Anda di halaman 1dari 5

Biaya modal dan inflasi

Dalam akhir artikel mereka, Bailey dan Jensen menyatakan, Hal ini telah
diargumentasikan bahwa tingkat suku bunga pasar menambah pengaruh tingkat harga dan bahwa
tingkat akan menjadi unik (menekankan mereka). Tapi ini jauh dari jelas bahwa masih ada teknik
yang menyediakan pengukuran unik dari tingkat tersebut. Dalam beberapa kasus, malakah ini tidak
mensyaratkan resolusi atas isu-isu ini. Hal ini hanya menyatakan bahwa keberadaan perubahan
tingkat harga umum mempengaruhi evaluasi proposal investasi

Pernyataan ini sendiri tidak biasa, karena argumen mengenai tingkat suku bunga nominal
dan oleh sebab itu biaya modal nominal mengandung ketentuan inflasi premium Fisher Effect dan
secara umum diterima. Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Van Horne, arus kas nominal
harus diperlakukan dengan biaya modal nominal atau bias lain yang diperkenalkan dalam
prosedur. Ketika tingkat diskon adalah determinan umum dari keputusan investasi, ini
menghubungkan inflasi lebih dari sekedar melalui suku bunga dalam menentukan keseluruhan
pengaruh inflasi terhadap belanja modal.

Hubungan spesifik antara inflasi dan biaya modal masih dalam proses yang ditetapkan
secara tegas dan dalam ketiadaan model penuh untuk menjelaskan hubungan ini, maka dalam
bagian makalah ini akan memfokuskan pada hubungan antara perubahan inflasi dan perubahan
yang berikutnya dalam tingkat suku bunga. Secara khusus kita akan menyepakati perbedaan antara
tingkat suku bunga riil dan nominal, hubungan antara inflasi dan pergerakan tingkat suku bunga
serta hubungan antara tingkat suku bunga dan biaya modal.

Dalam dunia non inflasioner, dana pinjaman dengan tingkat suku bunga pengembalian
pada tingkat yang setara untuk tingkat suku bunga ditetapkan dan nominal. Jika inflasi
diperkenalkan dalam sistem, pengembalian sebagaimana yang ditetapkan secara nomminal akan
berbeda dari pengembalian riil, ketika arus kas masa yang akan datang memiliki daya beli lebih
rendah. Ini bisa diperdebatkan apakah tingkat suku bunga akan naik dengan cepat atau tidak dalam
jumlah tertentu dari penggantian kerugian inflasi, dan argumen pada setiap sisi telah disimpulkan
oleh Bernstein [2], tapi apakah ini jelas bahwa pengenalan inflasi menempatkan tekanan ke atas
pada tingkat suku bunga. Alasan ini adalah bahwa (1) peminjam akan meningkatkan permintaan
mereka atas dana selama inflasi untuk memberikan biaya transaksi yang lebih tinggi dan untuk
memindahkan dari aktiva finansial menjadi aktiva non finansial sebagai penghambat terhadap
inflasi, dan (2) kebijakan pihak berwenang akan bergerak untuk mengurangi tingkat pertumbuhan
pasokan dana ketika inflasi melawan alat kebijakan.

Perbedaan antara tingkat nominal dan tingkat riil dinamakan dengan inflasi premium dan banyak
teks saat ini menyatakan premium sebagai tambahan terhadap tingkat suku bunga riil [9, hal 76-
77] seperti contoh berikut :

Persamaan 1

i=k+p

Dimana

i = tingkat suku bunga yang ditetapkan atau tingkat nominal

k = tingkat suku bunga riil

p = tingkat inflasi

Hubungan aktual adalah perkalian dan bukan penambahan. Hal dapat ditunjukkan jika kita
mengambil arus kas dan inflasi pada periode t yang sama di masa yang akan datang :

Persamaan 2

C* = C(1 + p)t

Dimana :

C* = arus kas nominal atau terinflasi

t = periode waktu relatif pada tahun dasar

dan kemudian hitung C* nilai saat ini dengan menggunakan tingkat suku bunga nominal dari
persamaan (1), kami telah menyusunnya menjadi :

Persamaan 3

PV = C*/(1 + p)t

Kita dapat menyempurnakan pengaruh yang sama dengan mendeflasi C* melalui indeks harga dan
kemudian potong dengan menggunakan tingkat suku bunga riil : sehingga menjadi :
Persamaan 4

PV = (C*/(1 + p)t/(1 + k) t

Ketika persamaan (3) dan (4) diselesaikan dengan hasil sama, mereka dapat ditetapkan setara satu
sama lain, sehingga :

Persamaan 5

C*/(1 + p)t C*

(1 + k) (1+ i)t

Sehingga menghasilkan :

Persamaan 6

(1 + p)t(1 + k)t =(1 + i)t

Demikian hubungan perkaliant ersebut. Rumus penambahan adalah perkiraan pertama


yang masuk akal, tapi tidak harhus digunakan dalam kasus anggaran modal yang sesungguhnya
karena hal ini akan menimbulkan bias ke atas.

Hubungan antara tingkat suku bunga dan inflasi dalam dunia nyata adalah lebih sulit untuk
dijelaskan dibandingkan dengan hubungan teoritis seperti yang dijelaskan diatas. Pengalaman
menunjukan bahwa penurunan beberapa seri tingkat suku bunga selama beberapa saat dengan
beberapa indeks harga populer tidak memberikan hasil tingkat suku bunga riil yang relatif konstan.
Bagaimanapun juga, hal ini seharusnya diterjemahkan sebagaimana yang dikatakan pada kita
bahwa tingkat suku bunga saat ini disesuaikan secara memadai untuk tingkat inflasi aktual, tapi
hanya akan mengandung beberapa tingkat inflasi yang diharapkan. Lebih jauh lagi, kemampuan
peramalan secara akurat atas tingkat inflasi sangat jarang.

Sebagaimana dapat kita lihat dari tabel 1, seseorang dapat berharap untuk menghitung
tingkat suku bunga riil pada basis ex post dengan mengurangi tingkat suku bunga nominal dengan
indeks harga. Bagaimanapun juga, hal ini tidak berarti bahwa seseorang tidak dapat menggunakan
tingkat suku bunga saat ini sebagai ex ante ukuran tingkat riil ditambah tingkat inflasi yang
diharapkan. Analisis ex post akan gagal karena tingkat inflasi saat ini tidak diperlukan tingkat masa
depan yang diharapkan dan karena kebijakan moneter bisa mengubah tingkat suku bunga dengan
baik untuk periode waktu pendek.

Teori ekonomi yang diterima secara umum mendukung kesimpulan bahwa tingkat suku
bunga seharusnya bergerak dalam arah yang sama seperti tingkat inflasi yang diharapkan. Suatu
pendekatan teori kuantitas murni akan berargumen untuk pergerakan yang hampir-hampir tepat.
Dalam teori dana yang bisa dipinjam, permintaan uang seharusnya meningkat karena (1)
permintaan transaksi meningkat dan (2) permintaan tindakan pencegahan meningkat sementara
pasokan dana yang bisa dipinjamkan akan turun ketika unit belanja surplus dikurangi
keseimbangan yang berlebihan. Kedua tindakan ini akan memaksa naiknya biaya uang.

Dalam teori preferensi likuiditas, permintaan untuk dana akan meningkat demi alasan
diatas, dan untuk alasan dimana investor akan berharap suatu kegagalan dalam harga obligasi
sebagai akibat dari inflasi dan cendering akan menginginkan untuk mempertahankan
keseimbangan uang. Kemuian tori akan memprediksi naiknya tingkat suku bunga ketika harapan
inflasi yang lebih tinggi terjadi. Pada beberapa jenis pendekatan teori harapan, tingkat suku bunga
seharusnya naik dengan naiknya tingkat inflasi yang diharapkan.

Bukti empiris dengan memperhatikan apakah ada atau tidaknya tingkat suku bunga yang
mencerminkan harapan secara sempurna inflasi adalah kuat tapi juga kontroversial. Fama
mendemonstrasikan bahwa tingkat syarat jangka pendek secara akurat mencerminkan harapan
tingkat inflasi di masa yang akan datang [7], tapi metodologi dan kesimpulannya telah
diperdebatkan dengan beberapa bantahan [5,8,13]. Cagan dan Goldofi telah mencapai hasil yang
sama untuk tingkat jangka panjang [4]. Walaupun mereka berargumentasi bahwa hasilnya
mungkin tidak dapat dipakai pada tingkat syarat jangka pendek.

Akhirnya, pertanyaan muncul karena pergerakan biaya modal ketika terjadi inflasi. Kami
telah menunjukkan bahwa masuk akal untuk mengharapkan bahwa tingkat suku bunga akan naik
ketika ada harapan inflasi yang lebih tinggi, tapi nampaknya ada sedikit bukti atas pengukuran
biaya modal dalam harapan inflasioner. Ini bisa dipahami, memberikan kesulitan dalam
pengukuran biaya modal dalam arti statis.

Asumsi kami dalam analisis berikut adalah bahwa biaya modal pada basis ex ante naik
dengan proporsi sama seperti tingkat inflasi yang diharapkan; yaitu, mekanisme sama yang
menyebabkan tingkat suku bunga naik selama inflasi juga akan menyebabkan biaya modal naik.
Lebih jauh lagi, mereka yang menyediakan modal ekuitas kemungkinan besar untuk berperilaku
sama seperti mereka yang menyediakan modal hutang.

Fenomena jangka pendek bisa mencegah biaya modal dari perilaku yang sama tepat dalam
model ini. Satu tindakan bisnis untuk mengganti struktur modal, bergerak ke arah jumlah yang
lebih besar dari hutang dan menurunlan biaya modal setelah pajak. Bagaimanapun juga, koreksi
ini bukan jangka panjang dan dalam kasus meningkatnya biaya hutang seharusnya memiliki sedikit
pengaruh pada pergerakan secara keseluruhan atas biaya modal dari kenaikan secara proporsional
dengan inflasi yang diharapkan, tapi hal ini seharusnya tidak terlalu mencegah untuk asumsi
jangka panjang dimana biaya modal naik ketika tingkat inflasi yang diharapkan naik.

Anda mungkin juga menyukai