Anda di halaman 1dari 4

IKHLAS

Secara etimologis ikhlash (bahasa arab) berakar dari kata khalasha dengan arti bersih,
jernih, murni; tidak bercampur. Setelah dibentuk jadi ikhlash (mashdar dari fiil mutaaddi
khallasha) berarti membersihkan atau memurnikan. Secara terminologis yang dimaksud dengan
ikhlas adalah beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.

Dalam kitab Islamuna Sayid Sabiq mendefinisikan istilah ikhlas sebagai berikut:



,







.

Artinya:

Ikhlas adalah bahwa manusia semata-mata mengharapkan ridha Allah swt. dari
perkataan, perbuatan, dan jihadnya, tanpa mengharapkan materi, popularitas, julukan, perhatian,
superioritas, atau pamrih, agar manusia terhindar dari ketidaksempurnaan amal dan akhlak
tercela, sehingga langsung berhubungan dengan Allah swt.

Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih; hanya semata-mata
mengharapkan ridha Allah SWT. Jika melakukan sesuatu amalan tanpa pamrih adalah ikhlas,
maka pekerjaan dari seorang yang mendapat imbalan dari jasanya atau keuntungan dari usahanya
tidaklah ikhlas? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada yang mengkasifikasikan amalan ke
dalam 2 kelompok yaitu amalan duniawi dan amalan akhirat. Dari pengelompokkan tersebut,
amalan dunia seperti usaha dan pekerjaan boleh mendapatkan atau menerima imbalan berupa
materi sedangkan amalan ukhrawi tidak boleh.

Tata cara melakukan Ikhlas :

1. Niat yang ikhlas (ikshlash an-niyah)


Dalam islam faktor niat sangatlah penting. Apa-apa saja yang dilakukan seorang
muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT (lillahi rabbil alamin),
bukan berdasarkan motivasi lain.

2. Beramal dengan sebaik-baiknya (itqan Al-amal)

Niat yang ikhlas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya. Seorang muslim
yang mengaku ikhlas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan
perbuatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Dia harus melakukannya dengan etos kerja
dan profesionalitas yang tinggi, tidak boleh sembarangan, asal jadi, apalagi acak-
acakkan. Kualitas amal atau pekerjaan tidaklah ada kaitannya dengan honor atau
imbalan materi. Dapat terjadi dalam suatu organisasi massa islam, seseorang yang
dipercaya menjadi pengurus suatu ormas tidak merasa bersalah apa-apa jika tidak
aktif, atau kalanya aktif hanya sekedar memanfaatkan sisa-sisa waktunya. Karena
dalam persepsinya, tidak aktif dalam ormas yang tanpa adanya honor merupakan hal
yang sah-sah saja, walaupun ia dipercayai sebagai pengurus dan berbeda cara
kerjanya jika ia mendapatkan gaji, maka ia akan berusaha aktif dengan penuh
kedisiplinan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya Allah SWT menyukai, bila seseorang beramal, dia melakukannya


dengan sebaik-baiknya (HR. Baihaqi).

3. Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat (jaudah al-ada)

Hal ketiga dari ikhlas adalah menyangkut pemanfaatan hasil yag diperoleh.
Contohnya adalah menuntut ilmu. Setelah seorang muslim berhasil melalui dua tahap
keikhlasan, yaitu niat yang ikhlas karena Allah SWT dan juga belajar dengan rajin,
tekun, dan disiplin, maka setelah berhasil mendapatkan ilmu tersebut yang ditandai
dengan keberhasilannya meraih gelar kesarjanaan, bagaimana dia akan memanfaatkan
ilmunya atau kesarjanaannya dengan tepat? Apakah ia akan memanfaatkannya hanya
sekedar untuk kepentingan dirinya sendiri (sekedar mencari uang dan kedudukan atau
bersenang-senang secara materi) atau ia akan memanfaatkannya juga untuk
kepentingan Islam dan umat Islam secara khusus dan kepentingan umat manusia
secara umum? Apakah ia memanfaatkan ilmunya pada jalan yang halal atau haram?
Semua hal tersebut menentukan keikhlasan dari suatu pekerjaan yang dilakukan.

Dari ketiga hal di atas jelaslah bahwa ikhlas atau tidaknya seseornag beramal tidak
ditentukan oleh ada atau tidaknya imbalan materi yang ia dapat, tetapi ditentukan oleh niat,
kualitas amal, dan pemanfaatan hasil yang diperoleh.

Keutamaan Ikhlas

Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh
keikhlasan dan beramal semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Allah berfirman :

Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-
mata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5)

Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ubadah akan diterima oleh Allah SWT. Seorang
mukhlish tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri
menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. Sebab dia hanya berbuat semata-mata
mencari keridhaan Allah. Seorang mukhlish akan selalu bersemangat dalam beramal. Pujian
tidak membuat dia terbuai, dan cacian tidak membuat dia mundur. Yang dicarinya hanyalah
ridha Allah semata. Tapi seseorang yang tidak ikhlas akan cepat terbuai dan lupa diri bila
mendapat pujian, dan cepat berputus asa menghadapi segala rintangan dalam perjuangan.

Anda mungkin juga menyukai