Anda di halaman 1dari 49

41

BAB III
LUMPUR PEMBORAN

Pada mulanya orang zaman dahulu termasuk masyarakat Cina kuno,


melakukan kegiatan pemboran lubang sumur dengan menambahkan air sebagai
pelunak batuan, agar mudah ditembus serta mengangkat cutting kepermukaan.
Sampai tahun 1863 peranan fluida pemboran belum begitu penting karena
sistem pemboran pada ssat itu masih sangat sederhana. Kemudian tahun 1921
terjadi babak baru dalam pengunaan fluida pemboran setelah ditemukan sistem
pemboran berputar, yang menggunakan fluida pemboran sebagai alat pensirkulasi,
yang mampu melakukan pemboran pada suatu daerah yang mana cable toll
drilling tidak mampu melakukannya.
Mulamula fluida pemboran pada sistem putar adalah air, selanjutnya
berkembang dengan jenis fluida pemboran yang lebih kompleks dengan
ditemukannya jenis-jenis lumpur dan addictife untuk bahan penbuat lumpur
pemboran .

3.1. Fungsi Lumpur Pemboran


Perencanaan lumpur berkenaan dengan sifat-sifat fisik lumpur yang cocok
dengan program hidrolika pemboran. Dalam hal ini lumpur yang dipilih
diharapkan dapat memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut.:
a. Mengangkat cutting ke permukaan.
b. Mendinginkan dan melumasi pahat dan rangkaian pipa.
c. Membentuk mud cake yang tipis dan licin.
d. Mengontrol tekanan formasi.
e. Menahan cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila
sirkulasi terhenti untuk sementara.
f. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
g. Menahan sebagian berat drillpipe dan casing.
h. Mengurangi efek pada formasi.
i. Media informasi.
42

j. Media logging.

3.1.1. Mengangkat Cutting ke Permukaan


Serbuk bor (cutting) yang dihasilkan dari pengiskisan formasi oleh pahat
sebaiknya secepatnya diangkat ke permukaan, yang mempunyai pertimbangan
effisiensi dan rate penetrasi. Keefektifan dari pengangkatan cutting ini tergantung
dari faktor-faktor sebagai berikut :

Kecepatan fluida di annulus


Kecepatan fluida di annulus yaitu kecepatan lumpur yang bergerak pada
setiap bagian sistem sirkulasi. Kecepatan di annulus merupakan faktor yang
penting dalam hal transportasi serbuk bor ke permukaan. Umumnya kecepatan
100200 fpm telah cukup. Kecepatan di annulus diusahakan agar tidak melebihi
kecepatan kritisnya, karena hal ini akan mneyebabkan aliran fluida menjadi aliran
turbulent.
.Densitas
Densitas fluida pemboran merupakan angka yang menunjukkan
perbandingan antara fasa cair dan fasa padatan. Densitas fluida memberikan efek
daya apung terhadap pertikel-partikel dari formasi batuan. Kenaikan densitas akan
memberikan kenaikan kapasitas pengangkatannya terhadap serbuk bor. Untuk
pengontrolannya dapat digunakan beberapa senyawa kimia (zat addictife),
diantaranya barite untuk menaikkan densitas
Viskositas
Viskositas lumpur pemboran sering didefinisikan sebagai derajat
kekentalan, dan dalam pengukuran sederhananya biasanya dinyatakan dalam
tenggang waktu yang diperlukan oleh lumpur seberat 0.9463 liter untuk mengalir
didalam marsh funnel. Viskositas lumpur sangat mempengaruhi tenaga
pengangkatan cutting dari lumpur pemboran. Viskositas tergantung dari
konsentrasi, kualitas dan derajat dehidrasi dari padatan yg terlarut (suspended
solid).
43

3.1.2. Mendinginkan dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Pipa


Dalam proses pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat
dan rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya
kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul ini. Tetapi
umumnya dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific heat)
lumpurbalance telah cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem sehingga
peralatan tidak menjadi rusak dan memperpanjang umur pahat.

3.1.3. Membentuk Mudcake yang tipis dan licin


Lumpur akan membuat lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan
formasi yang permeable (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan
tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk, yaitu cairan
plus padatan yang menyebabakan padatan tertinggal dan tersaring). Cairan yang
masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud cake dikehendaki yang tipis karena
dengan demikian lubang bor tidak terlalu dipersempit dan cairan tidak banyak
yang hilang.

3.1.4. Mengontrol Tekanan Formasi


Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman.
Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran telah cukup untuk
menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal),
densitas lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi.
Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft,
abnormal pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk
memperberat lumpur.

Tekanan yang diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman D ft dapat


dihitung,seoerti yang ditunjukkan pada persamaan (3-1) :
x 0.433 x D
Ph = 0.052 D .
8.33
(3.1)
44

Keterangan :
Ph = tekanan hidrostatis lumpur,psia.
= densitas lumpur, ppg
D = kedalaman, ft.
Tekanan pada formasi yang diakibatkan oleh fluida saat mengalir (rumus
diatas) adalah tekanan yang dihitung dengan rumus diatas ditambah dengan
pressure loss (kehilangan tekanan) pada annulus diatas formasi yang
bersangkutan.

Gambar 3.1.
Skema Sirkulasi Lumpur Pada Sistem Pemboran Putar11)
3.1.5. Cutting Suspension
Suspensi serbuk bor merupakan kemampuan lumpur untuk menahan
cutting selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strenth. Cutting
perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap kebawah akan
mengakibatkan akumulasi cutting dan pipa akan terjepit selain juga akan
memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali.
Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya
45

pembuangan cutting ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti


desander atau shale dapat membantu pengambilan cutting/pasir dari lumpur di
permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat
abrasive (mengikis) pipa pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir
maksimal yang diperbolehkan adalah 2 %

3.1.6. Menahan Sebagian Berat Drillstring dan Casing


Pada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor, demikian pula
saat memasukkan casing kedalam lubang bor yang berisi lumpur, sebagian berat
rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan oleh gaya keatas dari lumpur yang
sebanding dengan lumpur yang dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang
dibor, maka rangkaian pipa bor serta casing yang diperlukan juga bertambah
banyak sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.
Berat rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya keatas
yang ditimbulkan lumpur yang bersangkutan, hal ini disebabkan berlakunya
hukum hidrolika, sehingga rangkaian pipa bor didalam lumpur dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (3-2) :
W2 = W1 (B x L x ) .. (3.2)
Keterangan :
W2 = berat pipa bor dalam lumpur, lb.
W1 = berat pipa bor diudara, lb.
B = Bouyancy factor, gal/ft.
L = panjang pipa bor, ft.
= berat jenis lumpur, ppg.

3.1.7. Mencegah Gugurnya Dinding Lubang Bor


Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak mudah
runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan dinding lubang
bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada lubang bor akan
memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan gugurnya dinding lubang
bor, terutama untuk formasi yang tidak kompak.
46

3.1.8. Media Logging


Pelaksanaan logging selalu menggunakan lumpur sebagai media
penghantar arus listrik dilubang bor. Selain itu juga peralatan logging selalu
diturunkan saat lubang bor terisi oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis lumpur
ditentukan dari kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada (log
listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat berperan pada
penggunaan log listrik.

3.1.9. Mendapatkan Informasi Sumur


Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud log.
Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui jenis formasi apa yang
sedang dibor.
Fungsi-fungsi lumpur diatas memperhatikan bahwa lumpur mempunyai
peranan yang sangat penting terhadap tercapainya suatu operasi pemboran yang
optimum. Jika salah satu fungsi lumpur diatas tidak berjalan semestinya, maka
kemungkinan operasi pemboran akan mengalami suatu hambatan sangat besar.
Parameter-parameter dari sifat-sifat fisik lumpur sangat mempengaruhi komposisi
suatu lumpur pemboran yang baik. Ada beberapa faktor dari lumpur pemboran
yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap tercapainya suatu laju
efisiensi maksimum pada suatu operasi pemboran.

Ada beberapa parameter lumpur yang berhubungan langsung dengan laju


pemboran seperti pada Tabel III-1 berikut ini :
47

Tabel III-1
Faktor Operasi Pemboran yang Dipengaruhi Oleh Lumpur7)

3.2. Komposisi Lumpur Pemboran


Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat
serpih pemboran cutting. Kemudian dengan berkembangnya sisitem pemboran,
lumpur mulai digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat, dan zar-zat kimia yang
ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran
walaupun lumpur tetap bertahan.
Secara umum lumpur pemboran dapat dipandang sebagai tiga komponen
atau fasa, yaitu:
1. Komponen cair.
2. Komponen padatan.
a. Reaktif solids.
b. Inert solids.
3.2.1. Komponen Cair
Zat cair dari lumpur bor merupakan komponen dasar dari lumpur yang
mana dapat berupa air atau minyak ataupun keduanya yang disebut dengan
48

emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis emulsi minyak didalam air atau
emulsi di dalam minyak.

3.2.1.1. Air
Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan air asin dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air
hal ini perlu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat
dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

3.2.1.2. Emulsi
Invert emulsion adalah pemcampuran minyak dengan air dan mempunyai
kompisisi minyak 50 70 % (sebagai komponen yang kontinyu) dan air sebanyak
30 50 % (sebagai komponen diskontinyu), emulsi terdiri dari dua macam, yaitu :
Oil In Water Emulsion dan Water In Oil Emulsion
1. Oil In Water Emulsion
Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak sebagai komponen
teremulsi. Air bisa menacapai sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar
30 %
2. Water In Oil Emulsion
Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak, sedangkan
komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa mencapai sekitar 50 70 %,
sedangakn air 30 50 %.

3.2.1.3. Minyak
Kalau komponen cair berupa minyak, maka minyak yang digunakan
merupakan minyak yang sudah diolah dengan sifat :

1. Aniline Number yang tinggi


Aniline Number merupakan suatu angka yang menunjukkan kemampuan untuk
melarutkan karet. Makin tinggi Aniline Number suatu minyak, maka
49

kemampuan untuk melarutkan karet semakin kecil. Dalam operasi pemboran


banyak peralatan yang dilewati lumpur, berupa karet, seperti pada pompa,
packer, plug untuk penyemenan dan lain-lain.
2. Flash Point yang tinggi
Flash Point adalah suatu angka yang menunjukkan dimana minyak akan
menyala. Makin rendah Flash Point suatu minyak, maka penyalaan akan cepat
terjadi, atau minyak makin cepat terbakar.
3. Pour Point yang tinggi
Pour Point adalah suatu angka yang menunjukkan pada temperatur berapa
minyak akan membeku. Jadi kita tidak menginginkan lumpur yang cepat
membeku.
4. Molekul minyak yang stabil, dengan kata lain tidak mudah terpecah-pecah
5. Mempunyai bau serta Fluoresensi yang berbeda dengan minyak mentah
(crude oil). Kalau tidak demikian maka akan sulit menyelidiki apakah minyak
berasal dari formasi yang dicari atau berasal dari bahan dasar dari lumpur.

3.2.2. Komponen Solid


Komponen padatan disini merupakan komponen pembentuk campuran
lumpur berupa padatan reaktif (reaktif solid) dan padatan tidak reaktif (inert
solid).
3.2.2.1. Inert solid
Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi
dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk
dengan air dan kita diamkan beberapa saat, akan turun kedasar bejana dimana kita
mengaduknya. Disini pasir disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid
berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk
menahan tekanan dari formasi.

Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa
oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini
50

bukan disengaja untuk menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat
mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur
bor, adalah :
Barite (BaSO4)
Oksida Besi (Fe2O3)
Kalsium Karbonat (CaCO3)
Galena (PbS)

3.2.2.2. Reaktif Solid


Reaktif Solid atau fasa koloid adalah merupakan suspensi reaktif
terdispersi dalam fasa kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran
clay (lempung) yang berukuran 10 20 Amstrong dan terdispersi dalam fasa
kontinyu air. Semakin kecil ukuran partikelnya, maka luas bidang kontak antara
partikel solids dengan cairan mediumnya, sehingga interconnected properties
(sifat saling berhubungan) dengan medianya besar. Sifat partikel ini mempunyai
gerak brown, yang terpenting dalam hal ini adalah :
a. Adanya gerak tarik-menarik atom-atom pada permukaan akan membentuk
endapan.
b. Sedang dalam absorbsi, terbagi dalam koloid hyprophilic (menarik air) dan
hydrophobic (tidak menarik aiar)
Pada hyprophilic, partikel menarik molekul air dan membentuk lapisan
film yang disebut cushion (bantalan). Pada hydrophobic, partikel mempunyai
muatan yang saling tolak-menolak dengan molekul air. Lumpur bor mengandung
hyprophilic dan hydrophobic. Perbedaan ini dapat dilihat pada table III-2 dan
perlu juga diketahui mengenai komposisi cairan kepadatan pada table III-3.

Tabel III-2
51

Pengaruh yang Timbul dengan Adanya Partikel Hydrophilic dan


Hydrophobic8)
Pengaruh Hydrophilic Hydrophobic
terhadap
Air Membentuk lapisan film di Tidak terjadi apa-apa
sekitar partikel (cushion)

Lapisan Pelindung Cushion dapat menarik ion Lapisan pelindung saja

Temperatur Cushion saling membentuk Tergantung liquid


ikatan pelindung pertikel, sehingga
menetralkan lapisan
Ion H- Ion OH- Dapat langsung terikat oleh Merusak ikatan
partikel cushion yang lebih pelindung tidak
stabil mengkristal

Ion additives Menjadi koloid Membentuk lapisan


hydrophobic pelindung, menarik air
menjadi koloid

Tabel III-3
Kereaktifan dan Spesifik Gravitasi dari Komposisi Cairan dan Padatan 8 )
Cairan Padatan
1. Air Tawar 1. Gravitasi rendah SG = 2.5
2. Air Asin a. tidak reaktif : pasir, chert,
3. Minyak limestone, beberapa shale
4. Campuran dari cairan diatas b. Reaktif : lempung (clays)
2. Gravitasi
a. Barite, SG = 4.2
b. Bijih besi dan galena, SG = 7

3.2.3. Additive Lumpur


Additive Lumpur
52

Lumpur secara konvensional terdiri dari dua komponen fasa seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, namun hingga kini telah dibuatkan formulasi secara
kimawi dengan tujuan-tujuan tertentu, yang terdiri dari organik dan inorganik.
Fasa ini lazim dikenal dengan zat-zat additif untuk lumpur pemboran. Didalam
lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka ditambahkan
additif yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur agar sesuai
dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran. Berikut ini akan
disebutkan beberapa additif yang dimaksud.
3.2.3.1. Material Pemberat (Weighting agent)
Material pemberat adalah bahan bahan yang memiliki specific garvity
tinggi yang ditambahkan kedalam lumpur untuk menaikan densitas fluida guna
mengontrol tekanan formasi, bahan yang biasa digunakan sebagai Weighting
agent adalah sebagai berikut:
Barite (BaSO4).
Mempunyai specific gravity antara 4,2 sampai 4,6 dengan indeks
kekerasan 3. Biasanya digunakan untuk operasi pemboran yang melewati
zona gas yang bertekanan tinggi yang dangkal.
Galena (PbS).
Mempunyai specific gravity 6,8 6,9 dengan indeks kekerasan
2,5, fungsi utamanya adalah untuk usaha mematikan sumur dalam londisi
darurat apabila tekanan formasi sangat besar (mampu menghasilkan
densitas lumpur sampai 32 ppg). Dengan catatan galena bersifat beracun
(highly toxic), mahal dan memiliki problem terhadap suspensi
Calcium Carbonat (CaCO3).
Mempunyai specific gravity 2,7 dengan indeks kekerasan 3.
Digunakan untuk mendapatkan densitas 10,8 ppg, material ini digunakan
untuk lumpur jenis oil base mud. Calsium carbonate biasanya
dipergunakan untuk operasi pemboran yang dalam.
Ilmenite (FeO TiO2)
53

Ilmenite memiliki specific gravity kira kira 4,7. Terkadang


digunakan sebagai pengganti barite untuk meningkatkan densitas (higher
density).
Hematite (Fe2O3)
Hematite memiliki specific gravity 5,1 (variatif 4,9 5,3),
dengan kekerasan 7. Digunakan untuk menaikkan densitas lumpur apabila
tidak dimungkinkan menggunakan barite. Hematite bersifat abrasive
terhadap peralatan.
Larutan garam (Brine Solution)
Diperoleh dengan menggunakan berbagai macam garam untuk
menformulasikan solid free workover fluid.
Garam Densitas Maks.
(ppg)
Sodium Chloride (NaCl) 10.8
Calcium Chloride (CaCl2) 11.7
Zinc Chloride & Calcium Chloride (ZnCl2 & CaCl2 ) 14.0
Zinc Chloride (ZnCl2) 17.0

Sodium Chloride (NaCl) dapat digunakan secara ekonomis karena


densitas agent tanpa perlu penambahan bentonite untuk kemampuan
suspensinya dan effektif sebagai packer fluid. Calcium Chloride (CaCl2)
biasanya digunakan sebagai material pemberat untuk packer fluid.
Selain bahan-bahan diatas, bahan kimia yang dapat menaikkan densitas
adalah seperti terlihat pada Tabel III-4.:
Tabel III-4.
Material Pemberat 16)
Material Principal Component Specific Gravity Hardness (mohs)

Magnetite Fe3O4 5.0 - 5.2 5.5 - 6.5


Iron Oxide Fe2O3 4.7 -
Siderite FeCO3 3.7 - 3.9 3.5 - 4.0
Celesite SrSO4 3.7 - 3.9 3.0 - 3.5
Dolomite CaCO3 MgCO3 2.8 - 2.9 3.5 - 4.0

3.2.3.2. Pengental (Viscosifier)


54

Viscosifier digunakan untuk menaikkan viscositas pada lumpur, bahan


yang digunakan sebagai viscosifier adalah sebagai berikut:
Bentonite
Sodium monmorillonite dan calcium monmorillonite, merupakan
material yang berfungsi untuk menaikkan viskositas dan mengurangi fluid
loss pada lumpur jenis fresh water mud, dimana tiap penambahan material
lb
ini kedalam air sebanyak 20 /bbl akan dapat memberikan viskositas
sebesar kurang lebih 36 detik marsh funnel.
Apabila kandungan garam pada lumpur > 35000 ppm, yield pada
bentonite akan berkurang secara drastis, sehingga dalam penggunaanya
perlu memperhatikan besarnya kandungan garam. Ca monmorillonite
biasanya digunakan untuk meningkatkan kandungan partikel clay. Tujuan
mencampurkan bentonite dengan air dan atau lumpur adalah sebagai
berikut:
untuk meningkatkan kemampuan hole-cleaning pada lubang bor;
untuk mengurangi rembesan air filtrat (filtration loss) ke dalam
formasi yang permeabel;
untuk membentuk suatu lapisan tipis/encer (kerak tapis / mud cake)
yang memiliki low-permeability,
untuk menjaga stabilitas lubang bor; dan
untuk menghindari lost circulation..
Sepiolite
Sepiolite adalah silikat magnesium hydrated yang lekat menyerupai
attapulgite. Sepiolite sebagai additif biasa digunakan pada pemboran
geothermal.
Attapulgite
Merupakan clay yang berfungsi untuk menaikkan viskositas pada
lumpur jenis salt water. Namun tidak dapat digunakan sebagai filtration
control, untuk itu perlu ditambahkan bahan bahan seperti starch dan
PAC.
Asbestos fiber
55

Secara kimiawi merupakan Calcium Magnesium Silicate, bahan


viscosifier yang sangat effektif untuk jenis air tawar (fresh water) atau air
asin (salt water). Digunakan untuk mencapai kandungan solid yang sangat
rendah (low solid content). Bahan ini sangat berbahaya dengan kandungan
carcinogen yang dapat menstimulasi penyakit kanker.
Xanthan gum
Bahan ini paling effektif sebagai viscosifying polymer karena
karakter rheologinya. Digunakan untuk temperatur formasi hingga 140oC
150 oC dengan range pH yang besar, sebagai fluid loss memiliki
keterbatasan sehingga biasanya digunakan bersamaan dengan bentonite,
strach atau CMC.
Sodium carboxymethyl cellulose (CMC)
Material ini digunakan sebagi fluid loss control (primer) dan
viscosifeir (sekunder), bahannya berasal dari cellulose yang di treatment
dengan menggunakan caustic soda dan monochloro acetate. CMC tahan
terhadap bakteri dan efektif untuk temperatur 120 oC, namun pH lumpur
harus dijaga lebih dari 6, guna mencegah degradasi dari bahan itu sendiri.
Xanthan gum dan CMC merupakan bahan polymer, sehingga harganya lebih
mahal dibanding dengan bentonite atau bahan lainnya. Akan tetapi polymer tidak
menaikkan kadar padatan atau densitas dari lumpur, secara umum lumpur polymer
manghasilkan densitas 13 ppg.

3.2.3.3. Pengencer (Thinner)


Thinner digunakan untuk menurunkan atau mengurangi viskositas pada
lumpur atau sebagai pengencer, dengan cara memutus ikatan plat-plat clay yang
melalui tepi (edge) dan muka (face) yang kemudian menyambungkan dirinya
dengan plat clay sehingga dapat menahan gaya tarik antar lembaran clay. Bahan
yang digunakan sebagai thinner antara lain adalah:
Lignosulfonate
Lignosulfonate memiliki stabilitas yang baik pada temperatur
4000F, dapat digunakan sebagai dispersant atau fluid loss control. Calcium
56

Lignosulfonate adalah lumpur yang effektif untuk lumpur lime. Chrome


Lignosulfonate merupakan jenis lumpur yang banyak digunakan sebagai
bahan pengencer, namun akan terdekomposisi pada temperatur 300 0F
(149 0C). penggunaan Lignosulfonate pada temperatur dan tekanan tinggi
dapat menyebabkan degradasi dan menghasilkan gas H2S (jumlah kecil).
Phosphat
Sodium Acid Pyrophospate SAPP Na2H2P2O7 pH 4,8
Sodium Hexametaphospate Calgon (NaPO3)6 pH 6,8
Sodium Tetraphospate Barafos Na6P4O13 pH 7,5
Tetra Sodium Phospate TSPP Na4P2O7 pH 10,0
Phospat digunakan sebagai thinner pada berbagai pH lumpur,
dimana temperatur tidak lebih dari 150 0F.
SAPP (Sodium Acid Phyrophosphat)
Mempunyai pH kurang lebih 4,8 dengan SG 1,85. Fungsinya untuk
memperbaiki keadaan lumpur yang terkontaminasi dengan semen serta
digunakan untuk menurunkan viskositas lumpur. SAAP hanya dapat
digunakan pada temperatur 150 0F.
SHMP (Sodium Hexametaphospate)
Memiliki SG 2,2 dengan pH 6.8, bahan ini kurang effektif untuk
penggunaan dalam rentang waktu lama seperti halnya SAPP. Bahan ini
effektif untuk mengikat calcium pada cairan.
STP (Sodium Tetraphospate)
Mempunyai SG 2,5 dengan pH 7,5, penggunaan berlebihan tidak
akan menyebabkan lumpur menjadi rusak, namun tidak stabil untuk
penggunaan dalam waktu lama dan hanya effektif pada suhu < 150 0F.
TSPP (Tetra Sodium Phospate)
Mempunyai SG 2,5 dengan pH 10, dibuat dengan pemanasan
Disodium Phospate, bahan ini aman bagi kesehatan dan tidak bersifat
korosif. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan
lumpur, dan batas temperatur tidak lebih 150 0F.
Quebracho (Tannate)
57

Merupakan bahan pengencer yang effektif hingga temperatur 2400F


jika kadar kontaminan garam dan calcium tidak melebihi masing-masing
10.000 ppm dan 240 ppm. Bahan ini berasal dari pohon Quebracho yang
memilik fungsi ganda sebagai dispersant dan fluid loss control.
Lignite
Dapat digunakan dalam water based mud sampai temperatur 400
450 0F, merupakan thinner dan fluid control yang effektif. Bahan ini tidak
cocok untuk fluida dengan kandungan garam yang tinggi karena lignite
tidak dapat larut dalam garam.
Air (Water)
Telah umum dan biasa digunakan sebagai pengencer yang effektif
pada penggunaan lumpur terutama jenis Water based mud, dimana air
dasar masuk kedalam pori-pori formasi yang kemudian dapat berkurang.

3.2.3.4. Fluid Loss Control


Digunakan untuk menjaga integritas lubang, melindungi lumpur dari shale
yang sensitif terhadap air dan meminimalkan hole wash out untuk mencapai
casing cement job yang lebih baik. Ada berbagai jenis additif lumpur yang
digunakan untuk mengontrol fluid loss. Pada umumnya bahan ini digunakan
bersamaan dengan bentonite, sementara sebagian lain digunakan secara terpisah
dengan kandungan clay yang ada pada lumpur.
Bentonite
Merupakan bahan multi guna yang membantu mengontrol fluid loss,
suspensi barite dan viskositas untuk kemampuan pembersihan lubang bor,
pada range 6 % berat cocok untuk mengurangi fluid loss. Batasan
penggunaan bahan ini sebagai fluid loss antara lain:
Tidak cocok digunakan pada konsentrasi ion sodium, kalsium atau
pottasium yang tinggi tanpa prehidrasi,
Rentan terhadap kontaminasi pada formasi garam atau anhydrite
(CaSO4)
58

Clay rentan terhadap panas dalam bentuk flokulasi clay yang


meningkatkan fluid loss.
Starch (Pregelantized)
Dapat berfungsi dengan baik dengan hadirnya ion kalsium dan
sodium. Cocok digunakan untuk lumpur salt water atau lime. Batasan
penggunaan pada kisaran temperatur 250 0F.
Sodium carboxymethyl cellulose (CMC)
Merupakan produk untuk penanganan fluid loss dan viscosifier, sangat
aktif meskipun ada kontaminasi oleh ion konsentrasi tinggi. Cocok
digunakan pada lumpur inhibited mud. CMC dapat stabil hingga
penggunaan pada temperatur 300 0F.
X C Polymer
Dihasilkan dari Polysaccaride gum, stabil terhadap adanya kandungan
garam. Bahan ini bersifat membangun viskositas, struktur gel dan
viskositas rendah pada shear rate yang tinggi.
Ben X
Rantai panjang polymer yang dirancang penggunaanya untuk low
solid muds, bahan ini mengikat partikel clay bersamaan pada shear rate
yang rendah.
Lignins, Tannins dan Lignosulfonate
Produk-produk ini memiliki stabilitas yang baik pada kisaran
temperatur 3500F 4000F, namun formulasi khusus lignite dapat
menghasilkan stabilitas hingga mencapai temperatur 450 0F. Kekurangan
lignins adalah rentan terhadap kontaminasi ion kalsium yang dapat
mnyebabkan flokulasi. Lignins cenderung menangkap ion kalsium yang
dapat mengurangi keeffektifannya sebagai fluid loss agent.

3.2.3.5. Lost Circulation Material (LCM)


Digunakan untuk mengurangi efek masuknya lumpur kedalam formasi
dan untuk mendapatkan kembali sirkulasi setelah terjadi hilang sirkulasi. Lost
circulation material dapat definisikan sebagai material yang menyumbat (sebagai
59

seal / penyekat) pada lapisan permeabel ataupun fractured formation guna


mencegah hilangnya lumpur pemboran. Sebagian besar bahan ini digunakan untuk
penanganan lost of circulation. Material-material ini dapat dikategorikan kedalam
empat macam, yaitu:
Fibrous Lost-Circulation Materials
Bahan ini seperti Shereded sugar cane, Cotton fibers, Hog hair,
Shereded automobile tires, Wood fibers dan Paper pulp. Material ini
memiliki rigidity relatif kecil dan dapat diberi tekanan besar kedalam
lubang bor, sehingga bahan tersebut menjadi kusut dan dapat menyumbat.
Fibrous material tidak direkomendasikan untuk lumpur Oil based mud.
Flake Lost-Circulation Materials
Flake lost-circulation materials merupakan bahan-bahan seperti
Shereded cellophane, Mica flakes, Plastic laminated dan Wood chips yang
digunakan pada muka lapisan formasi yang dapat diberikan tekanan besar.
Mekanismenya mirip dengan fibrous material, cellophane tidak
direkomendasikan untuk lumpur bahan dasar Oil based muds.
Granular Lost-Circulation Materials
Granular lost-circulation materials seperti Ground nut shells dan
Ground carbonates yang digunakan untuk menghalangi dan menyumbat
pada lapisan porous terbuka. Material-material ini tersedia dalam ukuran
fine, medium dan course grades. Untuk menyempurnakan kinerjanya,
material ini harus memiliki ukuran partikel yang mendekati rongga
formasi dan gradasi (jarak) partikel yang kecil guna mengeffektifkan
penyumbatan. Granular material dapat digunakan pada lumpur Oil based
muds.

Blended Lost-Circulation Materials


Bahan-bahan ini mengandung campuran dari fibrous, flake dan
granular materials. Namun bahan ini mengandung cellophane flakes yang
tidak diperuntukkan pada lumpur Oil based muds.
60

Slurries
Bahan ini seperti semen, diatomaceous earth dan campuran diesel-
bentonite yang digunakan untuk mengurangi lost of circulation dengan
cara memberi tekanan terhadap material pada zona hilang. Slurries
mencegah high filtrate loss yang terbentuk pada endapan dari mud cake
yang tebal dan menyumbat dinding lapisan. LCM dapat dicampurkan
kedalam slurries untuk meningkatkan effektivitas bahan yang digunakan.
Berbagai jenis dan ukuran yang dapat digunakan sebagai Lost Circulation
Material ditunjukkan pada Tabel III-5 berikut :

Tabel III-5.
Jenis dan Ukuran Material Penyumbat (Lost Circulation Material) 12)

Secara umum bahan bahan yang digunakan sebagi LCM yaitu; Fibrous
material, nut shell fine, nut shell medium, coarse, ground mica fine, ground mica
coarse dan cellophane. Mekanisme penyumbatan (LCM) diilustrasikan seperti
pada Gambar 3.2.
61

Gambar 3.2.
Mekanisme LCM 14)

3.2.3.6. Emulsifier
Emulsifier memungkinkan terjadinya dispersi mekanik dari dua macam
fluida yang tidak saling mencampur, membentuk fasa internal dan eksternal, dan
secara kimiawi membentuk emulsi yang stabil. Emulsi adalah suatu sistem
campuran dua fasa yang terdiri dari butiran minyak dalam air atau air dalam
minyak. Tabel III-1 merupakan rekomendasi untuk penggunaan diesel ataupun
crude oil sebagai emulsifier, pada dasarnya emulsifier adalah additif yang
memiliki sifat :
Heavy molecular weight soap.
Menaikkan tegangan permukaan.
Menghasilkan emulsi yang stabil.
Emulsifier bekerja cepat, tetapi tidak membentuk emulsi yang ketat.
Stabilitas listrik 350 400 volt.
Emulsifier seperti Drilling Mud Emulsifier (DME) digunakan untuk
menstabilkan emulsi oil-in-water. Dispersant seperti lignosulfonate dan lignites
juga merupakan emulsify mencapai 10 % minyak tanpa perlu menambahkan
bahan emulsifier. Soaps, polyamines dan ethylene derivatives juga digunakan
sebagai emulsifiers. Campuran modified tall oil juga digunakan sebagai primary
emulsifier untuk emulsi water-in-oil dan juga untuk menstabilkan emulsi serta
meningkatkan suspensi serta mengurangi filtration loss.
62

3.2.3.7. Additive Khusus


Aditif khusus dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu : flocculant,
corrosion-control agent, defoamer, pH control, mud lubricant, dan antidifferential
sticking chemical.
a. Flocculant
Fllocculant adalah merupakan polimer yang digunakan untuk mengikat
padatan yang berasal dari serbuk bor agar menggumpal, sehingga mudah diambil
dengan cara penyaringan atau pengendapan. Flokulasi adalah hanya merupakan
metoda untuk memisahkan/mengambil padatan serbuk bor yang berukuran koloid.
b. Corrosion control agent
Corrosion control agent diklasifikasikan sebagai :
Inhibitor, misalnya : amine yang membentuk lapisan film
Oxygen scavenger, misalnya : sodium sulfide, dan
Hydrogen sulfide scavenger, misalnya : copper carbonate, zinc compound,
atau iron derivative.
c. Defoamer
Defoamer adalah merupakan surface-active agent yang digunakan untuk
memecah busa dalam lumpur pemboran. Bahan kimia ini berupa aluminium
stearate, octyl alcohol, tributylophosphate, pine oil, dan organic silicon.
d. Pengatur pH (pH Adjuster)
Karena beberapa aditif lumpur pH-nya rendah dan karena pengoperasian
optimum range pH sistem lumpur, sehingga pada suatu saat perlu menambahkan
bahan-bahan yang akan merubah pH sistem lumpur. Karena pada umumnya aditif
secara alamiah bersifat asam, maka jarang bahwa pH-nya tinggi. Sebaliknya,
biasanya pH yang terlalu rendah harus dinaikkan.
pH adjuster harus ditangani dengan hati-hati, dengan menggunaan suatu
chemical barrel. Tidak menggunakan hopper atau dump secara langsung kedalam
sistem.
Secara umum, ada tiga macam pH adjuster, yaitu Sodium Hydroxide
(Caustic soda), Potassium Hydroxide, dan Calcium Hydroxide. Sodium Hydroxide
63

adalah merupakan pH adjuster yang umum digunakan, sedangkan lainnya


biasanya digunakan untuk tujuan khusus.
Kerugian dari penggunaan bahan-bahan pengatur pH tersebut adalah :
Semuanya dapat menyebabkan kulit terbakar.
Semuanya sangat korosif terhadap peralatan.
Potassium Hydroxide dan Calcium Hydroxide mempunai karakteristik
ihibitive (menghalangi) yang kuat karena adanya ion-ion potassium dan
calcium. Kedua produk ini biasanya digunakan dalam lumpur untuk clay
hidration inhibition.
e. Pelumas Lumpur (Mud Lubricant)
Lumpur juga digunakan sebagai pelumas bagi pahat dan drillstring akibat
adanya gesekan dengan batuan. Sebagai contoh adalah emulsified-oil, surfactant
(surface-active agent), graphite, fine nut shell, dan synthetic plasticized material.
f. Antidifferential Sticking Additive
Dapat digunakan untuk mencegah atau mengatasi adalah problem jepitan
pipa dengan cara menambahkan sejumlah bahan aditif kedalam lumpur pemboran
sebelum mencapai zona yang diperkirakan terjadi jepitan pipa atau digunakan
sebagai fluida perendam (spotting fluid) untuk melepas jepitan.
Spotting Fluid adalah fluida perendam yang harus mempunyai sifat basah
minyak (oil wetting), sehingga kondisi ini akan merusak water base filter cake.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai antidifferential sticking additive, meliputi
antara lain :
Minyak - biasanya diesel oil
Surfactant - oil wetting purposes
Suspension material to support barite.

Secara umum penggunaan additif dan tujuannya dapat dilihat pada Tabel
III-6.
Tabel III-6.
Bahan bahan Additif Lumpur Pemboran 18)
ADDITIF FUNGSI
Bentonite Menaikkan viskositas.
Barite Menaikkan berat jenis.
64

Sodium Acid Menghambat kecepatan pengendapan bahan-


Pyrophosphate (SAPP) bahan padat dari lumpur.
Caustic Soda (larutan Menstabilkan dan mengatur lumpur pemboran.
alkali) menaikkan pH alkalinitas.
Lignosulfonate; Quebracho Mengencerkan dan mengatur filtrasi lumpur
pemboran.
Polyacrylates Polimer organik yang berat.
CMC (Carboxymethyl Cellulose)
Gypsum Mengatur dan menstabilkan lumpur pemboran.
Garam Sodium Chlorida Dipakai dalam pengeboran lapisan-lapisan
garam.
Minyak (emulsi) Mencegah kesulitan kesulitan pelumasan pada
temperatur yang tinggi, pipe sticking,
pengelupasan shale dan mencegah pembasahan
lapisan yang pekat terhadap air.

3.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran


Komposisi dari Lumpur bor akan menentukan sifat-sifat serta performance
dari lumpur itu sendiri. Sistem pengontrolannya harus dikoreksi terhadap formasi
selama operasi pemboran berlangsung,hal ini dimaksudkan agar Lumpur bor
bekerja sesuai dengan harapan.
3.3.1. Densitas
Densitas atau berat jenis, didefinisikan sebagai berat lumpur per satuan
volume total lumpur. Densitas ini menyebabkan kemungkinan untuk membantu
dalam pengaturan tekanan-tekanan di lubang subsurface formasi, sehingga dalam
operasi pemboran densitas lumpur ini harus selalu dikontrol terhadap kondisi
formasinya agar diperoleh kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang
diharapkan terhadap formasi yang dibor. Densitas lumpur yang relatif berat bagi
suatu formasi kemungkinan akan menyebabkan terjadinya lost circulation,
sebaliknya jika densitas lumpur relatif kecil dapat menyebabkan terjadinya blow
out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan menambahkan zat-zat
aditif, yang bersifat menaikkan maupun menurunkan densitas lumpur.
Additive yang biasa digunakan untuk memperbesar harga densitas antara
lain :
a. Barite SG = 4,3
b. Limeestone SG = 3,0
65

c. Galena SG = 7,0
d. Bijih Besi SG = 7,0
Sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur bor, pada
umumnya dipakai addictife seperti :
a.air
b. minyak
Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan mengurangi
kadar padatan di permukaan. Permukaan densitas lumpur dapat dilakukan dengan
satu sirkulasi dan viscositasnya harus kecil, karena dengan penambahan berat
lumpur terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur bor akan dipengaruhi oleh
temperatur, densitas akan turunjika temperatur naik. Besarnya densitas lumpur
akan menentukan tekanan hidrostatik dari kolom
lumpur, berdasar persamaan berikut :
Pm 0.052 m depth (3-3)

dimana :
Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi.
m = densitas lumpur, ppg.
Depth = kedalaman, f.

Tabel III-7
Densitas Komponen Lumpur13)
66

3.3.2. Viskositas Lumpur Pemboran.


Viskositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya terhadap aliran
suatu gerakan. Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara
shear stress (tekanan penggeser) dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan
yang termasuk Newtonian seperti air, perbandingan shear rate dengan shear
stress ini sebanding dan konstan (gambar 3.2), sedangkan lumpur pemboran
adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan
shear rate tidak konstan, disebut viskositas semu (appearent viscosity) serta
memberikan hubungan variasi yang luas.
Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk :
1. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus
2. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.
3. Membantu mengontrol swab-prssure dan surge pressure.

Fluida Newtonian
67

Gambar 3.3.
Shear Stress Vs Shear Rate untuk Fluida Newtonian8)

Gambar 3.4.
Kurva Viskositas Vs Shear rate untuk Fluida Non Newtonian 7)

Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate :


Harga Shear stress dan Shear Rate yang masing-masing dinyatakan dalam
bentuk penyimpangan skala penunjuk (Dial Reading) dan rpm motor pada Fann
VG meter (gambar 3.4 ), harus diubah menjadi shear stress dan shear rate dalam
satuan dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh harga satuan viskositas dalam satuan
cp.
Persamaannya sebagai berikut :
68

= 5,007 x C . ..(3.4)
= 1,704 x RPM ... (3.5)

keterangan :
= shear stress, dyne/cm2
= shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor

\
69

Gambar 3.5.
Skema Marsh funnel dan Fann VG Meter

Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)


Viscositas nyata (Va) untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan
hubungan :

Va = x100 ... (3.6)

(300 x C)
Va = ... (3.7)
RPM
70

Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point


Untuk menentukan plastic viscosity (VP) dan Yield point (YP) dalam suatu
lapangan, digunakan persamaan bingham plastic ( gambar 3.5) sebagai berikut :
600 300
Vp = 600 300 ... (3.8)

Dengan menggunakan persamaan (3.6), (3.7) dimasukkan kedalam persamaan


(3.8), didapatkan :
VP = C600 C300 ....(3.9)
YP = C600 VP ..(3.10)
Keterangan :
Vp = plastic viscosity,cp
Yp = yield point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 rpm, derajat
C300 = dial reading pada 300 rpm, derajat
Pertimbangan-pertimbangan yang tidak langsung adalah sebagai berikut :
1. Laju pemboran adalah besar dengan kadar padatan yang rendah atau
lumpur yang encer.
2. Lumpur dapat dikentalkan untuk memperkecil erosi pada formasi shale
yang tidak kompak, karena pembentukan aliran turbulen dengan lumpur
yang encer dapat mengakibatkan erosi lubang sehingga terjadi pembesaran
lubang.
71

Gambar 3.6.
Plot Model Bingham Plastik 7 )

Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :


Penetration rate turun
Pressure loss tinggi terlalu banyak gesekan.
Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing
yang berhubungan dengan blow out.
Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan
Viscositas yang terlalu rendah menyebabkan :
Pengangkatan cutting tidak baik
Material-material pemberat lumpur diendapkan
Untuk mengencerkan lumpur dapat dilakukan dengan pengenceran dengan
air atu dengan penambahan thinner (zat-zat kimia), sedangkan penambahan
72

viskositas dapat dilakukan dengan penambahan zat-zat padat/bentonite pada


water base mud dan air atau asphalt pada oil base mud.

3.3.3. Gel Strength


Di waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan
diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur
akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan
oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar
inilah yang disebut gel strength.
Di waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai
gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar
jangan turun. Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan
terlalu berat kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai sirkulasi kembali.
Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh
memompakan lumpur dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah.
Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit. Agar formasi tidak pecah di
dasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara bertahap, dan sebelum
melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.
Gel strength dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu progressive
gel dan fragile gel. Tipe yang pertama adalah tipe gel strength yang pada mulanya
rendah tetapi semakin tinggi dengan bertambahnya waktu, gel strengthnya
meningkat terus menerus sampai mencapai angka tertinggi. Hal ini sering terjadi
pada lumpur yang mempunyai kadar padatan yang tinggi. Tipe ini tidak
diharapkan, karena akan mendatangkan banyak kesulitan dalam operasi
pemboran, seperti : diperlukan tekanan pompa yang besar untuk memulai sirkulasi
kembali . Tipe yang kedua adalah tipe gel strength yang pada kondisi awalnya
relatif sudah tinggi dan hanya mengalami kenaikkan yang sangat sedikit saja
seiring dengan bertambahnya waktu. Tipe ini hanya memerlukan tenaga pompa
yang tidak begitu besar untuk memulai sirkulasi, sehingga penghematan tenaga
dan optimasi pemboran diharapkan dapat terpenuhi.
73

Unutuk melihat perbedaan dari kedua gaya tersebut diatas (antara


prosesive gel dan fragile gel) dapat ditunjukkan pada gambar 3.6 berikut ini :

Gambar 3.7.
Perbedaan Tipe Progresive Gel dan Fragile Gel7)

3.3.4. Yield Point


Titik keliatan (yield point) adalah sifat mengagar yang menunjukkan
besarnya tekanan minimal yang yang harus diberikan kapada fluida agar fluida
tersebut dapat bergerak. Tekanan ini akaibat dari gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel di dalam limpur. Titik keliatan adalah parameter fluida dinamik,
sedangkan sifat menggagar (gel strength) adalah parameter fluida static.
Titik keliatan (yield Point) di lapangan disebutkan dalam satuan lb/100ft2,
dan diukur dengan fann VG meter. Harga YP pada Fann VG meter adalah
pembacaan skala pada putaran 300 rpm dikurangi harga PV. Harga biasa
digunakan antara 3 sampai 15 lb/ft2.Untuk fluida Newtonian harga YP adalah nol.
74

Kenaikan Yp yang berlebihan adalah akibat flukolasi YP yang tinggi baik untik
pembersihan lubang, tetapi akan menimbulkan kehilngan tekanan yang besar.
Yeild point merupakan salah satu komponen yang menyebabkan
keengganan fluida untuk mengalir, dimana besaran ini merupakan hasil dari gaya
tarik-menarik antar partikel di dalam Lumpur yang dinyatakan dalam satuan
lb/100ft3. gaya tarik-menarik ini berasal dari muatan negatif dan positif yang
terletak di atas atau berdekatan dengan permukaan partikel. Besaran ini diukur
dalam kondisi yang dinamis,berbeda dengan gaya agar diukur pada kondisi statis.
Besarnya gaya ini tergantung dari :
- Sifat-safat permukaan pada Lumpur.
- Konsentrasi volume padatan.
- Lingkungan listrik dan padatan.
Kenaikkan yield point terjadi karena :
- Kerena kemasukan kontaminan yang dapat larut seperti, mosalnya garam,
semen,anhydrite atau gypsum yang menetralisi muatan negatif partikel-partikel
clay.
- Karena kemasukan padatan lembab ke dalam sistem hal ini akan menyebabkan
karak antar partikel semakain dekat sehingga gaya tarik-menarik semakin
membesar.
- Karena mengebor shale yang daoat menrhidrate atau juga mengebor clay yang
mengakibatkan penambahan padatan reaktif ke dalam sisitem sehingga
meningkatkan gaya tarik-menarik yang disebabkan oleh peningkatan jumlah
muatan dan semakan dekatnya jarak antar partikliel.

3.3.5. Ph Lumpur
pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari
lumpur bor. PH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12. jadi
lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor
dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau
hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata
75

bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari
pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau
tidak mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa juga tidak baik, karena
karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.
Alat yang digunakan untuk mengukur pH lumpur adalah sebagai berikut :
a. pH indikator
Sering juga dikatakan kertas lakmus atau pH paper.
b. pH meter
dengan mencelupkan alat pH meter maka akan diketahui berapa pH dari
lumpur tersebut.

3.3.6. Filtration Loss


Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair.
Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen
Cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini
disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding
lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-
pori dinding lubang, maka cairan yang masuk kedalam formasi juga berhenti.
Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan
menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :
a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.
Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air,maka
ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga dinding lubang
cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.


Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan
atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss
banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.
c. Water blocking
76

Filtrat yang berupa air akan meng hambat aliran minyak dari formasi
kedalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.
d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan
tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi deengan berat jenis
lumpuryang besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta
lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding
lubang.
e. channeling pada semen.
Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan
menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.
Oleh sebab itu filtration loss perlu diatasi ,dengan selalu mengadakan
pengukuran tentang filtration loss dan mud cake lumpur bor. Untuk mencegah
filtration loss dan mud cake agar tidak membuat membuat problema, maka
dibatasi filtration loss maksimal 6,5 cc dan tebal mud cake maksimal 2 mm.
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah
standar filtration press (Gambar 3.7) , terdiri dari :
1. Mud cup
2. Gelas ukur
3. Tabung sumber tekanan
4. Kertas saringan
77

Gambar 3.8. Rangkaian Peralatan Pengukuran Filtration Loss LPTP

Rate filtrasi atau water loss tergantung pada komposisi yang digunakan,
temperatur dan besarnya tekanan yang digunakan. Rate fitrasi diukur dalam suatu
filter cell pada temperatur permukaan dan pada perbedaan tekanan sebesar 120
psi. Hasil dari pengukuran ini adalah sebagian dasar perbandingan antara lumpur-
lumpur yang berbeda atau dengan lain perkataan hasilnya hanyalah bersifat
kumulatif.
Laju filtrasi dihiting dengan menggunakan rumus :
V= cxt . (3.11)
keterangan :
V : Volume filtrat, cc
T : Waktu filtrasi, menit
C : Konstanta yang sebanding denggan filtration loss.
Jadi volume filtrat adalah sebanding dengan akar dari waktu yang dalam hal ini
mempunyai pengertian bahwa water loss memerlukan waktu.
Untuk pengukuran laboratorium, filtration loss diukur dengan standard
filter pressure, dimana lumpur ditempatkan dalam suatu tabung dan pada dasarnya
berupa berupa filter kertas tertentu dan diatas lumpur diberi tekanan udara (gas).
78

Untuk ini baik volume filtrat maupun tebal mud cake dilaporkan dalam percobaan
API filtration rate (statis) dalam cc filtrat / 30 menit pada perbedaan tekanan
sebesar 100 psig. Mud cake biasanya diukur dalam satuan serertiga puluh inci.
Pengukuran diatas sebenarnya bersifat kondisi statis, yang berlaku jika
sirkulasi dan pemboran berhenti yang tertentu lain dengan kondisi bila ada
sirkulasi dan pahat menghancurkan mud cake yang terjadi. Fluid loss melalui
suatu filter dapat dicari dengan rumus :
2 cp1-b x t
V=
b.ro.w

(3.12)
Keterangan :
V = volume filtrat, cc
C = konstanta yang sebanding dengan filtration loss.
P = tekanan pendorong (driving pressure), psi
Ro = konstanta yang dipengaruhi oleh tekanan pengalihan filtrat per menit
berat solid dalam filtrat cake.
B = konstanta kompressibilitas filter cake.
T = waktu titrasi, menit.
b = viskositas cairan filtrat, cp.
W = berat bahan padat per menit volume dari filtrat yang dihasilkan, gr.
Persamaan diatas menyatakan bahwa filtrat sebanding dengan akar
pangkat dua dari waktu filtrasi dan tebal filter cake dengan fluids loss. Dalam
praktek ternyata bahwa untuk static filtration loss berlaku hubungan :
V2= V1 t 2 / t1 .. (3.13)

Keterangan :
V1,V2 = filtration loss pada waktu t1 dan t2 dalam cc.
T1 , T2 = waktu test filtrasi dalam menit.
Rumus diatas berlaku sebelum terbentuknya mud cake, telah ada semprotan dan
spurt dan hal ini tidak dihitung bila temperatur kedua test sama. Bila temperatur
test tidak sama, maka perlu korelasi sebagai berikut :
V2 = V1 1 / 2 ... (3.14)
79

Keterangan :
1, 2 = viskositas cairan pada temperatur t1 dan t2 dalam cp.
Outmans membuat suatu rumusan untuk dynamic filtration loss yang
melukiskan suatu loss dari fluida setelah mud cake mencapai ketebalan tertentu
(keseimbangan dalam ketebalan ) yaitu :
K / f v 1
V= . (3.15)
L d ( v 1)

Keterangan :
V = rate aliran fluida loss, fps.
K = permeabilitas filter cake (diukur dari statistik fluid loss), md.
L = viskositas cairan filtrat, cp.
F = koefisien geseran antara partikel padat dengan filter cake (ditentukan
secara emperis)
d = ketebalan lapisan permukaan filter cake setelah tercapai keseimbangan
dengan erosi yang dideritanya, ft.
Sedangkan shear force (psi) ditentukan dengan persamaan :
Y V .p
0,02083 .. (3.16)
225 1500 D
keterangan :
Y = yield point, lb/100ft
V = kecepatan aliran fluida, fps.
p = plastic viscosity, cp
D = diameter saluran, ft
Filter loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi maupun
lumpurnya, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage
(pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan lumpur akan kehilangan
banyak cairan.
Filter loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan :
1. Koloid (bentonite)
2. Starch, CMC Driscose
3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)
80

4. Q Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya water
loss, dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh yang merugikan misalnya terjadi
formation damage, timbulnya mud cake yang tebal dan lain sebagainya. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diusahakan bagaimana caranya agar pengaruh-
pengaruh yang timbul akibat adanya filtration loss dapat dicegah.
Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya
bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi
filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Pengaturan komposisi lumpur.
2. Pengaturan tekanan.
Dalam hal pengaturan komposisi lumpur, terjadilah filtration loss yang
besar buruk efeknya terhadap formasi maupun lumpurnya, karena dengan
besarnya filtration loss akan terjadi filtration damage ( pengurangan permaebilitas
efektif minyak/gas ) dan lumpur akan kehilangan cairan.
Dalam perubahan ini, invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif
dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu
adanya pengaturan terhadap laju filtrasi, maka diperlukan :
1. Membatasi jumlah cairan yang masuk kedalam formasi.
2. Laju filtrasi dapat mempengaruhi ketebalan serta sifat-sifat mud cake.
Untuk suatu lumpur yang terdispersi, dapat dihasilkan laju filtrasi yang
minimum. Sebagai contoh, suatu lumpur yang mengalami flukolasi mungkin
dapat mempunyai water loss yang tinggi, karena kandungan padatannya tidak
terdispresi secara aman, ini dapat mengakibatkan filter cake yang kurang baik.
Mengurangi filter loss dapat dilakukan dengan penambahan air yang akan
berfungsi sebagai thinner. Dengan menggunakan dispersi yang baik, maka water
loss dapat dikurangi.
Metode lain adalah dengan penambahan zat-zat kimia yang dapat
dilakukan dengan baik oleh dispersi solids secara sempurna. Suatu pengecualian
adalah ferro chrome lignosulfate (lebih umum disebut Q-broxin ). Thinner ini
81

menggunakan kalsium konsentrasi tinggi yang dapat dilarutkan. Bentonite dapat


juga mengurangi water loss yang dilakukan dengan menaikan viskositas.
Suatu metode yang dianggap metode standar untuk mengurangi laju
filtrasi adalah dengan menggunakan emulasi minyak dalam lumpur. Umumnya
dengan menggunakan 10 % minyak telah cukup memberikan efek penurunan
water loss sebanyak 25-40 % yang tergantung kepada system lumpurnya.
Material lain yang sering digunakan adalah guargan dan surfactant. Bahan
ini banyak dijumpai dalam bentuk asli yaitu koloidal. Sering digunakan dalam
lumpur-lumpur yang tidak mengandung koloidal hasilnya cukup memuaskan.

3.4. Jenis-jenis Lumpur Pemboran


Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan
dengan kebutuhan, tergantung dari keadaan formasi yang akan dibor. Karena
dengan jenis lumpur yang tidak sesuai ada kemungkinan terjadinya problem pada
saat pemboran berlangsung, bahkan juga akan mempengaruhi laju pemboran.
Penamaan lumpur bor berdasarkan bahan dasar pembuatannya, sehingga
jenis lumpur bor dapat dikelompokkan (seperti yang dapat dilihat pada table III-6)
sebagai berikut :
a. Water base Mud
b. Oil base Mud
c. Emultion Mud
d. Gaseous Drilling Mud

Tabel III-8
Klasifikasi Lumpur Pemboran8)
82

3.4.1. Water Base Mud


Bila bahan dasar dari lumpur adalah air maka lumpur tersebut disebut
dengan water base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar maupun air
asin. Lumpur yang mempunyai bahan dasar air tawar disebut fresh water mud, dan
bila bahan dasarnya air asin disebut salt water base mud.
3.4.1.1. Fresh Water Base Mud
Fresh Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan
kadar garam yang kecil (kurang dari 1000 ppm = 1 % berat garam), dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
A. Spud Mud
Spud Mud digunakan untuk member formasi bagian atas konduktor casing.
Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan
(formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air
dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau lempung (clay) air tawar yang lain
menaikkan viskositas dan gel strength bial member pada zona-zona loss. Kadang-
kadang perlu lost circulation material, tetapi densitasnya harus kecil.
B. Natural Mud
Natural Mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dari fasa cair. Sifat-
sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe lumpur
yang digunakan untuk pemboran yang cepat sperti pemboran pada surface casing
(permukaan). Dengan bertambahnya kedalam pemboran, sifat-sifat lumpur yang
lebih baik diperlukan dan natural mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan
additif-additif koloidal. Beratnya sekitar 9.1 10.2 ppg, dan viskositasnya 35 45
detik.
C. Bentonite Treated Mud
Mencakup besar dari tipe-tipe lumpur air tawar. Bentonite adalah material
yang paling umum digunakan untuk membuat koloidal inorgis untuk mengurangi
filtration loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga menaikkan
viskositas dan gel strength dan gel yang mana dapat dikontrol dengan thiner.
83

D. Phospate Treated Mud


Mengandung polyphospate untuk mengontrol viskositas dan gel strength.
Penambahan zat ini akan berakibat pada terdispersinya fraksi-fraksi clay colloid
padat sehingga densitas lumpur dapat cukup besar tetapi viskositas dan gel
strength-nya rendah. Dapat mengurangi filter loss serta mud cake dapat tipis.
Thamin sering ditambahkan bersama-sama dengan polyphospate untuk
mengontrol lumpur.
Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan
akan kehilanagan efeknya sebagai thinner (polyphospate akan rusak pada
kedalaman 10.000 ft atau temperatur 1600 F 1800 F, karena berubah ke
orthophospate yang malah menyebabkan flukolasi), dan juga sukar dikontrol
pada densitas yang tinggi (yang sering berhubungan dengan pemboran dalam).
Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9 11
ppg. Polyphospate mud juga menggupal bila terkena kontaminasi NaCl, calcium
sulfate atau kontaminasi semen dalam jumlah yang banyak.
E. Organic Colloid Treated Mud.
Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxymetyl cellulose
pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitive terhadap flukolasi
seperti clay, maka kontrol filtrasinya pada lumpur yang terkontaminasi dapat
dilakukan dengan material organic ini. Organic colloid ini baik untuk mengurangi
filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur, penurunan filter
loss juga lebih banyak dapat dilakukan dengan koloid organic daripada dengan
inorganic.
F. Red Mud
Red Mud mendapatkan namanya dari warna yang dihasilkan oleh
treatment dengan soda caustic soda dan quebaracho (merah tua). Istilah ini tetap
akan digunakan walaupun organic-organik koloid yang dipakai sekarang ini
mungkin menyebabkan warna-warna abu-abu kehitaman. Umumnya istilah ini
digunakan untuk lignin-lignin tertentu dan humic thinner selain untuk tannin dia
atas. Suatu jenis lumpur ini adalah alkaline tennate treatment dengan penambahan
polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan pH dibawah 10. perbadingan alkaline,
84

organic dan polyphospate dapat diatur sesuai dengan kebutuhan setempat.


Alkaline-tanante treated mud mempunyai range pH 8 13.
Alkaline tanante dengan pH kurang dari 10 sangat sensitive terhadap
flukolasi karena kontaminasi garam. Dengan naiknya pH maka lebih sukar untuk
flukolasi. Untuk pH lebih dari 1.5, pregelatized starch deapat digunakan tanpa
bahaya fermentasi. Dibawah pH ini, preservatif harus digunakan utuk mencegah
fermentasi (meragi) pada fresh water mud. Jika diperlukan densitas lumpur yang
tinggi lebih murah bila digunakan treatment yang menghasilkan Calsium
treatment mud dengan pH yang tinggi 12 atau lebih.

G. Calcium Mud
Lumpur ini mengandung larutan kalsium (disengaja). Kalsium biasanya
ditambahkan dalam bentuk slaked lime (kapur mati), semen, palster (CaSO 4 di
pasaran) atau CaCl2, tetapi dapat pula digunakan anhydrite dan gypsum.

3.4.1.2. Salt Water Mud


Lumpur ini digunakan terutama untuk pemboran garam massif (salt dome)
atau salt stringer (lapisan-lapisan formasi garam) dan kadang kadang bila ada
aliran garam yang dibor. Filtrat lossnya besar dan mud cake-nya tebal bila tidak
ditambahkan organic colloid pH lumpur di bawah 8, karena itu perlu preservatif
untuk menahan fermentasi starch. jika salt mud-nya mempunyai pH yang lebih
tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi padatan sukar dicapai karena
flukolasi oleh clay. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan attapulgite
sebagai pengganti bentonite.
a. Undersaturated Salt Water Mud
Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang tak
jenuh kegaramannya ini. Kegaraman (salinity) lumpur ini ditandai oleh :
1. Filttrate loss benar kecuali ditreated dengan organic colloid.
2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali dengan thinner.
3. Suspensi yang buruk kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic
colloid.
85

Lumpur ini bisa di foaming, yaitu berbusa (gas menggelembung) yang


dapat diredusir dengan :
1. Menambah soluble surface active agents.
2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength.
Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated sperti pada sea water mud
ini.
b. Saturated Salt Water Muds.
Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat
pula berada disitu dalam jumlah yang berlain-lainan. Saturated salt water mud
dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dimana rongga-rongga
yang terjadinya karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur,
dan hal ini dicegah oleh penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya.
Lumpur ini bisa juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk
pengenceran dan pengaturan volume.
Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organic colloid mud
menyebabkan tidak perlunya memasang casing diatas salt beds (formasi garam).
Filtrate loss-nya biasa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic colloids.
Saturated salt water muds bisa dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg. Dengan
menambahkan organic colloids agar filtration loss-nya kecil, lumpur ini biasanya
untuk memberi formasi di bawah salt beds, walaupun resistivitinya yang rendah
buruk bagi electric logs.
Gabungan dari non ionic surfactan menyebabkan pengontrolan filtrasi dan
low properties yang lebih mudah dan murah, terutama pada densitas tinggi.
Saturated salt water muds ini dapat pula dibuat dari fresh water atau brine
mud. Jika dibuat dari fresh water mud, maka paling tidak separuh dari lumpur
semula harus dibuang. Ini diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan
penambahan lebih kurang 125 lb garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki
pengontrolan filtration loss suatu organic colloid dan presentative dapat
ditambahkan. Jika lumpurnya dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh)
sekitar 20 lb/bbl attapulgit ditambahkan bersama dengan organic colloid dan
mungkin presentatif. Lumpur ini densitasnya 10,3 ppg dan akan naik sampai
86

sekitar 11 ppg selama pemboran berlangsung. Pemeliharaanya termasuk


penambahan air asin untuk mengurangi viskositas, attapulgite untuk menambah
viskositas dan organic colloids untuk mengontrol filtrasi. Jika saturated salt
water muds digunakan untuk membor shale maka kontrol viskositas, gel dan
filtrasi dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit
lime.

3.4.2. Oil In Water Emulsion Mud.


Pada lumpur ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai
fasa kontinyu. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud.
Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume
filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss
berkurang. Keuntungannya adalah bit bisa tahan lama, penetrasi rate naik,
pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas
dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi), water loss turun, mud cake tipis dan
mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string.
Viskositas dan gel strength lebih mudah dikontrol bila emulsifier juga bertindak
sebagai thinner. Umumnya oil in water emulsion mud dapat bereaksi dengan
penambahan zat dan adanya kontaminasi seperti juga lumpur aslinya.
Semua minyak dapat digunakan (crude) tetapi lebih baik bila digunakan
minyak/refinery oil yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Uncracked (tidak terpecah-pecah molekulnya), supaya lebih stabil
2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api.
3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet-karet
dipompa (circulation sytem)
4. Pour point rendah, agar dapat digunakan untuk bermacam-macam temperatur.
Suatu keungulan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorensinya lain
dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk
pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran
tersebut. Adanya karet-karet yang rusak dapat juga dicegah dengan penggunaan
karet sintetis.
87

3.4.2.1. Fresh Water Oil InWater Emulsion Mud.


Adanya lumpur yang mengandung NaCl sampai sekitar 60.000 ppm.
Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke
water base mud diikuti dengan jumlah minyak biasanya 5 25% volume, jenis
emulsifier bukan sabun lebih disukai karena dapat digunakan dalam lumpur yang
mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifier-nya dalam effisiensi.
Emulsifikasi minyak dapat bertamabh dengan agitasi (diaduk)
Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara
periosdik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung prosentase clay
yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah
kenaikkan viskositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya
pengontrolan maka lumpur ini disukai orang.

3.4.2.2. Salt Water Oli in Water Base Mud.


Mengandung paling sedikit 60.000 ppm NaCl fasa airnya. Emulsifikasi
dilakukan dengan emulsifier agent organic. Lumpur ini biasanya mempunyai pH
di bawah 9, dan sesuai dengan yang digunakan untuk daerah-daerah dimana perlu
dibor garam massive atau lapisan-lapisan garam. Seperti di Kansas, Rocky
Mountain, Dakota dan Kanada Barat. Emulsi ini mempunyai keuntungan-
keuntungan seperti juga pada fresh water emulsion, yaitu :
1. Densitasnya kecil
2. Filtrat loss sedikit dan mud cake tipis serta lubrikasi lebih baik.
Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan
dengan penambahan surface active agent tertentu. Maintenance lumpur ini
biasanya seperti pada salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier,
minyak dan surface active deformer (anti foam).
3.4.3. Oil base mud dan Oil base Emulsion Mud.
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyu. Komposisi diatur
agar kadar airnya rendah (3 5%) volume. Realtif lumpur ini tidak sensitive
terhadap kontaminan. Tetapi air adalah kontaminana karena memberi efek
88

neagatif bagi kestanilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel
strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu
ditambahkan zat-zat kimia.
Faedah oil in base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah
minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitive baik
terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (jadi juga untuk completion
mud). Guna terbesar adalah pada saat komplesi dari work over sumur. Kegunaan
lain adalah untuk melepaskan drillpipe yang terjepit, sehingga mempermudah
pemasangan casing dan liner.
Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tangki besi untuk
menghindarkan kontaminasi air, rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan
bahaya api berkurang.
Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai fasa
kontinyu dan air sebagai fasa terbesar. Umumnya oil base mud, yaitu filtratnya
minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale atau clay yang sensitive.
Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai
tambahan yang berguna (bukan kontaminan). Air yang teremulsi dapat antara 15
50 % volume, tergantung densitas dan temperatur yang diinginkan (dihadapi
dalam pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur ini, maka lumpur ini
mempunyai sifat-sifat lain dari oil base mud, yaitu dapat mengurangi bahaya api,
toleran pada air, dan pengontrolan flow properties-nya dapat seperti pada water
base mud.

3.4.4. Gasseous Drilling Fluid


Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering dengan
gas atau udara dipompakan pada annulus salurannya tidak boleh bocor.
Keuntungan cara ini adalah rate penetrasinya lebih besar, tetapi adanya formasi air
dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan-padatan) yang mana
merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakan cara
ini, tetapi sebaliknya tekanan formasi yang kecil (lost circulation) sesuai dengan
cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada
89

bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zona-zona dengan
tekanan rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cai dengan gas adalah aerated mud
drilling dimana sejumlah besar udara (lebih besar 95%) ditekan pada sirkulasi
lumpur untuk menurunkan tekanan hidrostatik (untuk zona lost circulation),
mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.

Anda mungkin juga menyukai