Anda di halaman 1dari 24

HELLP SYNDROM

ALIA ZAHARANI UTAMI

DEFINISI

HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda :


hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel
sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko
partus preterm, hambatan pertumbuhan janin

H : Hemolysis

EL : Elevated Liver Enzyme

LP : Low Platelet Count

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada


kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan
perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang
dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada 10 % pasien
dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan
tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu

EPIDEMIOLOGI

Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada
preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta
mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi
terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita
preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor
risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi.

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua
(rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP
(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan
multipara. Penulis lain juga mempunyai observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul pada
trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa
antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post
partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum.

FAKTOR RISIKO

Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara, sedangkan perempuan


lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan
preeclampsia. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Pasien sindrom
HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-
eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi
pada populasi kulit putih dan multipara lain juga mempunyai observasi serupa.

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul
pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa
post partum pada sekitar 31%. Pada masa post partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48
jam pertama post partum. Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan
vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati.

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan
mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan
ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati
Berbagai faktor risiko antara lain :

o Faktor yang berhubungan dengan kehamilan


o Faktor spesifik maternal
o Faktor spesifik paternal

1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan:


Kelainan kromosom
Mola hydatidosa
Hydrops fetalis
Kehamilan multifetus
Inseminasi donor atau donor oosit
Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal :
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Primigravida
tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35
tahun
dapat terjadi hipertensi laten.
Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia dibawah 25
tahun insidens > 3 kali lipat.
Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit
ginjal.
Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara perempuannya pernah
mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat preeklamsia pada ibu/nenek penderita,
factor risiko meningkat sampai 25%.
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom HELLP
sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan
tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan
kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi
vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia

Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut :

1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada
arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin, enzim
proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung
pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing
Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar
akan menurunkan aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan
muncul.

KLASIFIKASI
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan
jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP
parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada).
Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan
dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total
seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi
konservatif.

Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi berdasar kadar


trombosit darah terdiri dari :

Kelas 1
Kadar trombosit : 50.000/ml
LDH 600 IU/l
AST dan/atau ALT 40 IU/l
Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 100.000/ml
LDH 600 IU/l
AST dan/atau ALT 40 IU/l
Klas 3
Kadar trombosit > 100.000 150.000/ml
LDH 600 IU/l
AST dan/atau ALT 40 IU/l

Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada
post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP
kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas
III.

PATOGENESIS
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada
penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi.
Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir
dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya
terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang
endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan spherocytes,
schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder
akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan
nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran
histopatologik yang paling sering ditemukan.
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi trombosit.
Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin
(PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas
hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi
trombositopenia bisa menetap selama seminggu.

MANIFESTASI KLINIK
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari
yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi yang
tidak menderita sindrom HELLP.1
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium
atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain
bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama
beberapa hari sebelum timbul tanda lain.
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler.
Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan
oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg,
diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian
Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah
diastolik 90 mmHg.
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal
pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar
dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah,
nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan
tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT
biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik
hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change
(steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP
meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium,
sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP semakin
berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan
trombositopeni.5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan gejala preeklampsia. Sampai
saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan parameter yang
digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas
dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.
Sindrom HELLP ditandai:
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik
adanya Burr cells pada apusan darah tepi.2,3
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan
tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik
akan kelainan klinik.
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler. Tiga
kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati
dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase
(LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis.

Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis)

Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah


-hitung trombosit < 100.000/mm

Temuan pathologis.4
Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat dilihat
pada darah tepi.
Thrombosit
o Umur thrombosit normal : 8 10 hari. Pada preeclmpasia umur
thrombosit menjadi : 5 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek, disertai
peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada lapisan
sel endothel.
o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane, vasokonstriktor
kuat.
Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan ginjal
bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi gagal
ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang ireversibel
(cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran glomerulus,
adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan pembengkakan sel endothel,
sehingga terjadi penyempitan kapiler.glomenrulus
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang
tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti
dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan.8
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
o Perlemakan hati akut dalam kehamilan
o Apendistis
o Gastroenteritis
o Kolesistitis
o Batu ginjal
o Pielonefritis
o Ulkus peptikum
o Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
o Trombositipeni purpura tromboti
o Sindrom hemolitik uremia
o Ensefalopati dengan berbagai etiologi
o Sistemik lupus eritematosus (SLE)

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia
penatalaksanaan pre eklampsia antara lain.:
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan
menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan sel
eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar
bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan
koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah
terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-
38%.
Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring
kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati
konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose)
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan
disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap
12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan,
bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan antioksidan.

Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi
kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35
minggu).
1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu
o Jika matur, segera akhiri kehamilan
o Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Pemberian obat antikejang


MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas)
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin.

Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah 160/110 mmhg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas
tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau
tekanan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan
awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP
< 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus
dihindari secara mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline)
injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan
reflex takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta.
Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker.
Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.7
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai
oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan
pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes
tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.
Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis
menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio
sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk
memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan
memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan
insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom
HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi
berat.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-
gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.

KOMPLIKASI
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi
serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan hepatorenal,
oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat
terjadi yaitu kematian janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang
rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya 14-27 %
sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya 43%.
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin
terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu
bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner ,
gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple. Kematian
perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm.
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk menggunakan
sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin parsial ( 40
det)
3. kadar fibrinogen 300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest dan jika
ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai diagnosis DIC jika didapatkan
trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time) .
PROGNOSIS
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab kematian
dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, rupture
hepar, dan kegagalan organ multiple.
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami preeclampsia dengan
komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan mereka yang
tidak mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom
HELLP, Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia. Sep
dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara bermakna pada
perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan perempuan yang mengalami
preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang mereka laporkan melliputi eklampsia 15 persen,
persalinan kurang bulan 93 vs 78 persen, dan angka kematian perinatal 9-4.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 532-535.
2. T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In Patients With
Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without Hellp Syndrome. Journal of
Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04
3. Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam Obstetri
Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756.
4. Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome. Journal Obg
Management.
5. Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of Hemolysis,
Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5, Part 1, May 2004
Analisis Masalah:

1. Bagaimana prosedur ANC?

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan secara berkala dan teratur. Bila


kehamilan normal, jumlah kunjungan cukup empat kali, 1 kali pada trimester I, 1
kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Hal ini dapat memberi peluang
yang lebih besar bagi petugas kesehatan untuk mengenali secara dini berbagai
penyulit dan gangguan kesehatan yang terjadi pada ibu hamil. Beberapa penyakit
atau penyulit tidak timbul secara bersamaan dengan terjadinya kehamilan atau
baru menampakkan gejala pada usia kehamilan tertentu.

Gambar 1 : Jadwal kunjungan antenatal (Kemenkes RI, 2013: 22)


Gambar 2: Rangkuman tatalaksana asuhan antenatal pertrimester (Kemenkes RI,
2013: 32)
Gambar 3: Rangkuman tatalaksana asuhan antenatal pertrimester (Kemenkes RI,
2013: 33)

Pemeriksaan 7T pada pemeriksaan antenatal:


a. Timbang badan dan ukur badan. Tujuannya, untuk mengetahui sesuai
tidaknya berat badan ibu. Pemeriksaan berat badan akan dilakukan setiap ibu
berkunjung nantinya. Idealnya, selama triwulan I berat badan ibu harus naik
0,5 sampai 0,75 kg setiap bulan. Pada triwulan II, berat badan ibu harus naik
0,25 kg setiap minggu. Dan pada triwulan III, berat badan ibu harus naik
sekitar 0,5 kg setiap minggunya. Atau secara umum berat badan ibu
bertambah minimal 8 kg selama kehamilan.
b. Ukur tekanan darah. Tujuannya, untuk mendeteksi apakah tekanan darah
normal atau tidak. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada setiap kunjungan.
Tekanan darah yang tinggi dapat membuat ibu mengalami keracunan
kehamilan, baik ringan maupun berat bahkan sampai kejang - kejang.
Sementara tekanan darah yang rendah menyebabkan pusing dan lemah.
c. Skrining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Tujuannya, untuk
melindungi ibu dan bayi yang dilahirkan nanti dari Tetanus Neonatorum.
Imunisasi ini diberikan sebanyak lima kali - TT1 diberikan pada kunjungan
antenatal pertama, TT2 diberikan empat minggu setelah TT1, TT3 diberikan
enam bulan setelah TT2, TT4 diberian satu tahun setelah TT3, dan TT5
diberikan satu tahun setelah TT4.
d. Ukur tinggi fundus uteri. Tujuannya, untuk melihat pembesaran rahim.
Dilakukan dengan cara meraba perut dari luar. Termasuk juga untuk
mengetahui presentasi bayi, serta bagian janin yang berada di puncak
(fundus) dan letak punggung bayi (untuk selanjutnya menentukan denyut
jantung janin). Dalam pemeriksaan fisik ini juga dilakukan pengukuran tinggi
puncak rahim untuk kemudian disesuaikan dengan umur kehamilan. Jika
didapatkan besar rahim tidak sesuai dengan perkiraan umur kehamilan,
pemeriksaan penunjang berikutnya dapat direncanakan.
e. Pemberian tablet besi (90 tablet) selama kehamilan. Pemberian tablet besi.
Kebijakan nasional yang diterapkan pada seluruh Pusat Kesehatan
Masyarakat di Indonesia adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera
mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet
mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal
masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh
atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya.
f. Temu wicara / pemberian komunikasi interpersonal dan konseling. Mengingat
tidak dapat diramalkannya kondisi ibu dan janin saat proses persalinan
berlangsung, khusus untuk daerah Pusat Kesehatan Masyarakat yang jauh
dari Rumah Sakit Kabupaten atau Propinsi serta ketiadaan fasilitas mobil
ambulans, perlu dipikirkan persiapan-persiapan berkenaan dengan rujukan.
Terlebih untuk daerah-daerah yang terisolasi oleh hutan, sungai, maupun laut.
Oleh karenanya diperlukan komunikasi dengan suami atau keluarga guna
mempersiapkan rujukan jika nantinya diperlukan. Dengan manajemen
rujukan yang benar, cepat dan tepat, ibu dan janin / bayi yang dilahirkan akan
memperoleh penanganan yang benar. Sehingga daengan seirama akan
membantu menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di
Indonesia.
g. Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan berdasarkan indikasi
(HbsAg, sifilis, HIV, malaria, TBC, PMS). Wanita, termasuk yang sedang
hamil, merupakan kelompok risiko tinggi terhadap Penyakit Menular Seksual
(PMS). Penyakit Menular Seksual (PMS) ini dapat menimbulkan kesakitan
dan kematian, baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Jika dalam
kunjungan pertama wanita hamil itu memiliki risiko terhadap Penyakit
Menular Seksual (PMS), maka perlu dilakukan penapisan. Penapisan ini
dapat berupa pemeriksaan cairan (sekret) vagina maupun pemeriksaan darah.
Dengan terdeteksinya Penyakit Menular Seksial (PMS) secara lebih dini,
akan dapat diobati secara tepat dengan memperhatikan faktor keamanan
terhadap ibu dan janin. Sehingga, kesakitan dan kematian pada ibu dan janin
dapat dihindari
Gambar 4: Klasifikasi kehamilan (Kemenkes RI, 2013: 33-4)

Untuk kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan yang membutuhkan


rujukan segera:
Rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat di mana tersedia pelayanan
kegawatdaruratan obstetri yang sesuai.
Sambil menunggu transportasi, berikan pertolongan awal
kegawatdaruratan, jika perlu berikan pengobatan.
Mulai berikan cairan infus intravena
Temani ibu hamil dan anggota keluarganya
Bawa obat dan kebutuhan-kebutuhan lain
Bawa catatan medis atau kartu kesehatan ibu hamil, surat rujukan, dan
pendanaan yang cukup
2. Apa komplikasi dengan superimposed preeclampsia?

a. Kerusakan neurologi permanen akibat kejang berulang atau perdarahan intra


cranial
b. Gagal ginjal akut dan renal insufficiency
c. IUGR, abruption plasenta oligohidramnions
d. DIC
e. Kematian pada ibu atau janin
3. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme dari pandangan mata kabur?
Hipertensi menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sistemik, kemudian terjadi spasme
arteri retina dan mungkin edema retina yang dapat mengganggu visus. Salah satu bentuk
gangguan visus ini adalah penglihatan kabur.

4. Apa makna klinis dari pasien mengeluh adanya sakit kepala berat, pandangan mata kabur,
lemas, dan pusing?
Sakit kepala hebat
Tension headache atau nyeri kepala kontraksi otot adalah nyeri yang ditimbulkan akibat
kontraksi menetap otot-otot kulit kepala, dahi dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita disekitar
kepala dan nyeri tekan di daerah oksipitoservikalis. Tension-type Headache (TTH) adalah
nyeri kepala yang menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak
dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak
disertai (atau minimal) mual dan atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia.
Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/ beban yang terlalu berat
(overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal,dan fluktuasi hormonal wanita.
Pada kasus, hipertensi meningkatkan resiko terjadinya tension headache.
Pandangan mata kabur
Hipertensi menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sistemik, kemudian terjadi spasme
arteri retina dan mungkin edema retina yang dapat mengganggu visus. Salah satu bentuk
gangguan visus ini adalah penglihatan kabur
Lemas dan pusing
Lemas dan pusing pada kasus merupakan tanda dari anemia yang diderita. Nutrisi yang
kurang adalah salah satu penyebab dari anemia. Usia gestasi 31 minggu adalah kebutuhan
janin akan nutisi dan oksigenasi bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan janin tersebut
dibutuhkan berbagai macam komponen, salah satu nya adalah Hemoglobin (Hb) . Karena
Hb berfungsi sebagai transport nutrisi dan oksigenasi, maka sistem regulasi pasien
mengedepankan kebutuhan janin. Hal ini memperparah terjadinya anemia.

5. Apa makna klinis kelelahan pada kasus?


Keluhan yang dialami pasien adalah lemah, lesu, dan pusing berputar yang merupakan
beberapa gejala dan tanda khas anemia. Sementara hubungannya dengan usia gestasi 31
minggu adalah kebutuhan janin akan nutisi dan oksigenasi bertambah. Untuk memenuhi
kebutuhan janin tersebut dibutuhkan berbagai macam komponen, salah satu nya adalah
Hb. Karena Hb berfungsi sebagai transport nutrisi dan oksigenasi, maka sistem regulasi
pasien mengedepankan kebutuhan janin. Sehingga memperparah anemia yang terjadi.

6. Diagnosis banding?
1. Diseases related to pregnancy Benign thrombocytopenia of pregnancy Acute fatty liver
of pregnancy (AFLP)
2. Infectious and inflammatory diseases, not specifically related to pregnancy: Virus
hepatitis Cholangitis Cholecystitis Upper urinary tract infection Gastritis Gastric ulcer
Acute pancreatitis
3. Thrombocytopenia Immunologic thrombocytopenia (ITP) Folate deficiency Systemic
lupus erythematosus (SLE) Antiphospholipid syndrome (APS)
4. Rare diseases that may mimic HELLP syndrome Thrombotic thrombocytopenic
purpura (TTP) Haemolytic uremic syndrome (HUS)

Anda mungkin juga menyukai