Anda di halaman 1dari 39

3

BAB II
KARATERISTIK BATUAN DAN KONDISI
BAWAH PERMUKAAN

2.1. Jenis Batuan


Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi, sehingga mengenal
macam-macam dan sifat batuan adalah sangat penting. Batuan adalah semua
bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat (kumpulan)
mineral-mineral yang telah menghablur. Tidak termasuk batuan adalah tanah dan
bahan lepas lainnya yang merupakan hasil pelapukan kimia ataupun mekanis serta
proses erosi batuan.
Batuan dapat dibagi berdasarkan sifat-sifat tertentu yang sekaligus
menunjukkan cara terjadinya (klasifikasi genesis). Hal-hal yang penting dalam
mendeskripsikan batuan antara lain meliputi :
1. Komposisi mineral (bahan penyusun),
2. Tekstur,
3. Struktur penyusun.
Berdasarkan cara terbentuknya, batuan dibagi menjadi tiga jenis :
1. Batuan beku.
Batuan yang berasal dari pembentukan magma, bertekstur hablur (kristalin).
2. Batuan sedimen.
Batuan yang terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan rombakan baik
secara kimiawi maupun fisik dari batuan sebelumnya, setelah mengalami
proses transportasi melalui media : angin, sungai, gelombang dan lain
sebagainya, kemudian terendapkan di suatu tempat yang lazim disebut sebagai
sedimen klastik/sedimen mekanis. Sedangkan hasil pengendapan semua
organis maupun proses kimiawi disebut batuan sedimen non-klastik.
3. Batuan metamorf.
Merupakan batuan ubahan oleh proses metamorfisme. Perubahan batuan tanpa
melalui fase cair terlebih dahulu, dengan tekstur hablur (kristalin)
4

2.1.1. Batuan Sedimen


Batuan yang terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan rombakan
baik secara kimiawi maupun fisik dari batuan sebelumnya, setelah mengalami
proses transportasi melalui media : angin, sungai, gelombang dan lain sebagainya,
kemudian terendapkan di suatu tempat yang lazim disebut sebagai sedimen
klastik/sedimen mekanis. Sedangkan hasil pengendapan semua organis maupun
proses kimiawi disebut batuan sedimen non-kalstik.

2.1.1.1. Batu Pasir.


Batu pasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang
dimaksud batu pasir disini adalah batuan detritus pada umumnya berkisar dari
lanau sampai konglomerat.
Batu pasir merupakan reservoir yang paling banyak di dunia ini, 60 % dari
pada semua batuan reservoir adalah batu pasir. Porositas yang didapatkan didalam
batu pasir ini hanya bersifat intergranular. Pori-pori ini terdapat diantara butir-
butir dan khususnya terjadi secara primer, jadi rongga terjadi pada waktu
pengendapan.

2.1.1.1.1. Tekstur Batu Pasir.


Batu pasir terdiri dari framework yang primer dimana ini adalah pecahan
pasir dan kekosongan ,dimana ada pori atau ruang yang kosong di dalam
framework.
Framework dibentuk oleh material yang berukuran pasir, berdiameter
antara 1/16 sampai 2 mm. Secara normal ini dibentuk secara bersama-sama dan
setiap butir mempunyai hubungan jadi seluruh framework adalah struktur yang
secara mekanis stabil pada lapangan grafitasi. Pada beberapa batupasir ,elemen
framework bekerja dengan unsur-unsur yang seragam dalam ukuran dan saling
memenuhi, ada kira-kira 0.85 kontak setiap butir pada segala cross section,
pada suatu bagian yang tipis, sebagai contoh. Pada gambar 2-1. Keadaan dialam
dan jumlah kontak antara setiap butir adalah atribut yang sangat penting pada
setiap batupasir.
5

Distibusi ukuran dari unsur framework dapat digambarkan oleh


keseragaman ukuran dan perhitungan statistik dari ukuran. Karateristik ini
berhubungan dengan Karakteristik ini berhubungan dengan mengatur hidrolik
spesifik yang terbentuk dari endapan pasir. Penafsiran analisa ukuran seperti itu
dibahas di tempat lain. Suatu ukuran yang kasar yang menyangkut keseragaman
ukuran, atau penyortiran, diberi oleh perbandingan dari diameter yang paling
besar sampai pada yang paling kecil . Suatu pasir yang disortir dengan baik
mempunyai tiga atau lebih sedikit ukuran kelas udden, dan diameter yang
maksimum oleh karena itu adalah 8 atau lebih sedikit yang paling kecil. Batupasir
dengan 4 sampai 6 kelas, inclusif, mungkin menunjukkan penyortiran yang
bagus.

Gambar 2.1.
Kumpulan Butir Dan Pengkondensasian Batuan 9 )

2.1.1.1.2. Struktur Batu Pasir


Batupasir bervariasi karatekternya dari well-badded sampai pada
masive . Batupasir adalah flagg Jika interbedded dan tipis dengan serpihan batu..
Pada umumnya semakin kasar batupasir ,semakin tebal unit beddingnya..
Struktur Internal dari unit bedding menjadi hal yang paling penting .
Biasanya unit ini ditunjukan oleh cross-bedding, Dengan skala dimana beberapa
6

fungsi kedua-duanya berupa coarness dari pasir dan ketebalan dari unit
sedimentasi. Pasir Crossbedded adalah juga biasanya berbentuk triple mark..
Unit sedimentasi mungkin mempunyai struktur internal yang bernilai.
Beberapa pasir jarang berbentuk cross-bedded, dan seperti dicatat di tempat
lain, greded-bedding dan cross-bedding, terpisah satu sama lain , menandakan
untuk dua batupasir yang berbeda facies. Salah satu menandakan perairan yang
dangkal, bergelombang atau di atas profil keseimbangan; yang lain adalah untuk
bersifat menandakan pengendapan di bawah dasar gelombang dan karakteristik
ini sebagian besar batupasir yang terbentuk diperairan dalam..
Batupasir biasanya mempunyai bentuk concretionary , terutama yang
pada ferruginous atau calcareous. Konsentrasi Calcareous nampak seperti
postdeposional yang sangat besar secara normal menerobos konsentrasi
Calcareous . Stylolites banyak ditemukan di dalam batupasir, terutama pada
variasi quartzitic yang murni. Biasanya mereka menyajikan sepanjang
hubungkan, yang tegaklurus terhadap bedding dan mungkin secara umum
sepanjang bedding yang telah direncanakan

2.1.1.1.3. Komposisi Batupasir.


Menurut Pettijohn, batu pasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
orthoquartizes, greywacke, dan arkose. Pembagian tersebut didasrkan pada
jum;ah kandungan mineral didalamnya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedinen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsure silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri dari atas
mineral kwarsa dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya terdiri dari
carbonate dan silica. Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang
relatif bersih terhadap kandungan shale dan clay.Tabel II-1 menunjukkan
komposisi kimia Orthoquartzites
7

Tabel II-1
Komposisi Kimia Orthoquartzites
9)

MINERAL A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
b)
100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6 101,1
A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)
B. St. Peter (Ordovician) G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A H, inclusive.
E. Oriskany ( Devonian) a). Loss of ignition
b). Includes SO3, 0,13 %.

b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batuanpasir yang tersusun dari unsure-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun greywacke terlihat pada table II-2. Komposisi graywacke
tersusun dari unsure silica dengan kadar lebih rendah bila disbandingkan dengan
rata-rata batu pasir, dan kebanyakan silica yang ada bercampur dengan silikat.
Secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel II-3 :
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih dari quartz.
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-4, dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibanding dengan
orthoquartize, tetapi lebih kaya akan alumina, lime,potash dan soda.
8

2.1.1.1.4. klasifikasi Batupasir


a. Batu pasir kwarsa.
Batuan ini sangat penting dan kebanyakan reservoir batu pasir adalah kwarsa.
Batu pasir kwarsa biasanya merupakan batuan rservoir yang sangat baik
karena pemilahan sangat baik, butiran terbentuk bundar dan padatannya tidak
terdapat matrik kecuali semen.
b. Batu pasir Graywacke.
Batu pasir greywacke biasanya terdiri dari fragmen berbagai macam batuan
rijang, batuan beku seperti basalt, feldspar dan juga mineral mafix serta
mineral lain. Sebagai batuan reservoir greywacke tidak terlalu baik, karena
pemilahan dan porositasnya kurang baik.
c. Batu Pasir Arkose.
Batu pasir ini terutama terdiri dari kwarsa dan feldspar. Biasanya cukup
bersih tetapi kebundaran dari pada butirannya tidak terlalu baik karena
bersudut-sudut dan juga pemilahannya tidak terlalu baik. Arkose biasanya
didapatkan sebagai hasil pelapukan batuan granit.
Table II-2
Komposisi Mineral Graywacke9)

M I N E RAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3
99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynines average high-rank graywacke (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent limonitic subtance
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. Matrix
9

Tabel II-3
Komposisi Kimia Graywacke9)

Tabel II-4
10

Komposisi Kimia Arkose


9)

M I N E RAL A B C D E F
SiO2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
TiO2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
FeO .... 1,63 0,72 1,30 1,22
MnO 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
MgO T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
CaO 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2O 0,05
P2O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
CO2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

Tabel II-5
Klasifikasi Batupasir9)

2.1.1.2. Batuan Karbonat


2.1.1.2.1. Tekstur Dan Struktur Batuan karbonat
11

Oleh karena asal polygenetic berasal dari batu karbonat yang


merupakan bagian dari detrital, pada sebagian biokimia dan kimia, dan pada
sebagian metasomatic-mereka memperlihatkan berbagai struktur dan textur yang
unik yang berbeda dari kelompok batu lain. Karena alasan ini suatu uraian yang
terperinci hanya diberkan pada bagian yang berhadapan dengan beberapa batu
karbonat .
Batu gamping yang diendapkan secara mekanis, seperti yang telah
diharapkan, menunjukkan struktur dan tekstur yang sama seperti halnya
noncarbonate sedimen clastic. Penyortiran, cross-bedding, atau kedua-duanya baik
dalam skala kecil dan besar, dan bahkan graded breeding banyak ditunjukkan di
dalam batu gamping.
Secara biokimia karbonat yang dibentuk mempunyai kumpulan struktur
dan tekstur berbeda. Khususnya pada biohermal dan struktur batu karang, yang
mana mungkin mempunyai ukuran besar, sediment bedding frame work yang
mana mempunyai struktur batu karang, dan banyak modifikasi dari bedding yang
dihasilkan oleh sediment-secretering dan sediment-bidding algae yang
dinamakan algal struktur" dan algal bedding.
Beberapa dari batu gamping yang diendapkan mempunyai tekstur
membedakan, Seperti tekstur pada oolitic dan pisolitic dan struktur yang unik,
khususnya kumpulan beberapa travertines dan beberapa spongework tufas.

2.1.1.2.3. Komposisi Kimia Batuan Karbonat


Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat keduannya. Limestone adalah istilah yang biasa
dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium
carbonate atau magnesium. Istilah dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
carbonate melebihi unsure non-carbonatesnya. Pada limestone fraksi disusun
terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun
utamanya adalah mineral dolomite.
Tabel II-6 menunjukkan komposisi kimia limestone secara
lengkap.dolomite adalah batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
12

mengandung unsure carbonate lebih besar daripada 50 % sedangakan untuk


batuan-batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsure-
unsur yang dikandungnya. Untuk batuan yang unsure calcitenya melebihi
dolomite disebut dolomite limestone, dan untuk unsure dolomitenya lebih besar
daripada calcite dinamakan limy, calcitic,calciferous, atau calcitic dolomite.
Komposisi kimai dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali
unsure MgO merupakan unsure yang penting dan jumlahnya cukup besar.

Tabel II-6
Komposisi Kimia Limestone9)
13

Tabel II-7
Komposisi Kimia Dolomite9)
14

2.1.1.2.3. Klasifikasi Batuan Karbonat


Endapan karbonat biasanya terjadi sebagai calcium carbonat (CaCO3),
yang mula-mula terbentuk dari sekelompok karang dan sisa-sisa organisme maris.
Karena sifat alami karbpnat yang heterogen maka dibutuhkan deskripsi detail tiap-
tiap reservoar karbonat.
Pada umumnya batuan karbonat dapat dibagi empat macam, yaitu :
terumbu karbonat, gamping klastik, terumbu tiang dan gamping afanitik. Dari
keempat batuan tersebut semaunya dapat bertindak sebagai batuan reservoar,
tetapi yang sangat menarik perhatian dan sangat penting sebagai batuan reservoir
adalah terumbu dolmit dan batu gamping klastik.
a. Terumbu karbonat
Pada umumnya terumbu karbonat terdiri dari suatu kerangka koral,
ganggang dan sebagainya yang tumbuh dalam laut yang bersih, berenergi
gelombang yang tinggi dan mengalami banyak pembersihan sehingga rongga-
rongga antarnya menjadi bersih. Dalam hal ini porositas yang didapat terutama
didalam kerangka yang berbentuk rongga-rongga bekas binatang hidup yang
15

biasanya disemen dengan sparry calcite atau biasanya dikenal sebutan micrite,
sehingga porositasnya diperkecil. Adakalanya porositas membesar karena
mengalami pelarutan lebih lanjut sehingga mengahasilkan gerowong dan gua-gua.
Bentuk resrvoir kerangaka terumbu ini terbatas sekali karena terumbu koral yang
juga diikat oleh ganggang dan sebaginya hanya tumbuh pada beberapa keadaan
terentu. Pada umumnya dapat dibedakan 2 macam reservoir terumbu antara lain :
1. Terumbu yang bersifat Fringing atau merupakan suatu bentuk yang
memnjang dilepas pantai.
2. Terumbu bersifat terisoir disana sini yang sering disebut sebagi suatu
pinnacle atau patch reef atau secara tepat dinamakan biohrem, yang
muncul disana-sini dalam berbagai bentuk kecil secara berurutan atau
beraturan.
Suatu terumbu juga berasosiasi dengan boiklastik lainnya dan membentuk suatu
akumulasi sedimen. Kadang-kadang terumbu ini menjadi suatu sehingga
membentuk suatu komplek terumbu. Terumbu yang berbentuk linier, atau yang
sebagai penghalang biasanya membentuk mamanjang juga sering kali cukup besar
serta memprlihatkan suatu asimetri dan biasanya terdapat pada suatu pinggiran
cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian terdapat pada pinggiran suatu
paparan, yaitu ditempat mana suatu paparan landai dan berenergi rendah tiba-tiba
berubah menjadi suatu cekungan yang dalam. Sehingga pada ujung paparan ini
terbentuk kompleks terumbu yang merupakan penghalang ( Gambar 2.2)
b. Gamping Klastik
Gamping kalstiksering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolit dan biasanya disebut dengan kalkerenit. Batuan
reservoir yang terdapat oolit merupakan panegendapan yang berenergi tinggi, dan
diendapkan berda do dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus
gelombang yang kuat. Porositas yang terdapat biasanya porositas integranular
yangh kadang-kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas dapat mencapai
32 % tetapi mempunyai permeabilitas 5 md.
16

Gambar 2.2.
Penampang dari Lingkungan Pengendapan Karbonat15)

c. Dolomit
Dolomit merupakan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari jenis
natuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit tidak begitu jelas, tetapi pada
umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibenyuk sesudah
sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit menghasilkan
berbagai macam interprestasi. Salah satu mengenai teori mengenai hal ini adalah
bahwa porositas timbul karena dolomitasi batuan gamping sehingga molekul
kalsit digantikan oleh molekul dolomit, dan karena molekul dolomir lebih kecil
dari pada molekul kalsit maka hasilnya akan berupa pengecilan volume sehingga
timbulkan rongga-rongga. Jadi jelas hubungan antara dolomitasi dan porositas.
Dolomitasi yang biasanya mempunyai porositas yang baik, seprti sukrosik, yaitu
berbentuk hampir menyerupai batu pasir. Dolomit ini terbentk karena pembentuk
kristal yang bersifat suhedron dan tumbuh secara tidak teratur diantara kalsit.
Kalsit yang belum tergantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh karena itu daya larut
kalsit lebih besar daripada dari dolomit.

d. Gamping Afanitik
Batu gamping yang bersifat afanitik dapat pula bersifat sebagai batuan
sekunder, misalnya karena peratakan ataupun pelarutan dibawah suatu
ketidakselarasan. Contohnya adalah suatu lapangan minyak di daerah irian jaya.
Produksinya berasal dari gamping formasi yang asmari yang berumur
oligomiocene. Salah satu lapangannya dalah lapangan MasjidI Sulaiman.
17

Gamping tersebut sangat halus dan ketat serat tidak memperlihatkan adanya
porositas, tetapi lapangan minyak formasi asmari betul-betul berukuran raksasa
dengan cadangan lebih dari 1 miliar barrel. Seluruh porositas disini dibentuk
dalam rekahan yang disebabkan karena perlipatan.

2.1.1.3. Batu Shale


2.1.1.3.1. Tekstur Dan Struktur Batu Shale
Ukuran Butir
Distribusi ukuran partikel atau komposisi mekanis tanah liat dan serpih
telah diteliti secara intensif. Analisis ukuran seperti bahan-bahan, bagaimanapun
juga merupakan subjek untuk menghentikan keterbatasan. Berkaca pada butir
mereka yang bagus, ukuran partikel tanah liat biasanya ditentukan oleh metode
yang didasarkan pada perbedaan kecepatan pengendapan. Kecepatan ini secara
harfiah dipengaruhi oleh bentuk butiran spesifik partikel sesuai ukuran mereka.
Kesimpulan analitis, jadi menyesatkan saat nilai ukuran diperhitungkan
didasarkan pada premis dimana partikel berbentuk bulat kwarsa (Krumbein and
Pettijohn, P 938). Sampel yang dianalisis, lebih jauh, sepenuhnya diedarkan
sebelum inisiasi periode pengendapan. Penyebaran, yang disebabkan oleh alat-alat
fisik atau kimia, mungkin menghancurkan distribusi ukuran sesungguhnya atau
paling tidak sangat memodifikasi kurva penilaian. Banyak tanah liat, khususnya
yang terakumulasi dalam air marinc, adalah dalam bentuk parsial atau flokulasi
pada waktu deposisi. Kurva penilaian, yang ditentukan oleh analisis, mungkin
hampil seperti sedimen awal. Sebuah pembatasan yang lebih serius terkumpul
dalam serpih yang lebih tua, berhutang pada efek diagenesis pada ukuran
distribusi. Karena bentuk divisi bahan-bahannya yang bagus dan adanya total
permukaan biji yang besar, seperti halnya instabilitas beberapa mineral tanah liat,
bahan-bahan ini cenderung berubah secara diagenetik. Seperti reorganisasi harus
merubah secara besar-besaran atas ukuran distribusi. Untuk alasan kedepan, oleh
karena itu, analisis ukuran tanah liat dan serpih harus diinterpretasikan dengan
perhatian yang besar.
18

Banyak analisis tekstural pada klastik yang lebih baik menunjukkan relasi
antara ukuran butiran dan kemiringan distribusi ukuran. Endapan lumpur dan
tanah liat (lumpur), tidak sama dengan pasir, cenderung secara harfiah terendap
(lihat tabel II-10).
Alasan untuk keragaman pensortiran yang jelek dan distribusi endapan
tidak seluruhnya bisa dipahami. Mereka mungkin dihubungkan dengan proses-
proses pengangkutan dan deposisi (Inman, 1949) atau mereka mungkin menjadi
analitis, yaitu diperkenalkan oleh dispersi prosedur yang digunakan. Sebagaimana
dicatat oleh Rubey (1930), jika kekurangberagaman ditunjukkan oleh butir yang
lebih bagus, berarti bahwa ukuran-ukuran ini dikoagulasi dan diendapkan sebagai
flokul pada saat pengendapan, sehingga memungkinkan untuk membedakan
antara tanah liat yang terflokulasi dan yang tidak berdasarkan keberagaman
mereka. Secara umum yang lebih awal bisa menjadi air asin dan yang lebih akhir
bisa menjadi air tawar.
Porositas
Porositas tanah liat yang baru saja mengalami proses pengendapan
mempunyai harga yang sangat besar. Mungkin bisa mencapai 50 persen atau
bahkan lebih (Trask, 1931). Porositas serpihan secara harfiah kecil. Walaupun
rata-rata tanah liat mempunyai porositas sebesar 27 persen, porositas rata-rata
serpihan hanya 13 persen. Penurunan porositas yang menyertai konversi lumpur
menjadi serpihan adalah akibat dari pemadatan. Sebagai akibat pemadatan dari
tekanan dasar-dasar superinkumben. Athy (1930) dan lain-lain (Hedberg, 1926;
Jones, 1944) telah menunjukkan bahwa porositas adalah sebuah fungsi dari
ketebalan strata yang berlebihan (tabel II-9).

Tabel II-8
Karateristik Ukuran dari Cogenetic coarse Dan Sedimen9)
19

Tabel II-9
Porositas Batu Shale Hubungannya Dengan Kedalaman9)

2.1.1.3.3. Komposisi Kimia Batu Shale


Pada umumnya unsure penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxie (Al2O3), 3% calcium oxide(CaO), 3
% pottasium oxide (K2O), 1% sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya
adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada tabel II-10

Tabel II-10
Komposisi Kimia Shale9)
20

2.1.1.3.4. Klasifikasi Batu Shale


Tanah liat dan serpih bisa diklasifikasikan sebagai residu atau diangkut.
Tanah liat residual terbentuk pada suatu tempat dan kenyataanya merupakan tanah
atau produk proses pembentukan tanah. Meskipun beberapa jenis tanah liat
mempunyai kegunaan komersial yang penting, mereka biasanya bertemu pada
strata yang lebih tua, kecuali dan ini jarang sekali sebagai fossil tanah pada
permukaan yang tidak sesuai. Tapi karena kebanyakan jenis tanah liat dan serpih
mengandung bahan-bahan asal residu, penting untuk mengetahui seperti apa
bahan-bahan ini untuk menyatakan keberadaan bahan tertentu dan untuk
menginterpretasikan dengan benar signifikansinya. Tanah liat residual dengan
demikian secara singkat didefinisikan
Tanah Liat Residual
Tanah residual (regolith oleh Merrill, saprolith oleh Becker, sthrolith oleh
Sederholm) adalah hasil dari proses pembentukan oleh cuaca yang terjadi di situ.
Karakter pengendapan ini tergantung pada iklim, drainase, dan bahan batuan
induknya. Dalam tanah yang matang (tipe normal atau zonal) iklim adalah faktor
yang lebih penting. Dalam tanah yang belum matang (intrazonal dan azonal) efek
drainase dan alam batu induknya secara sigap dapat dilihat.
Secara umum dalam wilayah lembab bahan-bahan residual diperkaya
dalam aluminium hidroksida dan logam ferric (pedaifers) dan meminimalkan
21

kapur, magnesia, dan alkali. Dibawah kondisi yang paling menguntungkan


walaupun silica dipindahkan ,sehingga produk akhir akan mengandung lebih
sedikit daripada alumina dan logam oksida. Bahan-bahan residual ini adalah
laterit. Laterisasi membutuhkan baik curah hujan yang tinggi maupun suhu yang
tinggi pada wilayah tropis. Laterit baik ferrugmous dan bauksitis, dihilangkan
oleh struktur konkresioner, pisolit dan badan besar semacam bantal.
Shale yang mengalami proses transportasi dan Mudstones
Tanah liat yang terangkut dan serpih berbeda menurut bentukan mereka
dari tiga sumber (gambar 2.3). Mereka memiliki bentuk yang beranekaragam (1)
produk abrasi (secara garis besar endapan), (2) produk akhir pengaruh cuaca
(tanah liat residual), dan (3) penambahan zat kimia dan biokimia. Penambahan zat
kimia ini salah satunya adalah bahan endapan dari larutan dan diendapkan secara
berkala dengan pengakumulasian tanah liat, seperti kapur karbonat, atau mereka
adalah bahan-bahan yang ditambahkan oleh reaksi atau perubahan dengan
medium yang mengitarinya (secara normal air laut) seperti potassium atau
magnesium. Beberapa varietas sub-kelas serpih tergantung pada rata-rata
kepentingan relatif beberapa sumber yang mempunyai kontribus. Jenis dan
proporsi asal endapan secara mekanis tergantung pada relief dan iklim daerah
asal. Jika bahan-bahan bersumber mekanis tiada atau jarang, batuan lumpur
diperkaya dengan bahan-bahan residual, dan dibawah kondisi tertentu mereka
diperkaya dengan presipitasi kimiawi seperti calcite, aragonit, siderit, chamosit,
silica dan dalam beberapa kasus bahan-bahan organis. Serpih dan batu yang
berhubungan oleh karena itu berjarak membentang dalam komposisi dan
menunjukkan respon-respon terhadap alam tektonik dan geomorfis dari akumulasi
dasar, sebagaimana arenit yang berhubungan dalam keluarga yang sama.
Ph serpih (ditentukan dengan sebuah suspensi aqueous pada bahan )
dipercaya sama dengan air dari lingkungan yang terdeposisi (Shukri, 1942; Millot,
1949). Serpih air tawar dikatakan mempunyai pH rata-rata kira-kira 4,7, dimana
rata-rata pH serpih yang terdeposisi dalam marine, lagoonal (danau pinggir laut)
atau danau deposisi kapur adalah kira-kira 7,8.
22

Gambar 2.3.
Asal Mula Batu Shale 9 )

Hybrid shales dan Mudstones

Pada kondisi stabilitas kekerasan yang besar dan relief yang rendah, tanah
asal bahan detrital mencapai minimum. Pada kondisi ini sedimentasi pada lembah
sungai yang berdampingan akan cenderung menjadi kimiawi. Pada kondisi
kekurangan pepeplanasi sempurna suplai klastik terrigenus, walaupun kecil, lebih
mampu mengapresiasikan, tapi tingkat akumulasinya sangat rendah. Walaupun
sediment yang dihasilkan mungkin menjadi serpih atau batuan lumpur, ini akan
lebih kaya daripada yang biasa dalam bahan-bahan endapan kimiawi dan biokimia
atau dalam bahan vulkanis. Batu hibrida dengan demikian terbentuk memiliki
komposisi kimia yang nyata dengan sesuatu yang mungkin ditemukan. Secara
normal mereka lebih kaya dalam satu konstituen atau lebih daripada rata-rata
serpih. Jika kaya akan kapur mereka adalah serpih kalkareus atau marls, jika kaya
logam mereka adalah serpih ferriferous dan batuan lumpur, jika kaya akan karbon
mereka adalah serpih kabonaceus , jika kaya silika mereka adalah serpih siliceus,
dan semacamnya. Batuan hibrida disini dengan cepat dideskripsikan. Jika
komponen kimiawi di deduksi dari batuan, residunya akan ditemukan leibh atau
kurang dari serpih normal.
Carbonaceous Shales
Serpih hitam adalah fosil dan banyak yang terpecah menjadi lembaran
semifleksibel tipis dalam ukuran yang besar. Mereka merupakan kekecualian
23

untuk bahan yang kaya organik . Mereka juga cenderung kaya akan logam sulfida,
biasanya pyrite, yang mengganti fossil, membentuk nodula, atau berada pada serat
disseminasi. Serpih hitam jarang yang mengandung fossil, atau pada yang terbaik
memiliki kejarangan, depauperasi dan fauna terbatas. Kecuali untuk bentuk-
bentuk fosfatis saat ini, organisme diawetkan hanya sebagai selaput grafitis atau
karbonaseus atau sebagai pengganti pyrite. Pengerasan lapisan karbonat atau
nodul, biasanya menunjukkan struktur kerucut dalam kerucut dan nodul septarian
setempat yang berlimpah akan serpih hitam.
Serpih Siliceus
Siliceous shales mempunyai kandungan silikon tinggi yang abnormal.
Dimana rata-rata serpih mempunyai 58 % silikon, serpih siliceus mungkin
mengandung sebanyak 85%. Konstituen lain, secara harfiah logam ferrous dan
karbonat, adalah tiada atau kecil. Penghitungan norma, mengasumsikan mineral
silika dengan ratio silikon tertinggi, menunjukkan paling tidak 70% dari batuan
adalah silika yang tak terkombinasi. Seperti serpih yang bersilika tinggi, yang
mungkin diharapkan, adalah keras, batuan yang tahan lama yang menghalangi
disintegrasi.
Serpih Alumina tinggi
Serpih rata-rata mempunyai kandungan alumina 15,4 persen. Dengan
kandungan endapan lumpur yang abnormal bisa lebih rendah lagi. Tidak seperti
tanah liat residual, beberapa serpih atau batu tulis mengandung lebih dari 20%
alumina. Sebuah serpih atau batu tulis mungkin dikatakan batau yang beralumina
tinggi jika kandungan akan konstituen ini melebihi 22 persen. Mungkin kurang
dari 5% serpih akan mempunyai alumina sebanyak ini atau malah lebih.
Tanah Liat Batuan besi, Chamositic, dan batuan lumpur ferriferus yang
lain
Rata-rata serpih mempunyai kandungan logam oksida 6,47 % (4,02 %
Fe2O3; 2,45% FeO) (Clarke, 1924). rata-rata batu tulis akhir abad Precambrian
mengandung 8,92 % logam oksida; rata-rata batu tulis Palezoik mengandung 5,91
% konstituen ini (Nanz, 1953). Dalam batu tulis tidak seperti serpih, ferrous
24

oksida melebihi ferric oksida. Jelas bahwa sedimen pelitik normal mempunyai
logam oksida 6-8 persen.

2.1.2. Batuan Beku


Berdasarkan cara pembentukannya batuan beku berasal dari pembekuan
magma dari permukaan bumi, atau pembekuan magma di permukaan. Pada
umumnya sifat, atau ciri batuan beku antara lain :
1. Umumnya kristalin
2. Butirannya interlocking secara rapat.
3. Masif
Mineral-mineral dari batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya
terbentuk pada saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos ke atas,
peristiwa ini dikenal dengan istilah penghabluran.

2.1.2.1. Struktur Batuan Beku


Struktur batuan beku merupakan kenampakan tekstur dalam skala besar,
yang dapat dilihat jelas di lapangan, di mana pengertian tekstur sendiri adalah
hubungan antara unsur-unsur mineral dengan massa gelas yang membentuk
massa yang merata dari batuan. Macam-macam struktur batuan beku adalah :
- Masif
Yaitu struktur dari batuan beku apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran
atau jejak gas, tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam
dalam tubuhnya.

- Pilow Lava atau Lava Bantal


Yaitu merupakan struktur khas batuan vulkanik bawah laut, dan membentuk
struktur seperti bantal.
- Joint
Yaitu struktur yang ditandai dengan adanya kekar-kekar yang tersusun secara
teratur tegak lurus arah aliran.
25

- Vesikuler
Yaitu merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah
teratur. Lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada saat pembekuan
berlangsung.
- Skoria
Yaitu struktur vesikuler, tetapi tidak menunjukkan arah yang teratur
- Amigdaloidal
Yaitu struktur di mana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh mineral-
mineral sekunder, seperti : zeolit, karbonat dan bermacam-macam silika.
- Xenolit
Yaitu struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masuk, atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai
akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan gamping di dalam magma
yang menerobos.

2.1.2.2. Tekstur Batuan Beku


Pengertian tekstur dalam batuan beku mengacu pada kenampakan butir-
butir mineral didalamnya yang meliputi : tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk
butir, granularitas dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berkaitan
dengan komposisi kimia dan mineralogi maka tekstur berhubungan dengan
sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Pengamatan tekstur meliputi :
a. Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung pada proses pembekuan itu
sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan terdapat
cukup energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan fase cair ke
padat sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar bila
penurunan suhu relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-kecil dan tidak
sempurna. Apabila pembekuan magma terlalu cepat maka kristal tidak akan
terbentuk karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan
pertumbuhan kristal sehingga akan dihasilkan gelas. Tingkat kristalisasi dapat
dibagi menjadi :
26

- Holokristalin apabila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral.


- Hypokristalin / hipohyalin / merokristalin apabila batuan beku terdiri dari
sebagian kristal dan sebagian gelas.
- Holohyalin apabila seluruh batuan tersusun atas gelas.
b. Ukuran kristal
Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran
kristal ini dapat menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan dan dapat dilihat
pada Tabel II-11.
Tabel II-11
Kisaran harga ukuran kristal dari beberapa sumber15)

Cox, Price, Harte W.T.G Heinric


Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1 5 mm 1 5 mm 1 10 mm
Kasar > 5 mm 5 30 mm 10 30 mm
Sangat kasar > 30 mm > 30 mm

2.1.2.3. Komposisi Mineral Batuan Beku


Pada batuan beku, mineral yang sering dijumpai dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu :
1. Mineral-mineral felsik tersusun atas silika dan alumina, umumnya berwarna
cerah. Contoh mineral felsik antara lain : kuarsa, plagioklas, ortoklas,
muskovit.
2. Mineral-mineral mafik tersusun atas unsur-unsur besi, magnesium, kalsium.
Umumnya mineral-mineral ini berwarna gelap, misalnya : olivin, piroksen,
hornblende, biotit. Mineral-mineral ini berada pada jalur kiri dari seri Bowen
Bowen membuat urut-urutan penghabluran mineral-mineral silikat
berdasarkan pada kenaikan temperatur yang mempengaruhi kondisi dari silika,
urut-urutan itu dapat dilihat pada Tabel II-12.
Tabel II-12
Bowen Reaction Series15)
27

Discontinue Continue 1200o


Olivin Ca. Feldspar
Piroxen Bytowmit
Amphibole Andesin
Biotit Oligoklas
Na. Feldspar

K. Feldspar
Muscovit
Kwarsa
570o

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa jenuh tidaknya suatu magma


sangat ditentukan oleh kandungan silika di dalam magma tersebut. Berdasarkan
asosiasi mineral pembentuk batuan beku yang didasarkan pada seri reaksi Bowen,
pengelompokan mineral dan jenis batuannya dapat diketahui seperti tampak pada
Tabel II-13.
Tabel II-13
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok
Batuan Beku Yang Dibentuk15)
Mineral Asosiasi Mineral Batuan Yang Terbentuk
pembentuk
batuan
Olivin Olivin 100 % Dunit (Ultra Basa)
Olivin + Piroksen Peridotit (Ultra Basa)
Piroksen Piroksen 100% Piroksenit (Ultra Basa)
Piroksen+Plagioklas+Olivin Gabro (Ultra Basa)
Plagioklas Plagioklas 100% Anortosit (Ultra Basa)
Plagioklas+Piroksen+Amphibol+ Andesit-Diorit (Intermediet)
Feldspar

Biotit Biotit+K-Feldspar+Plagioklas Granodiorit-Granit (asam)


asam+Kwarsa

2.1.2.4. Klasifikasi Batuan Beku


a. Pembagian Secara Genetik (Cara Terjadinya)
Dengan dasar ini Rosenbusch (1877 1967) membagi tiga macam batuan
beku, yaitu :
1. Ekstrusif
Yaitu untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan
2. Intrusif
28

Yaitu untuk batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan bumi


Di samping itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Vulkanik yang merupakan hasil vulkanisme
Batuan ini biasanya mempunyai ukuran kristal yang relatif halus karena
membeku di permukaan atau di dekat permukaan.
2. Plutonik yang terbentuk jauh di dalam bumi
Mempunyai kristal-kristal yang berukuran kasar karena membeku jauh
dari permukaan bumi.
3. Hipabisal yang merupakan produk intrusi minor
Biasanya mempunyai kristal-kristal yang berukuran sedang, pencampuran
antara kasar, dan halus karena membeku di permukaan bumi.
b. Pembagian Berdasarkan Komposisi Kimia
Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam
batuan, seperti : SiO2 dan Al2O3, salah satu pembagiannya antara lain :
1. Batuan beku asam
Yaitu apabila batuan beku tersebut mengandung lebih 66% silica.
Contoh : Granit dan Riolit.
2. Batuan beku menengah (intermediet)
Yaitu apabila batuan beku tersebut mengandung 52 66 % silica.
Contoh : Diorit dan Andesit.
3. Batuan beku basa
Yaitu apabila kandungan silikanya berkisar antara 45 52 % silica.
Contoh : Gabro.

4. Batuan Beku Ultra Basa


Yaitu jika mengandung kurang dari 45 % silika, contoh : Peridotit, Dunit.
Contoh lainnya adalah pembagian berdasarkan kandungan mineral mafik, S.J
Shand membagi empat macam batuan, yaitu :
1. Leocrocatic Rock
Mengandung kurang 30 % mineral mafik.
2. Mesocratic Rock
29

Mengandung 30 60 % mineral mafik.


3. Melanocratic Rock
Mengandung 60 90 % unsur mineral mafik.
4. Hipermelanick Rock
Mengandung lebih 90 % mineral mafik.
c. Pembagian Berdasarkan Susunan Mineralnya
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu :
1. Kelompok Granit Riolit berasal dari magma yang bersifat asam, terutama
tersusun oleh mineral : kuarsa, ortoklas, plagioklas Na, kadang terdapat
hornblende biotit, muskovit dalam jumlah kecil.
2. Kelompok Diorit Andesit berasal dari magma yang bersifat intermediet,
terutama tersusun oleh mineral-mineral plagioklas, hornblende, piroksen dan
kuarsa biotit, ortoklas dalam jumlah kecil.
3. Kelompok Gabro Basalt tersusun atas magma asal yang bersifat basa dan
terdiri atas mineral-mineral olivin, plagioklas Ca, piroksen, dan hornblende.
4. Kelompok Ultra basa terutama tersusun oleh olivin, piroksen. Mineral lain
yang mungkin adalah plagioklas Ca dalam jumlah yang sangat kecil

2.1.3. Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah hasil ubahan dari batuan asal (batuan beku,
sedimen dan metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan atau keduanya
dalam suasana padat melalui proses isokimia, di mana susunan kimia batuan tidak
berubah yang berubah susunan mineralogi sehingga terbentuk mineral baru.
2.1.3.1. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf.
Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto, atau
akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya.
a. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap metamorfosa
30

Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan


metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Relict / Palimpset / Sisa
Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan
asalnya, atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf
Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Contohnya adalah blastofirik, yaitu : batuan metamorf yang tekstur
porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali atau sering disebut
sebagai batuan metabeku, atau metasedimen.
2. Kristaloblastik
Tekstur kristaloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang
terbentuk akibat proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur
ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
b. Tekstur berdasarkan ukuran butir
1. Fanerit apabila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.
2. Afanit apabila butiran kristal tidak dapat dilihat dengan mata
c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
a) Euhedral, apabila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu
sendiri
b) Subhedral, apabila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya
sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
c) Anhedral, apabila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan
kristal lain disekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang digunakan pada batuan
beku. Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi :
a) Idioblastik, apabila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk
euhedral
31

b) Xenoblastik / hypidioblastik, apabila mineralnya didominasi oleh kristal


berbentuk anhedral.
d. Tekstur berdasarkan bentuk mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
1. Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatik
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidemensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan
umumnya mineralnya berbentuk anhedral.
4. Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan
umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
2.1.3.2. Struktur Batuan Metamorf
1. Struktur Foliasi
Foliasi adalah sifat berlapis atau berdaun, namun harus dibedakan dari
lapisan sedimen. Di sini terjadi penyusunan kristal-kristal dari mineral secara
pertumbuhan dalam arah panjang dari mineral. Batuan ini ditunjukkan oleh
adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Foliasi ini dapat berjenis-jenis antara lain :
a) Slaty cleveage
Struktur foliasi ini umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir
sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak)
b) Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleveage, tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit).
c) Schistosic
32

Struktur schistosic terbentuk oleh adanya susunan paralel mineral-


mineral pipih prismatik, atau lentikuler (umumnya mika, atau klorit)
yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist
(sekis).
d) Gneissic / Gneissoe
Struktur gneissic terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-
mineral granuler (misalnya feldspar dan kuarsa) dengan mineral tabular
atau prismatik ( misalnya : mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral
ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut
gneis.

2. Struktur Non-Foliasi
Struktur ini terbentuk oleh adanya mineral-mineral equidimensional dan
umumnya terdiri atas butiran-butiran (granular). Struktur non-foliasi yang
umumnya dijumpai antara lain :
a) Hornfelsik / Granulose
Struktur hornfelsik terbentuk oleh mozaic mineral-mineral
equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk poligonal.
Batuannya disebut hornfels (batutanduk).
b) Cataclastic
Struktur ini terbentuk oleh pecahan / fragmen betuan atau mineral
berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.
Struktur cataklastic ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).
c) Mylonitic
Struktur mylonitic juga dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklatik. Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
33

rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite


(milonit).
d) Phyllonitic
Struktur phllonitic mempunyai gejala dan kenampakan yang sama dengan
struktur mylonitic, tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya
adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit)

2.1.3.3. Klasifikasi Batuan Metamorf


Kebanyakan batuan metamorf dikelompokkan, atau dinamakan
berdasarkan tekstur dan strukturnya. Selain batuan yang penamaannya
berdasarkan struktur atau tekstur batuan metamorf yang lain antara lain :
a. Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar
dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini menunjukkan schistosity apabila mineral prismatiknya
terorientasi.
b. Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusunnya utamanya adalah piroksen (diopsid kaya sodium dan
allumunium) dan garnet kaya pyrope
c. Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet.
Kuarsa dan feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneisic.
d. Surpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
e. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit
atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calcium-
silikat seperti garnet, dan epidot. Umumnya terjadi karena perubahan
komposisi batuan di sekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu bahan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa
34

h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi utama talk.


i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calcium silicat yang
terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa di dekat batuan beku
ultrabasa yang mengalami serpentinisasi.

2.2. Kondisi Bawah Permukaan


2.2.1. Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di
permukaan bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang bekerja dalam setiap
satuan luas. Secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut :
F
P ..(2.24)
A
Dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2
F = gaya yang bekerja pada daerah luas yang bersangkutan, MLT-2
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2
Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pound, luasdengan satuan inch2
(square inch) maka tekanan dalam pounds per square inch (psi).

2.2.1.1. Tekanan Hidrostatik


Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida
yang ada di atasnya (Gambar 2.25) ,secara empiris dapat dituliskan sebagai
berikut :
P = d x g x h = x h(2.25)
Dimana :
d = berat jenis, ML-3
g = percepatan grafitasi, LT-2
= gradient tekanan hidrostatistik, ML-2T-2
h = ketinggian, L

2.2.1.2. Tekanan Overburden


35

Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat


seluruh beban yang berada di atas kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material se dim en berat cairan
Pob = .
luas
(2.26)

Gambar 2.4.
Tekanan Hidrostatis11)
Gradien tekanan overburden adalah yang menyatakan tekanan overburden
Pada tiap satuan kedalaman
Pob
Gob .
D
(2.27)
Secara praktis dalam penentuan gradient tekanan overburden ini selain dari
analisa log juga dapat ditentukan sebagai berikut : (lihat gambar 2.5)
36

Gambar 2.5.
Penantuan Gradient Tekanan Overbuden11)

I
i 1
i .d i
.
Gobn .0,433
Dn

(2.28)
Dimana :
Gobn = gradien tekanan overburden, psi/ft
Ii = ketebalan ke i , ft
di = berat jenis rata-rata ke i, gr/cc
Dn = kedalaman, ft
Menurut Christman, gradien tekanan overburden dapat dinyatakan sebagai
berikut:
0,433
Gob d w . Dwt d b Db .
D
(2.29)
Dimana :
D = kedalaman, ft
Dwt = ketebalan cairan, ft
dw = berat jenis cairan, gr/cc
Db = berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Db = kedalaman batuan (D Dwt), ft
Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap
sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata
37

sebesar 2,3 dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah
0,433 psi/ft maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433 psi/ft.

2.2.1.3. Tekanan Formasi


2.2.1.3.1. Tekanan Formasi Abnormal
Yang dimaksud dengan tekanan formasi abnormal biasanya tekanan
formasi yang lebih besar dari yang diperhitungkan pada gradient hidrostatik. Hal
ini disebabkan karena kompaksi batuan oleh sedimen yang ada di atasnya
sedemikian rupa sehingga air yang keluar dari lempeng tidak langsung
menghilang dan tetap berada dalam batuan semula
Sumber penyebabnya bisa dilihat dari segi proses geologi : karena adanya
out-crop dari lapisan pasir pada ketinggian yang lebih tinggi dari sumur, struktur
reservoirnya, berhubungan dengan formasi bertekanan tinggi dibawahnya,
aktivitas tektonik (ada intrusi granit atau garam). Sedangkan apabila dilihat dari
segi kompaksi, tekanan overburden yang cukup membuat terkompresinya volume
pori dari batuan sedimen, karena cairan berada didalamnya maka akan mengalir
menuju daerah yang lebih porous dan permeabel sedangkan bila kejadian di atas
tidak disertai dengan mengalirnya cairan maka yang akan menerima tekanan
overburden sehingga terkompaksi, maka cairan tersebut mempunyai simpanan
energi yang cukup tinggi, dimana tekanan formasi abnormal ini akan disajikan
pada gambar 2.6.
38

Gambar 2.6.
Tekanan Formasi Abnormal10)
P = Pob - S ..............(2.30)
Dimana :
P = tekanan formasi, psi
S = tekanan kekuatan batuan, psi
Pob = tekanan overburden, psi
Bila tekanan overburden (Pob) membesar sementara kekuatan batuan (S) sudah
tidak bisa membesar lagi, maka yang menerima tekanan simpanan yang besar
sekali :
P
.(2.31)
Pob

Pada kondisi A akan terjadi tekanan abnormal

2.2.1.3.2. Tekanan Formasi Normal


Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan yang
mengisi rongga foirmasi, secara hidrostatistik untuk keadaan untuk keadaan
normal sama dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi ke
permukaan.
Bila dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka beasrnya tekanan
hidrostatistiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar diberikan gradient tekanan
39

hidrostatistik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin gradient tekanan
hidrostatistiknya sebesar 0,465 psi/ft. Penentuan dari tekanan formasi bila
dilakukan dari analisa log atau dari data Drill Stem test (DST).

2.2.1.3.3. Tekanan Formasi Subnormal


Tekanan formasi subnormal adalah tekanan adalah tekanan formasi yang
ada dibawah tekanan hidrostatik normal, kejadiannya bisa akibat proses geologi
naik turunnya formasi, atau karena hal-hal lain, sebagai contoh dapat dilihat
gambar 2.18. pada bagian A dan C terjadi tekanan abnormal dan pada B terjadi
tekanan sub normal

2.2.1.4. Tekanan Rekah Formasi


Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat
ditahan tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya gradient tekanan rekah
dipengaruhi olh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi, dan kondisi
kekuatan batuan.

Gambar 2.7.
Tekanan Formasi subnormal 10 )

Mengetahui gradient tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti


kekuatan dasar selubung (casing), sedangkan bila gradien tekanan rekah tidak
diketahui maka akan mendapaat kesulitan dalam pekerjaan penyemenan dan
penyelubugan sumur.
40

Selain dari hasil loq, gradient tekanan rekah dapat ditentukan dengan
memakai prinsip leak-off test, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit
sedemikian rupa samapai melihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan
dengan kenaikan tekanan terus-menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan
gradient tekanan rekah ini juga bisa dari perhitungan, antara lain :
Hubbert and Willis, yang menganggap 1/3 sampai dari tekanan overburden
berpengaruh efektif terhadap tekanan rekah.
Pf 1 Pob 2P
(2-
D 3 D D

32)
Dimana :
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
P = tekanan formasi, psi
D = kedalaman, ft
Bila dianggap gradient tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft, maka
persamaan (2-12) menjadi :
Pf 1 P
1 2 ...
D 3 D

(2.33)

2.2.2. Temperatur Formasi


Dalam keadaan normal temperatur formasi akan bertambah terhadap
kedalamn, yang mana sering disebut sebagai gradient geothermis. Besarnya
gradient geothermis ini bervariasi satu tempatke tempat lain, dimana harga rata-
ratanya adalah 20F/100ft. Gradien gheothermis yang tertinggi adalah 40F/100ft,
sedangkan yang terendah adalah 0,50F/100ft. variasi yang kecil dari gradient
goethermis ini disebabkan oleh sifat konduktifitas thermis beberapa jenis batuan.
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Td = Ta + @ x D (2.34)
41

Dimana :
Td = temperatur formasi pada kedalaman D ft, 0F
Ta = temperatur pada permukaan,oF
@ = Gradient temperatur, 0F
D = kedalaman, ratusan ft
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah completion dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
kecuali bila dilakukan proses stimulasi
Kegunaan data temperatur formasi adalah untuk menentukan sifat-sifat
fisik fluida formasi.

Anda mungkin juga menyukai