BAB II
KARATERISTIK BATUAN DAN KONDISI
BAWAH PERMUKAAN
Gambar 2.1.
Kumpulan Butir Dan Pengkondensasian Batuan 9 )
fungsi kedua-duanya berupa coarness dari pasir dan ketebalan dari unit
sedimentasi. Pasir Crossbedded adalah juga biasanya berbentuk triple mark..
Unit sedimentasi mungkin mempunyai struktur internal yang bernilai.
Beberapa pasir jarang berbentuk cross-bedded, dan seperti dicatat di tempat
lain, greded-bedding dan cross-bedding, terpisah satu sama lain , menandakan
untuk dua batupasir yang berbeda facies. Salah satu menandakan perairan yang
dangkal, bergelombang atau di atas profil keseimbangan; yang lain adalah untuk
bersifat menandakan pengendapan di bawah dasar gelombang dan karakteristik
ini sebagian besar batupasir yang terbentuk diperairan dalam..
Batupasir biasanya mempunyai bentuk concretionary , terutama yang
pada ferruginous atau calcareous. Konsentrasi Calcareous nampak seperti
postdeposional yang sangat besar secara normal menerobos konsentrasi
Calcareous . Stylolites banyak ditemukan di dalam batupasir, terutama pada
variasi quartzitic yang murni. Biasanya mereka menyajikan sepanjang
hubungkan, yang tegaklurus terhadap bedding dan mungkin secara umum
sepanjang bedding yang telah direncanakan
Tabel II-1
Komposisi Kimia Orthoquartzites9)
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batuanpasir yang tersusun dari unsure-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun greywacke terlihat pada table II-2. Komposisi graywacke
tersusun dari unsure silica dengan kadar lebih rendah bila disbandingkan dengan
rata-rata batu pasir, dan kebanyakan silica yang ada bercampur dengan silikat.
Secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel II-3 :
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih dari quartz.
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-4, dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibanding dengan
orthoquartize, tetapi lebih kaya akan alumina, lime,potash dan soda.
Tabel II-3
9
Tabel II-4
Komposisi Kimia Arkose9)
Tabel II-5
Klasifikasi Batupasir9)
10
Tabel II-6
Komposisi Kimia Limestone9)
12
Tabel II-7
Komposisi Kimia Dolomite9)
13
juga diikat oleh ganggang dan sebaginya hanya tumbuh pada beberapa keadaan
terentu. Pada umumnya dapat dibedakan 2 macam reservoir terumbu antara lain :
1. Terumbu yang bersifat Fringing atau merupakan suatu bentuk yang
memnjang dilepas pantai.
2. Terumbu bersifat terisoir disana sini yang sering disebut sebagi suatu
pinnacle atau patch reef atau secara tepat dinamakan biohrem, yang
muncul disana-sini dalam berbagai bentuk kecil secara berurutan atau
beraturan.
Suatu terumbu juga berasosiasi dengan boiklastik lainnya dan membentuk suatu
akumulasi sedimen. Kadang-kadang terumbu ini menjadi suatu sehingga
membentuk suatu komplek terumbu. Terumbu yang berbentuk linier, atau yang
sebagai penghalang biasanya membentuk mamanjang juga sering kali cukup besar
serta memprlihatkan suatu asimetri dan biasanya terdapat pada suatu pinggiran
cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian terdapat pada pinggiran suatu
paparan, yaitu ditempat mana suatu paparan landai dan berenergi rendah tiba-tiba
berubah menjadi suatu cekungan yang dalam. Sehingga pada ujung paparan ini
terbentuk kompleks terumbu yang merupakan penghalang ( Gambar 2.2)
b. Gamping Klastik
Gamping kalstiksering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolit dan biasanya disebut dengan kalkerenit. Batuan
reservoir yang terdapat oolit merupakan panegendapan yang berenergi tinggi, dan
diendapkan berda do dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus
gelombang yang kuat. Porositas yang terdapat biasanya porositas integranular
yangh kadang-kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas dapat mencapai
32 % tetapi mempunyai permeabilitas 5 md.
15
Gambar 2.2.
Penampang dari Lingkungan Pengendapan Karbonat15)
c. Dolomit
Dolomit merupakan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari jenis
natuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit tidak begitu jelas, tetapi pada
umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibenyuk sesudah
sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit menghasilkan
berbagai macam interprestasi. Salah satu mengenai teori mengenai hal ini adalah
bahwa porositas timbul karena dolomitasi batuan gamping sehingga molekul
kalsit digantikan oleh molekul dolomit, dan karena molekul dolomir lebih kecil
dari pada molekul kalsit maka hasilnya akan berupa pengecilan volume sehingga
timbulkan rongga-rongga. Jadi jelas hubungan antara dolomitasi dan porositas.
Dolomitasi yang biasanya mempunyai porositas yang baik, seprti sukrosik, yaitu
berbentuk hampir menyerupai batu pasir. Dolomit ini terbentk karena pembentuk
kristal yang bersifat suhedron dan tumbuh secara tidak teratur diantara kalsit.
Kalsit yang belum tergantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh karena itu daya larut
kalsit lebih besar daripada dari dolomit.
d. Gamping Afanitik
Batu gamping yang bersifat afanitik dapat pula bersifat sebagai batuan
sekunder, misalnya karena peratakan ataupun pelarutan dibawah suatu
ketidakselarasan. Contohnya adalah suatu lapangan minyak di daerah irian jaya.
Produksinya berasal dari gamping formasi yang asmari yang berumur
oligomiocene. Salah satu lapangannya dalah lapangan MasjidI Sulaiman.
Gamping tersebut sangat halus dan ketat serat tidak memperlihatkan adanya
porositas, tetapi lapangan minyak formasi asmari betul-betul berukuran raksasa
dengan cadangan lebih dari 1 miliar barrel. Seluruh porositas disini dibentuk
dalam rekahan yang disebabkan karena perlipatan.
16
Tabel II-8
Karateristik Ukuran dari Cogenetic coarse Dan Sedimen9)
18
Tabel II-9
Porositas Batu Shale Hubungannya Dengan Kedalaman9)
Tabel II-10
Komposisi Kimia Shale9)
19
tinggi pada wilayah tropis. Laterit baik ferrugmous dan bauksitis, dihilangkan
oleh struktur konkresioner, pisolit dan badan besar semacam bantal.
Shale yang mengalami proses transportasi dan Mudstones
Tanah liat yang terangkut dan serpih berbeda menurut bentukan mereka
dari tiga sumber (gambar 2.3). Mereka memiliki bentuk yang beranekaragam (1)
produk abrasi (secara garis besar endapan), (2) produk akhir pengaruh cuaca
(tanah liat residual), dan (3) penambahan zat kimia dan biokimia. Penambahan zat
kimia ini salah satunya adalah bahan endapan dari larutan dan diendapkan secara
berkala dengan pengakumulasian tanah liat, seperti kapur karbonat, atau mereka
adalah bahan-bahan yang ditambahkan oleh reaksi atau perubahan dengan
medium yang mengitarinya (secara normal air laut) seperti potassium atau
magnesium. Beberapa varietas sub-kelas serpih tergantung pada rata-rata
kepentingan relatif beberapa sumber yang mempunyai kontribus. Jenis dan
proporsi asal endapan secara mekanis tergantung pada relief dan iklim daerah
asal. Jika bahan-bahan bersumber mekanis tiada atau jarang, batuan lumpur
diperkaya dengan bahan-bahan residual, dan dibawah kondisi tertentu mereka
diperkaya dengan presipitasi kimiawi seperti calcite, aragonit, siderit, chamosit,
silica dan dalam beberapa kasus bahan-bahan organis. Serpih dan batu yang
berhubungan oleh karena itu berjarak membentang dalam komposisi dan
menunjukkan respon-respon terhadap alam tektonik dan geomorfis dari akumulasi
dasar, sebagaimana arenit yang berhubungan dalam keluarga yang sama.
Ph serpih (ditentukan dengan sebuah suspensi aqueous pada bahan )
dipercaya sama dengan air dari lingkungan yang terdeposisi (Shukri, 1942; Millot,
1949). Serpih air tawar dikatakan mempunyai pH rata-rata kira-kira 4,7, dimana
rata-rata pH serpih yang terdeposisi dalam marine, lagoonal (danau pinggir laut)
atau danau deposisi kapur adalah kira-kira 7,8.
21
Gambar 2.3.
Asal Mula Batu Shale 9 )
Pada kondisi stabilitas kekerasan yang besar dan relief yang rendah, tanah
asal bahan detrital mencapai minimum. Pada kondisi ini sedimentasi pada lembah
sungai yang berdampingan akan cenderung menjadi kimiawi. Pada kondisi
kekurangan pepeplanasi sempurna suplai klastik terrigenus, walaupun kecil, lebih
mampu mengapresiasikan, tapi tingkat akumulasinya sangat rendah. Walaupun
sediment yang dihasilkan mungkin menjadi serpih atau batuan lumpur, ini akan
lebih kaya daripada yang biasa dalam bahan-bahan endapan kimiawi dan biokimia
atau dalam bahan vulkanis. Batu hibrida dengan demikian terbentuk memiliki
komposisi kimia yang nyata dengan sesuatu yang mungkin ditemukan. Secara
normal mereka lebih kaya dalam satu konstituen atau lebih daripada rata-rata
serpih. Jika kaya akan kapur mereka adalah serpih kalkareus atau marls, jika kaya
logam mereka adalah serpih ferriferous dan batuan lumpur, jika kaya akan karbon
mereka adalah serpih kabonaceus , jika kaya silika mereka adalah serpih siliceus,
dan semacamnya. Batuan hibrida disini dengan cepat dideskripsikan. Jika
komponen kimiawi di deduksi dari batuan, residunya akan ditemukan leibh atau
kurang dari serpih normal.
Carbonaceous Shales
Serpih hitam adalah fosil dan banyak yang terpecah menjadi lembaran
semifleksibel tipis dalam ukuran yang besar. Mereka merupakan kekecualian
22
untuk bahan yang kaya organik . Mereka juga cenderung kaya akan logam sulfida,
biasanya pyrite, yang mengganti fossil, membentuk nodula, atau berada pada serat
disseminasi. Serpih hitam jarang yang mengandung fossil, atau pada yang terbaik
memiliki kejarangan, depauperasi dan fauna terbatas. Kecuali untuk bentuk-
bentuk fosfatis saat ini, organisme diawetkan hanya sebagai selaput grafitis atau
karbonaseus atau sebagai pengganti pyrite. Pengerasan lapisan karbonat atau
nodul, biasanya menunjukkan struktur kerucut dalam kerucut dan nodul septarian
setempat yang berlimpah akan serpih hitam.
Serpih Siliceus
Siliceous shales mempunyai kandungan silikon tinggi yang abnormal.
Dimana rata-rata serpih mempunyai 58 % silikon, serpih siliceus mungkin
mengandung sebanyak 85%. Konstituen lain, secara harfiah logam ferrous dan
karbonat, adalah tiada atau kecil. Penghitungan norma, mengasumsikan mineral
silika dengan ratio silikon tertinggi, menunjukkan paling tidak 70% dari batuan
adalah silika yang tak terkombinasi. Seperti serpih yang bersilika tinggi, yang
mungkin diharapkan, adalah keras, batuan yang tahan lama yang menghalangi
disintegrasi.
Serpih Alumina tinggi
Serpih rata-rata mempunyai kandungan alumina 15,4 persen. Dengan
kandungan endapan lumpur yang abnormal bisa lebih rendah lagi. Tidak seperti
tanah liat residual, beberapa serpih atau batu tulis mengandung lebih dari 20%
alumina. Sebuah serpih atau batu tulis mungkin dikatakan batau yang beralumina
tinggi jika kandungan akan konstituen ini melebihi 22 persen. Mungkin kurang
dari 5% serpih akan mempunyai alumina sebanyak ini atau malah lebih.
Tanah Liat Batuan besi, Chamositic, dan batuan lumpur ferriferus yang
lain
Rata-rata serpih mempunyai kandungan logam oksida 6,47 % (4,02 %
Fe2O3; 2,45% FeO) (Clarke, 1924). rata-rata batu tulis akhir abad Precambrian
mengandung 8,92 % logam oksida; rata-rata batu tulis Palezoik mengandung 5,91
% konstituen ini (Nanz, 1953). Dalam batu tulis tidak seperti serpih, ferrous
23
oksida melebihi ferric oksida. Jelas bahwa sedimen pelitik normal mempunyai
logam oksida 6-8 persen.
- Vesikuler
Yaitu merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah
teratur. Lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada saat pembekuan
berlangsung.
- Skoria
Yaitu struktur vesikuler, tetapi tidak menunjukkan arah yang teratur
- Amigdaloidal
Yaitu struktur di mana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh mineral-
mineral sekunder, seperti : zeolit, karbonat dan bermacam-macam silika.
- Xenolit
Yaitu struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masuk, atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai
akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan gamping di dalam magma
yang menerobos.
Tabel II-11
Kisaran harga ukuran kristal dari beberapa sumber15)
Tabel II-12
Bowen Reaction Series15)
26
K. Feldspar
Muscovit
Kwarsa
570o
Tabel II-13
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok
Batuan Beku Yang Dibentuk15)
Mineral pembentuk Asosiasi Mineral Batuan Yang Terbentuk
batuan
Batuan metamorf adalah hasil ubahan dari batuan asal (batuan beku,
sedimen dan metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan atau keduanya
dalam suasana padat melalui proses isokimia, di mana susunan kimia batuan tidak
berubah yang berubah susunan mineralogi sehingga terbentuk mineral baru.
2.1.3.1. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf.
Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto, atau
akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya.
a. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap metamorfosa
Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan
metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Relict / Palimpset / Sisa
Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan
asalnya, atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf
Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Contohnya adalah blastofirik, yaitu : batuan metamorf yang tekstur
porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali atau sering disebut
sebagai batuan metabeku, atau metasedimen.
2. Kristaloblastik
Tekstur kristaloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang
terbentuk akibat proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur
ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
b. Tekstur berdasarkan ukuran butir
1. Fanerit apabila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.
2. Afanit apabila butiran kristal tidak dapat dilihat dengan mata
c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
a) Euhedral, apabila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu
sendiri
30
2. Struktur Non-Foliasi
Struktur ini terbentuk oleh adanya mineral-mineral equidimensional dan
umumnya terdiri atas butiran-butiran (granular). Struktur non-foliasi yang
umumnya dijumpai antara lain :
a) Hornfelsik / Granulose
Struktur hornfelsik terbentuk oleh mozaic mineral-mineral
equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk poligonal.
Batuannya disebut hornfels (batutanduk).
32
b) Cataclastic
Struktur ini terbentuk oleh pecahan / fragmen betuan atau mineral
berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.
Struktur cataklastic ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).
c) Mylonitic
Struktur mylonitic juga dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklatik. Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite
(milonit).
d) Phyllonitic
Struktur phllonitic mempunyai gejala dan kenampakan yang sama dengan
struktur mylonitic, tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya
adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit)
Gambar 2.4.
Tekanan Hidrostatis11)
Gradien tekanan overburden adalah yang menyatakan tekanan overburden
Pada tiap satuan kedalaman
Pob
Gob .
D
(2.27)
Secara praktis dalam penentuan gradient tekanan overburden ini selain dari
analisa log juga dapat ditentukan sebagai berikut : (lihat gambar 2.5)
Gambar 2.5.
Penantuan Gradient Tekanan Overbuden11)
I
i 1
i .d i
.
Gobn .0,433
Dn
(2.28)
Dimana :
Gobn = gradien tekanan overburden, psi/ft
36
Ii = ketebalan ke i , ft
di = berat jenis rata-rata ke i, gr/cc
Dn = kedalaman, ft
Menurut Christman, gradien tekanan overburden dapat dinyatakan sebagai
berikut:
0,433
Gob d w . Dwt d b Db .
D
(2.29)
Dimana :
D = kedalaman, ft
Dwt = ketebalan cairan, ft
dw = berat jenis cairan, gr/cc
Db = berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Db = kedalaman batuan (D Dwt), ft
Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap
sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata
sebesar 2,3 dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah
0,433 psi/ft maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433 psi/ft.
pori dari batuan sedimen, karena cairan berada didalamnya maka akan mengalir
menuju daerah yang lebih porous dan permeabel sedangkan bila kejadian di atas
tidak disertai dengan mengalirnya cairan maka yang akan menerima tekanan
overburden sehingga terkompaksi, maka cairan tersebut mempunyai simpanan
energi yang cukup tinggi, dimana tekanan formasi abnormal ini akan disajikan
pada gambar 2.6.
Gambar 2.6.
Tekanan Formasi Abnormal10)
P = Pob - S ..............(2.30)
Dimana :
P = tekanan formasi, psi
S = tekanan kekuatan batuan, psi
Pob = tekanan overburden, psi
Bila tekanan overburden (Pob) membesar sementara kekuatan batuan (S) sudah
tidak bisa membesar lagi, maka yang menerima tekanan simpanan yang besar
sekali :
P
.(2.31)
Pob
38
Gambar 2.7.
Tekanan Formasi subnormal 10 )
32)
Dimana :
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
P = tekanan formasi, psi
D = kedalaman, ft
40
(2.33)