tunggal pengobatan adalah Rifampisin 600 mg ditambah
dengan Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal.
Penderita MB yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula dengan DDS
sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Untuk itu pengobatannya dengan klofazimin 50
mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, diteruskan
klofazimin 50 mg ditambah ofkloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama
18 bulan.
Bagi penderita MB yang menolak klofazimin, diberikan rifampisin 600 mg ditambah
dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24
bulan.
Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT). Setelah
RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis
minimal setiap tahun selama 5 tahun. Bila bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada
keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC).
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan epidose akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul, terminologinya dan klasifikasinya
masih bermacam-macam, namun yang paling banyak dianut yaitu :
Pengobatan ENL
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid, antara lain prednisone. Dosisnya
bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya 15-30 mg/hari dan dosisnya diturunkan
bertahap.
Klofazimin juga dapat dipakai sebagai anti ENL, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Dosisnya
antara 200-300mg/hari. Khasiatnya lebih lambat daripada kortikosteroid dan dapat dipakai
untuk melepaskan ketergantungan kortikosteroid.