Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limfadenopati adalah gejala penyakit yang ditandai dengan pembengkakan

limfonodus (Kelenjar Getah Bening). Limfadenopati atau hyperplasia limfoid merujuk

pada kelenjar getah bening yang abnormal, baik ukuran, konsistensi, dan jumlahnya.

Kelenjar getah bening (KGB) normal biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan

cenderung lebih besar pada dewasa muda. Pembesaran KGB yang abnormal terjadi bila

diameternya >10 mm.1,2

Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh manusia.

Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respon terhadap proliferasi sel

T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme.

Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk

menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening.2

Tubuh manusia memiliki kurang lebih 600 KGB. Pada orang normal, KGB sering

teraba di daerah inguinal karena trauma kronik dan infeksi yang sering terjadi di

ekstremitas bawah. Sekitar 55% pembesaran KGB terjadi di daerah kepala dan leher.2

Sistem aliran kelenjar getah bening leher merupakan hal yang penting untuk

dipelajari karena inflamasi maupun keganasan yang terjadi pada kepala dan leher akan

bermanifestasi ke kelenjar limfe leher. Pada setiap sisi leher terdapat 75 buah kelenjar

limfe, sebagian besar berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius.3

Pembesaran kelenjar limfe leher akibat proses metastase keganasan kepala dan leher
merupakan faktor yang berperan penting untuk menentukan prognosis. Jika ditemukan

adanya metastase ke kelenjar limfe leher maka akan menurunkan five years survival rate

sebanyak 50%. 4

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Leher

Leher merupakan bagian tubuh yang terletak antara thoraks dan caput kepala. Batas

atas adalah basis mandibula. Batas kaudal dari depan kebelakang dibentuk oleh insisura

jugularis sterni, klavikula dan acromion. 5

Otot sternokleidomastoideus membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar yaitu

trigenum colli anterior dan trigonum colli posterior. 5

1. Trigonum colli anterior terbagi menjadi


Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana,
musculus omohyoid venter superior dan musculus
sternokleidomastoideus.
Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid
venter superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus
digastricus venter posterior.
Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior
musculus digastricus, os. hyoid dan linea mediana.
Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter
posterior musulus digastricus, dan venter anterior musculus
digastricus
2. Trigonum colli posterior terbagi menjadi
Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.
Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus

2
Gambar 1. Anatomi Leher 5

Persarafan Daerah Leher 5

Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior otot

sternokleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang

bersangkutan. Saraf saraf tersebut adalah sebagai berikut :

1. N. Oksipitalis minor (C2)


2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N. Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3)
4. N. Supraklavikularis (C3 dan C4).

Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah

otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah M.

Digastricus.

3
Saraf-saraf cranial yang dimaksud adalah :
1. N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, mempersarafi saluran pernafasan dan
saluran pencernaan.
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis interna dan
jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M. Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk otot
sternokleidomastoideus dan otot trapezius, sedangkan cabang cervicalnya bertugas
sebagai saraf sensorik.
4. N. Hypoglossus, keluar melalui cranial hypoglossus, merupakan motorik untuk lidah.

Gambar 2. Persarafan Leher 5

Otot-otot Leher 5

Otot-otot di bagian ventral leher terdiri dari :

1. M. Digastricus, terdiri dari venter anterior dan posterior. Berjalan dari os temporal ke

arkus mandibula, merupakan landmark yang penting di bagian atas leher. Kedua

venternya dipisahkan oleh tendon intermedius.

4
2. Mm infrahyoid, yang terdiri dari :

a. M. Sternohyoid :
Otot ini berorigo pada manubrium sterni dan berinsersi di os. hyoid.
b. M. Omohyoid
Otot ini terdiri dari 2 venter (superior dan inferior) yang berjalan mulai dari skapula
dan lig. supraskapula menuju ke atas dan berakhir sebagai tendo intermedius.
c. M. Sternothyroid
Otot ini merupakan landmark penting dalam pembedahan thyroid untuk menemukan
cleavage plane. Origonya terletak di manubrium sterni dan berinsersi di lamina kartilago
thyroid, berjalan menutupi sebagian Glandula Thyroid. Kontraksinya menyebabkan
laryng bergerak ke bawah.
d. M. Thyrohyoid,
Otot ini berorigo di kartilago thyroid dan berinsersi di os hyoid. Otot ini menutupi
membrana thyrohyoid, dan kontraksinya menarik hyoid ke bawah, tetapi bila hyoid
difiksir oleh otot suprahyoid, kontraksinya akan mengangkat laryng.

Gambar 3. Otot Leher 5

5
Jaringan di leher dibungkus oleh 3 fasia, yaitu: 5
1. Fasia koli superfisialis membungkus muskulus sternokleidomastoideus dan
berlanjut ke garis tengah leher untuk bertemu dengan fasia pada sisi lain.
2. Fasia koli media membungkus otot pretrakeal dan bertemu pula dengan fasia sisi
yang lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fasia koli superfisialis.
Ke dorsal fasia koli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis interna
dan nervus vagus menjadi satu.
3. Fasia koli profunda membungkus muskulus prevertebralis dan bertemu ke lateral
dengan fasia koli media. Perlukaan sebelah dalam fasia koli media berbahaya karena
berhubungan langsung ke mediastinum.

2.2 Sistem Aliran Kelenjar Limfe Regio Colli

Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada

pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalu terlibat

dalam metstasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna, yang

terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian jugularis interna ini

dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain

adalah submental, submandibula, servikalis superficial, retrofaring, pratrakeal, spinalis

asesorius, skalenus anterior dan supraklavikula. Hampir semua bentuk radang dan

keganasan kepala dan leher akan melibatkan kelenjar getah bening leher. Bila ditemukan

pembesaran kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau

tidak, bagaimana konsistensinya, apakah lunak kenyal atau keras, apakah melekat pada
3,6
dasar atau kulit.

Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan profunda.

Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical masuk kedalam

gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus kelompok superficial

6
lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini

adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih

signifikan terhadap terapi pembedahan. 6

Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok ini

menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva dan

glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher. 6

Aliran kelenjar limfe leher dapat dijabarkan sebagai berikut : 3

- Kelenjar limfa jugularis interna superior menerima aliran limfa yang berasal dari

daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan

supraglotik laring. Selain itu juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa

retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superficial dan kelenjar limfa

submandibula.

- Kelenjar limfa jugularis interna media menerima aliran limfa yang berasal langsung

dari subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga

menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa juguglaris interna superior dan

kelenjar limfa retrofaring bagian bawah.

- Kelenjar limfa jugularis interna inferior menerima aliran limfa yang berasal

langsung dari glandula tiroid, trakea , esophagus bagian servikal. Juga menerima aliran

limfa yang berasal dari kelenjar limfa juguglaris interna superior dan media, dan kelenjar

limfa paratrakea.

- Kelenjar limfa submental, terlenta pada segitiga submental di antara platisma dan m

. omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal

dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian

7
bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi

homolateral atau ontra lateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa

juguglaris interna.

- Kelenjar limfa submandibula, terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di

dalam kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari

kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung , bagian

anterior rongga mulut, bagian medial elopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah.

Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis interna superior

- Kelenjar limfa serfikal superficial, terletak di sepanjang vena jugularis eksterna,

menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis dan kelenjar

limfa oksipital. Pembuluh efereen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna

superior.

- Kelenjar limfa retrofaring , terletak di antara faring dan fasia prevertebra, mulai

leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima aliran limfa dari nasofaring, hipofaring,

telinga tengah dan tuba eustachius. pembuluh eferen megalirkan limfa ke kelenjar limfa

jugularis interna dan kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesoris

bagian superior.

- Kelenjar limfa paratrakea, menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian

bawah, hipofaring , esophagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid.Pembuluh

eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfe

mediastinum superior.

- Kelenjar limfa spinal asesoris, terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima

aliran limfa yang bersal dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher.

8
Kelejar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring dan sinus

paranasal.pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelnjar limfa supraklavikula.

- Rangkaian kelenjar limfa juguglaris interna mengalirkan limfa ke trunkus jugularis

dan selanjutnya masuk ke duktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dengan untuk sisi yang

sebelah kanan masuk ke duktus limfatius kanan atau langsung ke system vena pada

pertemuan vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus

limfatikus kanan menerima aliran limfa dari kelenjar limfa supraklavikula.

Gambar 4. Aliran Kelenjar Limfe Kepala dan Leher 6

Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification, kelenjar getah

bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran. 3

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae

II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis

superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.

9
III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan

Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas

posterior musculus sternokleidomastoideus.

IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula

V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

Gambar 5. Daerah kelenjar limfe leher 3

10
2.3 Definisi

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih

besar dari 1 cm.7 Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas

ukuran atau karakter kelenjar getah bening.8 Limfadenopati adalah hiperplasia limfoid

sebagai respon terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya

terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme.9

2.4 Klasifikasi

Limfadenopati dapat dibagi menjadi dua berdasarkan luas daerah yang terkena,

yaitu sebagai berikut : 8

Generalisata, yaitu limfadenopati pada dua atau lebih regio anatomi yang berbeda.

Lokalisata, yaitu limfadenopati yang terbatas hanya pada satu regio.

Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar

3/4 penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan

limfadenopati generalisata. 7

2.5 Epidemiologi

Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% anak

normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu

masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang

dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus. 10

Berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus

ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan

11
cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan

oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak

disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus. 8

Salah satu studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati

yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke

subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan.

Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4%

dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40 tahun yang memiliki risiko

keganasan hanya sekitar 0,4%. 8

2.6 Etiologi

Secara umum yang dapat menyebabkan timbulnya limfadenopati dapat disingkat

dengan MIAMI, yaitu Malignancies, Infectins, Autoimune disorders, Miscellaneous and

unusual conditions, dan Iatrogenics. Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian

besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama

limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut

yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis,

limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat

berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar

(54%- 85%) disebabkan oleh keganasan.8

12
Gambar 6. Penyebab Infeksi pada Limfadenopati Colli 10

Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,

kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi

stafi lokokus dan streptokokus. Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam

beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang

signifikan merupakan petunjuk adanya infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal

13
atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening servikal

yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan adanya

kemungkinan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid,

dan esofagus). 11

Gambar 7. Aliran Limfe Leher dan Kemungkinan Penyebab Terjadinya Limfadenopati8

2.7 Patofisiologi

Apabila jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi

imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel

tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan

mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan

lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi

arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelial

14
junction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke

jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena

trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme

pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan

sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri

berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar mendapatkan nutrisi.

Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena

kelenjar limfe harus bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel

tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke

organ tubuh lain.12,13

Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma, baik yang timbul di otot, sel

limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia

dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi

sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti

peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal

ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya

benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher

maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.12,13

15
2.8 Diagnosis

Anamnesis

Umur penderita dan lamanya limfadenopati

Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring

bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian

besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang

teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab

yang bersifat jinak. 8

Pajanan

Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan

binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak dengan penderita infeksi dan

riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah

bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan

limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, sampar, dan

anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan

metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan

silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak seksual penting

dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal yang ditransmisikan

secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) mempunyai

beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma

Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini. Riwayat

keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial dysplastic nevus

syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab limfadenopati.8

16
Gejala yang menyertai

Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai

limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam,

keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala

limfoma B symptom. Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita

stadium I dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10% penderita

limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan

kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus,

atau dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan

hal yang jarang, tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.8

Pemeriksaan Fisik

Karakter dan ukuran kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan

penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfadenopati karena virus

mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas.

Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi

karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh

perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi

tumor yang cepat.8

Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1cm,

tetapi beberapa literatur menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5cm atau

kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal yang abnormal. Terdapat

17
laporan bahwa pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan

ukuran kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran

kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm. Pada

anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran radiologi

toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan

merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch


7
disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan pasti

mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan

bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan

evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit

granulomatosa.8

Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level. Pembagian

ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang mungkin bermetastasis

ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher. 15

Gambar 8. Level dan Sublevel Kelenjar Limfe Leher 15

18
Gambar 9. Kelompok Kelenjar Limfe Leher Berdasarkan Level dan Dugaan Asal
Tumor Primer Kepala Leher 15

19
Pemeriksaan Penunjang Limfadenopati 7,8

a. Laboratorium :

- Darah lengkap, apusan darah, Laju Endap Darah (LED)

Darah lengkap dan apusan darah berguna untuk melihat adanya kemungkinan

infeksi atau keganasan darah, sedangkan LED untuk melihat adanya tanda

inflamasi.

- Fungsi hati dan analisis urin untuk melihat penyakit sistemik penyebab

limfadenopati, sebagai tambahan dapat diperiksan Laktat Dehiroginase (LDH),

asam urat, kadar kalsium dan fosfat, untuk melihat tanda keganasan.

- Serologi (toxoplasma, EBV, CMV, HIV,dll)

- Tes mantoux jika dicurigai adanya infeksi tuberculosis.

b. Rontgen Thoraks

Foto rontgen dilakukan apabila dicurigai adanya kelainan di paru seperti tuberculosis,

lymphoma dan neuroblastoma.

c. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat mendiagnosis limfadenopati servikalis.

Dengan menggunakan USG dapat mengetahui ukuran, bentuk, gambaran mikronodular,

nekrosis intranodular serta ada atau tidaknya kalsifikasi.

20
d. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan dapat mendeteksi adanya pembesaran KGB servikalis dengan

diameter 5 mm atau lebih.

e. Biopsi

Fine Needle Aspiration (FNA) dilakukan untuk menentukan histologi kelenjar limfe.

Pemeriksaan ini cukup akurat karena memiliki angka sensitifitas 94-100% dan

spesifisitas 92-98%. FNA dapat membedakan keganasan yang berasal dari sel limfoid

maupun sel epitelial.16

21
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Limfadenopati Lokal pada KGB


servikal

KGB nyeri dan KGB, tidak keras (bila kenyal


merah mengarah ke limfoma), tidak nyeri
dan terfiksasi

Curiga keganasan Curiga Infeksi

Periksa dengan seksama KGB yang


membesar.

(kulit kepala, rongga hidung an paranasalis,


mulut dan lidah, Leher, Faring dan laring)

Terdapat infeksi seperti: tonsillitis, Tidak terdapat Infeksi


molar ke tiga yang terinfeksi,
faringitis, infeksi pada kulit kepala

Terdapat tumor seperti, karsinoma Tidak terdapat tumor. Periksa lagi


lidah, tumor rongga postnasalis, sebagai limfadenopati umum
tumor laring, karsinoma sel
skuamosa

Dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang

Algoritma 1. Algoritma Diagnosis Limfadenopati Colli

22
2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak

kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan

pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat

menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat

tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau

bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis

yang belum tepat. 8

Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa

disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).

Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif

dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan

penanganannya.8

Apabila penyebab dari limfadenopati colli ini adalah akibat dari metastasis

keganasan kepala leher dapat dipertimbangkan untuk melakukan terapi operatif, salah

satunya adalah diseksi leher.8

Diseksi Leher

Diseksi leher merupakan tindakan mengangkat kelenjar limfe leher dan dapat

disertai jaringan sekitarnya dengan tujuan menghilangkan sel-sel kanker yang berada

pada kelenjar limfe tersebut. 16

Ada beberapa tipe dari diseksi leher menurut American Head and Neck Society,

yaitu sebagai berikut : 17

23
1. Diseksi leher radikal (RND) : melakukan pembuangan kelenjar leher pada level

I-V, termasuk struktur non kelenjar yaitu vena jugularis interna, m.

sternokleidomastoid dan nervus spinasi asesori.

2. Diseksi Leher Modifikasi (MND) : seperti RND masih menyisakan satu atau dua

dianata v. jugularis interna, m. sternokleido mastoid dan nervus aspinalis asesori.

3. Diseksi Leher selektif (SND) : Menyisakan satu atau lebih grup dari kelenjar

limfe leher dan tetap mempertahankan 3 strukur non limfari diatas.

4. Diseksi leher diperluas (Extended ND) : seperti RND namun juga membuang

kelenjar leher diluar grup level I-V dan atau beberapa struktur diluar struktur non

limfatik diatas.

Gambar 10. Diseksi Leher Radikal 17

24
Gambar 11. Modifikasi Diseksi Leher Radikal 17

Gambar 12. Diseksi Leher Selektif (level II-IV) 17

25
Gambar 13. Diseksi Leher Diperluas 17

26
BAB 3

KESIMPULAN

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih

besar dari 1 cm. Limfadenopati adalah hiperplasia limfoid sebagai respon terhadap

proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi suatu

mikroorganisme. Secara umum yang dapat menyebabkan timbulnya limfadenopati dapat

disingkat dengan MIAMI, yaitu Malignancies, Infectins, Autoimune disorders,

Miscellaneous and unusual conditions, dan Iatrogenics. Kelenjar getah bening servikal

teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada sebagian orang dewasa.

Penyebab utama limfadenopati colli adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi

virus akut yang swasirna. Selain akibat adanya infeksi, limfadenopati colli juga dapat

diakibatkan oleh adanya proses keganasan yang mengenai bagian kepala leher. Kelenjar

limfe regio colli dapat dibagi menjadi 6 level yang masing masing level memiliki aliran

yang berbeda sehingga apabila terjadi keganasan dapat diprediksi darimana asal tumor

primernya. Penegakan diagnosis limfadenopati colli dilakukan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Biopsi memegang peranan penting untuk

mengetahui histologi dari pembesaran kelenjar limfe. Tatalaksana yang dapat dilakukan

untuk limfadenopati colli tergantung dari penyebab yang mendasari. Apabila

penyebabnya adalah infeksi maka tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan

mengobati infeksi tersebut dengan harapan akan terjadi pengecilan pada kelenjar limfe

jika penyebab infeksinya dihilangkan. Namun apabila penyebab terjadinya limfadenopati

ini adalah akibat keganasan maka terapi operatif dapat dipertimbangkan untuk dilakukan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland W, A. N. Kamus Dorland. Terjemahan Huriawati Hartanto. Edisi

pertama. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2002

2. Sherwood. L., Fisiologi Manusia: dari sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran. EGC; 2001

3. Soepardi, Efiaty Arsya, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2012

4. Chong V. Cervical lymphadenopathy. What Radiologist need to know.

International Cancer Imaging Society; 2004 : 4 : 116 - 120

5. Faiz O, Moffat D, editors. At a Glance Anatomi. Germany; 2002 : 122-57

6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Summit, NJ : CIBA-GEIGY Corp; 1989

7. Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam

Physician; 1998:58:1315.

8. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam

Physician; 2002:66:2103-10.

9. Elisabeth. J.C., Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta : Penebit Buku

Kedokteran; 2009.

10. Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis. Pediatrics in

Review; 2000 (21) : 12.

28
11. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults. 2010 Sep [cited

2011 Jan 27]. Available from: www.uptodate.com. Diakses pada 22 November

2014

12. Ballenger, John Jacob. Disease of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &

Fabiger 14th edition. Philadelphia; 1991.

13. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Brown's

Otolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth Heinemann; 1997

14. Price. A. Sylvia.Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2007

15. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasifi

cation update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and

the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg; 2002:128:751-8

16. Lango MN, Omalley BW, Chalian AA. Neck Dissection. ACS Surgery:

Principles and Practice; 2009: 1(9): 1-10

17. Medina JE. Neck Dissecction. In: Bailey BJ, Johnson JT, editors. Head & Neck

Surgery Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;

2006: p. 1585-605.

29

Anda mungkin juga menyukai