PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep pos kesehatan pesantren (poskestren).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang pesantren
2. Mengetahui dan memahami masalah kesehatan di pesantren
3. Mengetahui dan memahami definisi pos kesehatan pesantren
4. Mengetahui dan memahami landasan hukum poskestren
5. Mengetahui dan memahami tujuan poskestren
6. Mengetahui dan memahami fungsi poskestren
7. Mengetahui dan memahami manfaat poskestren
8. Mengetahui dan memahami ruang lingkup kegiatan poskestren
9. Mengetahui dan memahami sasaran kegiatan poskestren
10. Mengetahui dan memahami kader pos kesehatan pesantren (poskestren)
11. Mengetahui dan memahami langkah pembentukan poskestren
12. Mengetahui dan memahami pengorganisasian poskestren
13. Mengetahui dan memahami perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan
pesantren
14. Mengetahui dan memahami indikator kebersihan poskestren
15. Mengetahui dan memahami peran perawat dalam kesehatan pesantren
(Kestren)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an,
yang berarti tempat tinggal para santri. Pe-santri-an atau pesantren adalah tempat para
santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya. Pesantren juga dapat
didefinisikan sebagai sebuah masyarakat mini yang terdiri atas santri, guru, dan
pengasuh (kyai). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di
Indonesia.
Walaupun tiap pesantren mempunyai ciri yang khas, namun ada 5 prinsip dasar
pendidikannya, yang tetap sama yaitu:
1. Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kiai
2. Santri taat dan patuh kepada Kiainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki
oleh Kiai
3. Santri hidup secara mandiri dan sederhana
4. Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan
5. Para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat.
2. Klasifikasi Pesantren
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini :
1. Pesantren tipe A
adalah pesantren yang sangat tradisional. Pada tipe ini, umumnya para
santri tinggal di asrama yang letaknya masih di sekitar lingkungan rumah
kyai. Mereka hanya terbatas mempelajari kitab kuning, dan cara
pengajarannya memakai metode serogan (satu guru-satu santri) dan
bandongan (satu guru-banyak santri)
2. Pesantren tipe B
adalah pesantren yang memadukan antara metode sorogan dengan
pendidikan formal yang ada di bawah departemen pendidikan atau
departemen agama. Hanya lembaga pendidikan formal itu dikhususkan
untuk santri pesantren tersebut.
3. Pesantren tipe C
adalah hamper sama dengan tipe B, tetapi lembaga pendidikannya terbuka
untuk kalangan umum.
4. Pesantren tipe D
Adalah pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan formal, tetapi
memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada jenjang
pendidikan formal di luar pesantren.
Selain klasifikasi di atas, pesantren juga dapat dibedakan berdasarka kegiatan
yang berlangsung di dalam pesantren tersebut. Klasifikasi tersebut meliputi :
a. Pesantren salafi atau salafiah (tradisional)
Adalah pondok pesantren yang hanya mengajarkan kitab klasik dan agama
Islam. Jenis pesantren ini cenderung sangat selektif terhadap segala bentuk
pembaruan, termasuk kurikulum pengajarannya
b. Pesantren khalafi atau khalafiah (modern)
Yaitu pondok pesantren yang tidak hanya menyelenggarakan kegiatan
pendidikan agama, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah
atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah
berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA dan MAK).
c. Pesantren salafi khalafi (perpaduan tradisional dan modern)
Adalah pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan anatar metode
salafi dengan khalafi, yaitu memelihara nilai tradisional yang baik dan
akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.
3. Peran Pesantren
a. Pesantren sebagai lambaga pendidikan
Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu
keagamaa dan nilai-nilai kesatuan ini tidak begitu disorot oleh para
politisi, kecuali oleh para pemerhati pendidikan. Namun, peran pesantren
sebagai lembaga dakwah yang berhubungan dengan kemasyarakatan,
sangat menarik perhatian para politisi. Menurunnya peran pesantren
sebagai lembaga pendidikan terlebih dalam mengelola konflik yang ada di
masyarakat juga disebabkan krisis ekonomi yang berujung pada
ketidakmandirian pesantren dalam mencari dana pendukung.
b. Pesantren sebagai lembaga social
Pekerjaan social ini semula mungkin bukan merupakan tugas utama bagi
pesantren. Tetapi jika diperhatikan, pekerjaan social ini justru akan
memperbesar dan mempermudah gerak usaha pesantren untuk
memberikan pelayanan terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan tugas
tersebut, pesantren akan menjadi milik bersama, didukung dan dipelihara
oleh kalangan yang lebih luas, serta akan membuka kesempatan untuk
melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pesantren sebagai subkultur
Dengan akar budaya yang kuat, pesantren menjadi sebuah entitas yang
begitu sublime dengan masyarakatnya dalam menanamkan misinya.
Peantren bahkan menjelma menjadi sebuah subkultur yang tidak dapat
terpisah dari masyarakatnya. Berikut ini adalah elemen yang membuat
pesantren mampu manjedi subkultur tersendiri :
Pola kepemimpinan yang mandiri dan tidak terkooptasi kepentingan-
kepentingan berjangka pendek.
Kitab-kitab rujukan yang digunakan di banyak pesantren umumnya
terdiri dari warisan peradaban Islam dari berbagai abad.
d. Pesantren sebagai institusi
Derasnya arus informasi melalui media, hubungan antar Negara, antar
institusi, dan antar organisasi seperti jalur sumbangan dan batuan dengan
berbagai motif tentu ikut mempengaruhi dunia pesantren. Pesantren
sedikit banyak tidak bisa lepas dari pengaruh global.
4. Fungsi Pesantren
Secara umum, pesantren juga berfungsi untuk membentuk manusia-manusia yang
mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan lingkungan. Pada
fungsi social ini, pesantren berhasil merespins persoalan-persoalan kemasyarakatan
seperti mengatasi kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi
pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat dan
sebagainya. Dapat disimpulkan secara garis besar, bahwa fungsi pesantren antara lain
:
a. Tempat belajar ilmu-ilmu agama (keislaman)
b. Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan
c. Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah
d. Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif
e. Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa
f. Membentuk kader-kader dakwah islami
g. Sebagai garda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para
penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah)
h. Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan korban
kekerasan
i. Merespons persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti masalah kemiskinan,
memelihara tali persaudaraan, emngurangi pengangguran, memberantas
kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat dan sebagainya
j. Sebagai actor pengelola perdamaian
5. Masalah Kesehatan di Pesantren
Beberapa masalah yang ada yaitu sebagai berikut:
a. Penyakit Pernapasan
Yang paling sering dijumpai yaitu ISPA dan TB paru klinis. Ini disebabkan
karena ruang gerak yang begitu sempit untuk bernapas karena para santri
tinggal bersama dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi dengan ruangan
yang besar pula sehingga oksigen yang terbatas direbutkan oleh jumlah santri
yang melebihi batas. Lingkungan yang padat ini menyebabkan terjadinya
infeksi saluran napas karena udara yang pengap, kurang oksigen, dan ada
kemungkinan udara tercemar karena sampah yang menumpuk.
b. Penyakit Kulit
Scabies atau kudis dan dermatitis merupakan penyakit kulit yang sering
terjadi di pesantren. Penyakit ini merupakan penyakit yang sering ditemukan
pada lingkungan padat penduduk serta higienitas yang rendah. Pesantren
adalah salah satunya. Penyakit ini menular akibat kontak langsung atau tidak
langsung melalui bekas alas tidur atau pakaian. Sedangkan para santri itu
biasanya menggunakan barang secara bersamaan, misalnya selimut, alas tidur,
pakaian, handuk, dan sebagainya. Kebersihan air juga bisa mempengaruhi
mudahnya terjangkit penyakit ini. Oleh karena itu, scabies gampang menular
dari santri satu ke santri lain. Untuk menghindari penyakit ini, diperlukan
hygiene pribadi yang baik, sanitasi yang baik pula, serta kesadaran untuk
hidup bersih.
c. Penyakit Pencernaan
Diare menduduki peringkat 5 sebagai penyakit yang paling sering diderita
para santri. Diare dapat terjadi karena kuman melalui kontaminasi makanan
atau minuman, serta sanitasi air yang kurang, dan kebersihan pribadi yang
buruk. Ponpes kurang memperhatikan kebersihan makanan dan peralatan
makan para santri. Tidak hanya diare, pemenuhan gizi yang kurang dapat
menjadi masalah karena porsi makan yang kurang, mie sebagai makanan
pokok, dan makanan yang tidak memenuhi sejumlah nutrisi yang dibutuhkan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pesantren adalah tempat para santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya.
Pesantren merupakan salah satu kelompok sasaran keperawatan komunitas yang
dapat dilibatkan untuk pemberdayaan masyarakat di lingkungan pondok pesantren
dengan adanya kegiatan Poskestren. Poskestren merupakan salah satu wujud upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) di lingkungan pesantren dengan prinsip dari,
oleh, dan untuk warga pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif
(peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif
(pengobatan) dan rehabilitative (pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas
setempat. Peran perawat dalam Poskestren dapat berupa memberikan penyuluhan
kesehatan masyarakat dan gizi, menganalisa hasil kegiatan Poskestren, menyusun
rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan, memberi pendidikan kesehatan
dasar pada kader poskestren dan pengetahuan tentang PHBS dan membantu
memberikan pelayanan kesehatan di poskestren.
3.2 Saran
Seorang perawat sebaiknya harus lebih tahu dan paham akan keluhan utama yang
dialami oleh warga pesantren, sehingga harapanya nanti kita sebagai seorang perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan komunitas yang relevan dan tepat sasaran
khususnya untuk warga pesantren
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2007. Poskestren dan PHBS Tatanan Pesantren.
Surabaya: Dinkesprop Jatim
Efendi, Ferry dan Makhfludi. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktek dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.