Anda di halaman 1dari 8

DEFINISI

Penyakit infeksi kronik o/ Mycobacterium leprae, (bersifat intraselular obligat, tahan


asam dan alkohol serta gram positif).
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan traktus respiratorius bagian atas,
organ lain kec SSP.
EPIDEMIOLOGI
Masa tunasnya antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata 3-5 tahun.
Faktor-faktor :
patogenesis kuman penyebab,
cara penularan,
keadaan sosial ekonomi dan lingkungan,
varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan perubahan imunitas
kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.
Kuman dapat ditemukan di
kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan ASI, jarang didapat di urin.
Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama.
Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik
dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anastetik
disertai paralisis dan atrofi otot.
PATOGENESIS
Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas
infeksinya, disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi
granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif.
GEJALA KLINIS
Hasil bakterioskopi memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit sedangkan histopatolik
10-14 hari, tes lepromin (Mitsuda) hasilnya setelah 3 minggu.
SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebalikya SIS rendah
memberikan gambaran lepromatosa.
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas :
TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil.
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberkuloid
BB : Mid Borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil.
Menurut WHO :
Multibasilar berarti banyak mengandung basil, yaitu tipe LL, BL dan BB dengan
indeks bakteri lebih dari 2+.
Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu tipe TT, BT dan I dengan
indeks bakteri kurang dari 2+
Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)

PB MB
1-5 lesi
hipopigmentasi/eritema >5 lesi
1. Lesi kulit (makula datar, papul distribusi lebih simetris
distribusi tidak semetris
yang meninggi, nodus)
hilangnya sensasi kurang jelas
hilangnya sensasi jelas

2. Kerusakan saraf (hilang senses


Hanya satu cabang saraf banyak cabang saraf
/ kelemahan otot yg dipersarafi)
Kusta tipe neural murni dengan tanda sebagai berikut :
Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit.
Ada satu atau lebih pembesaran saraf.
Ada anastesia dan atau paralisis, atrofi otot pada daerah yang dipersarafinya.
Bakterioskopik negatif
Tes mitsuda umumnya positif
Untuk menentukan diagnosisnya sampai ke tipenya, yang biasanya tipe tuberkuloid,
borderline atau nonspesifik, harus dilakukan pemeriksaan secara histopatologik.
Kusta histoid merupakan variasi lesi pada tipe lepromatosa. Secara klinis berbentuk nodus
yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak. Bakterioskopi positif tinggi. Umumnya timbul
sebagai kasus relapse sensitive atau relapse resistant.
Relapse sensitive (resisten sekunder) :
1. kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
karena kuman dorman aktif kembali atau pengobatan tidak adekuat.
Relapse resistant (resisten primer) :
1. kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan,
tidak dapat diobati dengan obat yg sama krn resisten obat MDT.
Cardinal Sign : (Paling sedikit 1 tanda kardinal. tersangka kusta diamati dan diperiksa ulang
setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.)
Lesi kulit / bercak kulit yg mati rasa yaitu : bercak hipopigmentasi atau eritema, mendatar
(makula) atau meninggi (infiltrat). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja
thdp rasa sentuh, suhu nyeri.
Penebalan saraf.
Dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena yaitu :
Gangguan fungsi sensorik : nyeri, mati rasa
Gangguan fungsi motorik : parese atau paralisis
Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang
terganggu.
Sediaan hapus kulit yang positif (Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga
dan lesi kulit pada bagian yang aktif.)
DIAGNOSIS BANDING
dermatofitosis, dermatitis seboroika,
tinea versikolor, psoriasis, skleroderma,
tuberkulosis kutis
leukemia kutis,
verukosa
ptiriasis rosea, neurofibromatosis,
birth mark
granuloma anulare,
ptiriasis alba, xantomatosis,

PEMERIKSAAN PASIEN
Anamnesis

Keluhan penderita
Riwayat kontak
Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi.
Inspeksi

Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit.

Palpasi

Kelainan kulit, nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki.
Kelainan saraf : Cara pemeriksaan saraf :

1. bandingkan saraf bagian kiri dan kanan.


2. membesar atau tidak
3. bentuk bulat atau oval
4. pembesaran regular (smooth) atau irregular.
5. perabaan keras atau kenyal
6. nyeri atau tidak.
Gejala-gejala kerusakan saraf :
N. ulnaris : anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis.
clawing jari kelingking dan jari manis.

atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial.

anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
tidak mampu aduksi ibu jari

clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah


N. medianus :
ibu jari kontraktur

atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk


tangan gantung (wrist drop)
N. radialis :
tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis


kaki gantung (foot drop)
N. poplitea lateralis :
kelemahan otot peroneus

anestesia telapak kaki


claw toes
N. tibialis posterior :
paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus


cabang bukal, mandibular dan servikal hilang ekspresi wajah dan kegagalan meng
N. fasialis :
bibir

N. trigeminus : anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata


Tes fungsi saraf
Tes sensoris
Rasa suhu

dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas (sebaiknya
40oC) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20o)
sebelumnya dilakukan tes control pada daerah kulit yang normal
Rasa raba

Dengan kapas dilancipkan menyinggung kulit. Bercak-bercak di kulit harus diperiksa di


tengahnya dan jangan di pinggirnya.

Rasa nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan
dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien dalam keadaan sambil menutup mata harus
mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.

Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT)


Tes otonom yaitu tes anhidrosis
1. Tes dengan pinsil tinta (tes Gunawan)
2. Tes histamin (histamine subkutan).
Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah
anhidrosis tetap kering.
Deformitas pada kusta sesuai dengan patofisiologinya, terdiri atas :
Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi
M.leprae yang mendesak dan merusak jaringan sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktur
respiratorius atas, tulang-tulang jari dan wajah.
Deformitas sekunder sebagai akibat kerusakan saraf.
Komplikasi :
Pada mata, hidung, laring, dan testis
Reaksi : nyeri saraf, eritema nodosum leprosum, iridosiklitis
Kerusakan saraf sensoris
Kerusakan saraf motoris
Kerusakan saraf otonom
Klasifikasi cacat
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0 : tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas terlihat.
Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat.
Tingkat 2 : terdapat kerusakan atau deformitas.
Cacat pada mata
Tingkat 0 : tidak ada gangguan penglihatan.
Tingkat 1 : tidak ada gangguan berat. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari
pada jarak 6 m).
Tingkat 2 : gangguan berat (visus kurang dari 6/60; tidak dapat menghitung jari pada
jarak 6 m).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan bakterioskopik

Sediaan dibuat dari kerokan kulit diwarnai dengan pewarnaan ZIEHL NEELSEN. Bakterioskopik
negative pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M.leprae.

Tempat yang akan diambil kedua cuping telinga bagian bawah (mengandung basil yang paling
banyak) dan 2-4 tempat lain yang paling aktif, berarti yang paling eritematosa dan paling
infiltratif.

Cara pengambilan bahan dengan menggunakan scalpel steril. Setelah tempat tersebut
didesinfeksikan, lalu diusahakan agar tempat tersebut, dengan jalan dipijit, menjadi iskemik agar
kerokan jaringan mengandung sesedikit mungkin darah yang akan mengganggu gambaran
sediaan. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis melampaui subepidermal clear zone agar
mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di
dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di
atas api, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yang klasik, yaitu Ziehl Neelsen.

M.leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk
batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah
basil hidup, sedang fragmented dan granular bentuk mati.

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan
indeks bakteri (I.B) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut RIDLEY.

1 + bila 1-10 BTA dalam 100 LP


2 + bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3 + bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4 + bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5 + bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6 + bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
Indeks Morfologi (IM) adalah prosentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan
nonsolid.

Rumusan :
Syarat perhitungan IM :
jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
IB 1 + tidak usah dibuat IM nya,
Mulai dari IB 3+ ke atas harus dicari IM nya,
Contoh perhitungan IB dan IM
Tempat pengambilan IB Solid Nonsolid IM
Telinga kiri 4+ 9 91 9%
Telinga kanan 3+ 8 92 8%

Ujung jari tangan kiri 1+ 5

Ujung jari tangan kanan 2+ 1 22 1/23

Lesi I 3+ 7 93 7%

Lesi II 5+ 8 92 8%

18 33 395
IB penderita : 18/6 = 3+

IM penderita : _33____ x 100 % = %


33+395

Tes Lepromin
Menentukan tipe kusta pada penderita.
Tes lepromin : injeksi ekstrak basil M.leprae inaktif yg tlh distandarkan pd subkutan
lengan atas.
Tempat injeksi ditandai dan diperiksa 3 dan 28 hari kemudian untuk melihat reaksinya.
Pasien dengan kusta tipe lepromatosa hasilnya negatif (tidak adanya reaksi antigen pada
kulit).
PENGOBATAN KUSTA
1. Dapson/DDS (4,4 diaminodifenil sulfon)
Obat ini bersifat bakteristatik, dosis adalah 1-2 mg/kgBB setiap hari.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia
hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal
toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia.
2. Rifampisin
Obat ini bersifat bakterisidal kuat.
Dengan dosis 10 mg/kgBB, diberikan setiap bulan.
Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala
gastrointestinal, flu like syndrom, dan erupsi kulit.
3. Klofazimin/Lamprene
Mempunyai efek bakteriostatik & efek antiinflamasi ( untuk pengobatan reaksi kusta,
khususnya ENL).
Dosis 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3100 mg setiap minggu. Selain
itu dosis bulanan 300 mg diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2.
Efek sampingnya menyebabkan pigmentasi kulit, gangguan gastrointestinal (nyeri
abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus), dapat juga tertimbun di hati. Perubahan
warna akan menghilang setelah obat dihentikan.
4. Ofloksasin
Aktif terhadap Mycobacterium leprae in vitro.
Dosis optimal harian adalah 400 mg.
Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai
gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness
dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak
membutuhkan penghentian pemakaian obat.
5. Minosiklin
efek bakterisidal, tetapi lebih rendah daripada rifampisin.
Dosis standar harian 100 mg.
Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai
kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susuna saraf pusat,
termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak
atau selama kehamilan.
6. Klaritromisin
Antibiotic makrolid dan bakterisidal terhadap M.leprae.
Pada dosis harian 500mg.
Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila
obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.
Skema Regimen MDT WHO
Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB
DEWASA
OBAT
BB<35 kg BB>35 kg
Rifampisin 450 mg/bln (diawasi) 600 mg/bln (diawasi)
Dapson swakelola 50mg/hari(1-2mg/kgBB/hari) 100 mg/hari

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB


DEWASA
OBAT
BB<35 kg BB>35 kg
450 mg/bln (diawasi)
Rifampisin 300 mg/bln diawasi dan
Klofazimin diteruskan 50 mg/hari 600 mg/bln (diawasi)
swakelola 100 mg/hari
Dapson swakelola
50mg/hari(1-2mg/kgBB/hari)

Tabel 3. Obat dan dosis regimen MDT WHO untuk anak


PB MB
OBAT < 10 tahun < 10 th
BB < 50kg 10 th 14 th BB < 50 kg 10 th -14 th

300 mg/bln
450 mg/bln
300 mg/bln 450 mg/bln 100 mg/bln
150 mg/bln
Rifampisin dilanjutkan 50 mg,
dilanjutkan 50 mg/hr
Klofazimin 2x/mgg
25 mg/hr 50 mg/hr
50 mg/hr
25 mg/hr

Lamanya pengobatan kusta tipe PB adalah 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan.
Pengobatan kusta tipe MB adalah sudah sebesar 24 dosis diselesaikan dalam waktu
maksimal 36 bulan.
Minimum 6 bulan untuk PB dan minimum 24 bulan untuk MB maka dinyatakan RFT
(Release From Treatment).
WHO Expert Committee :
MB menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus PB
dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan.
Bagi kasus PB dengan lesi tunggal pengobatan adalah Rifampisin 600 mg ditambah
dengan Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal.
Penderita MB yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula dengan DDS
sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Untuk itu pengobatannya dengan klofazimin 50
mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, diteruskan
klofazimin 50 mg ditambah ofkloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama
18 bulan.
Bagi penderita MB yang menolak klofazimin, diberikan rifampisin 600 mg ditambah
dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24
bulan.
Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT). Setelah
RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis
minimal setiap tahun selama 5 tahun. Bila bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada
keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC).
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan epidose akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul, terminologinya dan klasifikasinya
masih bermacam-macam, namun yang paling banyak dianut yaitu :

Reaksi reversal atau reaksi upgrading (reaksi tipe I)


hipersensitivitas tipe lambat oleh karena peningkatan mendadak SIS yang faktor
pencetusnya belum diketahui pasti.
ENL, Eritema Nodusum Leprosum (reakti tipe II)
karena pengobatan, banyaknya basil leprae yang mati dan hancur, berarti banyak
antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi serta mengaktifkan sistem
komplemen. Kompleks imun tersebut beredar didalam darah dan akhirnya dapat
melibatkan banyak organ. Secara imunopatologis ENL termasuk respon imun
humoral.
Gejala Reaksi tipe I Reaksi tipe II
Ringan sampai dengan berat
Umumnya baik, demam ringan
Keadaan umum disertai kelemahan umum dan
(subfebril) atau tanpa demam
demam tinggi
Timbul nodul baru kemerahan
Bercak kulit lama menjadi lebih
lunak dan nyeri tekan, nodul
Peradangan kulit meradang, dapat timbul bercak
dapat pecah. Biasanya pada
baru
lengan dan tungkai.
Sering terjadi, umumnya
Saraf berupa nyeri tekan saraf Jarang terjadi
dan/atau gangguan fungsi saraf
Terjadi pada mata, kelenjar getah
Peradangan pada organ lain Hampir tidak pernah ada
bening, sendi, ginjal, testis dll
Setelah mendapat pengobatan
Waktu timbulnya Segera setelah pengobatan. lama, umumnya lebih dari 6
bulan.
Dapat terjadi pada kusta tipe PB
Tipe kusta Hanya pada kusta tipe MB
maupun MB
Emosi
Melahirkan
Kelelahan dan stress fisik lainya
Obat-obatan meningkatkan
Faktor pencetus
kekebalan tubuh.
Kehamilan

Pengobatan ENL
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid, antara lain prednisone. Dosisnya
bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya 15-30 mg/hari dan dosisnya diturunkan
bertahap.

Klofazimin juga dapat dipakai sebagai anti ENL, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Dosisnya
antara 200-300mg/hari. Khasiatnya lebih lambat daripada kortikosteroid dan dapat dipakai
untuk melepaskan ketergantungan kortikosteroid.

Pengobatan reaksi reversal


Bila reaksi ini tidak disertai neuritis akut, maka tidak perlu diberi obat tambahan. Bila ada
neuritis akut, obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya disesuaikan dengan
berat ringannya neuritis. Biasanya diberikan prednisone 40-60 mg/hari yang dosisnya
diturunkan secara bertahap. Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan.
Analgesik dan sedatif kalau diperlukan dapat diberikan.

Anda mungkin juga menyukai