Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin berkembangnya teknologi di bidang industri,
kesehatan, dan sains tuntutan untuk memperoleh data yang
akurat dan presisi semakin tinggi. Dalam ilmu pengetahuan
mengenai optik, cahaya adalah media sebagai dasar untuk
memperoleh data. Salah satu aplikasi ilmu optik adalah
interferometri. Interferensi adalah Interferensi adalah
penjumlahan superposisi dari dua gelombang cahaya atau
lebih yang menimbulkan pola gelombang yang baru.
Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat
membangun jika beda fase kedua gelombang sama sehingga
gelombang baru yang terbentuk adalah enjumlahan dari
kedua gelombang tersebut (Tien, 2011). Pada aplikasi
interferometri, fenomena interferensi digunakan sebagai
media untuk memperoleh data.
Beberapa contoh dari aplikasi interferometri adalah
dalam bidang astronomi, komunikasi, dan teknik pencitraan
medis. Untuk melakukan sebuah pengukuran ataupun sensing
yang menggunakan konsep interferometri maka, Kedua
sumber cahaya harus bersifat koheren (Kedua sumber cahaya
mempunyai beda fase,frekuensi dan amplitude sama).
Terdapat 4 jenis interferometer yang dapat digunakan dalam
pengukuran maupun sensing, yaitu interferometer Young,
Interferometer Michelson, Iterferometer Mach Zender, dan
Interferometer Twyman-Green (Hecth, 1987). Pada
praktikum ini dilakukan percobaan interferometer Michelson
dengan menggunakan 2 cermin, 1 beamsplitter, dan 1
beamexpander. Pada praktikum ini diamati bagaimana dasar
interferometer Michelson dan pengaruh perubahan jarak
terhadap frinji yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana prinsip dasar interferometer Michelson?
2. Bagaimana pengaruh perubahan jarak terhadap pegeseran
frinji?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui prinsip dasar interferometer Michelson
2. Mengetahui pengaruh perubahan jarak terhadap
pergeseran frinji

1.4 Sistematika Laporan


Laporan resmi praktikum ini terdiri dari 5 bab. Bab I
Pendahuluan berisi tentang Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, dan Sistematika Laporan. Bab II
Dasar Teori berisi teori pendukung dari percobaan praktikum
P4 ini. Bab III Metodologi Percobaan berisi tentang alat dan
bahan yang diperlukan pada praktikum ini serta langkah
langkah percobaan. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
berisi data percobaan yang telah diperoleh dan
pembahasannya. Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan
saran terhadap praktikum ini.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Interferensi
Interferensi merupakan superposisi dua gelombang
atau lebih. Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan
berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung,
maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang
yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya.
Interferensi adalah Interferensi adalah penjumlahan
superposisi dari dua gelombang cahaya atau lebih yang
menimbulkan pola gelombang yang baru. Interferensi dapat
bersifat membangun dan merusak. Bersifat membangun jika
beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru
yang terbentuk adalah enjumlahan dari kedua gelombang
tersebut (Tien, 2011). Jika beda fasenya adalah 0 atau
kelipatan 360, maka gelombang akan sefase dan
berinterferensi saling menguatkan (konstruktif). Amplitudo
yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari masing-masing
gelombang. Jika perbedaannya 180 maka gelombang yang
dihasilkan akan saling melemahkan (destruktif). Amplitudo
yang dihasilkan merupakan perbedaan amplitudo masing-
masing gelombang. Perbedaan fase antara dua gelombang
sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan
yang ditempuh oleh kedua gelombang.
Gambar 2.1 Interferensi konstruktif dan destruktif
Interferensi

Interferensi gelombang tidak teramati kecuali


sumbernya koheren, atau perbedaan fase diantara gelombang
konstan terhadap waktu. Koherensi dalam optika biasanya
didapatkan dengan membagi cahaya dari sumber tunggal
menjadi dua berkas atau lebih yang kemudian digabungkan
untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat
dicapai dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan
yang terpisah. Alat yang dirancang untuk menghasilkan pola
interferensi dari perbedaan panjang lintasan disebut
interferometer optik. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan
interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka
gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama
dibagi menjadi dua, sehingga menghasilkan dua buah berkas
sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan
membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap
terang berselang-seling.
Pada interferometer pembagi amplitudo, dapat
diumpamakan sebuah gelombang cahaya yang jatuh pada
suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian dari gelombang
akan diteruskan dan sebagian lainnya akan dipantulkan.
Kedua gelombang memiliki amplitudo yang lebih kecil dari
gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan bahwa
amplitudo telah terbagi. Jika dua gelombang tersebut bisa
disatukan kembali pada sebuah layar maka akan dihasilkan
pola interferensi.

2.2 Interferometer Michelson


Skema kerja interferometer seperti yang digambarkan
pada Gambar 2.2. Sinar yang bersumber dari sumber
monokromatis dibelah/split menjadi dua berkas sinar oleh
cermin M0 (beam splitter) yang memiliki kemiringan 45o
dari arah sinar yang datang. Beam splitter mentransmisikan
setengah dari cahaya yang datang menuju cermin M1 dan
meneruskan sisanya ke cermin M2. Sehingga masing masing
berkas menempuh panjang lintasan yang berbeda (L1 dan
L2). Setelah terpantul dari cermin M1 dan M2, kedua berkas
kembali bertemu dan terjadi superposisi yang menghasilkan
pola interferensi yang diamati lewat teleskop atau bisa juga
dengan menggunakan layar

Gambar 2.2 Skema Interferometer Michelson


Bentuk pola interferensi dari kedua berkas
bergantung dari beda panjang lintasan yang telah dilalui.
Pergantian antara pola terang ke terang atau gelap ke gelap
sesuai sebanding dengan perbedaan fase sebesar 2 yang
sebanding dengan selisih satu panjang gelombang antara dua
panjang lintasan yang ditempuh berkas. Ketika cermin M2
bergerak pada arah refleksi sinar, panjang lintasannya akan
berubah dan pola yang tertangkap pada layar akan
menunjukkan pergeseran frinji.

= .. (1)
2
Jika Li mereprensentasikan panjang lintasan awal dari
cermin M2 (L2), dan L adalah perubahan panjang L2, maka
perubahan panjang lintasan dapat diekspresikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang Jumlah pergeseran frinji
(cycle) dinotasikan sebagai n. Simbol merupakan panjang
gelombang sumber cahaya pembentuk interferensi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan pada percobaan
ini adalah sebagai berikut :
1. Beam splitter 50:50
2. 2 buah cermin
3. Beam expander
4. Laser He-Ne
5. Micro displacement
6. Layar
7. Statif
8. Tuas

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur pada eksperimen ini adalah sebagai berikut
:
1. Peralatan disusun seperti pada gambar

Gambar 4.3 Set-up eksperimen

2. Salah satu cermin diletakkan diatas micro displacement


sebagai measurement mirror
3. Micro displacement digerakkan menggunakan tuas
sebesar 10 micron, pastikan tidak ada getaran dari luar
saat pergeseran dilakukan
4. Jarak antar lengan 10 cm
5. Jumlah pergeseran frinji dicatat
6. Langkah 3 diulangi sebanyak 3 kali Percobaan 3
sampai 5 diulangi dengan variasi perubahan jarak
sebesar 20 micron
7. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil
perhitungan
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISA DATA


Setelah percobaan dilakukan, diperoleh data sebagai
berikut :
1. Jarak antar lengan 10 cm

Gambar 4.1 Pola interferensi gelap terang saat jarak antar


lengan 10 cm
Gambar 4.2 Pola Interferensi gelap terang saat jarak antar
lengan 10 cm dan micrometer displacement digeser 10 m

Gambar 4.3 Pola Interferensi gelap terang saat jarak antar


lengan 10 cm dan micrometer displacement digeser 20 m
Dari hasil pengamatan, diperoleh perseran frinji sebagai
berikut :
L = 10 m, n = 5
L = 20 m, n = 9

Sedangkan berdasarkan perhitungan dengan persamaan



= diperoleh data sebagai berikut :
2
L = 10 m, n = 3
L = 20 m, n = 6

4.2 Pembahasan

Akhmad Firdaus Hilmi 2414100011


Pada praktikum P4 mengenai interferometri ini,
dilakukan percobaan interferometer Michelson dengan set-up
2 cermin, 1 beam spliter dan 1 beam expander serta 1
micrometer displacement yang terhubung dengan cermin 1.
Adapun parameter pada praktikum ini adalah 10 cm. Serta
micrometer displacement yang juga digeser sejauh 10 untuk
tiap panjang lengan. Berdasarkan teori yang ada, jumlah
pergeseran frinji yang terjadi dapat diperoleh dari persamaan
berikut :

=
2
Dari perhitungan berdasarkan pergeseran frinji pada layar
yang dilakukan secara pengamatan manual pada video , telah
diperoleh data sebagai berikut :
Ketika micrometer displacement digeser 10 m,
maka diperoleh n = 4 kali pergeseran
Ketika micrometer displacement digeser 20 m,
maka diperoleh n = 7 kali pergeseran
Data yang diperoleh ini berbeda dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan persamaan yang telah
diberikan sebelumnya, adapun data perseran (n) yang
diperoleh dengan perhitungan ( =628 nm) adalah sebagai
berikut :
Ketika micrometer displacement digeser 10 m, maka
diperoleh n = 3
Ketika micrometer displacement digeser 20 m, maka
diperoleh n = 6
Adanya perbedaan pada perhitungan jumlah
pergeseran frinji dengan nilai yang diamati dapat diakibatkan
oleh dimana pengamat mengalami keterbatasan dalam
perhitungan pergeseran frinji yang terjadi, adanya getaran
akibat laser yang terjadi juga mempergaruhi gerak frinji,
sehingga pada saat pemutaran micrometer displacement
sedikit saja terdapat getaran, maka akan mempengaruhi
bentuk dan gerak frinji. Setup alat juga mempengaruhi hasil
dari pola interferensi yang terbentuk. Ketika setup alat,
ketidak tepatan posisi baik mirror ataupun beam expander
akan sangat berpengaruh terhadap pola interferensi yang
dihasilkan,

Christopher Roberto - 2415100125


Pada praktikum Teknik Optika dalam Percobaan ke-4
mengenai interferometer, dilakukan pengukuran jumlah
pergeseran frinji () menggunakan sistem interferometer
Michelson dengan meggunakan Laser He-Ne dengan panjang
gelombang () sebesar 628 nm. Beam splitter, beam
expander, dan 2 buah cermin, dimana salah satu cermin
dipasangi oleh micrometer displacement supaya dapat
digeser. Pengukuran lapangan memberikan hasil sebagai
berikut:
Ketika cermin digeser 10 m, maka diperoleh = 4
kali pergeseran.
Ketika cermin digeser 20 m, maka diperoleh = 7
kali pergeseran.
Adapun secara teoritis jumlah pergeseran dapat kita hitung
menggunakan persamaan berikut:
2
= 2 =
Dengan memasukkan nilai = 628nm maka:
Ketika pergeseran () sejauh 10 m, diperoleh =
3 kali pergeseran.
Ketika pergeseran () sejauh 20 m diperoleh =
6 kali pergeseran.
Dengan membandingkan hasil perhitungan dan
pengamatan lapangan diperoleh error = 1 kali pergeseran.
Adanya perbedaan pada perhitungan jumlah
pergeseran frinji dengan nilai yang diamati dapat diakibatkan
human error dalam menghitung pergeseran frinji yang
terjadi, selain itu adanya getaran yang terpengaruh dari luar
juga mempengaruhi berkas perambatan cahaya sehingga ikut
bergetar sedikit, hal itu juga mempergaruhi gerak frinji,
sehingga pada saat pemutaran micrometer displacement
sedikit saja terdapat getaran, maka akan mempengaruhi
bentuk dan gerak frinji. Penyusunan alat juga mempengaruhi
hasil dari pola interferensi yang terbentuk, ketidak tepatan
posisi baik mirror ataupun beam expander akan sangat
berpengaruh terhadap penjalara cahaya dan pola interferensi
yang dihasilkan.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan ini dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut:
Interferometer Michelson merupakan interferometer
yang memanfaatkan interferensi dari pemisahan satu
gelombang cahaya menjadi 2 gelombang yang
berbeda sedikit frekuensi penjalarannya.
Penggeseran cermin mempengaruhi jumlah
pergeseran frinji yang dihasilkan, semakin besar
pergeseran yang terjadi, maka semakin besar jumlah
pergeseran frinji yang dihasilkan dan semakin
mudah diamati pergeserannya.
Daftar Pustaka

R. A. Serway, J. J. Jewett. Wave Optics in Physics


for Scientists and Engineers with Modern Physics, 8th Ed.
USA: Brooks/Cole 2010. pp 1097 1098
Francon. M. 1968. Optical Interferometry. Academic
Press Inc: London
Hecht, E. 2002. Optics, 4th Edition. Pearson
Education. San Francisco
Falah, Masroatul. Analisis Pola Interferensi pada
Interferometer untuk Menentukan Panjang
Gelombang Sumber Cahaya. Universitas Diponegoro
Christopher Roberto
2415100125
TUGAS KHUSUS P-4
MICHELSON INTERFEROMETRY APPLIED ON
CORROSION PROCESSES MONITORING
D. Mayorga-Cruz, O. Sarmiento-Martnez, J.
Uruchurtu-Chavarn.
Centro de Investigacin en Ingeniera y Ciencias Aplicadas.
Universidad Autnoma del Estado de Morelos.Av.
Universidad 1001, Col. Chamilpa, CP 62209, Cuernavaca,
Morelos. MXICO. E-mail: darwin@uaem.mx,
oscar@uaem.mx
Experimental Development
Metallic samples used in our experiments are 13 mm
diameter and 10 mm length 304 stainless steel, capped into
MC-40 commercial plastic resin. After this procedure, a
10.2 mm2 front area is polished to optical mirror quality
with reflexivity on the visible light spectrum. Experimental
setup consists on a Michelson interferometer (Fig. 1), where
a 75 mW output power He-Ne laser beam at =632.8 nm is
amplified approximately to a 10 mm diameter with a 40x
microscopic objective combined with a f = 50 mm biconvex
lens. A 50/50 beam splitter divides the laser beam into two
components; as one of these is directed and reflected back
from mirror 2 (Fig. 1) to the beam splitter (reference beam),
the other illuminates the sample, previously fixed into a
10x10x8 cm3 electrochemical cell situated in the other
interferometer arm. Metallic sample in the cell is totally
immersed in an aqueous electrolyte and light reflected from
its surface (object beam), interferes with the reference beam
and both are passed through a f=50 mm biconvex lens at the
interferometer output, forming after a slight adjustment in
the object arm a fringe pattern (interferogram). This optical
signal is also amplified with another 40x microscope
objective and displayed on a translucent observation screen;
additionally a CCD camera is located behind it in order to
register the interferograms into a PC for further analysis.
The electrochemical cell located in the interferometer
object arm, besides of enclosing the sample under
investigation (working electrode), also contains a reference
electrode and an auxiliary or counter-electrode (Calomel and
graphite respectively) immersed in the electrolytic solution.
An ACM Gill 8AC potentiostat is used to obtain the
electrochemical potentiodynamic curves.

Fig. 1. Experimental setup for simultaneous optical-


electrochemical corrosion processes monitoring.
Results and conclusions
In Fig. 2(a) the cyclic polarization curve for the 304
stainless steel sample immersed in a distilled water and
NaCl at 3% solution is shown. Fig. 2(b) shows the initial
interferogram at the beginning of test where 5 fringes can be
clearly appreciated.

Fig. 2.- Optical-electrochemical monitoring for 304 stainless


steel sample into a distilled water and 3% NaCl solution. a)
Cyclic potentiodynamic curve; b) Initial interferogram at
beginning of test.

At Fig. 3 consecutive interferograms obtained during


optical-electrochemical monitoring, each of them
corresponding to specific times indicated in the polarization
curve, are displayed. At interferograms obtained at 13 sec
(3a), 2 sec (3b) and 3.30 min (3c) after beginning of test, an
evident distortion or deformation of the interference pattern
(compared with the initial one) is observed at the time the
potentiodynamic curve is in the cathodic zone at a -945.76
mV a -315.60 mV potential range, according with the
polarization cycle (Fig. 2a). As potential increases, the
interference pattern recovers its visibility approximately at
3.30min after beginning of test. At 4.40 min the interference
pattern shifts towards the left side of the visual field, and
totally recovers itself at approximately 5 min (Figs. 3d-e).

a b c d

e f g h

i j k l
Figure 3.- Consecutive interferograms for 304 stainless steel
sample into a distilled water and 3% NaCl solution.
a) 13 sec; b) 2 min; c) 3.30 min; d) 4.40 min; e) 5 min; f)
6.13 min; g) 8.24 min; h) 9.40 min;
i) 14.30 min; j) 17 min; k) 19 min; l) 20 min.

Interferograms at Fig. 3(f-g) represents optical patterns


obtained in the anodic zone of the cyclic polarization; such a
curve presents a passive zone in the 600 mV-800 mV
potential range. The interferogram at Fig. 3(h) presents
situation at 9.40 min after beginning of test, where an
oxygen molecules liberation process takes place.
Interferograms 3(i-l) belongs to the reversible side of the
whole curve. At approximately 14.30 min a constant shift of
fringe pattern to the left with also a slight rotation is
observed (Figs. 3i-j). Lately at 19 min (Fig 3k) a distortion
in the interference pattern is appreciated, which takes place
in the cathodic zone of the reversible curve; such a distortion
is supposed to initiate approximately at 17.50 min belonging
to a -506.78 mV potential , and after this the interference
pattern recovers itself at the ending of test (Fig. 3l).
The consecutive interferograms at Fig. 3 represents a
generalized attack (uniform corrosion), and are related with
the cycle of polarization direction (forwards and backwards)
of the stainless steel, as well as the structure and
configuration of the interference fringes. This is in
accordance to the simplified supposition that consecutive
fringe patterns (interferograms) preserve a fixed orientation
and spacing of its fringes, representing then a uniform
displacement process [3]. A correlation between the
maximum intensity fringes and the analyzed electrochemical
process can be obtained, taken into account the structure and
configuration of such fringes.
Results presented here show some advantages in using
non-intrusive methods as auxiliary procedures to interpret,
obtain and/or complement corrosion indexes measuring
usually performed by conventional electrochemical methods.
On the other hand they suggest possibilities to investigate
alternative optical methods to improve or complete optical
measures obtained by using digital speckle pattern
interferometry, as an example [4]. Finally the experimental
alternative presented in this work allows a visual monitoring
of a corrosion process as same as its dynamics, giving as a
result the correlation between interferograms with different
electrochemical regions of the polarizations curves at
specific times of the corrosion process.

Ramsey Interferometry
The aim of Ramsey interferometry is to measure an
unknown relative phase picked up by two orthogonal
states (|a , |b ) of an atomic probing system. This
procedure can be generalized to other interferometric
measurements such as frequency-standards,
magnetometry and optical phase2. a, In a conventional
set-up, 'probe preparation' consists of producing each
atom in the superposition |in = (|a + |b )/2, which
yields the output state | = (|a + ei|b )/2 after the
probing stage (shown as grey boxes). 'Readout' consists
of checking whether | is still in the initial state |in
, which occurs with probability p = | in | |2 = (1
cos)/2. Thus, by taking the ratio between the number of
successes and the total number of readouts, we can
recover the phase . If we repeat this measurement n
times, the associated error on our estimation of can
then be evaluated using the standard deviation on the
determination of p and by error propagation theory to
obtain an SQL scaling of n1/2. b, The quantum-enhanced
case. A simple quantum strategy consists of dividing the
n probes into groups of N, prepared in an entangled state
(|a N + |b N)/2. Because each of the N vectors |b
acquires a relative phase , the final state is (|a N +
eiN|b N)/2. The probability that this state is equal to
the initial one is now pent = (1 cosN)/2. Because we
have = n/N groups of probes, we can repeat this
procedure times with the same resources to obtain an
error of n = 1/(nN), which is an N1/2 increase in
precision over the previous case, namely the Heisenberg
bound, which scales as 1/(N) (refs 3,4).

Anda mungkin juga menyukai