Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pada dasarnya kurikulum
merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan formal karena didalamnya terdapat
rencana pembelajaran yang mengarahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran kepada
siswa agar mereka memiliki kesiapan pribadi dan kemampuan sesuai kebutuhan masyrakat.
Apabila kurikulum disusun dengan baik maka akan memudahkan guru untuk memenuhi
target pencapaian kemampuan siswa yang telah ditetapkan pemerintah. Di Indonesia
kurikulum merupakan pondasi awal dimana suatu pendidikan di Indonesia itu sendiri dapat
berjalan dengan baik. Dimana kurikulumnya itu sendiri mengalami revisi setiap 5 tahun
sekali dan mengalami pergantian setiap 10 tahun sekali. Hal ini dilakukan karena zaman pun
terus berkembang, dan perkembangan tekhnologi pun akan semakin canggih sehingga perlu
adanya perubahan pada kurikulum itu sendiri, bilamana kurikulum yang ada sudah tidak
sesuai dengan perkembangan yang ada saat ini. Begitu pula halnya pada akhir-akhir ini
terjadi suatu perubahan kurikulum yang sebelumnya yaitu KTSP 2006 sekarang diubah
menjadi kurikulum 2013 yang mana merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Di Indonesia sendiri telah mengalami beberapa kali perkembangan kurikulum
diantaranya :
1. Kurikulum 1947
Kurikulum dengan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. dikenal Rencana Pelajaran
1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
2. Kurikulum 1952-1964
Kurikulum lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau sistem lima
aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan intelegensia, perkembangan
emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan perkembangan jasmaniah. Fokus kurikulum
1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Kurikulum masa
ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
3. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru. Kelahiran Kurikulum
1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini
hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah satuan
pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Kurikulum 1984. Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan
pendidikan. Sementara dasar dan tujuan pendidikan sama dengan kurikulum 1975.
5. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sementara materi muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain.
6. Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam proses
pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa
justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Peran guru diposisikan kembali
sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi.
7. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan
pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan
kurikulum.
8. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menempatkan peserta didik sebagai subjek dan
objek dari pendidikan serta kurikulum yang memanusiakan manusia, dalam arti semua
proses pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan peserta
didik.
a. Faktor Internal.
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 standar Nasional Pendidikan yang meliputi
standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan standar prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar penilaian pendidikan.
Tantangan internal lainya terkait dengan perkembangan pendidik Indonesia
dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia
usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak usia yang tidak produktif (anak-anak berusia
0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini
di perkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 -2035 pada saat angkanya
mencapai 70% .oleh sebab itu tantangan besar yang di hadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpa ini dapat di
transformasikan menjadi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan
ketrampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
b. Faktor Eksternal.
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industry kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional . arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan
perniagaan tradisional menjadi masyarakat industry dan perdagangan modern. Tantangan
eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains ,serta mutu, investasi, dan tranformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan
Indonesia didalam TIMSS dan PISSA sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa
capaian anak- anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang
dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang
ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada
peserta didik. Peseta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang di
pelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Apabila pembelajaran hanya terpusat
pada guru maka kemampuan dan bakat dari peserta didik tidak dapat berkembang
secara dinamis karena mereka hanya terpusat pada apa yang telah diajarkan sehingga
bakat mereka tidak dapat dikembangkan secara maksimal
2. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran
interaktif (interaktif guru peserta didik-masyarakat-lingkungan alam,sumber atau
media lainya. Karena apabila masih menggunakan pendekatan satu arah peserta didik
cenderung hanya terpaku kepada materi ataupun teori tanpa dapat menerapkannya
kepada permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lingkungan sekitarnya.
3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembeljaran secara jejaring (peseta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat di hubungi serta di
peroleh melalui internet) sehingga nantinya peserta didik memiliki wawasan dan
pengetahuan yang sangat luas dan dapat mengikuti perkembangan jaman.
4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (Pembelajaran system
aktif mencari semakin di perkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains).
5. Perbahan standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan,
menyimpulkan dan mencipta.
6. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok(berbasis tim). Dengan pola
pembelajaran seperti ini siswa lebih dapat berpikir kritis untuk berargumen dan
mencari mana yang benar dan sesuai, ketika mereka hanya belajar secara Individu
maka tidak akan ada koreksi saat mereka menangkap sesuatu yang salah.
7. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia.
8. Pola pembelajaran berbasis masal menjadi kebutuhan pelanggan (user) dengan
memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki peserta didik.
9. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan
jamak.dengan pola pembejaran ini maka siswa dalam menyelesaikan masalah tidak
hanya terpaku dengan menggunakan suatu displin ilmu tetapi dapat menggunakan
berbagai disiplin ilmu sehingga penyelesaian yang mereka dapatkan dapat efektif.
10. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis, artinya mereka didalam
pembelejaran tidak hanya mendengarkan guru saja tanpa ada manfaatnya tetapi lebih
dapat berpikir kritis tentang apa yang terjadi dan bagaimana metode yang tepat untuk
menyelesaikan hal tersebut.
C. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum 2013
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dalam hal ini, berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum
memiliki komponen-komponen penting dan sebagai penunjang yang dapat mendukung
operasinya secara baik. Komponen-komponen pembentuk ini satu sama lainnya saling
berkaitan. Adapun komponen-komponen pengembangan kurikulum, yaitu komponen
tujuan, komponen isi,komponen metode, dan komponen evaluasi.
1. Komponen Tujuan.
a. Tujuan Nasional Tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
b. Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan disini diklasifikasikan ke dalam tingkat satuan
pendidikan, yang meliputi pendidikan dasar, menengah, dan menengah
kejuruan. Tujuan institusional merupakan cerminan dari standar kompetensi
lulusan yang diharapkan dari setiap tingkat satuan pendidikan. Standar
kompetensi lulusan terbagi menjadi tiga domain, yakni domain kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Pada kurikulum 2013, rincian dari tujuan tingkat satuan pendidikan antara lain :
Domain Kognitif (pengetahuan)
SD SMP SMA
Memiliki pengetahuan Memiliki pengetahuan Memiliki pengetahuan
faktual dan konseptual faktual, konseptual dan faktual dan
dalam ilmu prosedural dalam ilmu metakognitif dalam
pengetahuan, pengetahuan, ilmu pengetahuan,
tekonologi, seni dan tekonologi, seni dan tekonologi, seni dan
budaya dengan budaya dengan budaya dengan
wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kebangsaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan kenegaraan, dan kenegaraan, dan
peradaban terkait peradaban terkait peradaban terkait
fenomena dan kejadian fenomena dan kejadian penyebab fenomena
di lingkungan rumah, yang tampak mata dan kejadian.
sekolah dan tempat
bermain.
Jadi, perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, terletak pada perbedaan jenis pengetahuan dan ruang lingkup
objek pengetahuan. Untuk tingkat SD, jenis pengetahuan yang dituntut
untuk dimiliki adalah faktual dan konseptual, serta ruang lingkup objek
masih berada di lingkungan sekitar dan berkaitan/terjadi kontak langsung.
Untuk SMP, jenis pengetahuan yang dituntut untuk dimiliki adalah faktual,
konseptual, dan prosedural, serta ruang lingkup objek masih berada di
lingkungan sekitar maupun di tempat yang berbeda dan masih terlihat.
Sementara untuk tingkat SMA, jenis pengetahuan yang dituntut untuk
dimiliki adalah prosedural dan metakognitif, serta ruang lingkup objek
masih berada di lingkungan sekitar dan dia dapat mengetahui sebab-sebab
dari fenomena yang terjadi.
Domain Afektif (Sikap)
SD SMP SMA
Memiliki perilaku Memiliki perilaku Memiliki perilaku
yang mencerminkan yang mencerminkan yang mencerminkan
sikap orang beriman, sikap orang beriman, sikap orang beriman,
berakhlak mulia, berakhlak mulia, berakhlak mulia,
percaya diri, dan percaya diri, dan percaya diri, dan
bertanggung jawab bertanggung jawab bertanggung jawab
dalam berinteraksi dalam berinteraksi dalam berinteraksi
secara efektif dengan secara efektif dengan secara efektif dengan
lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan
alam disekitar rumah, alam dalam jangkauan alam serta dalam
sekolah dan tempat pergaulan dan menempatkan dirinya
bermain keberadaanya. sebagai cerminan
bangsa dalam
pergaulan dunia.
Jadi, perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, terletak pada penerapan sikap yang diharapkan. Untuk tingkat
SD, penerapan sikap masih dalam ruang lingkup lingkungan sekitar,
sedangkan untuk tingkat SMP penerapan sikap dituntut untuk diterapkan
pada lingkungan pergaulannya dimanapun ia berada. Sementara itu, untuk
tingkat SMA/SMK, dituntut memiliki sikap kepribadian yang
mencerminkan kepribadian bangsa dalam pergaulan dunia.
Domain Psikomotor (Ketrampilan)
SD SMP SMA
Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan
fikir dan tindak yang fikir dan tindak yang fikir dan tindak yang
efektif dan kreatif efektif dan kreatif efektif dan kreatif
dalam ranah abstrak dalam ranah abstrak dalam ranah abstrak
dan Konkret sesuai dan Konkret sesuai dan Konkret terkait
dengan yang dengan yang dengan pengembangan
ditugaskan dipelajari disekolah dari yang dipelajarinya
kepadanya. atau sumber lain yang disekolah secara
sama dengan yang mandiri.
diperoleh dari sekolah
Jadi, perbedaan Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD,
SMP, dan SMA/SMK, hanya terletak pada kemandirian siswanya. Untuk
tingkat SD, tidak dituntut untuk kemandirian tinggi, namun dituntut untuk
menyelesaikan suatu tugas yang hanya ditugaskan kepadanya. Untuk
tingkat SMP, dituntut untuk dapat mempelajari sesuatu yang tidak hanya
berasal dari satu sumber saja, melainkan dari sumber lain juga dituntut
untuk dipelajari. Untuk tingkat SMA/SMK, kemampuan keterampilan yang
dituntut adalah keterampulan untuk dapat mengembangkan atau
mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
c. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Tujuan setiap mata pelajaran akan berbeda-beda, tetapi tujuan
kurikuler ini merupakan turunan dari standar kompetensi lulusan.
d. Tujuan pembelajaran didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki
oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi
tertentu dalam satu kali pertemuan. Sama halnya dengan tujuan kurikuler, tujuan
pembelajaran dari setiap bahasan akan berbeda-beda, namun masih merupakan
bagian dari tujuan kurikuler.
2. Komponen Isi (Struktur Kurikulum).
Pada kurikulum 2013 setiap jenjang atau tingkatan pendidikan dalam hal isi
(Struktur Kurikulum), yakni segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Dalam pembahasan ini,
sesuatu yang diberikan kepada peserta didik adalah sejumlah mata pelajaran, beban
pelajaran, dan kalender Pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas :
a. Mata pelajaran wajib yang diikuti oleh semua peserta didik di satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan.
b. Mata pelajaran pilihan yang yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
pilihan mereka.
Pada kurikulum 2013 setiap jenjang atau tingkatan pendidikan dalam hal isi, yakni
segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar
dalam rangka mencapai tujuan. Dalam pembahasan ini, sesuatu yang diberikan
kepada peserta didik adalah mata pelajaran dan alokasi waktu yang diberikan untuk
setiap mata pelajaran.
Struktur Kurikulum SD.
NO Komponen Rancangan
1. Berbasis Tematik-integratif sampai kelas VI
2. Menggunakan Kompetensi Lulusan untuk merumuskan Kompetensi Inti
pada tiap kelas.
3. Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta)
semua mata pelajaran.
4. Menggunakan IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua mata
pelajaran
5. Meminumkan julmah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi
menjadi 6 melalui pengitegrasian beberapa mata pelajaran :
- IPA menjadi materi pembahasan pembelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika dll
- IPS menjadi materi pembelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dll.
- Muatan Lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan
prakarya serta Pendidikan Jasmani, olah raga dan kesehatan.
- Mata pelajaran pengembangan diri diintegrasikan ke semua mata
pelajaran
6. Menempatkan IPA dan IPS pada posisi sewajarnya bagi anak SD, yaitu
bukan sebagai disiplin ilmu melainkan sebagai sumber kompetensi untuk
membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam berinteraksi sosial dan
dengan alam secara bertanggung jawab.
7. Perbedaan antara IPA/IPS dipisah atau diintegrasikan hanyalah pada
apakah buku teksnya terpisah atau jadi satu. Tetapi bila dipisah dapat
berakibat beratnya beban guru, kesulitan bagi bahasa Indonesia untuk
mencari materi pembahasan yang kontekstual, berjalan sendiri melampaui
kemampuan berbahasa peserta didiknya seperti yang terjadi saat ini, dll.
8. Menambah 4 jam pelajaran per minggu akibat perubahan proses
pembelajaran dan penilaian.
Setelah melihat tabel diatas dan struktur kurikulum pada tingkat satuan
SD yang berkenaan dengan alokasi waktu dapat ditarik kesimpulan, antara lain:
Setelah melihat struktur kurikulum pada tingkat satuan SMA dapat ditarik
kesimpulan, antara lain :
1. Jika dilihat dari tabel perbandingan KTSP dan kurikulum 2013, pemerintah
tidak menyediakn rincian kurikulum untuk SMK/MAK. Pemerintah juga
tidak membuat rincian peminatan SMA/MA untuk IPA, IPS, Bahasa dan
program keagamaan secara terperinci seperti dalam KTSP, sehingga ketika
melihat struktuk kurikulum 2013 tersebut, guru maupun pelaksanan
pendidikan lainnya akan merasa kebingungan.
2. Jika dilihat dari alokasi waktu per minggu untuk kelas X, terdapat
penambahan jam pelajaran/minggu yakni dari 38 jam pelajaran menjadi 41
jam pelajaran. Untuk kelas XI dan XII bertambah dari 39 jam pelajaran
menjadi 43 Jam Pelajaran
3. Secara meyeluruh kurikulum 2013 untuk SMA/sederajat terdapat
penambahan pelajaran yaitu mata pelajaran Prakarya, dan mata pelajaran
pilihan. Akan teapi di mata pelajaran pilihan yang terdiri dari 6 jam
pelajaran untuk kelas X dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII ini
tidah diberikan rincian pilihan mata pelajaran tersebut.
4. Pada Struktur Kurikulum tingkat SMA/sederajat ini, mata pelajaran muatan
lokal dan pengembangan diri juga dihapuskan seperti di tingkat SD dan
SMP
5. Untuk Peminatan IPA, tidak ada perbedaan jam pelajaran untuk mata
pelajaran fisika, kimia, dan biologi. Akan tetapi untuk peminatan IPS,
terjadi perubahan jam pelajaran. Untuk mata pelajaran Ekonomi tetap 4 jam
pelajaran, sedangkan mata pelajaran sejarah, geografi dan sosiologi
mngalami perubahan dari 3 jam pelajaran menjadi 4 jam pelajaran
Jadi, untuk kurikulum SMA, tidak ada perubahan untuk mata pelajaran
kelompok A dan kelompok B. Namun, untuk mata pelajaran kelompok C dibagi
menjadi 3 jurusan, yakni jurusan berdasarkan minat akademik di bidang
matematika & sains, bidang sosial, dan bidang bahasa, yang memiliki alokasi
waktu yang sama. Pada usulan kurikulum yang baru, terdapat pula mata
pelajaran pilihan yang terdiri dari mata pelajaran literasi media, bahasa asing
lain, teknologi terapan, dan pilihan pendalaman minat atau lintas minat.
Setelah mengkaji dari berbagai struktur kurikulum yang berada pada tingkat
SD, SMP dan SMA. Maka saya dapat menarik kesimpulan bahwa :
3. Komponen Metode
Dalam Kurikulum 2013, tidak disebutkan secara khusus metode
pengembangan dan/atau pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang pengajar
di kelas. Namun, harus dipahami bahwa seorang guru seyogyanya dapat
mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai
strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya
secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi, serta harus
sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Komponen evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian dari pembetuk kurikulum yang
berperan sebagai cara untuk mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah dibuat
itu tercapai atau tidak. Selain itu, dengan melakukan evaluasi, kita dapat mengetahui
apabila ada kesalahan pada materi yang diberikan atau metode yang digunakan
dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat dengan melihat hasil dari evaluasi
tersebut. Dengan begitu, kita juga dapat segera memperbaiki kesalahan yang ada
atau mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah baik atau berhasil.
Ada perubahan mendasar pada komponen evaluasi dalam kurikulum
2013.antara lain :
a. Penilaian yang berbasis kompetensi, artinya penilaian tersebut tidak didasarkan
hanya pada domain pengetahuan (kognitif) tetapi juga memperhatikan pada
domain sikap (afektif) dan domain ketrampilan (Psikomotor) yang tentunya dari
setiap domain tersebut telah disusun batas minimal yang harus dikuasai oleh
peerta didik.
b. Pergesaran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan pada
hasil tes saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil), jadi penilaian tidak
hanya didasarkan dari hasil yang menunjukan kebenaran saja tetapi kepada
proses karena pada dasarnya proses untuk mencapai hasil yang benar itu
penting, mengingat banyak dari peserta didik dalam melakukan proses
pencapaian yang menyimpang walaupun hasilnya benar.
c. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar
didasarkan pada psosisi skor yang diperolehnya terhadap skor Ideal (maksimal)
d. Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL yang
telah ditetapkan.
e. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama
penilain, hal ini dikarenakan dengan penugasan portofolio guru lebih bisa
mengetahui sampai mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Berbeda
halnya dengan penggunaan uraian singkat atau pilihan ganda yang hanya dapat
memberikan informasi terbatas terhadap perkembangan peserta didik.
2. Relevansi Eksternal
Relevansi Eksternal merujuk kepada relevansi kurikulum 2013 terhadap
kehidupan nyata yang dihadapi siswa. Relevansi eksternal ini dibagi menjadi
beberapa, anatara lain :
a. Relevansi terhadap kehidupan siswa
Didalam relevansinya di dalam hidup siswa sudah baik karena memang
pemerintah berusaha untuk medekatkan segala faktor sosial-kebudayaan
kedalam setiap mata pelajaran sehingga mereka nantinya dapat tanggap terhadap
berbagai permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Tetapi Antara proses
pengembangan dan penetapan isi kurikulum masih kurang relevan dengan
lingkungan hidup siswa karena menurut pemerintah (kemendikbud) seolah-olah
menyamakan lingkungan hidup siswa di sekolah. Padahal didalam kegiatan
pengajaran tidak bisa apabila menyamakan kehidupan lingkungan sekitar
dengan lingkngan sekolah karena fokus utamanya terletak pada peningkatan
intelektual terhadap teori yang kemudian nantinya dihubungkan dengan
permasalahan lingkungannya. oleh karena itu penggabungan tingkat
pengetahuan, intelegency, kondisi lingkungan dan sebagainya menyebabkan
kesulitan untuk penerimaan dari pengembangan kurikulum ini ,karena dalam hal
ini guru tidak bisa lagi menyesuaikan kebuituhan dengan keadaan lingkungan
hidup siswa karena terpatok dengan ketetapan yang dicanangkan oleh
pemerintah.
b. Relevansi terhadap perkembangan zaman
Penetapan kurikulum 2013 belum sesuai dengan perkembangan jaman.
Karena dihilangkannya mata pelajaran bahasa Inggris di SD dan menghilangkan
mata pelajaran TIK untuk semua jenjang pendidikan dan menggantikannya
dengan mengintegrasikan TIK ke dalam semua mata pelajaran. Sesuai dengan
tuntutan jaman dan globalisasi bahasa Inggris sangat penting untuk dikuasai
karena bahasa Inggris adalah bahasa internasional dan menurut saya di SD
merupakan dasar pengenalan bahasa Inggris yang lebih tepat, daripada kursus-
kursus yang diikuti oleh siswa. Karena tidak semua siswa bisa mengikuti
kursus-kursus yang ada di luar. Untuk mata pelajaran TIK seharusnya dibuat
khusus tersendiri, karena tidak mungkin mata pelajaran TIK langsung
diintegrasikan ke mata pelajaran yang lain tanpa mengetahui tanpe mengetahui
mata pelajaran TIK itu sendiri. Namun apabila dilihat dari sudut pandang afektif
melihat dari banyak terjadinya penyalahgunaan daya intelektual kepada hal-hal
yang bersifat negatif serta penekanan penggunaan daya intelektual terhadap
penyelesaian permasalahan yang ada disekitar, hal ini sudah cukup efektif.
c. Relevansi Teradap Dunia Kerja
Dilihat dari teorinya, tujuan kurikulum 2013 dalam ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik, sudah relevan dengan tuntutan dunia kerja karena berusaha
untuk menyeimbangkan antara soft skill dan hard skill yang sangat membantu
mereka dalam persaingan dunia global. Selain itu adanya pengembangan sikap
serta lebih menekankan kepada bakat dan minat masing-masing peserta didik
sehingga mereka lebih ampu berkompeten pada bidangnya masing-masing.
Berdasarkan analisis yang saya lakukan terhadap Kurikum 2013, saya banyak
menemukan perubahan yang terjadi. Secara keseluruhan, Struktur Kurikulum 2013 pada
tingkat SD, SMP, dan SMA/Sederajat mengalami perubahan. Walaupun terjadi
pengurangan Mata pelajaran, akan tetapi jumlah alokasi waktu per minggu pada tingkat
SD, SMP, dan SMA/Sederajat mengalami penambahan. Khusus untuk SMP dan SMA,
terdapat mata pelajaran tambahan yaitu mata pelajaran Prakarya. Menurut kami mata
pelajaran ini akan meningkatkan kreatifitas siswa siswi. Serta mata pelajaran agama yang
jam pelajarannya bertambah dari tingkat SD, SMP, dan SMA/sedrajat ini juga akan
menambah nilai-nilai keagamaan pada diri siswa agar siswa tersebut memiliki sikap yang
mencerminkan kebaikan. Jadi dapat dirinci karakteristik dari kurikulum 2013, antara lain
:
1. Mengembangkan keseimbangan anatara pengembangan sikap spiritual dan social,
rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan
psikomotorik.
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari disekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagi sumber belajar.
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi disekolah dan masyarakat.
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut
dalam kompetensi dasar pelajaran.
6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements)
kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyakan dalam kompetensi inti.
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertical).
Didalam suatu kurikulum perubahan memang perlu dilakukan untuk memperbaiki
kurikulum sebelumnya yang masih memiliki banyak kekurangan. Yang pada akhirnya
diharapkan tujuan pendidikan secara umum dapat dicapai melalui kurikulum yang baru.
Namun walaupun demikian, harus diperhatikan relevansinya baik secara internal maupun
eksternal. Kurikulum 2013 belum relevan baik secara internal maupun eksternal. Selain
belum relevan, kurikulum 2013 ini memiliki dampak baik positif maupun negative.
Sehingga perlu dikaji ulang tentang kelemahan-kelemahan yang terjadi untuk melakukan
perbaikan sehingga kurikulum ini nantinya dapat relevan dengan berbagai bidang
kehidupan sesuai perkembangan jaman. Melalui analisis yang telah dilakukan maka
perlu adanya pengembangan kembali kurikulum 2013, antara lain :
1. Pemberian pelatihan pendidik dan tenaga pendidik secara intensif kepada semua
tenaga pendidik sehingga nantinya mereka dalam menerapkan Kurikukulum 2013
dapat sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan, mengingat fenomena saat ini banya
guru yang mengartikan kurikulum 2013 secara salah kaprah. Mereka malah
mengartikan didalam kurikulum 2013 siswa yang aktif mencari materi, merumuskan
masalah, dan meyelesaikanya serta menetapkan atau mendapatkan konsepnya secara
mandiri sehingga guru tidak memiliki peran penting, padahal guru seharusnya
mengawasi serta menuntun siswanya dalam pendalaman materi bukan malah
meninggalkannya.
2. Penjelasan secara jelas metode yang dapat digunakan oleh tenaga pendidik pada saat
kegiatan pengajaran. Metode disini dalam arti garis besarnya saja sedangkan strategi
yang digunakan diserahkan kepada tenaga pendidik bagaimana mereka menyusunya
sekreatif mungkin sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan jelas oleh
siswa karena mengingat perkembangan kemampuan siswa yan berbeda satu sama lain
baik dalam aspek individual maupun regional. Pemberian konsep metode yang tidak
jelas dikhawatirkan ketika pendidik menggunakan metode yang berbeda-berbeda satu
sama lain sesuai denga tanfsiran dan keinginannya maka nantinya output dari
pelajaran tersebut tidak mengenai sasaran serta juga mengakibatkan kompetensi yang
berkembang pada setiap sekolah tidak merata atau sama.
3. Perincian secara lugas dalam komponen evaluasi sehingga tenaga pendidik dapat
dengan mudah untuk melakukan penilaian terhadap siswa, mengingat didalam
kurikulum 2013 dalam pengambilan niai tidak hanya pada aspek hasilnya saja tetapi
juga proses dalam emmperoleh hasil tersebut. Apabila tidak dirinci secara tegas maka
akan membuat tenaga pendidik kebingungan untuk melakukan penilaian secara proses
yang berdampak pada tidak relevannya hasil penilaian tersebut.
4. Menghapuskan UN didalam kurikulum 2013, karena pada dasarnya kurikulum 2013
tidak hanya menekankan pada kompetensi pengetahuan saja tetapi juga sikap dan
ketrampilan serta proses dalam memperoleh hasil tersebut. Apabila UN tetap
digunakan sebagai penentu dari kelulusan maka akan sangat bertolak belakang pada
kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi, karena melalui UN hanya dapat dilihat
perkembangan pengetahuan saja sedangkan sikap dan ketrampilannya tidak dapat
diektahui perkembanganya. Serta UN ini bertolak belakang pada sistem portofolio
yang lebih diutamakan dalam Kurikulum 2013 yang lebih menekankan pemahaman
dan penalaran siswa sedangkan UN hanya menekankan kepada hasil akhirnya saja
tanpa menegtahui apakah siswa tersebut paham atau tidak terlebih lagi penggunaan
sistem pilihan ganda yang dapat digantungkan pada faktor keberuntungan saja.
5. Tidak menyamakan lingkungan dengan kehidupan sekolah tetapi lebih menekankan
pada pengenalan segala aspek lingkungan dan permasalahannya sehingga nantinya
siswa dapat melakukan penalaran, perumusan masalah dan penyelesaianya serta dapat
menarik konse atau teori dari permasalahan lingkungan tersebut.
6. Tidak menghilangkan mata pelajaran Bahasa Inggris di SD karena Sesuai dengan
tuntutan jaman dan globalisasi bahasa Inggris sangat penting untuk dikuasai karena
bahasa Inggris adalah bahasa internasional dan di SD merupakan dasar pengenalan
bahasa Inggris yang lebih tepat sehingga nantinya dalam jenjang yang lebih tinggi
kemampuan bahasa inggris lebih baik lagi guna menunjang kemampuan mereka
dalam persaingan global,
7. Tidak menghilangkan mata pelajaran TIK di sekolah, walaupun pelajaran TIK sudah
diterapkan utnuk setiap mata pelajaran tetapi tidak mungkin setiap mata pelajaran
tersebut menerapkan TIK secara intensif maka mata pelajaran TIK ini perlu
dilaksanan secara sendiri guna mengembangkan kemampuan siswa dalam bidang IT
yang terus berkembang.
8. Pemberian buku babon yang penggunaannya secara fleksibel jadi pendidik tidak harus
dituntut untuk menggunakan buku babon tersebut secara keseluruhan tetapi
diseusaikan dengan kondisi dan lingkungan peserta didik.
9. Pemberian struktur kurikulum secara jelas ditingkat SMA dan SMK sehingga tidak
menimbulkan kebingungan dan multitafsir dalam penerapannya yang nantinya
mengakibatkan tidak terpenuhinya sasaran yang telah ditetapkan pemerintah.