Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pondok pesantren adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang
mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Definisi pesantren sendiri mempunyai pengertian
yang bervariasi, tetapi pada hakekatnya mengandung pengertian yang sama.
Perkataan pesantren berasal dari bahasa sansekerta yang memperoleh wujud dan
pengertian tersendiri dalam bahasa Indonesia. Asal kata san berarti orang baik (laki-
laki) disambung tra berarti suka menolong, santra berarti orang baik baik yang suka
menolong. Pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik
(Abdullah, 1983:328)
Pesantren mengalami perkembangan kuantitas luar biasa dan menakjubkan,
baik di wilayah rural (pedesaan), sub-urban (pinggiran kota), maupun urban
(perkotaan). Data Departemen agama menyebutkan pada 1977 jumlah pesantren
masih sekitar 4.195 buah dengan jumlah santri sekitar 677.394 orang. Jumlah ini
mengalami peningkatan berarti pada tahun 1985, di mana pesantren berjumlah sekitar
6.239 buah dengan jumlah santri sekitar 1.084.801 orang. Dua dasawarsa kemudian
1997, Depag mencatat jumlah pesantren sudah mencapai kenaikan mencapai 224%
atau 9.388 buah dan kenaikan jumlah santri mencapai 261% atau 1.770.768 orang.
Data terakhir Depag tahun 2001 menunjukan jumlah pesantren seluruh Indonesia
sudah mencapai 11.312 buah dengan santri sebanyak 2.737.805 orang. Jumlah ini
meliputi pesantraen salafiyah, tradisional sampai modern. (Masyhud, 2003: 4)

Pesantren merupakan salah satu sasaran keperawatan kesehatan komunitas


yang termasuk dalam kelompok masyarakat khusus yang terikat dalam suatu institusi.
Dilibatkannya pesantren dalam pemberdayaan kesehatan dikarenakan derajat
kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi kondisi lingkungan (40%), perilaku hidup
bersih dan sehat (35%), prasarana dan pelayanan kesehatan (20%), serta faktor
keturunan (5%). Dalam riset yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah
Surakarta diperoleh angka kesakitan TB paru klinis (1,3%), ISPA (44,1%), diare
(10,5%), skabies (12,3%), Tinea versicolor (4,0%), Tinea cruris (16,0%), dermatitis
lain (18,5%), Morbus Hansen (Leprae) 0,6% di pesantren Al-Amin Kabupaten
Sukoharjo.

Untuk itu dibutuhkan suatu konsep atau program kesehatan di lingkungan


pesantren yang dapat menunjang kesehatan masyarakat pesantren, salah satunya yaitu
dengan adanya poskestren (Pos Kesehatan Pesantren). Poskestren adalah suatu
kegiatan yang untuk memberdayakan masyarakat pesantren baik santri maupun guru
agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Dengan adanya poskestren ini diharapkan
derajat kesehatan masyarakat lebih optimal dan opini publik mengenai citra pesantren
yang abai pada kesehatan dapat dihapus karena santri dan masyarakat pesantren juga
peduli terhadap kesehatan. Poskestren akan menjadi program nasional yang dilakukan
pemerintah.

Sistem Pemberian Pelayanan Kesehatan Santri (Poskestren)


mulai dioperasikan pada awal bulan Agustus 2009, keberadaan Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren) telah dirasakan manfaatnya oleh para santri dengan
mendapatkan pelayanan yang sangat memadai. Salah satu indikasinya adalah
berkurangnya keluhan para santri terhadap permasalahankesehatan. Kondisi yang
nyaman dirasakan oleh para pasien karena luasnya tempat yang dimiliki. Pasien dapat
antri saat berobat tanpa harus berada di luar ruangan.
Dengan berdirinya Poskestren, bagian kesehatan juga merasakan berbagai kemudahan
dalam menangani pasien serta mudah dalam mengontrol obat-obatan yang tersedia

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep pos kesehatan pesantren (poskestren).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang pesantren
2. Mengetahui dan memahami masalah kesehatan di pesantren
3. Mengetahui dan memahami definisi pos kesehatan pesantren
4. Mengetahui dan memahami landasan hukum poskestren
5. Mengetahui dan memahami tujuan poskestren
6. Mengetahui dan memahami fungsi poskestren
7. Mengetahui dan memahami manfaat poskestren
8. Mengetahui dan memahami ruang lingkup kegiatan poskestren
9. Mengetahui dan memahami sasaran kegiatan poskestren
10. Mengetahui dan memahami kader pos kesehatan pesantren (poskestren)
11. Mengetahui dan memahami langkah pembentukan poskestren
12. Mengetahui dan memahami pengorganisasian poskestren
13. Mengetahui dan memahami perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan
pesantren
14. Mengetahui dan memahami indikator kebersihan poskestren
15. Mengetahui dan memahami peran perawat dalam kesehatan pesantren
(Kestren)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pos Kesehatan Pesantren

1. Definisi Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an,
yang berarti tempat tinggal para santri. Pe-santri-an atau pesantren adalah tempat para
santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya. Pesantren juga dapat
didefinisikan sebagai sebuah masyarakat mini yang terdiri atas santri, guru, dan
pengasuh (kyai). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di
Indonesia.
Walaupun tiap pesantren mempunyai ciri yang khas, namun ada 5 prinsip dasar
pendidikannya, yang tetap sama yaitu:
1. Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kiai
2. Santri taat dan patuh kepada Kiainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki
oleh Kiai
3. Santri hidup secara mandiri dan sederhana
4. Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan
5. Para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat.
2. Klasifikasi Pesantren
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini :
1. Pesantren tipe A
adalah pesantren yang sangat tradisional. Pada tipe ini, umumnya para
santri tinggal di asrama yang letaknya masih di sekitar lingkungan rumah
kyai. Mereka hanya terbatas mempelajari kitab kuning, dan cara
pengajarannya memakai metode serogan (satu guru-satu santri) dan
bandongan (satu guru-banyak santri)
2. Pesantren tipe B
adalah pesantren yang memadukan antara metode sorogan dengan
pendidikan formal yang ada di bawah departemen pendidikan atau
departemen agama. Hanya lembaga pendidikan formal itu dikhususkan
untuk santri pesantren tersebut.
3. Pesantren tipe C
adalah hamper sama dengan tipe B, tetapi lembaga pendidikannya terbuka
untuk kalangan umum.
4. Pesantren tipe D
Adalah pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan formal, tetapi
memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada jenjang
pendidikan formal di luar pesantren.
Selain klasifikasi di atas, pesantren juga dapat dibedakan berdasarka kegiatan
yang berlangsung di dalam pesantren tersebut. Klasifikasi tersebut meliputi :
a. Pesantren salafi atau salafiah (tradisional)
Adalah pondok pesantren yang hanya mengajarkan kitab klasik dan agama
Islam. Jenis pesantren ini cenderung sangat selektif terhadap segala bentuk
pembaruan, termasuk kurikulum pengajarannya
b. Pesantren khalafi atau khalafiah (modern)
Yaitu pondok pesantren yang tidak hanya menyelenggarakan kegiatan
pendidikan agama, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah
atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah
berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA dan MAK).
c. Pesantren salafi khalafi (perpaduan tradisional dan modern)
Adalah pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan anatar metode
salafi dengan khalafi, yaitu memelihara nilai tradisional yang baik dan
akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.
3. Peran Pesantren
a. Pesantren sebagai lambaga pendidikan
Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu
keagamaa dan nilai-nilai kesatuan ini tidak begitu disorot oleh para
politisi, kecuali oleh para pemerhati pendidikan. Namun, peran pesantren
sebagai lembaga dakwah yang berhubungan dengan kemasyarakatan,
sangat menarik perhatian para politisi. Menurunnya peran pesantren
sebagai lembaga pendidikan terlebih dalam mengelola konflik yang ada di
masyarakat juga disebabkan krisis ekonomi yang berujung pada
ketidakmandirian pesantren dalam mencari dana pendukung.
b. Pesantren sebagai lembaga social
Pekerjaan social ini semula mungkin bukan merupakan tugas utama bagi
pesantren. Tetapi jika diperhatikan, pekerjaan social ini justru akan
memperbesar dan mempermudah gerak usaha pesantren untuk
memberikan pelayanan terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan tugas
tersebut, pesantren akan menjadi milik bersama, didukung dan dipelihara
oleh kalangan yang lebih luas, serta akan membuka kesempatan untuk
melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pesantren sebagai subkultur
Dengan akar budaya yang kuat, pesantren menjadi sebuah entitas yang
begitu sublime dengan masyarakatnya dalam menanamkan misinya.
Peantren bahkan menjelma menjadi sebuah subkultur yang tidak dapat
terpisah dari masyarakatnya. Berikut ini adalah elemen yang membuat
pesantren mampu manjedi subkultur tersendiri :
Pola kepemimpinan yang mandiri dan tidak terkooptasi kepentingan-
kepentingan berjangka pendek.
Kitab-kitab rujukan yang digunakan di banyak pesantren umumnya
terdiri dari warisan peradaban Islam dari berbagai abad.
d. Pesantren sebagai institusi
Derasnya arus informasi melalui media, hubungan antar Negara, antar
institusi, dan antar organisasi seperti jalur sumbangan dan batuan dengan
berbagai motif tentu ikut mempengaruhi dunia pesantren. Pesantren
sedikit banyak tidak bisa lepas dari pengaruh global.
4. Fungsi Pesantren
Secara umum, pesantren juga berfungsi untuk membentuk manusia-manusia yang
mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan lingkungan. Pada
fungsi social ini, pesantren berhasil merespins persoalan-persoalan kemasyarakatan
seperti mengatasi kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi
pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat dan
sebagainya. Dapat disimpulkan secara garis besar, bahwa fungsi pesantren antara lain
:
a. Tempat belajar ilmu-ilmu agama (keislaman)
b. Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan
c. Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah
d. Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif
e. Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa
f. Membentuk kader-kader dakwah islami
g. Sebagai garda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para
penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah)
h. Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan korban
kekerasan
i. Merespons persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti masalah kemiskinan,
memelihara tali persaudaraan, emngurangi pengangguran, memberantas
kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat dan sebagainya
j. Sebagai actor pengelola perdamaian
5. Masalah Kesehatan di Pesantren
Beberapa masalah yang ada yaitu sebagai berikut:
a. Penyakit Pernapasan
Yang paling sering dijumpai yaitu ISPA dan TB paru klinis. Ini disebabkan
karena ruang gerak yang begitu sempit untuk bernapas karena para santri
tinggal bersama dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi dengan ruangan
yang besar pula sehingga oksigen yang terbatas direbutkan oleh jumlah santri
yang melebihi batas. Lingkungan yang padat ini menyebabkan terjadinya
infeksi saluran napas karena udara yang pengap, kurang oksigen, dan ada
kemungkinan udara tercemar karena sampah yang menumpuk.
b. Penyakit Kulit
Scabies atau kudis dan dermatitis merupakan penyakit kulit yang sering
terjadi di pesantren. Penyakit ini merupakan penyakit yang sering ditemukan
pada lingkungan padat penduduk serta higienitas yang rendah. Pesantren
adalah salah satunya. Penyakit ini menular akibat kontak langsung atau tidak
langsung melalui bekas alas tidur atau pakaian. Sedangkan para santri itu
biasanya menggunakan barang secara bersamaan, misalnya selimut, alas tidur,
pakaian, handuk, dan sebagainya. Kebersihan air juga bisa mempengaruhi
mudahnya terjangkit penyakit ini. Oleh karena itu, scabies gampang menular
dari santri satu ke santri lain. Untuk menghindari penyakit ini, diperlukan
hygiene pribadi yang baik, sanitasi yang baik pula, serta kesadaran untuk
hidup bersih.
c. Penyakit Pencernaan
Diare menduduki peringkat 5 sebagai penyakit yang paling sering diderita
para santri. Diare dapat terjadi karena kuman melalui kontaminasi makanan
atau minuman, serta sanitasi air yang kurang, dan kebersihan pribadi yang
buruk. Ponpes kurang memperhatikan kebersihan makanan dan peralatan
makan para santri. Tidak hanya diare, pemenuhan gizi yang kurang dapat
menjadi masalah karena porsi makan yang kurang, mie sebagai makanan
pokok, dan makanan yang tidak memenuhi sejumlah nutrisi yang dibutuhkan.

6. Definisi Pos Kesehatan Pesantren


Pos kesehatan pesantren atau Poskestren adalah pesantren yang memiliki
kesiapan, kemampuan, serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi maslah-
masalah kesehatan secra mandir sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 2007).
Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan untuk warga
pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif
(pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitative
(pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat.
Kegiatan utama Poskestren yaitu pemberdayaan masyarakat pesantren, antara lain
dengan mengadakan upaya penyuluhan kesehatan/ promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, gizi atau pola konsumsi seimbang, penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), pelayanan kesehatan sederhana /dasar, pelayanan kesehatan kunjungan
oleh Puskesmas (bila memungkinkan), dan pengembangan penyediaan pelayanan
kesehatan.
7. Landasan Hukum Poskestren
Salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan bagi warga
pesantren adalah menumbuhkembangkan pos kesehatan pesantren atau poskestren.
Untuk memperkuat pengadaannya, poskestren memiliki beberapa landasan hokum
yaitu sebagai berikut (Depkes RI, 2007) :
a. Undang-Undan Dasar 1945, Pasal 28 H ayat 1
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
f. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintahan Daerah
g. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tetang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebgai Daerah Otonom
h. Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
i. Surat Keputusan bersama tiga menteri (menteri kesehatan, menteri agama,
menteri dalam negeri): Nomor 1067/Menkes/SKB/VIII/2002, dan Nomor 37
Tahun 2002 tentang Peningkatan Kesehatan Pondok Pesantren dan Institusi
Keagamaan Lainnya
j. Surat Keputusan bersama empat menteri (menteri pendidikan nasional,
menteri kesehatan, menteri agama, dan menteri dalam negeri): Nomor
1/U/SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor MA/230A/2003,
dan Nomor 26 Tahun 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kesehatan Sekolah
k. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1540/Menkes/SK/XII/2002 Tahun 2002
tentang Penempatan tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara Lain
l. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131 Tahun 2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
n. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 331/Menkes/Sk/V/2006 tentang
Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009
8. Tujuan Poskestren
1) Tujuan Umum
Terwujudnya pesantren yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.
2) Tujuan Khusus
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran santri dan guru
tentang pentingnya kesehatan
Meningkatnya kesadaran santri dan guru untuk melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat
Meningkatnya kesehatan lingkungan di pesantren
Meningkatnya kemampuan dan kemauan santri untuk
menolong diri sendiri si bidang kesehatan
9. Fungsi Poskestren
a. Sebagai wadah pemberdayaan di bidang kesehatan dalam alih informasi
(pengetahuan dan keterampilan) dari petugas ke warga pesantren dan
masyarakat sekitarnya serta antarwarga pesentren dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat.
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar pada warga
pesantren dan masyarakat sekitarnya.
10. Manfaat Poskestren
Bagi warga pondok pesantren dan masyarakat di sekitarnya:
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi pengethaun,
pelayanan kesehatan dasar
b. Memperoleh bantuan secra professional dalam pemecahan masalah
kesehatan
c. Mendapatkan informasi awal tentang esehatan
d. Mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pesantren
dan masyarakat sekitarnya
Bagi kader poskestren
a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan
b. Mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pesantren dan
masyarakat sekkitarnya dalam menyelesaikan maslaah kesehatan yang
ada di lingkungannya
Bagi puskesmas
a. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan
pelayanan kesehatan tingkat pertama
b. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi tempat
c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian
pelayanan kesehatan terpadu
Bagi sector lain
a. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan maslah sekktor terkait
b. Meningkatan efisiensi melaui pemberian pelayanan secara terpadu
sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing sector
11. Ruang Lingkup Kegiatan Poskestren
Kegiatan pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh poskestren adalah
sebagai berikut :
Upaya Promotif :
a. Pelatihan kader kesehatan pondok pesantren yaitu kegiatan pelatihan santri-
santri yang berada di pondok pesantren untuk menjadi kader kesehatan
yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di pondok pesantren
tersebut.
b. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak
pondok pesantren tentang pesan- pesan kesehatan guna meningkatkan
pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat pondok pesantren
mengenai kesehaatn jasmani, mental dan sosial.
c. Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya untuk
meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatan di pondok pesantren,
misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
d. Olahraga teratur
Upaya Preventif :
b. Imunisasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak kesehatan dibantu
pihak Pondok Pesantren dalam rangka pencegahan terhadap penyakit
tertentu pada santri- santri yang masih berusia sekolah, misalnya imunisasi
DT dan TT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
c. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan
penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas
serta pihak Pondok Pesantren.
d. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan
pemeliharaan lingkungan Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan
sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan
guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
e. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan
sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.
f. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit
para santri di Pondok Pesantren yang dialksanakan oleh petugas kesehatn
dibantu pihak Pondok Pesantren.
Upaya kuratif dan rehabilitatif :
a. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan
masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok
Pesantren.
b. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan masyarakat Pondok
Pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan lebih lanjut
untuk mencegah penyakit berkembang.
c. Membantu petugas puskemas untuk mengunjungi dan menindaklanjuti
perawatan pasien pasca perawatan di Puskesmas/ Rumah Sakit.
Peran serta lain yang biasanya dilakukan oleh pihak Pondok Pesantern adalah
dalam hal pelayanan gizi di Pondok Pesantren dengan cara :
a. Pemantauan status gizi masyarakat Pesantren dengan kegiatan
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
b. Pemanfaatan halaman/pekarangan, yaitu memanfaatkan lahan untuk
pertanian atau perikanan/peternakan guna kelengkapan gizi santri.
c. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak
kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, anemia gizi besi, Kurang Energi
Protein atau KEP, Kekurangan vitamin A).
d. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan.
12. Sasaran Kegiatan Poskestren
a. Semua individu santri, guru serta pengurus pesentren serta keluarganya
yang tinggal di lingkungan pesantren, yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di lingkungan pesantren.
b. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut, seperti pimpinan pesantren, pengurus serta
petugas kesehatan dan stakeholders terkait lainnya.
c. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan,
peraturan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain seperti camat, para pejabat
terkait, swasta, para donator, dan pemangku kepentingan lainnya.
13. Kader Pos Kesehatan Pesantren
Dalam pelaksanaan kegiatannya, pengelola pesantren memilih kader
kesahatan poskestren. Kader-kader tersebut dilatih khusus oleh petugas
puskesmas. Kader poskestren tersebut berfungsi sebagai pemberi inspirasi
atau ide (inspirator); pemberi gagasan baru (inovator); pemberi contoh awal
(initiator); penggerak (activator); pemberi dorongan, semangat, atau mengajak
(motivator); serta pelaksana (implementator).
Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah
a. Memberikan informasi tentang perlunya perhatian terhadap masalah
kesehatan di pesantern (data tentang hasil survei dan status kesehatan
santri).
b. Menyampaikan kegiatan poskestren tentang upaya pencegahan (jenis
pencegahan, frekuensi kegiatan, dan jumlah kegiatan penyuluhan
kesehatan di pesantren).
c. Menyampaikan rencana kegiatan yang akan datang untuk
mendapatkan kesepakatan dalam forum musyawarah warga pesantren.
Kader poskestren dipilih oleh pengurus dan santri pesantren yang bersedia
secara sukarela, mampu, dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan
kegiatan poskestren. Kriteria kader poskestren antara lain sebagai berikut:
a. Berasal dari santri pesantren.
b. Mempunyai jiwa pelopor, pembaru, dan penggerak masyarakat.
c. Bersedia bekerja secara sukarela.
1.4 Langkah pembentukan Poskestren
a. Tahap persiapan. Pada persiapan ini dilakukan beberapa langkah berikut
Mempersiapkan petugas puskesmas agar mampu mengelola dan membina
poskestren.
Pendekatan kepada pimpinan pesantren untuk mendapatkan dukungan.
Sosialisasi poskestren pada masyarakat pesantren.
Pertemuan membahas persamaan persepsi tentang poskestren.
Memilih santri husada (kader poskestren) dari masyarakat pesantren.
Membekali santri husada agar mampu melakukan survei mawas diri
(SMD).
b. Melakukan SMD untuk mendapatkan data yang akurat tentang kesehatan di
pesantren.
c. Mengadakan musyawarah antara warga pesantren dan masyarakat sekitar
untuk mendapatkan kesepakatan pembentukan poskestren.
d. Mengadakan pelatihan santri husada untuk membekali pengelola dan santri
husada tentang kesehatan.
e. Peresmian pembentukan poskestren.
1.5 Pengorganisasian Poskestren
a. Kedudukan dan hubungan kerja.
Secara teknis medis, poskestren dibina oleh puskesmas.
Secara kelembagaan, poskestren dibina oleh pemerintah kecamatan
atau desa.
Terhadap UKBM lain, poskestren dibina oleh mitra.
b. Pengelolaan poskestren
Struktur organisasi pengelola poskestren terdiri atas ketua, sekretaris,
bendahara, dan kader poskestren merangkap anggota.
c. Santri husada (kader poskestren) berasal dari santri yang berjiwa pembaru
(penggerak) dan bersedia keras.
1.6 Perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan Pesantren
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di tatanan pesantren merupakan perpaduan
dari tatanan institusi pendidikan dan tatanan rumah tangga yang bertujuan
membudayakan PHBS bagi santri, pendidik, dan pengelola pesantren agar mampu
mengenali dan mengatasi masalah-masalah kesehatan di lingkungan pesantren dan
sekitarnya (Dinkes Provinsi Jatim, 2007). Indikator PHBS di tatanan pesantren adalah
sebagai berikut:
a. Kebersihan perorangan (badan, pakaian, dan kuku)
b. Penggunaan air bersih
c. Penggunaan jamban
d. Kebersihan asrama, halaman, dan ruang belajar
e. Ada santri husada dan kegiatan poskestren
f. Bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk
g. Penggunaan garam beryodium
h. Mekanan bergizi seimbang
i. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan
j. Gaya hidup tidak merokok dan bebas napza
k. Gaya hidup sadar AIDS
l. Peserta jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), dana sehat,
atau asuransi kesehatan lainya
1.7 Indikator Keberhasilan Poskestren
Indikator input, yaitu santri husada (kader poskestren), sarana poskestren, dan
dukungan pendanaan
Indikator proses, yaitu frekuensi penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi
pertemuan, melakukan survei PHBS, frekuensi pembinaan dari petugas, dan
dilakukannya survey masyarakat desa
Indikator output, yaitu dilaksanakannya gerakan jumat bersih, adanya
kawasan bebas rokok, adanya tanama obat keluarga (TOGA), adanya dana
sehat, sampah tidak berserakan, kuku santri bersih dan pendek, menurunnya
angka kesakitan masyarakat pesantren, dan meningkatnya kesadaran
masyarakat pesantren untuk melaksanakan program PHBS
1.8 Peran Perawat dalam Kesehatan Pesantren (Kestren)
1. Memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat dan gizi kepada
pengunjung Poskestren dan masyarakat pondok pesantren.
2. Menganalisa hasil kegiatan Poskestren, menyusun rencana kerja dan
melaksanakan upaya perbaikan.
3. Memberi pendidikan kesehatan dasar pada kader poskestren dan
pengetahuan tentang PHBS.
4. Membantu kader dalam penyeleksian masalah kesehatan yang ada di
ponpes
5. Membantu memberikan pelayanan kesehatan di poskestren
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pesantren adalah tempat para santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya.
Pesantren merupakan salah satu kelompok sasaran keperawatan komunitas yang
dapat dilibatkan untuk pemberdayaan masyarakat di lingkungan pondok pesantren
dengan adanya kegiatan Poskestren. Poskestren merupakan salah satu wujud upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) di lingkungan pesantren dengan prinsip dari,
oleh, dan untuk warga pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif
(peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif
(pengobatan) dan rehabilitative (pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas
setempat. Peran perawat dalam Poskestren dapat berupa memberikan penyuluhan
kesehatan masyarakat dan gizi, menganalisa hasil kegiatan Poskestren, menyusun
rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan, memberi pendidikan kesehatan
dasar pada kader poskestren dan pengetahuan tentang PHBS dan membantu
memberikan pelayanan kesehatan di poskestren.

3.2 Saran

Seorang perawat sebaiknya harus lebih tahu dan paham akan keluhan utama yang
dialami oleh warga pesantren, sehingga harapanya nanti kita sebagai seorang perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan komunitas yang relevan dan tepat sasaran
khususnya untuk warga pesantren
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan


Pos kesehatan (Poskestren). Jakarta: Depkes RI

Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2007. Poskestren dan PHBS Tatanan Pesantren.
Surabaya: Dinkesprop Jatim

Efendi, Ferry dan Makhfludi. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktek dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai