Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rumah Sakit


II.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (RS). Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Kementrian Kesehatan RI menyatakan bahwa Rumah Sakit merupakan pusat
pelayanan yang menyelenggarakan layanan medik dasar dan medik spesialistik,
pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, baik rawat jalan, rawat inap,
maupun pelayanan instalasi. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan dapat
di selenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat.

II.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

5
6

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan


kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medik.
II.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
a. Jenis Rumah Sakit di Indonesia
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan
dan pengelolaannya :
1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit di kategorikan
dalam Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus :
a) Rumah Sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit
b) Rumah Sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya
2) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit publik dan Rumah Sakit privat
a) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nilaba.
Rumah Sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
(BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
b) Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit
pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar Rumah Sakit
pendidikan. Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
7

merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian


secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
b. Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia
Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit umum diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Rumah Sakit umum kelas A
Rumah Sakit umum yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medis, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)
subspesialis.
2) Rumah Sakit umum kelas B
Rumah Sakit umum yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medis, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.
3) Rumah Sakit umum kelas C
Rumah Sakit umum yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis
penunjang medis.
4) Rumah Sakit umum kelas D
Rumah Sakit umum yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas :
1) Rumah Sakit khusus kelas A
Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang lengkap.
8

2) Rumah Sakit khusus kelas B


Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit khusus kelas C
Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang minimal.

II.2 Rekam Medis


II.2.1 Pengertian Rekam Medis
Definisi rekam medis menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Akbar
(2011) adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan medis atau kesehatan kepada seorang pasien.
Rekam medis sendiri diartikan sebagai keterangan baik yang tertulis maupun yang
terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis serta pelayanan
dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang dirawat
inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat (Depkes RI
2006). Sedangkan menurut Edna K Huffman dalam Yonathan (2007), rekam medis
adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan
bagaimana pelayanan medis yang diberikan kepada pasien selama masa prawatan
yang memuat pengetahuan pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat
informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, memberikan diagnosis dan
pengobatan serta merekam hasilnya.
Rekam medis tidak hanya sekedar kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai
pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis yaitu mulai pencatatan
selama pasien mendapatkan pelayanan medik, dilanjutkan dengan penanganan berkas
rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas
dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman apabila dari
pasien atau untuk keperluan lainnya (Depkes RI, 2006).
9

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)


Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, resume medis dibuat sebagai ringkasan pelayanan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter, selama masa perawatan
hingga pasien keluar dari rumah sakit baik dalam keadaan hidup maupun meninggal.
Resume medis dapat menjadi bahan kajian untuk pengendalian mutu rekam medis.
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai admisnistrasi, karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Berkas rekam medis
mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk
merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada seorang
pasien. Pada aspek hukum, isi rekam medis menyangkut masalah adanya jaminan
kepastian.

II.2.2 Tujuan Rekam Medis


Tujuan rekam medis menurut Depkes RI (2006) adalah menunjang tercapainya
tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit atau sarana pelayanan kesehatan. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan
rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan
berhasil sebagaimana yang diharapkan, sedangkan tertib administrasi merupakan
salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah
sakit atau sarana pelayanan kesehatan. Tujuan utama rekam medis menurut Huffman
dalam Nurhaidah (2008), adalah sebagai dokumen kehidupan pasien yang memadai
dan akurat serta menjadi sejarah atau riwayat kesehatannya, yang mencakup
penyakit-penyakit dan perawatan-perawatan yang diberikan pada masa lampau dan
saat ini.

II.2.3 Kegunaan Rekam Medis


Kegunaan Rekam Medis berdasarkan Depkes RI (2006) dapat dilihat dari
beberapa aspek, antara lain :
a. Aspek Administrasi
10

Berkas rekam medis dikatakan mempunyai nilai administrasi karena isinya


menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai
tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Aspek Medis
Berkas rekam medis menjadi suatu landasan atau pedoman dalam
merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
c. Aspek Hukum
Berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut
masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka
usaha menegakkan hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha
menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan
keadilan.
d. Aspek Keuangan
Berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena isinya mengandung data
atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
e. Aspek Penelitian
Berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut
data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
f. Aspek Pendidikan
Berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyakut
data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien tersebut sehingga informasi
tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran di bidang profesi.
g. Aspek Dokumentasi
Berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya merupakan
sumber ingatan kegiatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai
bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.
11

Kegunaan Rekam Medis menurut Edna K Huffman (2008), antara lain :


a. Sebagai alat komunikasi antara seorang dokter dengan tenaga ahli lainnya
yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan,
perawatan kepada pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus
diberikan kepada pasien.
c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah
sakit.
d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya.
f. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan
penelitian dan pendidikan.
g. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis
pasien.
h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan.

II.2.4 Jenis dan Isi Rekam Medis


Jenis dan Isi Rekam Medis berdasarkan Permenkes RI Nomor
269/Menkes/Per/III/2008, pasal 2 ayat 1 dan 2, antara lain :
a. Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik.
b. Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi
elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Mengenai isi dari rekam medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, terdapat pada pasal 3, yaitu :
12

a. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
sekurang-kurangnya memuat :
1) Identitas pasien.
2) Tanggal dan waktu.
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit.
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic.
5) Diagnosis.
6) Rencana penatalaksanaan.
7) Pengobatan dan/atau tindakan.
8) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
Persetujuan tindakan bila diperlukan.
b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-
kurangnya memuat :
1) Identitas pasien.
2) Tanggal dan waktu.
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit.
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic.
5) Diagnosis.
6) Rencana penatalaksanaan .
7) Pengobatan dan/atau tindakan .
8) Persetujuan tindakan bila diperlukan .
9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan .
10) Ringkasan pulang (discharge summary) .
11) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan .
12) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu.
13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi odontogram klinik.
13

c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat :


1) Identitas pasien.
2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan.
3) Identitas pengantar pasien.
4) Tanggal dan waktu.
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit.
6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
7) Diagnosis.
8) Pengobatan dan atau tindakan.
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan rencana tidak lanjut.
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan
ke sarana pelayanan kesehatan lain.
12) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
d. Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana, selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksut pada ayat (3) ditambah dengan :
1) Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan.
2) Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal.
3) Identitas yang menemukan pasien.
e. Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
f. Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat
dalam rekam medis sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan
disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.

Isi rekam medik untuk pasien pulang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, terdapat pada pasal 4, yaitu :
14

a. Ringkasan pulang sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2) harus dibuat
oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien.
b. Isi ringkasan pulang sebagaimana dimaksut pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat :
1) Identitas pasien.
2) Diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat.
3) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan tindak lanjut.
4) Nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayan
kesehatan.

II.3 Diagnosis
Diagnosis adalah klasifikasi seseorang berdasarkan suatu penyakit atau
abnormalitas yang dideritanya. Diagnosis utama adalah kondisi setelah pemeriksaan
yang kemudian menjadi penyebab utama pasien datang ke rumah sakit untuk dirawat.
Diagnosis sekunder adalah masalah kesehatan yang muncul pada saat episode
keperawatan kesehatan, yang mana kondisi itu belum ada di pasien. Setiap diagnosis
harus mengandung kekhususan dan etiologi. Apabila dokter tidak dapat menemukan
yang khusus atau etiologi karena hasil pemeriksaan rontgen, tes laboratorium serta
pemeriksaan lain tidak dimasukkan, maka pernyataan harus dibuat sedemikian rupa
yang mampu menyatakan simptom dan bukan penyakitnya, diagnosis harus
dijelaskan sebagai meragukan atau tidak diketahui (Huffman, 2008).
Penetapan diagnosis pada seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan
tanggung jawab dokter. Diagnosis yang ada di dalam rekam medis diisi dengan
lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada ICD-10 (Depkes RI, 2006).

II.4 Pengkodean (Coding)


Informasi diagnosis perlu diolah agar bermanfaat dan bermakna untuk itu perlu
dilakukan proses pengkodean. Coding adalah membuat kode atas diagnosis penyakit
berdasarkan klasifikasi penyakit yang berlaku yang bertujuan untuk mempermudah
15

pengelompokkan penyakit dan operasi yang dapat dituangkan dalam bentuk angka.
(Depkes RI, 2006)
Pengkodean adalah penggolongan data dan memberikan penyajian untuk data
tersebut. Pengkodean dilakukan dengan berbagai alasan terutama untuk memudahkan
pengambilan kembali informasi menurut hasil diagnosis. Pengkodean selalu ditinjau
ulang dari data pasien tersebut. (Bowman, 1992)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengkodean diagnosis sangat penting
untuk diperhatikan agar kode diagnosis yang dihasilkan sesuai dengan ICD-10.
Faktor- faktor tersebut adalah tenaga medis, tenaga pengkode dan tenaga kesehatan
lainnya. Oleh karena itu manajemen RS dan pemberi pelayanan kesehatan (PPK)
lainnya diharapkan kerja keras untuk mensosialisasikan program jamkesmas dan
INA-CBG di lingkungan internal agar terjadi pelayanan kesehatan yang terkendali
mutu dan biaya (Depkes RI, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengkodean (Bowman, 1992).
a. Kegagalan peninjauan seluruh catatan.
b. Pemilihan diagnosis utama yang salah.
c. Pemilihan kode yang salah.
d. Mengkode diagnosis atau prosedur yang salah oleh karena isi catatan.
e. Kesalahan didalam memasukkan kode ke dalam database atau pada tagihan.
Beberapa elemen pengkodean yang harus dievaluasi dalam menetapkan kualitas
data pengkodean (Bowman, 1992) :
a. Reliability
Hasil yang sama akan diperoleh apabila dilakukan beberapa kali usaha .
contoh ; beberapa petugas pengkodean dengan rekam medis yang sama akan
menghasilkan hasil pengkodean yang sama pula.
b. Validity
Hasil pengkodean yang mencerminkan keadaan pasien dan prosedur yang
diterima pasien.
c. Completeness
16

Sebuah rekam medis belum bias dikatakan telah dikode apabila hasil
pengkodean tidak mencerminkan semua diagnosis dan prosedur yang
diterima pasien.
d. Timeliness
Dokumen rekam medis dapat dikode dengan hasil yang dapat dipercaya,
benar, dan lengkap, tetapi jika tidak dengan tepat waktu maka rekam medis
tidak dapat digunakan untuk pengambilan kembali dokumen atau penagihan
biaya perawatan.
Tugas dan tanggung jawab dokter INA-CBG antara lain untuk menegakkan dan
menuliskan diagnosis primer dan sekunder sesuai dengan ICD-10 serta menulis
seluruh prosedur atau tindakan yang telah dilaksanakan dan membuat resume medis
secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat dirumah sakit dalam satu episode
perawatan (Depkes RI, 2011).

II.5 International Classification of Disease and Related Health Problem Tenth


Revision (ICD-10)
II.5.1 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) (2010), ICD-10 merupakan
standar klasifikasi diagnosis internasional yang berguna bagi kepentingan
epidemiologi dan manajemen kesehatan yang dapat memberikan rincian beragam
penyakit dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan.

II.5.2 Tujuan
International Statistical Classification (ICD) mempunyai tujuan untuk
mendapatkan rekaman sistematik, melakukan analisa, interpretasi serta
membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari negara yang berbeda atau antar
wilayah dan pada waktu yang berbeda. ICD digunakan untuk menterjemahkan
diagnosa penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi kode alfanumerik
yang akan memudahkan penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analisis data
(WHO, 2010).
17

a. Meningkatkan kemampuan peserta dalam evaluasi kode ICD-10.


b. Meningkatkan kemampuan peserta dalam memberikan kode diagnosis
dengan kemampuan patologi klinis.
c. Meningkatkan kemampuan peserta dalam mengelola dan memberikan
statistik kesehatan.
d. Meningkatkan kemampuan peserta dalam melakukan analisis penyakit
berkaitan dengan kebijakankebijakan pimpinan dan pengadaan sarana
prasarana.

II.5.3 Jenis dan Isi


International Statistical Classification Teenth Revision (ICD-10) terbagi
menjadi tiga volume, yaitu :
a. Volume I Tabular List (List Tabulasi).
1) Laporan Konferensi Internasional untuk revisi 10.
2) Klasifikasi tersebut pada tiga dan empat karakter level.
3) Klasifikasi dari morfologi dan neoplasma.
4) List Tabulasi khusus untuk mortalitas dan morbiditas, definisi dan
ketentuan nomenklatur.
b. Volume II Buku Petunjuk (Instruction Manual).
1) Pengenalan.
2) Penjelasan.
3) Bagaimana menggunakan ICD.
4) Sertifikat kesehatan dan peraturannya presentasi data.
5) Sejarah Perubahan ICD.
c. Volume III Indeks Alfabet
Volume ini berisi indeks alfabet dari seluruh penyakit dan kondisi lain :
1) Indeks penyakit.
2) Indeks penyebab luar.
3) Indeks obat-obatan.
18

Volume ini memuat seluruh indeks, juga termasuk indeks untuk list tabulasi
untuk 4 karakter sub kategori yang ada pada volume I.

II.5.4 Fungsi
Fungsi ICD-10 menurut Kasim (2008), penerapan pengkodean ICD digunakan
untuk:
a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan kesehatan.
b. Masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis
karakteristik pasien dan penyedia layanan.
d. Bahan dasar dalam pengelompokan CBG (diagnostic-related groups) untuk
sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.
e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan
pelayanan medis.
g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan
sesuai kebutuhan zaman.
h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.
19

II.8 Kerangka Teori

Evaluasi dan
kontrol

Klaim
verifikator
BPJS Standar Prosedur
Operasional kode
penyakit dan tindakan
Beban kerja
Shift kerja
Pelatihan
Pendidikan koder Koding berdasarkan Elemen Pengkodean
Lama kerja ICD-10
Umur Reliability
Jenis Validity
kelamin sesuai dengan tidak sesuai Completeness
ICD-10 dengan ICD-10 Timeliness

Dokter PPK 2 Diagnosis Audit


Medik
jumlah
pasien
tidak sesuai sesuai dengan
pasien atas dengan diagnosis diagnosis penyakit RS
permintaan penyakit RS tipe B tipe B
sendiri

PPK 2 salah PPK 1


diagnosis salah rujuk

Bagan 1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi Kepmenkes Nomor 377 Tahun 2007; Permenkes RI Nomor 27
Tahun 2014; Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI;
Petunjuk Teknis BPJS; Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan BPJS; Bowman (1992)
20

II.9 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kesesuaian Diagnosis Keakuratan kode diagnosis


Penyakit Rumah Sakit Tipe B berdasarkan ICD-10

Beban kerja
Shift kerja
Pelatihan
Pendidikan
Lama kerja
Umur
Jenis kelamin
Jumlah Pasien

Bagan 2 Kerangka Konsep Penelitian

II.10 Hipotesis
H1 : Terdapat hubungan kesesuaian diagnosis penyakit rumah sakit tipe B
dengan keakuratan kode diagnosis di Poliklinik Anak RSUD Kabupaten
Tangerang Periode Juli 2016.
21

II.11 Penelitian Terkait


Tabel 1 Penelitian Terkait

Nama dan
Variabel , Persamaan
No Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
dan Perbedaan
Penelitian
1. Antik Hubungan Variabel Independen hubungan secara
Pujihastuti, Kelengkapan a. Kelengkapan signifikan kelengkapan
Rano Informasi dengan informasi informasi dalam
Indradi Keakuratan Kode Variabel Dependen dokumen rekam medis
Sudra, Diagnosis dan a. Keakuratan kode dengan keakuratan kode
2009 Tindakan pada diagnosis dan diagnosis penyakit pada
Dokumen Rekam tindakan dokumen rekam medis
Medis rawat Inap Persamaan rawat inap (p=0,000).
Variabel dependen
mengukur kode
diagnosis
Perbedaan
Variabel independen
berbeda, variabel
dependen sama
namun dalam
penelitian ini menilai
pada kedua diagnosis
baik diagnosis utama
maupun diagnosis
tindakan.
2. Sri Hubungan Variabel Independen Kelengkapan pengisian
Chandra Kelengkapan Kelengkapan resume medis tidak
Dewi, 2012 Pengisian Resume pengisian resume mempunyai hubungan
Medis dengan medis. yang signifikan dengan
Keakuratan Kode Variabel Dependen keakuratan kode
Diagnosis Kasus Keakuratan kode diagnosis dengan nilai p
Obstetri diagnosis. = 0,793 (p > 0,05).
Berdasarkan ICD- Persamaan
22

10 Di RSUD dr. Varibel dependen


Moewardi sama, yaitu mengukur
Surakarta keakuratan kode
diagnosis berdasarkan
ICD-10.
Perbedaan
Sampel yang diambil
untuk variabel
dependen dalam
penelitian ini yaitu
pada kasus obstetrik.
3. Darah Hubungan Variabel Independen Ada hubungan antara
Ifalahma, Pengetahuan Pengetauan coder. pengetahuan coder
2013 Coder dengan Variabel Dependen dengan keakuratan kode
Keakuratan Kode Keakuratan kode diagnosis pasien rawat
Diagnosis Pasien diagnosis. inap jamkesmas
Rawat Inap Persamaan berdasarkan ICD-10
Jaminan Analisis univariat pada yang ditunjukkan pada
Kesehatan variabel dependen nilai p = 0,03 (p<0,05).
Masyarakat sama, meskipun dalam
Berdasarkan ICD- penelitian ini tidak
10 di RSUD Simo spesifik jenis kasus
Boyolali penyakitnya.
Perbedaan
a. Analisis univariat
pada variabel
independen berbeda,
dalam penelilitan ini
mendeskripsikan tidak
hanya pengetahuan
coder dengan metode
kuisioner tetapi juga
mendeskripsikan
seluruh
karakteristiknya.
23

b. Analisis univariat
keakuratan kode
diagnosis tidak hanya
distribusi frekuensi
nya, namun juga
menampilkan
penyebab
ketidakakuratan
pengkodean diagnosis
dengan membagi
menjadi 4 kelompok
penyebab.
4. Hamid, Hubungan Variabel Independen Terdapat hubungan yang
2013 Ketepatan Ketepatan penulisan signifikan antara
Penulisan diagnosis ketepatan penulisan
Diagnosis dengan Variabel Dependen diagnosis dengan
Keakuratan Kode Keakuratan kode keakuratan kode
Diagnosis Kasus diagnosis diagnosis kasus Obstetri
Obstetri Persamaan Gynecology ditunjukkan
Gynecology Terdapat kesamaan dengan nilai p = 0,001 (p
Pasien Rawat Inap pada variabel dependen < 0,05).
di RSUD Dr. yaitu menganalisis Tingkat keakuratan kode
Saiful Anwar univariat keakuratan diagnosis berada dalam
Malang kode diagnosis kategori agak rendah,
Perbedaan ditunjukkan dengan nilai
a. Pada analisis koefisien kontingenasi
univariat variabel sebesar 0,520.
independen mengenai
keakuratan kode
diagnosis dalam
penelitian ini
menggunakan sampel
hanya pada kasus
obstetri saja.
b. Penelitian ini
24

tidak hanya
meneliti tentang
keakuratannya
saja,melainkan
juga meneliti
seberapa besar
korelasi nya
dengan 5
interpretasi
korelasi.
5. Dian Hubungan Variabel Independen Tidak ada hubungan
Damayanti, Kelengkapan Kelengkapan diagnosis antara kelengkapam
Novita Diagnosis dengan Variabel Dependen diagnosis dengan
Nuraini, Keakuratan Kode Keakuratan kode keakuratan kode
Siti Diagnosis Pasien diagnosis diagnosis pasien
Nurhidayah Obstetri di RSU Persamaan obstetric pada nilai p =
, 2013 Kaliwates Jember Terdapat persamaan 0,936 (p>0,05)
pada variabel dependen
yaitu analisis univariat
keakuratan kode
diagnosis
Perbedaan
Penelitian ini
menganalisis univariat
variabel dependen
keakuratan kode
diagnosis dengan
mengelompokkan
menjadi 3 kelompok
kategori keakuratan.

Anda mungkin juga menyukai