Demam Dengue Dan DHF
Demam Dengue Dan DHF
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue. Virus dengue, mempunyai diameter 30-50 nm, mengandung RNA
untai tunggal (ssRNA), dengan berat molekul 4 x 106. Virus dengue tergolong
virus RNA, genus flavivirus, famili flaviviridae. Terdapat 4 serotype yaitu DEN-
1, DEN-2,DEN-3,DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan yang terbanyak. Penularan melalui perantara arthropoda yang
menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.4
2
Gambar 1. Struktur virus dengue2
2.1.3 Epidemiologi
3
Gambar 3. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk Menurit Provinsi di
Indonesia Tahun 2005-2009.6
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih.2
2.1.4 Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.2
4
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.2
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
penelii lainnya, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gama. Interferon gama akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (Platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma.4
5
Gambar 4. Imunopatogenesis Infeksi Dengue.2
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom
syok dengue, dan sindrom dengue diperluas. Pada umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari.5
6
2.1.5.1 Demam dengue (DD)
Periode inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Demam dengue merupakan
penyakit demam akut selama 2-7 hari, mendadak, tinggi antara 39C dan 40C ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifesatsi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia 5000/uL
Dan pemeriksaan dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.5
Demam mendadak 2-7 hari sebelum turun, demam biasanya sampai 40C bersifat
bifasik, kemerahan wajah, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
nyeri tenggorokan, nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium.5
WHO 1997 menyebutkan kasus khas DBD ditandai dengan 4 manifestasi klinis :
demam tinggi, perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.Fenomena perdarahan
yang sering dijumpai ialah tes torniket positif, perdarahan pada tempat penyuntikan,
petekie, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna. Hepar biasanya teraba 2-4
cm dibawah arcus costarum. Tetapi pembesaran hepar tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit. Berdasarkan kriteia WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal di bawah ini dipenuhi :6
Demam mendadak atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik
Terdapat minumal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif (10 petekie dalam 1 inch2)
- Petekie, ekimosis, ataupurpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
7
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu dari tanda kebocoran plasma :
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
usia dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma : efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia
Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ada atau tidaknya kebocoran
plasma, yang ditandai dengan peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa
atau hipoproteinemia.6
Kondisi pasien yang mengalami syok setelah mengalami penurunan suhu setelah
demam selama 2-7 hari. Tanda terjadinya kegagalan sirkulasi : akral dingin, sianosis
8
sirkumoral, nadi yang teraba cepat. Nyeri perut seringkali dikeluhkan sebelum syok
terjadi.
DSS sitansai dengan nadi yang lemah dan cepat, tekanan nadi yang menyempit
20 mmHg atau hipotensi, akral dingin, penurunan kesadaran. Durasi syok terjadi dalam
waktu cepat, dimana pasien dapat meninggal dalam 12-24 jam, atau membaik dengan
cepat bila diberikan terapi cairan. Tanda prognosis baik kembalinya syok diantaranya urin
outputdan kembalinya nafsu makan.5
2.1.6 Klasifikasi
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan.6
9
Gambar 8. Perjalanan klinis infeksi dengue6
1. Fase febris
10
darah putih yang harus menjadi perhatian bagi klinisi akan kemungkinan terjadinya
dengue.6
2. Fase kritis.
Ketika suhu turun menjadi 37,5 - 38C atau kurang dan tetap dibawah level ini,
biasanya hari ke 3 7 sakit, peningkatan permeabilitaas terjadi dengan terjadinya
peningkatan hematokrit. Hal ini merupakan tanda awal fase kritis. Periode klinis
kebocoran plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. Pada kasus yang
ringan atau awal fase kritis, biasanya tidak ditemukan bukti kebocoran plasma. Bukti
pertama adanya kebocoran plasma adalah peningkatan hematokrit.2
Syok terjadi ketika volume plasma yang hilang melalui kebocoran mencapai
kritis. Dimana selalu didahului dengan adanya gejala peringatan. Suhu tubuh biasanya
subnormalketika syok terjadi. Dengan syok yang berkepanjangan, hipoperfusi organ
menyebabkan gangguan organ, asidosis metabolik dan koagulasi intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulation/DIC). Hal ini menyebabkan perdarahan yang
masif sehingga hematokrit menurun pada syok berat. Berbalikan dengan leukopenia yang
sering terjadi pada fase ini, jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien dengan
perdarahan masif.7
11
terjadi edema akibat kebocoran plasma. Penurunan albumin serum > 0,5 g/dl dari nilai
dasar atau <3,5g/dl merupakan bukti tidak langsung adanya kebocoran plasma.4
3. Fase pemulihan
Jika pasien bertahan 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap komponen cairan
ekstravaskular terjadi 48-72 jam setelah fase kritis. Terjadi perbauikan keadaan umum,
nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal menghilang, hemodinamik stabil dan terjadi
siuresis. Beberapa pasien terdapat bercak kemerahan (dasar merah dengan pulau-pulau
keputihan). Beberapa dapat mengalami gatal seluruh tubuh. Bradikardia dan perubahan
elektrokardiografi juga kerap dijumpai.1
Hematokrit kembali normal atau bahkan rendah akibat efek dilusi darah dari
cairan yang direabsorpsi. Jumlah sel darah putih mulai meningkat segera setelah suhu
turun ke normal tetapi perubahan jumlah trombosit biasanya setelah sel darah putih.8
Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi kapanpun apabila
pemberian cairan secara berlebihan. Selama fase kritis atau pemulihan, pemberian cairan
berlebihan berhubungan dengan edema paru serta gagal jantung.
4. Dengue berat
(1) kebocoran plasma yang menyebabkan syok (syok dengue) dan/ atau akumulasi cairan,
dengan atau tanpa distress nafas, dan/atau (2) perdarahan masif, dan/atau (3) gangguan
organ berat.
12
4 atau 5 (rentang 3-7 hari) sakit, yang didahului dengan gejala peringatan. Selama fase
awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah sistolik tetap
normal juga menyebabkan terjadinya takikardi dan vasokonstriksi perifer yang akan
menurunkan perfusi ke kulit menyebabkan akal dingin dan pengisian kapiler yang
melambat. Selain itu, terjadi peningkatan tekanan diastolik terhadap sistolik, sehingga
terjadi penyempitan tekanan nadi akibat peningkatan resistensi perifer. Pada akhirnya
terjadi dekompensasi dan kedua tekanan baik sistolik maupun diastolik akan menghilang.
Syok hipovolemik dan hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan
organ multipel.7
Pasien dikatakan mengalami syok apabila tekanan nadi (perbedaan antara sistol
dan diastol) 20 mmHg pada anak atau terdapat perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas
dingin, waktu pengisian kapiler yang melambat, atau nadi yang cepat). Pada dewasa,
tekanan nadi 20 mmHg menandakan terjadinya syok yang lebih berat.
Pasien dengan dengue berat mengalami gangguan koagulasi, tetapi biasanya tidak
cukup untuk menyebabkan perdrahan masif. Ketika terjadi perdarahan masif, biasanya
selalu berhubungan dengan syok berat sejak saat tersebut, dengan kombinasi
trombositopenia, hipoksia, asidosis, sehingga menyebabkan kegagalan organ multipel.
Dengue berat harus dicurigai bila padien dari daerah endemik mengalami demam
2-7 hari disertai dengan berbagai gejala dari dibawah ini:2
Penurunan kesadaran
Keterlibatan saluran cerna yang berat (muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, ikterus)
13
Terdapat gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati atau
ensefalitis, atau manifestasi lain, kardiomiopati).4
Selama infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat secara cepat.
Imunoglobulin yang mendominasi adalaah IgG yang terdeteksi pada kadar yang tinggi,
walaupun pada fase akut dan bertahan selama 10 bulan sampai seumur hidup.5
14
2.1.8.1 Temuan laboratorium
Pada DHF, jumlah sel darah putih dapat bervariasi, dari mulai luekopenia sampai
leukositosis ringan, tetapi jumalh sel darah putih yang menurun karena berkurangnya
netrofil selalu ditemukan di akhir fase demam. Limfositosis relatif dengan adanya
limfosit atipikal ditemukan sebelum fase kritis atau syok.2
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.2
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG lebih banyak.2
1. Leukosit. Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
2. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
15
4. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT,APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP psds keadaanyang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
6. SGOT/SGPT dapat meningkat
7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan oemberian cairan
9. Imunoserologi :
10. NS1 : Dapat dideteksi pada hari pertama demam sampai hari kedelapan.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4 %, dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifitas gold standard kulturvirus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
2.1.9 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral.
16
Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
17
Protokol 4 : Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewassa.
18
WHO 2009 membagi tatalaksana Dengue menjadi Grup A,B, dan C. Grup
A adalah mereka yang dapat dilakukan rawat jalan, yaitu mereka yang dapat
mentoleransi intake cairan oral yang adekuat dan BAK minimal setiap 6 jam,
tidak memiliki gejala peringatan, terutama ketika demam mereda.
Anjuran untuk mengkonsumsi ORS (Oral Rehydration salt), jus buah, dan
minuman lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti
kehilangan cairan melalui demam dan muntah.
Beri paracetamol untuk demam yang tinggi dan pasien merasa terganggu
atau tidak nyaman. Interval pemberian tidak boleh kurang dari 6 jam.
Hindari pemberian asetilsalisil acid/ aspirin, ibu profen atau NSAID lain
19
karena akan memperparah atau mencetuskan perdarahan atau
menyebabkan gastritis.
Perintahkan kepada perawat bahwa pasien harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat apabila terjadi hal-hal dibawah ini : tidak ada perbaikan
klinis, perburukan kondisi, nyeri perut hebat, muntah terus menerus,
ekstremitas pucat dan dingin, penurunan kesadaran, perdarahan (BAB
hitam atau muntah darah), tidak BAK > 4-6 jam.
Pasien yang menjalani rawat jalan harus dilakukan evaluasi suhu, volume
cairan yang masuk dan keluar, BAK (volume dan frekuensi), gejala peringatan,
tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit dan jumlah sel darah putih
serta trombosit setiap hari. Grup B yakni pasien yang harus dirujuk ke rumah
sakit untuk penanganan lebih lanjut.
20
Berikan cairan intravena minimal yang dibutuhkan utnuk mempertahankan
perfusi jaringan dan urin output 0.5 ml/kgBB/jam. Cairan intravena
biasanya hanya dibutuhkan selama 24-48 jam. Kurangi cairan intravena
secara bertahap ketika laju kebocoran plasme mulai menurun pada akhir
fase kritis. Saat ini diindikasikan dengan adekuatnya urin dan intake cairan
oral, atau penuruna hematokrit dibawah nilai dasar pada pasien stabil.
Pasien dengan gejala peringatan harus dimonitoring oleh perawat sampai
periode berisiko terlewati. Keseimbangan cairan harus dipantau. Parameter
yang harus dimonitoring ialah tanda vital, dan perfusi perifer (1-4 jam/kali
sampai pasien melewati fase kritis), urin output (4-6 jam/kali), hematokrit
(sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya 6-12 jam/kali), gula
darah, dan fungsi organ lain (profil ginjal, hati, koagulasi atas indikasi).
Jika pasien tanpa disertai gejala peringatan, maka hal berikut yang harus
dilakukan :
Berikan cairan per oral. Jika tidak dapat ditoleransi, mulai cairna secara
intravena dengan NaCl 0.9% atau RL dengan atau tanpa dextrose untuk
pemeliharaan. Pasien dapat mulai diberi cairan peroral setalah beberapa
jam mendapat cairan intravena. Berikan laju terendah yang masih dapat
mempertahankan perfusi jaringan, biasnaya cairna hanya dibutuhkan 24-
48 jam.
Pasien haru selalu dipantau suhu tubuh, volume cairan yang masuk dan
yang hilang, urin output (volume dan frekuensi), gejala peringatan,
hematokrit, sel darah pputih dan trombosit. Pemeriksaan lain dilakukan
atas indikasi.
Grup C pasien yang membutuhkan penatalaksanaan dan dirujuk segera
ketika mereka mengalami dengue berat.
21
- Gangguan organ berat (kerusakan hati, kardiomiopati, ensefalopati dan
ensefaliris)
Cairan kristaloid harus bersifat isotonik dan jumlahnya cukup untuk
mempertahankan sirkulasi efektif selama periode kebocoran plasma. Untuk pasien
dengan BMI overweight maka digunakan berat badan ideal untuk pemberian
cairan.
22
Algoritma syok hipotensif4
Klinis :
- Bebas demam selama 48 jam
23
- Perbaikan status generalis (kembalinya nafsu makan, status
hemodinamik, urin output, tidak ada distress nafas)
Laboratoris
- Peningkatan jumlah trombosit
- Hematokrit stabil tanpa pemberian cairan intravena
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26