Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit


infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Demam dengue dan demam
berdarah dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus dengue. Virus dengue penyebab demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang di kenal sebagai genus
Flavivirus dari famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-
1,Den-2, Den-3, Den-4. Dengan manifestasi klinis demam nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai dengan leukopenia, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. 1

Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita


DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita. Beberapa tahun terakhir, kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) seringkali muncul di musim pancaroba, khususnya bulan
Januari di awal.3

Beberapa penyulit yang dapat mendorong kematian penderita adalah


perdarahan otak, kelumpuhan otot dan saraf jantung, syok akibat perpindahan
plasma maupun perdarahan.4

Sehingga dirasakan pentingnya Kebersamaan dalam menaggulangi


penyakit DBD dimana masyarakat bertanggungjawab dengan menjaga kebersihan
lingkungan sekitar masing-masing dengan gerakan 3M (menguras, menutup,
mengubur) dan abatesasi tempat-tempat penampungan air untuk mencegah
pengembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularan DBD.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE


2.1.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue


Haemorrhagic Fever/DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome/DSS) adalah demam
berdarah yang ditandai oleh renjatan/syok.2

2.1.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue. Virus dengue, mempunyai diameter 30-50 nm, mengandung RNA
untai tunggal (ssRNA), dengan berat molekul 4 x 106. Virus dengue tergolong
virus RNA, genus flavivirus, famili flaviviridae. Terdapat 4 serotype yaitu DEN-
1, DEN-2,DEN-3,DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan yang terbanyak. Penularan melalui perantara arthropoda yang
menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.4

Pada virus dengue terdapat sekitar 10.700 basa di dalam genomnya. Di


dalam genom terdapat single-open reading frame (SORF) yang mengkode dua
macam protein yaitu protein struktural dan non-struktural. Protein struktural
terdiri dari C (core), M (membrane), Prm (premembrane), dan E (envelope).
Protein non-struktural terdiri atas 7 macam yaitu NS1,
NS2a,NS2b,NS3,NS4a,NS4b,NS5.5

2
Gambar 1. Struktur virus dengue2

2.1.3 Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat


dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemik dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air.2 kasus DBD di Indonesia masih menjadi perhatian besar
terutama baik bagi para pakar/ profesional. Menurut Pusat Data dan Survailans
Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010), pada tahun 2005
2009 angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk cenderung meningkat. Jawa
timur menduduki rangkung ke 4 di Indonesia.3

Gambar 2.Grafik Angka Kesakitan DBD di Indonesia pada tahun 2005-2009

3
Gambar 3. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk Menurit Provinsi di
Indonesia Tahun 2005-2009.6

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih.2

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan


virus dengue yaitu : 1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit,kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lain; 2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dna jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.2

2.1.4 Patogenesis

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.2

4
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.2

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
penelii lainnya, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gama. Interferon gama akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (Platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma.4

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1) Supresi sumsum tulang

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi


VD, konsumsi trombosit selama fase koagulopati ddan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang


menyebabkan disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik dan intrinsik.4

5
Gambar 4. Imunopatogenesis Infeksi Dengue.2

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom
syok dengue, dan sindrom dengue diperluas. Pada umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari.5

Gambar 5. Manifestasi klinis infeksi dengue5

6
2.1.5.1 Demam dengue (DD)

Periode inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Demam dengue merupakan
penyakit demam akut selama 2-7 hari, mendadak, tinggi antara 39C dan 40C ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifesatsi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia 5000/uL
Dan pemeriksaan dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.5

2.1.5.2 Demam berdarah dengue (DBD)

Demam mendadak 2-7 hari sebelum turun, demam biasanya sampai 40C bersifat
bifasik, kemerahan wajah, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
nyeri tenggorokan, nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium.5

WHO 1997 menyebutkan kasus khas DBD ditandai dengan 4 manifestasi klinis :
demam tinggi, perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.Fenomena perdarahan
yang sering dijumpai ialah tes torniket positif, perdarahan pada tempat penyuntikan,
petekie, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna. Hepar biasanya teraba 2-4
cm dibawah arcus costarum. Tetapi pembesaran hepar tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit. Berdasarkan kriteia WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal di bawah ini dipenuhi :6

Demam mendadak atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik
Terdapat minumal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif (10 petekie dalam 1 inch2)
- Petekie, ekimosis, ataupurpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain

7
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu dari tanda kebocoran plasma :
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
usia dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma : efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia
Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ada atau tidaknya kebocoran
plasma, yang ditandai dengan peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa
atau hipoproteinemia.6

Gambar 6. Derajat demam berdarah dengue3

2.1.5.3 Sindrom syok dengue (Dengue Shock Syndrom/DSS)

Kondisi pasien yang mengalami syok setelah mengalami penurunan suhu setelah
demam selama 2-7 hari. Tanda terjadinya kegagalan sirkulasi : akral dingin, sianosis

8
sirkumoral, nadi yang teraba cepat. Nyeri perut seringkali dikeluhkan sebelum syok
terjadi.

DSS sitansai dengan nadi yang lemah dan cepat, tekanan nadi yang menyempit
20 mmHg atau hipotensi, akral dingin, penurunan kesadaran. Durasi syok terjadi dalam
waktu cepat, dimana pasien dapat meninggal dalam 12-24 jam, atau membaik dengan
cepat bila diberikan terapi cairan. Tanda prognosis baik kembalinya syok diantaranya urin
outputdan kembalinya nafsu makan.5

2.1.6 Klasifikasi

Menurut WHO tahun 2009, infeksi dengue terbagi atas :4

Gambar 7. Klasifikasi infeksi dengue4

2.1.7 Perjalanan Klinis

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan.6

9
Gambar 8. Perjalanan klinis infeksi dengue6

1. Fase febris

Pasien biasanya mengalami demam tinggi yang mendadak, berlangsung selama


2-7 hari dan sering bersamaan dengan munculnya kemerahan pada wajah, eritema pada
kulit, nyeri badan, mialgia, artralgia dan nyeri kepala. Beberapa pasien dapat mengalami
nyeri tenggorokan, injeksi faring dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah
juga didapatkan. Sulit untuk membedakan dengue secara klinik dengan demam non-
dengue pada fase febris awal. Haail uji tourniket yang positif lengarahkan ke
kemungkinan dengue. Selain itu, tampilan klinis tersebut tidak dapat dibedakan antara
dengue ringan maupun berat. Sehingga pemantauan adanya tanda peringatan dan
parameter klinis lain dibutuhkan untuk mengenal perkembangan ke adarah fase kritis.

Manifetasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa


(contoh : hidung, gusi) mungkin dapat terlihat. Perdarahan pervaginam yang masif (pada
wanita usia produktif), dan perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini namun
tida biasanya terjadi. Setelah beberapa hari demam hati dapat mengalami pembesaran dan
nyeri tekan. Perubahan awal yang terjadi pada hitung darah adalah penurunan jumlah sel

10
darah putih yang harus menjadi perhatian bagi klinisi akan kemungkinan terjadinya
dengue.6

2. Fase kritis.

Ketika suhu turun menjadi 37,5 - 38C atau kurang dan tetap dibawah level ini,
biasanya hari ke 3 7 sakit, peningkatan permeabilitaas terjadi dengan terjadinya
peningkatan hematokrit. Hal ini merupakan tanda awal fase kritis. Periode klinis
kebocoran plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. Pada kasus yang
ringan atau awal fase kritis, biasanya tidak ditemukan bukti kebocoran plasma. Bukti
pertama adanya kebocoran plasma adalah peningkatan hematokrit.2

Leukopenia progresif yang diikuti oleh penurunan jumlah trombosit biasanya


mendahului kebocoran plasma. Pada tahap ini pasien yang tidak mengalami peningkatan
permeabilitas plasma akan mengalami perbaikan, sedangkan mereka yang mengalami
peningkatan permeabilitas pembuluh darah akan mengalami perburukan akibat hilangnya
volume plasma. Derajat kebocoran plasma bervariasi, efusi pleura dan ascites dapat
terdeteksi secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi
cairan. Foto rontgen dada dan USG abdomen merupakan alat diagnosis yang baik.
Derajat peningkatan hematokrit diatas nilai dasar seringkali menggambarkan derajat
kebocoran plasma.6

Syok terjadi ketika volume plasma yang hilang melalui kebocoran mencapai
kritis. Dimana selalu didahului dengan adanya gejala peringatan. Suhu tubuh biasanya
subnormalketika syok terjadi. Dengan syok yang berkepanjangan, hipoperfusi organ
menyebabkan gangguan organ, asidosis metabolik dan koagulasi intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulation/DIC). Hal ini menyebabkan perdarahan yang
masif sehingga hematokrit menurun pada syok berat. Berbalikan dengan leukopenia yang
sering terjadi pada fase ini, jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien dengan
perdarahan masif.7

Mereka yang mengalami penurunan suhu badan ke normal dikatakan mengalami


dengue yang tidak berbahaya (non-severe dengue). Beberapa pasien berkembang menjadi
fase kritis dengan kebocoran plasma tanpa penurunan suhu tubuh, dan pada pasien
tersebut, adanya perubahan hitung darah lengkap dijadikan acuan kapan terjadinya fase
kritis dan kebocoran plasma. Mereka yang mengalami perburukan akan mengalami gejala
peringatan, sehingga disebut dengue dengan gejala peringatan. Kandung empedu dapat

11
terjadi edema akibat kebocoran plasma. Penurunan albumin serum > 0,5 g/dl dari nilai
dasar atau <3,5g/dl merupakan bukti tidak langsung adanya kebocoran plasma.4

3. Fase pemulihan

Jika pasien bertahan 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap komponen cairan
ekstravaskular terjadi 48-72 jam setelah fase kritis. Terjadi perbauikan keadaan umum,
nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal menghilang, hemodinamik stabil dan terjadi
siuresis. Beberapa pasien terdapat bercak kemerahan (dasar merah dengan pulau-pulau
keputihan). Beberapa dapat mengalami gatal seluruh tubuh. Bradikardia dan perubahan
elektrokardiografi juga kerap dijumpai.1

Hematokrit kembali normal atau bahkan rendah akibat efek dilusi darah dari
cairan yang direabsorpsi. Jumlah sel darah putih mulai meningkat segera setelah suhu
turun ke normal tetapi perubahan jumlah trombosit biasanya setelah sel darah putih.8

Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi kapanpun apabila
pemberian cairan secara berlebihan. Selama fase kritis atau pemulihan, pemberian cairan
berlebihan berhubungan dengan edema paru serta gagal jantung.

Terdapat beberapa masalah selama fase dengue yang berbeda-beda, seperti


terlihat pada tabel.4

Tabel 1. Fase demam, kritis dan pemulihan pada dengue

4. Dengue berat

Dengue berat didefinisikan oleh satu atau lebih dibawah ini :4

(1) kebocoran plasma yang menyebabkan syok (syok dengue) dan/ atau akumulasi cairan,
dengan atau tanpa distress nafas, dan/atau (2) perdarahan masif, dan/atau (3) gangguan
organ berat.

Dengan semakin berkembangnya permeabilitas vaskular, hipovolemia bertambah


buruk dan terjadi syok. Hal ini biasanya terjadi selama penurunan suhu, biasanya hari ke-

12
4 atau 5 (rentang 3-7 hari) sakit, yang didahului dengan gejala peringatan. Selama fase
awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah sistolik tetap
normal juga menyebabkan terjadinya takikardi dan vasokonstriksi perifer yang akan
menurunkan perfusi ke kulit menyebabkan akal dingin dan pengisian kapiler yang
melambat. Selain itu, terjadi peningkatan tekanan diastolik terhadap sistolik, sehingga
terjadi penyempitan tekanan nadi akibat peningkatan resistensi perifer. Pada akhirnya
terjadi dekompensasi dan kedua tekanan baik sistolik maupun diastolik akan menghilang.
Syok hipovolemik dan hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan
organ multipel.7

Pasien dikatakan mengalami syok apabila tekanan nadi (perbedaan antara sistol
dan diastol) 20 mmHg pada anak atau terdapat perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas
dingin, waktu pengisian kapiler yang melambat, atau nadi yang cepat). Pada dewasa,
tekanan nadi 20 mmHg menandakan terjadinya syok yang lebih berat.

Pasien dengan dengue berat mengalami gangguan koagulasi, tetapi biasanya tidak
cukup untuk menyebabkan perdrahan masif. Ketika terjadi perdarahan masif, biasanya
selalu berhubungan dengan syok berat sejak saat tersebut, dengan kombinasi
trombositopenia, hipoksia, asidosis, sehingga menyebabkan kegagalan organ multipel.

Dengue berat harus dicurigai bila padien dari daerah endemik mengalami demam
2-7 hari disertai dengan berbagai gejala dari dibawah ini:2

Terdapat bukti adanya kebocoran plasma :

- Hematokrit yang tinggi atau secara progresif meningkat


- Efusi pleura atau ascites
- Syok (takikardi, ekstremitas dingin dan pucat, waktu pengisian kapiler > 3
detik, nadi yang lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang
menyempit, pada syok yang berlanjut maka tekanan darah dapat tidak
terdeteksi)
Perdarahan masif

Penurunan kesadaran

Keterlibatan saluran cerna yang berat (muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, ikterus)

13
Terdapat gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati atau
ensefalitis, atau manifestasi lain, kardiomiopati).4

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis laboratorium untuk mengonfirmasi infeksi virus dengue terdiri dari


deteksi virua, asam nukleat virus, antigen atau antibodi atau kombinasi ddari teknik-
tehnik tersebut. Setelah onset sakit, virus ddapat terdeteksi di dalam serum, plasma, sel
darah yang bersirkulasi dan jaringan lain selama 4-5 hari.4

Respons antibodi terhadap infeksi berbeda bergantung kepada status imunologi


pasien. Ketika infeksi dengue terjadi pada pasien yang belum pernah terinfeksi dengan
flavivirus atau terimunisasi dengan vasin flavivirus, maka akan terjadi respons antibodi
primer yang ditandai dengan peningkatan antibodi spesifik yang perlahan. IgM
merupakan antibodi yang pertama kali muncul. Antibodi tersebut terdeteksi pada 50%
pasien pada hari ke 3-5 setelah sakit, meningkat 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari
ke-10. Level igM akan mencapai puncak sekitar 2 minggu setelah gejala timbul dan
menurun sampai tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Serum antidengue IgM terdeteksi
pada kadar titrasi yang rendah padda akhir minggu pertama sakit, meningkat secara
perlahan setelahnya, akan terdeteksi selama beberapa bulan, bahkan seumur hidup.6

Selama infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat secara cepat.
Imunoglobulin yang mendominasi adalaah IgG yang terdeteksi pada kadar yang tinggi,
walaupun pada fase akut dan bertahan selama 10 bulan sampai seumur hidup.5

Gambar 9. Onset parameter laboratorium pada infeksi dengue

14
2.1.8.1 Temuan laboratorium

Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan yang selalu ada pada


DHF. Penurunan trombosit <100.000/mm3 biasanya terjadi antara hari ketiga dan delapan
sakit, biasanya bersamaan atau sebelum terjadi hemokonsentrasi. Peningkatan hematokrit
mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Hemokonsentrasi dengan peningkatan
hematokrit 20% dikatakan merupakan bukti definitif adanya peningkatan permeabilitas
vaskular dan kebocoran plasma.4

Pada DHF, jumlah sel darah putih dapat bervariasi, dari mulai luekopenia sampai
leukositosis ringan, tetapi jumalh sel darah putih yang menurun karena berkurangnya
netrofil selalu ditemukan di akhir fase demam. Limfositosis relatif dengan adanya
limfosit atipikal ditemukan sebelum fase kritis atau syok.2

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.2

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG lebih banyak.2

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :2

1. Leukosit. Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
2. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.

15
4. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT,APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP psds keadaanyang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
6. SGOT/SGPT dapat meningkat
7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan oemberian cairan
9. Imunoserologi :
10. NS1 : Dapat dideteksi pada hari pertama demam sampai hari kedelapan.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4 %, dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifitas gold standard kulturvirus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

2.1.8.2 Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks


kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengna pemeriksaan
USG.6

2.1.9 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral.

Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa di Indonesia:


Protokol 1 : Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok.

16
Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%.

17
Protokol 4 : Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewassa.

Protokol 5 : Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue Dewasa.

18
WHO 2009 membagi tatalaksana Dengue menjadi Grup A,B, dan C. Grup
A adalah mereka yang dapat dilakukan rawat jalan, yaitu mereka yang dapat
mentoleransi intake cairan oral yang adekuat dan BAK minimal setiap 6 jam,
tidak memiliki gejala peringatan, terutama ketika demam mereda.

Pasien harus selalu dipantau perkembangan penyakitnya (penurunan sel


darah putih, penurunan suhu tubuh dan gejala peringatan) sampai mereka terbebas
dari fase kritisit. Mereka yang memiliki nilai hematokrit yang stabil stabil dapat
dipulangkan setelah diedukasi untuk segera kembali ke fasilitas kesehatan bila
terdapat gejala peringatan dan memenuhi beberapa hal dibawah ini :4

Anjuran untuk mengkonsumsi ORS (Oral Rehydration salt), jus buah, dan
minuman lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti
kehilangan cairan melalui demam dan muntah.
Beri paracetamol untuk demam yang tinggi dan pasien merasa terganggu
atau tidak nyaman. Interval pemberian tidak boleh kurang dari 6 jam.
Hindari pemberian asetilsalisil acid/ aspirin, ibu profen atau NSAID lain

19
karena akan memperparah atau mencetuskan perdarahan atau
menyebabkan gastritis.
Perintahkan kepada perawat bahwa pasien harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat apabila terjadi hal-hal dibawah ini : tidak ada perbaikan
klinis, perburukan kondisi, nyeri perut hebat, muntah terus menerus,
ekstremitas pucat dan dingin, penurunan kesadaran, perdarahan (BAB
hitam atau muntah darah), tidak BAK > 4-6 jam.
Pasien yang menjalani rawat jalan harus dilakukan evaluasi suhu, volume
cairan yang masuk dan keluar, BAK (volume dan frekuensi), gejala peringatan,
tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit dan jumlah sel darah putih
serta trombosit setiap hari. Grup B yakni pasien yang harus dirujuk ke rumah
sakit untuk penanganan lebih lanjut.

Pasien dapat dikirim ke rumah sakit untuk observasi lebih lanjut


khususnya pada fase kritis. Mereka yang butuh dilakukan penanganan di rumah
sakit ialah yang mengalami gejala peringatan, dengan kondisi penyerta yang
menyebabkan penanganan dengue lebih sulit ( kehamilan, balita, lansia, obesitas,
diabetes, gagal ginjal, penyakit hemolitik kronik), dan bila ada indikasi sosial
(tinggal sendiri, tinggal jauh dari fasilitas kesehatan dengan transportasi yang
sulit).nPenanganan pasien dengan gejala penyerta:

Dapatkan hematokrit awal sebelum terapi cairan. Beri cairan isotonik


seperti NaCl 0.9%, RL atau larutan Hartman. Mulai dengan 5-7
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam
selama 2-4 jam lalu kurangi menjadi 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang
bergantung kepada respons klinis.
Nilai ulang status klinis dan ulangi pemeriksaan hematokrit. Bila
hematokrit sama atau meningkat tidak banyak, lanjutkan dengan kecepatan
pemberian larutan yang sama (2-3 ml/kgBB/jam) untuk 2-4 jam kemudian.
Jika tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat secara cepat,
tingkatkan kecepatan cairan menjadi 5-10 ml/kgBB/jam untuk 1-2 jam.
Nilai ulang status klinis, ulangi hematokrit dan nilai ulang laju kecepatan
pemberian cairan.

20
Berikan cairan intravena minimal yang dibutuhkan utnuk mempertahankan
perfusi jaringan dan urin output 0.5 ml/kgBB/jam. Cairan intravena
biasanya hanya dibutuhkan selama 24-48 jam. Kurangi cairan intravena
secara bertahap ketika laju kebocoran plasme mulai menurun pada akhir
fase kritis. Saat ini diindikasikan dengan adekuatnya urin dan intake cairan
oral, atau penuruna hematokrit dibawah nilai dasar pada pasien stabil.
Pasien dengan gejala peringatan harus dimonitoring oleh perawat sampai
periode berisiko terlewati. Keseimbangan cairan harus dipantau. Parameter
yang harus dimonitoring ialah tanda vital, dan perfusi perifer (1-4 jam/kali
sampai pasien melewati fase kritis), urin output (4-6 jam/kali), hematokrit
(sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya 6-12 jam/kali), gula
darah, dan fungsi organ lain (profil ginjal, hati, koagulasi atas indikasi).
Jika pasien tanpa disertai gejala peringatan, maka hal berikut yang harus
dilakukan :

Berikan cairan per oral. Jika tidak dapat ditoleransi, mulai cairna secara
intravena dengan NaCl 0.9% atau RL dengan atau tanpa dextrose untuk
pemeliharaan. Pasien dapat mulai diberi cairan peroral setalah beberapa
jam mendapat cairan intravena. Berikan laju terendah yang masih dapat
mempertahankan perfusi jaringan, biasnaya cairna hanya dibutuhkan 24-
48 jam.
Pasien haru selalu dipantau suhu tubuh, volume cairan yang masuk dan
yang hilang, urin output (volume dan frekuensi), gejala peringatan,
hematokrit, sel darah pputih dan trombosit. Pemeriksaan lain dilakukan
atas indikasi.
Grup C pasien yang membutuhkan penatalaksanaan dan dirujuk segera
ketika mereka mengalami dengue berat.

Pasien membutuhkan penanganan segera dan dirujuk segera ketika mereka


dalam fase kritis yang mengalami :

- Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau adanya


akumulasi cairan sehingga menyebabkan distress nafas
- Perdarahan hebat

21
- Gangguan organ berat (kerusakan hati, kardiomiopati, ensefalopati dan
ensefaliris)
Cairan kristaloid harus bersifat isotonik dan jumlahnya cukup untuk
mempertahankan sirkulasi efektif selama periode kebocoran plasma. Untuk pasien
dengan BMI overweight maka digunakan berat badan ideal untuk pemberian
cairan.

Tujuan resusitasi cairan diantaranya memperbaiki sirkulasi sentral dan


perifer (menurunkan takikardi, memperbaiki tekanan darah, volume nadi,
mengembalikan perfusi perifer dan CRT < 2 detik), mempertahankan kesadaran
dan mempertahankan urin output 0.5 ml/kgBB/jam, menurunkan asidosis
metabolik.4

2.1.9 Penatalaksanaan syok

Algoritma syok terkompensasi4

22
Algoritma syok hipotensif4

2.1.10 Kriteria Pemulangan Pasien

Klinis :
- Bebas demam selama 48 jam

23
- Perbaikan status generalis (kembalinya nafsu makan, status
hemodinamik, urin output, tidak ada distress nafas)
Laboratoris
- Peningkatan jumlah trombosit
- Hematokrit stabil tanpa pemberian cairan intravena

24
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit


infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus dengue
termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu: Den-1,Den-2, Den-3, Den-4. Dengan manifestasi klinis
demam nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai dengan leukopenia,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok. Sehingga kasus DBD di Indonesia masih menjadi
perhatian besar terutama baik bagi para pakar/ profesional. ), pada tahun 2005
2009 angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk cenderung meningkat. Jawa
timur menduduki rangkung ke 4 di Indonesia.
Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu berupa pemeriksaan laboratorium, tes serologi yang mendeteksi adanya
antibodi IgM maupun IgG, dan pemeriksaan radiologis.
Sedangkan untuk penatalaksanaan tidak ada terapi yang spesifik untuk
demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Di indonesia sudah
terdapat acuan protokol penatalaksanaan DBD sampai penatalaksanaan sindrom
syok dengue.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasanah, Miftah. 2015. Dengue with warning sign. Fakultas Kedokteran


Universitas Lampung.
2. Suhendro, dkk. 2014. Demam Berdarah Dengue. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Jakarta Pusat.
3. Zumaroh. 2015. Evaluasi Penatalaksanaan Surveilans Kasus Demam Berdarah
Dengue di Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut Surveilans. Departemen
Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa
Timur, Indonesia.
4. WHO. 2009. Dengue guidelines for diagnose, reatment,prevention and control. France
5. WHO. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorhagic fever. India
6. Kemenkes. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Demam Berdarah Dengue. Jakarta
7. Nasronudin,dkk. 2011. Penyakit infeksi di indonesia solusi kini dan mendatang. Jakarta
: Erlangga University Press
8. WHO. 2012. Hand book for Clinical Management. Geneva

26

Anda mungkin juga menyukai