BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian gangguan aktivitas pada lansia
2. Menjelaskan etiologi
3. Menjelaskan dampak masalah gangguan aktivitas pada lansia
4. Menjelaskan manifestasi klinis gangguan aktivitas pada lansia
5. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan aktivitas pada lansia
6. Menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan aktivitas
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
aktivitas sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan aktivitas dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang
keperawatan gerontik.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
aktivitas untuk meningkatkan mutu kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletel.
Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang
dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas
seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang itu tidak terlepas
dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang diperlukan. Sedangkan
gangguan mobilisasi sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik
secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang kemampuan
untuk mobilisasi secara mandiri. Gangguan mobilisasi dapat terjadi pada semua tingkatan umur,
yang beresiko tinggi terjadi gangguan mobilisasi adalah orang yang lanjut usia, post cedera dan
post trauma.
2.2 Etiologi
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya, terdapat banyak penyebab
imobilitas yang unik pada orang-orang yang di imobilisasi. Semua kondisi penyakit dan
rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas. Ada bebetapa faktor yang berhubungan
dengan gangguan aktivitas pada lansia, yaitu:
b) Faktor Eksternal
Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut adalah program
terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, sistem pemberian asuhan keperawatan,
hambatan-hambatan,dan kebijakan-kebijakan institusional.
1. Program terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas
pergerakan pasien. Misalnya pada program pembatasan yang meliputi faktor-faktor mekanis dan
farmakologis, tirah baring, dan restrain.
Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau bagian tubuh dengan
penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang
dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan
pemberian oksigen). Agens farmasetik seperti sedatif, analgesik, transquilizer, dan anastesi yang
digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan atau
menghilangkannya secara keseluruhan.
Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan penyakit cedera.
Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan
oksigen, dan beban kerja jantung. Selain itu, istirahat dapat memberikan kesempatan pada sistem
muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah iritasi yang berlebihan dari
jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan
akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis lain.
Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada lansia yang
diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung terhadap imobilitas dengan
membatasi pergerakan ditempat tidur dan secara tidak langsung terhadap peningkatan resiko
cedera ketika seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan mobilitasnya.
2. Karakteristik penghuni institusi
Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi
pola mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu studi tentang status mobilitas pada penghuni panti
jompo, mereka yang dapat berjalan dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena anggapan
para staf untuk penghuni yang pasif.
3. Karakteristik staf
Karakteristik dari staf keperawatan yang mempengaruhi pola mobilitas adalah pengetahuan,
komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi fisiologis dari
imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan untuk mencegah atau melawan pengaruh
imobilitas penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk memaksimalkan mobilitas.
Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu komitmen untuk menolong lansia
mempertahankan kemandiriannya harus tersedia untuk mencegah komplikasi imobilitas.
4. Sistem pemberian asuhan keperawatan
Jenis sitem pemberian asuhan keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat
mempengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik fungsional atau tugas telah
menunjukkan dapat meningkatkan ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas.
5. Hambatan-hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk
kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat bantu
mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki. Sering kali,
rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak memfasilitasi atau memotivasi klien
untuk aktif dan tetap dapat bergerak.
6. Kebijakan-kebijakan institusi
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-
prosedur institusi. Praktik pengaturan yang formal dan informal ini mengendalikan
keseimbangan antara perintah institusional dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan,
semakin besar efeknya pada mobilitas.
- Perubahan kognisi
13. Gangguan sensori - Depresi dan ansietas
- Perubahan persepsi
2.5 Penatalaksanaan
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan dan
episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas
tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses
episodik pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul
akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
- Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan
keluarga telah meninggal.
- Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk)
- Depresi gangguan tidur
- Kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan.
- Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim
yang tidak mendukung.
- Sikap budaya
- Gender juga dianggap sebagai hambatan karena aktivitas fisik diterima sebagai sesuatu yang
lebih penting bagi kaum pria daripada wanita.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami
peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk
mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai
yang dapat memberikan efek latihan.
Aktivitas atau latihan harus disesuaikan dengan kapasitas klien. Sebelum seorang lansia
memulai program latihan, dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelum latihan, yang
meliputi sedikitnya riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter atau
praktisi keperawatan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor
pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman, yaitu:
1. Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas
diberikan).
2. Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus).
3. Kesulitan yang dirasakan.
4. Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan.
5. Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi
tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda
intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2) Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau
dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian
tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.
Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas
fisik.
3) Penatalaksanaan terapeutik
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan
atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitis dan penanganan konsekuensi aktual atau
potensial dari imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi
terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten
dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk
meningkatkan aliran darah vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk
hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN AKTIVITAS
3.1 Pengkajian
a) Anamnesa
1. Data demografi
- Usia
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Pendapatan
- Jumlah anggota keluarga
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan latihan adalah
rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa lelah, muntah tidak ada,
mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah segar hari belum bab, urine
keruh kemerahan, parese pada ekstermitas kanan ataupun fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari nyeri/fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
nyeri/fraktur tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya nyeri bisa diketahui
nyeri yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang atau tidak.
Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
c) Pemeriksaan Fisik
1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus,
kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian
fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan
pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan
dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri
tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
3. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan
dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan
dan beratnya kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan
awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan
sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan
dihilangkan.
5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih
sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba.
Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan
atau nyeri pada abdomen bagian bawah.
6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa
penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi
mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
d) Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang
tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,
tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
e) Faktor Psikososial
1. Perubahan status psikososial klien biasa terjadi lambat dan sering diabaikan tenaga kesehatan.
2. Observasi perubahan tingkah laku
3. Menentukan penyebab perubahan tingkah laku / psikososial untuk mengidentifikasi terapi
keperawatan
4. Observasi pola tidur klien
5. Observasi perubahan mekanisme koping klien
6. Observasi dasar perilaku klien sehari-hari
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletel.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang diperlukan. Sedangkan
gangguan mobilisasi sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik
secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya, terdapat banyak penyebab
imobilitas yang unik pada orang-orang yang di imobilisasi. Semua kondisi penyakit dan
rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas.
Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi
bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi
terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan,
oleh karena itu memperberat efek ini.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan aktivitas sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
4.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan aktivitas dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku
tentang keperawatan gerontik.
4.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan aktivitas untuk meningkatkan mutu kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC Edisi 7. Jakarta : EGC
Satya. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kebutuhan Aktivitas.
http://satyaexcel.blogspot.com/2012/07/laporan-pendahuluan-kebutuhan-aktivitas.html. Diakses
pada tanggal 25 September 2012 jam 13.10 WIB
Stanley, Mickey & Patricia gauntiett beare. 2006. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2. Jakarta : EGC