Anda di halaman 1dari 26

Sistem Persamaan Linier

SISTEM LINIER DAN MATRIKS

Pada pokok bahasan ini, akan ditinjau beberapa bagian dari metode numerik lazim
digunakan untuk menyelesaian suatu sistem persamaan linier (untuk selanjutnya disingkat
sistem linier) dan permasalahan lainnya yang berhubungan dengan matriks. Untuk itu
sebagai sub pokok bahasan pendahuluan adalah tinjauan ulang matriks, yang
dimaksudkan untuk mengingatkan kembali beberapa definisi dan teorema yang
berhubungan dengan sistem linier.

3.1. TINJAUAN ULANG MATRIKS (Optional*)


Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk empat persegi panjang, yang
disusun secara teratur dalam baris-baris dan kolom-kolom. Suatu matriks yang
mempunyai m baris dan n kolom disebut matriks berukuran mxn.
a11 a12 a13 L a1m

a21 a22 a23 L a2 m
A= [3.1]
M M M O M

a
n1 an 2 an3 L anm
Indeks ij pada unsur aij menyatakan letak dari unsur tersebut, yakni pada baris ke-i dan
kolom ke-j. Untuk mempersingkat penulisan [3.1] dapat dinyatakan dalam bentuk
sederhana :
Amxn = ( aij ) [3.2]

3.1.1 Operasi-operasi pada matriks


Misalkan : Amxn = ( aij ) dan B pxq = (bij ) , maka :
Transpose Matriks, ( AT atau A' ).
Amxn = ( aij ) AT = P = ( pij ) dimana pij = a ji i, j
(Transpose dari suatu matriks diperoleh dengan cara merubah setiap
baris menjadi kolom dalam urutan yang sesuai)
Akibat : ( AT ) T = A

Contoh 3.1
2 6
2 3 0
A = A = 3 1
T

6 1 4 0 4

Kesamaan Matriks
A = B m = p ; n = q dan aij = bij i, j
(dua matriks sama, jika dan hanya jika ukurannya sama dan unsur-unsur
yang seletak/bersesuaian juga sama)

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 1 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Penjumlahan Matriks, terdefenisi jika ukurannya sama ( m = p ; n = q )


A + B = C c ij = aij + bij i, j
(Penjumlahan ( A + B ) terdefinisi hanya jika ukuran A dan B sama, dan
hasilnya adalah suatu matriks yang unsur-unsurnya merupakan jumlahan
dari unsur-unsur A dan B yang seletak).

Contoh 3.2
2 3 0 2 1 5 0 4 5
A = ; B = A + B =
6 1 4 4 3 4 10 4 0

Perkalian dengan Skalar, misalkan k R , maka :


kA = k ( aij ) = ( kaij )
(Perkalian A dengan skalar k, diperoleh dengan caara mengalikan setiap
unsur A dengan skalar tersebut)

Contoh 3.3
2 3 0 4 6 0
A = 2 A =
6 1 4 12 2 8

Perkalian antara Dua Matriks AB terdefinisi jika n = q , jadi :


n
Amxn = ( aij ) dan Bnxq = (bij ) AB = C mxq = (cij ) dengan cij = aik bkj
k =1
Dari orde (ukuran) perkalian matriks tampak bahwa perkalian matriks
tidak komutatif, dalam arti AB BA .

Contoh 3.4.
1 2
2 3 0
A = ; B = 3 5
6 1 4 1 0

2 1 + 3 (3) + 0 (1) 2 2 + 3 5 + 0 0 7 19
AB = =
6 1 + 1 (3) + 4 (1) 6 2 + 1 5 + 4 0 1 17
sedangkan
1 2 + 2 6 1 3 + 2 1 1 0 + 2 4 14 5 8

BA = 3 2 + 5 6 3 3 + 5 1 3 0 + 5 4 = 24 4 20
1 2 + 0 6 1 3 + 0 1 1 0 + 0 4 2 3 0

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 2 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

3.1.2 Jenis-jenis matriks


Vektor
Vektor adalah bentuk khusus dari matriks. Suatu matriks yang hanya terdiri
dari satu baris disebut vektor baris (matriks baris), sebaliknya ia hanya terdiri
dari satu kolom disebut vektor kolom (matriks kolom). Untuk selanjutnya
dalam penulisan buku ini yang dimaksud dengan vektor adalah vektor kolom.
x1

x
X X nx1 = 2 dan X T = ( x1 x2 x3 L xn )
M

x
n
X adalah suatu vektor, dan X T adalah suatu vektor baris.

Matriks Bujur Sangkar


Amxn = ( aij ) disebut matriks bujur sangkar jika m = n .
Jika Anxn maka unsur-unsur aii i disebut unsur-unsur diagonal utama,
disingkat unsur diagonal. Beberapa literatur penulisan Anxn sering disingkat
dengan An .

Contoh 3.5.
1 2 3 L 8

1 2 3 1 3 5 L 15

A3 = 4 8 12 ; B = 1 4 7 L 22

7 14 21 M M M O M

1
9 17 L 57

Matriks Segitiga Atas (Upper Triangular)


U nxn = (u ij ) disebut matriks segitiga atas jika u ij = 0 i < j

Contoh 3.6.
1 3 2 4
1 2 3
0 3 1 0
U3 = 0 4 5 ; U4 =
0 0 6 0 0 3 6

0 0
0 5

Matriks Segitiga Bawah (Lower Triangular)


Lnxn = ( ij ) disebut matriks segitiga bawah jika ij = 0 i > j

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 3 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Contoh 3.7.
2 0 0 0
1 0 0
3 3 0 0
L3 = 2 4 0 ; L4 =
3 5 6 0 2 4 0

6 0
7 8

Matriks Diagonal
Dnxn = ( d ij ) disebut matriks diagonal jika d ij = 0 i j

Contoh 3.8.
1 0 0
4 0
D2 = ; D3 = 0 4 0
0 7 0 0 6

Matriks Identitas I
Jika I nxn = ( ij ) adalah suatu matriks bujur sangkar dengan :
1 jika i = j
ij =
0 jika i j
maka I nxn disebut matriks Identitas. Penulisan I nxn biasa disingkat dengan
( I n ). Pemberian indeks-n (bukan nxn, bahkan indeks tersebut biasanya tidak
dituliskan) hanya untuk membedakan ukuran matriks identitas.

Contoh 3.9.
1 0 0
1 0
I 2 = ; I3 = 0 1 0
0 1 0 0 1

Matriks Pita dan Matriks Tridiagonal


Matriks Pnxn = ( pij ) disebut Matriks Pita jika p ij = 0 untuk setiap i, j
dengan i j > k . Matriks pita demikian disebut matriks pita dengan lebar
(2k + 1) yaitu jumlah maksimum unsur tak nol pada setiap baris. Matriks
tridiagonal adalah matriks pita dengan lebar terkecil. Dalam hal k = 1 atau
lebar pita sama dengan tiga, maka ia disebut matriks tridiagonal.

Contoh 3.10.
1 2 0 0 0

1 3 0 3 4 5 0 0

T1 = 2 1 6 ; T2 = 0 6 0 8 0

0 5 7 0 0 9 10 11

0 0
0 12 13
Chapter 3 : Metode Numerik halaman 4 dari 26 halaman
Sistem Persamaan Linier

1 2 2 0 0

3 4 4 5 0
P = 0 6 5 8 7

0 1 9 10 11
0 0
5 8 13
Ketiga matriks tersebut adalah matriks pita, secara khusus T1 dan T2 disebut
matriks tridiagonal.

3.2. Sistem Linier


Persamaan linier adalah suatu persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk :
a1 x1 + a 2 x 2 + a3 x3 + L + a m x m = b [3.3]
dimana koefisien-koefisien a1 , a 2 , a3 ,L , a m dan b adalah suatu konstanta, sedangkan
x1 , x 2 , x3 ,L, xm disebut peubah (variable) dari persamaan linier [3.3].
Nilai-nilai x1 = c1 , x 2 = c2 , x3 = c3 , L, x m = c m disebut solusi (penyelesaian) dari [3.3]
jika memenuhi :
a1c1 + a 2 c 2 + a3 c3 + L + a n c n = b .

Contoh 3.11.
4x + y = 5 [3.4]

Nilai-nilai x = 1 ; y = 1 , disebut solusi dari persamaan [3.4]. Tentu saja nilai-nilai ini
bukanlah satu-satunya solusi, karena x = 0 ; y = 5 atau x = 2 ; y = 3 atau x = 100 ;
y = 405 dan tak berhingga banyak nilai-nilai lainnya yang juga merupakan solusi dari
persamaan [3.4].

Sekumpulan persamaan linier :

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 + L + a1n xn = b1


a21x1 + a22 x2 + a23 x3 + L + a2 n xn = b2
a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 + L + a3n xn = b3 [3.5]
M
am1 x1 + am 2 x2 + am3 x3 + L + amn xn = bm

disebut sistem persamaan linier (untuk selajutnya disingkat sistem linier) dengan n
persamaan dan m peubah (variabel) yang biasa disebut sistem linier berorde (m n) .
Nilai-nilai x1 = c1 , x2 = c2 , x3 = c3 ,L, xn = cn disebut solusi dari [3.5], jika nilai-nilai
tersebut memenuhi semua persamaan linier yang ada pada sistem linier [3.5].
Sistem linier [3.5], selalu dapat dinyatakan dalam notasi matriks :
AX = B [3.6]

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 5 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

dimana :
x1
a11 a12 a13 L a1m b1
x2
a a a23 L a2 m b2
A = 21 22 : X = x3 dan B =
M M M O M M
M
a an3 L anm
n1 an 2 x bm
n
dalam hal b1 = b2 = b3 = L = bm = 0 , atau B = , maka persamaan [3.6] disebut Sistem
linier homogen.

Secara geometri, penyelesaian dari suatu sistem linier adalah titik perpotongan
antara semua persamaan-persamaan yang terdapat dalam sistem linier tersebut, akibatnya
suatu sistem linier mungkin saja :
Mempunyai jawab
o Mempunyai Jawab Tunggal. [lihat : Gambar 3.1.a]
o Mempunyai Jawab Jamak (tak hingga). [lihat : Gambar 3.1.b]
Tidak mempunyai jawab. [lihat : Gambar 3.1.c]

g1 g1
g1
g2
g2
g2

Gambar 3.1a Solusi Tunggal Gambar 3.1b. Solusi Jamak Gambar 3.1c. Tidak ada Solusi
g1 dan g2 berpotongan di satu titik g1 dan g2 berimpit g1 dan g2 sejajar

Beberapa Definisi, Lemma dan Teorema

Definisi 3.1. Penyelesaian Trivial


X = 0 disebut penyelesaian trivial dari sistem linier homogen AX = 0 .

Definisi 3.2. Kesetaraan Sistem Linier


Sistem linier AX = B dan PX = Q disebut setara (ekivalen) jika setiap solusi dari
AX = B juga merupakan solusi dari PX = Q .

Lemma 3.1
Misalkan X = C merupakan suatu solusi dari AX = B , jika X = D juga
merupakan solusi dari AX = B , maka C = D + E dan E adalah solusi dari sistem
linier homogen AX = 0.
(Setiap solusi dari suatu sistem linier satu dengan lainnya berhubungan linier)

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 6 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Teorema 3.1. (Sifat Ketunggalan Solusi)


Sistem linier AX = B mempunyai paling banyak satu penyelesaian jika dan
hanya jika sistem linier homogen AX = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial.

Teorema 3.2.
Sistem linier homogen AX = 0 dengan matriks koefisien Amxn mempunyai
penyelesaian non trivial jika m < n.
(Setiap sistem linier homogen dengan variabel lebih banyak dari jumlah
persamaannya selalu mempunyai penyelesaian non trivial).

Bahan diskusi, bagaimana jika persamaannya lebih banyak dari variabelnya


( m > n ). Ilustrasi, bagaimana perpotongan antara beberapa (lebih dari dua) garis lurus
pada suatu bidang datar ?

Jika kita mengharapkan memperoleh tepat satu penyelesaian untuk sistem linier
seperti pada persamaan [3.6] untuk setiap kemungkinan ruas kanan B maka jumlah
persamaannya haruslah sama dengan jumlah variabelnya, dengan kata lain matriks
koefisen A haruslah bujur sangkar. Oleh karenanya sistem linier yang dibicarakan
selajutnya adalah sistem linier dengan matriks koefisien yang bujur sangkar.

Teorema 3.3.
Misalkan Anxn , maka pernyataan-pernyataan berikut ini adalah setara (ekivalen).
a. Sistem linier homogen AX = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial X = 0
b. Untuk setiap kemungkinan B , sistem linier AX = B mempunyai
penyelesaian
c. Anxn mempunyai invers

3.3. Metode-metode Penyelesaian Sistem Linier


Pada dasarnya penyelesaian sistem linier dengan metode numerik dibedakan atas
metode langsung (direct) dan metode iterasi (iterative).

3.3.1 Metode Langsung (Direct)


3.3.1.1 Metode Eliminasi
Misalkan AX = B , dengan Anxn matriks segitiga atas dan setiap unsur diagonalnya
aii 0 , maka :
b
xn = n [3.7a]
ann
bn 1 a( n 1)( n ) xn
xn 1 =
a( n 1)( n 1)
bn 2 a( n 2)( n 1) xn 1 a( n 2)( n ) xn
xn 2 =
a( n 1)( n 1)
M

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 7 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

n
bk akj x j
j = k +1
xk = [3.7.b]
akk
Metode demikian disebut eliminasi substitusi mundur. Dalam hal Anxn matriks
segitiga bawah dan setiap unsur diagonalnya aii 0 , maka digunakan eliminasi
substitusi maju. Untuk eliminasi substitusi maju digunakan :
b
x1 = 1 [3.8.a]
a11
b a12 x1
x2 = 2
a 22
b a31 x1 a32 x 2
x3 = 3
a33
M
k 1
bk a kj x j
j =1
xk = [3.8.b]
a kk

Algoritma untuk menyelesaikan suatu sistem linier dengan substitusi mundur dapat
disusun sebagai berikut :

Algoritma 3.1. (Metode Substitusi Mundur)


Input : n ;
aij untuk i := 1,2,3,L , n dan j := 1,2,3,L, n ;
bi untuk i := 1,2,3,L , n
Output : xi untuk i := 1,2,3,L , n
Proses :
bn
; xn =
a nn
; k := n 1, n 2,L,1
jum := 0
j := k + 1, k + 2, L , n

[
jum := jum + a kj * x j

x k := (bk jum) / a kk

Contoh 3.12
Buatlah simulasi penyelesaian sistem linier berikut dengan menggunakan
Algoritma 3.1.

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 8 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

x1 + 2 x 2 + 3x3 = 7
Lemm 4 x 2 + 5 x3 = 8
6 x3 = 9
Simulasi :
Input : n = 3 ; a11 = 1 ; a12 = 2 ; a13 = 3 ; a 22 = 4 ; a 23 = 5 ; a33 = 6 ;
aij = 0 i < j ; b1 = 7 ; b2 = 8 ; b3 = 9 .
Proses :
9 x3 = b3 a33 = 9 / 6 = 1.5
9 k = 2 ; jum := 0
j = 3 ; jum := 0 + a 23 * x3 = 7.5
x 2 = (b2 jum) a 22 = (8 7.5) / 4 = 0.125
9 k = 1 ; jum := 0
j = 2 ; jum := 0 + a12 * x 2 = 2 * 0.125 = 0.25
j = 3 ; jum := 0.25 + a13 * x3 = 0.25 + 3 * 1.5 = 4.75
x1 = (b1 jum) a11 = (7 4.75) / 1 = 2.25
Output
x1 = 2.25 ; x 2 = 0.125 dan x3 = 1.5

Contoh 3.13
3x1 2 x2 + x3 x4 = 8
4 x2 x3 + 2 x4 = 3
Tentukan penyelesaian dari :
2 x3 + 3x4 = 15
5 x4 = 15
Jawab :
15
5 x4 = 15 x4 = =3
5
15 3( x4 ) 15 3(3)
2 x3 + 3x4 = 15 x3 = = =3
2 2
3 + x3 2 x4 3 + 3 6
4 x2 x3 + 2 x4 = 3 x2 = = = 1.5
4 4
8 + 2 x2 x3 + x4 8 3 3 + 3
4 x2 x3 3x1 2 x2 + x3 x4 = 8 x1 = = = 1.6667
3 3
dengan demikian, diperoleh penyelesaian adalah (dinyatakan dengan transpose) :
X T = ( x1 x2 x3 x 4 ) = (1.6667 1.5 3 3)

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 9 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

3.3.1.2 Menyelesaikan Sistem Linier dengan Eliminasi Gauss-Jordan


(Operasi Baris Elementer / OBE)

Teorema 3.4.
Misalkan AX = B . Jika PX = Q diperoleh akibat serangkaian operasi baris
elementer pada AX = B , maka AX = B ekivalen dengan PX = Q .
Operasi baris elementer yang dimaksud dalam hal ini adalah : (simbol operasi,
dinyatakan dalam tanda kurung) :
Menukarkan dua baris. Ri R j ( )
Mengalikan suatu baris dengan k 0. (kRi )
(
Menjumlahkan suatu baris dengan kelipatan baris yang lain. Ri + kR j .)
Secara umum matriks A disebut ekivalen dengan P (ditulis A P ) jika P dapat
diperoleh dari A dengan satu (atau beberapa) operasi baris elementer.

Dengan menggunakan Teorema 3.4, berarti untuk setiap sistem linier AX = B dapat
dilakukan OBE sedemikian hingga diperoleh sistem linier PX = Q yang ekivalen dengan
AX = B . Matriks P yang diinginkan adalah suatu matriks segitiga atas dengan semua
unsur diagonalnya adalah 1 ( ( pii = 1 i ) . Algoritma metode ini dapat disusun sebagai
berikut :

Algoritma 3.2. (Metode Eliminasi Gauss)


Input : n ;
aij untuk i := 1,2,3,L , n dan j := 1,2,3,L, n ;
bi untuk i := 1,2,3,L , n
Output : xi untuk i := 1,2,3,L , n
Proses :
; k := 1,2,3,L , n : Kerjakan !
Jika a kk = 0 maka m := k + 1
Rk R m Jika unsur diagonal nol,
Jika a = 0 maka m := m + 1 dilakukan pertukaran baris.
kk
Jika m > n maka " solusi tidak ada"

1 Prosedur untuk membentuk


Rk
a kk matriks segitiga atas dengan unsur
m : k + 1, k + 2, k + 3,L, n diagonal satu (unsur satu utama pada
[Rk amk Rm matriks eselon baris)

xn = bn
k := n 1, n 2,L,1

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 10 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

jaw := bk Prosedur substitusi mundur untuk


j := k + 1, k + 2,L , n
matriks (A | B) yang berbentuk
[
jaw := jaw a kj * x j eselon baris

x k := jaw

Contoh 3.13
Tentukan penyelesaian dari :
x 2y + z = 0 1 2 1 x 0

5x + 4 y z = 1 atau 5 4 1 y = 1
3x + 6 y + 2 z = 5 3 6 2 z 5

Jawab :
Tanpa mengurangi makna (karena X, dalam hal ini hanyalah merupakan variabel boneka)
dan untuk mempersingkat penulisan dari sistem linier AX = B , dapat saja dituliskan
dalam bentuk matriks tertambah ( A B ) , seperti berikut ini :
1 2 1 0 R2 5R1 1 2 1 0

(A B ) = 5 4 1 1 R3 3R1 0 14 6 1
3 6 2 5 0 12 1 5

1 2 1 0

1
14
R 2 0 1 0 .428571 0 .071429

0 12 1 5

1 2 1 0

R3 12 R2 0 1 0.428571 0.071429
0 0 4.142857 4.182852

1 2 1 0
1
R3 0 1 0.428571 0.071429
4.142857 0 0
1 0.999999
dengan demikian, maka :
x 2y + z = 0 x 2y + z=0
5x + 4 y z = 1 setara dengan y 0.428571 z = 0.071429
3x + 6 y + 2 z = 5 z = 0.999999
dengan menggunakan substitusi mundur, diperoleh :
z = 0.999999 z 1
y 0.428571 z = 0.071429 y = 0.071429 + 0.428571(1) = 0.5
x 2y + z = 0 x = 0 + 2(0.5) (1) = 0
dengan demikian, diperoleh penyelesaian :
X = [ x y z ] = [ 0 0.5 1 ]
T T

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 11 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

3.3.2 Metode Iterasi (Indirect)


Metode ini dikelompokkan ke dalam metode tidak langsung karena penyelesaian
sistem linier dikerjakan dengan terlebih dahulu memilih nilai awal dan selanjutnya
dilakukan iterasi.

3.3.2.1 Metode Iterasi Jacobi


Misalkan EX = F dengan E matriks bujur sangkar. Pilih suatu matriks A dan
B sedemikian hingga :
( A | B) ekuivalen dengan ( E | F )
dengan unsur diagonal aii 0 untuk setiap i := 1,2,3,L , n
untuk memenuhi pilihan tersebut cukup dilakukan pertukaran baris.
Dengan demikian sistem linier
a11 x1 + a12 x 2 + a13 x3 + L + a1n x n = b1
a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 x3 + L + a 2 n x n = b2
EX = F ekivalen dengan a31 x1 + a32 x 2 + a33 x3 + L + a3n x n = b3 [3.9]
M
a n1 x1 + a n 2 x 2 + a n3 x3 + L + a nn x n = bn
karena aii 0 untuk setiap i := 1,2,3,L , n , maka dari persamaan [3.9] dapat dibentuk :

1
xk = (bk ak1 x1 ak 2 x2 L ak ( k 1) x( k 1) ak ( k +1) x( k +1) L akn xn ) [3.10]
akk

Untuk masing-masing nilai k, lakukan iterasi :


xk(i +1) = g ( x1(i ) , x2(i ) , x3(i ) ,L, x (ji) k ,L, xn(i ) ) [3.11]

dengan menggunakan nilai awal x1( 0) , x2( 0) , x3( 0) ,L, x (j0)k ,L, xn( 0) ) . Pemberian superscrip (i)
pada x k(i ) menyatakan bahwa perhitungan nilai x k pada iterasi ke-i.

Contoh 3.14
Dengan Iterasi Jacobi, tentukan solusi dari sistem linier
4 x1 x 2 + x3 = 7
4 x1 + 8 x 2 + x3 = 21
2 x1 + x 2 + 5 x3 = 15
Jawab :
Bentuk iterasi sesuai dengan persamaan [3.11], adalah :
1 1
x1 = (7 + x 2 x3 ) x1( k +1) = (7 + x 2( k ) x3( k ) )
4 4
1 1
x2 = (21 + 4 x1 + x3 ) atau x 2( k +1) = (21 + 4 x1( k ) + x3( k ) )
8 8
1 1
x3 = (15 + 2 x1 x 2 ) x3( k +1) = (15 + 2 x1( k ) x 2( k ) )
5 5

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 12 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

dengan menggunakan nilai awal x1( 0) = 1 ; x 2( 0) = 2 dan x3( 0) = 2 , diperoleh :


Iterasi pertama :
1
x1(1) = (7 + 2 2) = 1.75 :
4
1
x 2(1) = (21 + 4(1) + 2) = 3.375
8
1
x3(1) = (15 + 2(1) 2) = 3
5
Iterasi kedua :
1
x1( 2) = (7 + 3.375 3) = 1.8438
4
1
x 2( 2) = (21 + 4(1.75) + 3) = 3.875 :
8
1
x3( 2) = (15 + 2(1.75) 3.375) = 3.025
5
Iterasi selanjutnya disajikan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14
Iterasi x1(i ) x 2(i ) x3(i )
0 1.0000 2.0000 2.0000
1 1.7500 3.3750 3.0000
2 1.8438 3.8750 3.0250
3 1.9625 3.9250 2.9625
4 1.9906 3.9766 3.0000
5 1.9941 3.9953 3.0009
M M M M
9 2.0000 4.0000 3.0000
10 2.0000 4.0000 3.0000

Perhatikan bahwa setelah iterasi ke-10, himpunan penyelesaian ternyata konvergen ke


nilai x1 = 2 ; x 2 = 4 dan x3 = 3 .
Dengan demikian solusi dari sistem linier
4 x1 x 2 + x3 = 7 x1 2

4 x1 + 8 x 2 + x3 = 21 adalah X = x 2 = 4
2 x1 + x 2 + 5 x3 = 15 x 3
3

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 13 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

3.3.2.2 Metode Iterasi Gauss-Seidel


Metode ini, hampir serupa dengan Iterasi Jacobi, hanya saja nilai iterasi yang
diperoleh sebelumnya digunakan segera untuk iterasi berikutnya. Dengan menggunakan
persamaan [3.10], dipilih suatu iterasi yang menyerupai persamaan [3.11], seperti berikut
ini :

Untuk masing-masing nilai k, lakukan iterasi :


xk(i +1) = g ( x1(i +1) , x2(i +1) , x3(i +1) ,L, xk(i+11) , xk(i+)1,L, xn(i ) ) [3.11]

dengan menggunakan nilai awal x2( 0) , x3( 0) ,L, xn( 0)


Perhatikan kembali Contoh 3.14, jika dikerjakan dengan menggunakan Iterasi
Gauss-Seidel.

Contoh 3.15
Dengan iterasi Gauss-Seidel, tentukan solusi dari sistem linier :
4 x1 x 2 + x3 = 7
4 x1 8 x 2 + x3 = 21
2 x1 + x 2 + 5 x3 = 15
Jawab :
Bentuk iterasi sesuai dengan persamaan [3.11] untuk sistem linier tersebut adalah :
1 1
x1 = (7 + x 2 x3 ) x1( k +1) = (7 + x2( k ) x3( k ) )
4 4
1 1
x 2 = (21 + 4 x1 + x3 ) atau x2( k +1) = (21 + 4 x1( k +1) + x3( k ) )
8 8
1 1
x3 = (15 + 2 x1 x 2 ) x3( k +1) = (15 + 2 x1( k +1) x2( k +1) )
5 5
dengan menggunakan nilai awal x1 = 1 ; x 2 = 2 dan x3( 0) = 2 , diperoleh :
(0) (0)

Iterasi pertama :
1
x1(1) = (7 + 2 2) = 1.75
4
1
x2(1) = (21 + 4(1.75) + 2) = 3.75
8
1
x3(1) = (15 + 2(1.75) 3.375) = 2.95
5
Iterasi kedua :
1
x1( 2) = (7 + 3.75 2.95) = 1.95
4
1
x2( 2) = (21 + 4(1.95) + 2.95) = 3.96875
8
1
x3( 2) = (15 + 2(1.95) 3.96875) = 2.98625
5

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 14 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Iterasi selanjutnya disajikan pada Tabel 3.15.

Tabel 3.15
Iterasi x1(i ) x 2(i ) x3(i )
0 1 2 2
1 1,75 3,75 2,95
2 1,95 3,9688 2,9863
3 1,9956 3,9961 2,9990
4 1,9993 3,9995 2,9998
5 1,9999 3,9999 3.0000
6 2.0000 4.0000 3.0000

Kondisi buruk (ill condition)


Metode iterasi Jacobi (atau iterasi Gauss-Seidel) hanya dapat menyelesaikan
masalah sistem linier bentuk tertentu. Perhatikan Contoh 3.16 berikut yang diselesaikan
dengan Iterasi Jacobi.

Contoh 3.16
2 x1 + x 2 + 5 x3 = 15
Dengan iterasi Jacobi, tentukan solusi SPL : 4 x1 8 x 2 + x3 = 21
4 x1 x 2 + x3 = 7
Jawab :
Bentuk iterasi yang bersesuaian adalah :
1 1
x1 = (15 x 2 5 x3 ) x1( k +1) = (15 x 2( k ) 5 x3( k ) )
2 2
1 1
x 2 = (21 + 4 x1 + x3 ) atau x2( k +1) = (21 + 4 x1( k ) + x3( k ) )
8 8
x3 = 7 4 x1 + x 2 x3( k +1) = 7 4 x1( k ) + x 2( k )
dengan menggunakan nilai awal x1( 0) = 1 ; x 2( 0) = 2 dan x3( 0) = 2 , diperoleh :

Iterasi pertama : Iterasi kedua


1 1
x1(1) = (15 2 5(2)) = 1.5 x1(1) = (15 3.375 5(5)) = 6.6875
2 2
1 1
x 2(1) = (21 + 4(1) + 2) = 3.375 x 2(1) = (21 + 4(1.5) + 5) = 2.5
8 8
x3(1) = 7 4(1) + 2 = 5 x3(1) = 7 4(1.5) + 3.375 = 16.375

Iterasi selanjutnya disajikan pada ruas kiri Tabel 3.16 . Pada ruas kanan Tabel 3.16
juga disajikan nilai iterasi jika dipilih nilai awal x1( 0) = 0 ; x 2( 0) = 0 dan x3( 0) = 0 .

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 15 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Tabel 3.16
Iterasi x1(i ) x 2(i ) x3(i ) x1(i ) x 2(i ) x3(i )
0 1 2 2 0 0 0
1 -1,5 3,375 5 -7,5 2,625 7
2 6,6875 2,5 16,375 11,3125 -0,25 39,625
3 34,6875 8,015625 -17,25 91,4375 13,23438 -38,5
4 -46,6172 17,8125 -123,734 -97,1328 43,53125 -345,516
5 -307,93 -36,1504 211,2813 -849,523 -89,1309 439,0625
M M M M M M M

Dengan kedua nilai awal tersebut, iterasi menjadi divergen. Perhatikan bahwa sistem
linier Contoh 3.16 setara (ekivalen) dengan SPL Contoh 3.14, karena ia diperoleh dengan
hanya menukarkan persamaan pertama dengan persamaan ketiga, jadi seharusnya juga
konvergen ke nilai x1 = 2 ; x 2 = 4 dan x3 = 3 . Sistem linier demikian dikatakan
mempunyai kondisi buruk.

Untuk mengatasi hal seperti ini dapat digunakan suatu strategi tumpuan
(pivoting). Strategi ini dimaksudkan untuk memperkecil galat (kesalahan). Jika terdapat
beberapa unsur tak nol pada kolom ke-k yang terletak pada atau dibawah diagonal maka
terdapat pilihan untuk menentukan baris yang mana digunakan sebagai tumpuan dengan
cara menukar. Jadi sebelum menentukan bentuk iterasi, harus didahului dengan
menentukan tumpuan mana yang menjadi pilihan.
Untuk mengurangi pengaruh perambatan galat, disarankan untuk memeriksa
besarnya semua unsur pada kolom ke-k yang terletak pada atau di bawah diagonal, dan
melokasikan baris ke-r yang mempunyai unsur dengan nilai mutlak terbesar, yakni :
{
ark = max akk , a( k +1) k , a( k + 2) k , L, a( n 1) k , an k }
Contoh 3.17
Gunakan strategi tumpuan untuk menentukan iterasi untuk mencari penyelesaian dari
sistem linier :
1 3 2 4 x1 7

2 6 1 5 x2 1
1 6 2 4 x = 1
3
5 4 2
3 x4 6
Jawab :
1 3 2 4 7 1 0.8 0.4 0.6 1.2

2 6 1 5 1 R1 5 R4 2
1
6 1 5 1
1 6 2 4 1 1 6 2 4 1

5 4 2 3 6 1 3 2 4 7

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 16 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

R2 2 R1 1 0.8 0.4 0.6 1.2



R3 + R1 0 4.4 0.2 3.8 3.4
R4 R1 0 6.8 1.6 3.4 0.2

0
2.2 2.4 3.4 8.2
1 0.8 0.4 0.6 1.2

R2 61.8 R3 0 1 0.235294 0.5 0.029412
0 4.4 0.2 3.8 3.4

0 2.2 2 . 4 3 . 4 8 . 2

R3 4.4 R2 1 0.8 0.4 0.6 1.2

R4 2.2 R2 0 1 0.23529 0.5 0.02941
0 0 1.23529 6 3.52941

0 0 1.88235 4.5 8.26471

1 0.8 0.4 0.6 1.2


1

R3 1.88235
R4 0 1 0.23529 0.5 0.02941
0 0 1 2.39063 4.39063

0 0 1 .23529 6 3 .52941

1 0.8 0.4 0.6 1.2



R4 1.23529 R3 0 1 0.23529 0.5 0.02941
0 0 1 2.39063 4.39063

0 0 0 8 .95313 8 .95313

1 0.8 0.4 0.6 1.2



R4 0 1 0.23529
1
8.95313
0.5 0.02941
0 0 1 2.39063 4.39063

0 0 0 1 1

Selanjutnya dengan susbtitusi mundur diperoleh penyelesaian :
x1 1

x 0
X = 2 =
x 2
3
x 1
4

Perhatikan kembali operasi baris elementer yang dipergunakan pada Contoh 3.17.
Operasi penukaran baris dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing R1 R4 ;
R2 R3 dan R3 R4 yaitu :

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 17 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Row 1 Row 4 Row 4 Row 4



Row 2 Row 2 Row 3 Row 3
Row 3 R1 R4 Row 3 R2 R3 Row 2 R3 R4 Row 1

Row 4 Row 1 Row 1 Row 2

Jadi seharusnya sistem linier pada Contoh 3.17, diselesaikan dengan berturut-turut
menggunakan persamaan keempat, persamaan ketiga, persamaan pertama dan persamaan
kedua untuk menghitung iterasi pada x1 , x 2 , x3 , dan x 4 jika digunakan metode Iterasi
Jacobi (atau Iterasi Gauss-Seidel).
Untuk mnentukan secara singkat persamaan mana yang digunakan untuk
melakukan iterasi, perhatikan harga mutlak unsur-unsur terbesar pada kolom-kolom A ,
yaitu :
1 3 2 4

2 6 1 5
1 6 2 4

5 4 2 3

diperoleh kolom pertama (=5, baris ke-4), kolom ke-2 (=6, baris ke-2 dan ke-3) , kolom
ke-3 (=2, baris ke-1, ke-3 dan ke-4), kolom ke-4 (=5, baris ke-2), maka iterasi yang
dipilih berturut-turut seharusnya adalah baris keempat untuk x1 , baris kedua untuk x 4 ,
baris ketiga untuk x 2 dan baris pertama untuk x3 . Hasil ini sama dengan yang diperoleh
pada Contoh 3.17.

Perhatikan bahwa sebenarnya, menyelesaikan sistem linier dengan metode Iterasi


Jacobi atau Iterasi Gauss Seidel serupa dengan Metode Titik Tetap dalam mencari akar
suatu persamaan non linier [lihat, persamaan [3.11]). Pada metode iterasi titik tetap
memiliki dua masalah mendasar yakni :
1. seringkali tidak konvergen (divergen)
2. kalaupun konvergen biasanya sangat perlahan.
Suatu kondisi yang dapat menjamin konvergensi iterasi gauss-seidel adalah
digunkannya baris ke-r yang dominan diagonal untuk melakukan iterasi pada x r .
Baris ke-r dari Anxn = (aij ) disebut dominan diagonal, jika :
n
akk > a1k + a2 k + a3k + L + a( k 1) k + a( k +1) k + L + ank = a jk
j =1, j k

Sistem Linier Tridiagonal


Dalam berbagai bidang terapan, sering dijumpai masalah sistem linier dengan
matriks koefisien yang berukuran besar (jumlah peubah cukup banyak), tatapi unsur-
unsur tak nol-nya jarang parse sedangkan unsur nol-nya berpola. Salah satu diantaranya
adalah masalah pada model penyelesaian persamaan differensial parsial. Bentuk sistem
linier untuk yang demikian biasanya mempunyai matriks koefisien berupa matriks pita,
misalnya sistem linier dengan matriks koefisien berupa matriks tridiagonal. Sistem linier
yang demikian disebut sistem linier tridiagonal.

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 18 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Contoh :

b1T1 + c1T2 = d1 b1 c1 0 0 0 0 0 T1 d1

a 2T1 + b2T2 + c 2T3 = d 2 a2 b2 c2 0 0 0 0 T2 d 2
a3T2 + b3T3 + c3T4 = d 3 0 a3 b3 c3 0 0 0 T3 d 3

a 4T3 + b4T4 + c 4T5 = d 4 0 0 a4 b4 c4 0 0 T4 = d 4
a5T4 + b5T5 + c5T6 = d 5
0
0 0 a5 b5 c5 0 T5 d 5
a 6T5 + b6T6 + c6T7 = d 6 0 0 0 0 a6 b6 c6 T6 d 6

a 7T6 + b7T7 = d 7 0 0 0 0 0 a7 b7 T7 d 7

3.4. Determinan Matriks (Optional #)


Pengertian dan definisi determinan dari suatu matriks tidak dijelaskan secara
terinci disini, akan tetapi beberapa sifat-sifat determinan berikut dibicarakan.

Sifat 1. Determinan Matriks Segitiga

Jika Anxn = (aij ) adalah suatu matriks segitiga atas (bawah), maka :
n
det( A) = aii = a11a 22 a33 a 44 L a nn
i =1
(determinan matriks segitiga sama dengan hasil kali semua unsur diagonalnya)

Sifat 2. Determinan dalam hubungannya dengan OBE

Misalkan Bnxn = (bij ) diperoleh Anxn = (aij ) dengan suatu operasi baris
elementer, maka :
R Rj
a. Jika Anxn i Bnxn , maka det( B) = det( A)

(menukar salah satu baris, determinan akan berubah tanda)

Ri
b. Jika Anxn Bnxn , maka det( B) = det( A)

(Jika suatu baris dikalikan dengan konstanta , maka nilai determinannya
akan menjadi kali determinan semula)

Ri + R j
c. Jika Anxn Bnxn , maka det( B) = det( A)

(Determinan suatu matriks tidak berubah nilainya jika suatu baris
ditambahkan dengan kelipatan baris yang lain)

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 19 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Sifat 3. Determinan Hasil kali matriks det( AB) = det( A) det( B)

Teorema (Aturan Cramer)


det( Ak )
Misalkan sistem linier AX = B . Jika det( A) 0 maka x k =
det( A)
dimana Ak diperoleh dengan cara mengganti kolom ke-k dengan vektor B .
Penyelesaian demikian dikenal dengan nama Aturan Cramer.

Definisi, Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Persamaan Karakteristik


Misalkan Anxn , suatu nilai (bilangan riil atau kompleks) disebut nilai eigen
dari A jika untuk suatu vektor Y (dengan unsur-unsur bilangan riil atau
kompleks) memenuhi :
AY = Y
Selanjutnya Y disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan .
Pernyataan di atas ekivalen dengan menyatakan (Lihat, soal latihan) :
suatu nilai eigen dari A det( A I ) = 0 .
Suatu fungsi yang didefinisikan sebagai :
f A () = det( A - I )
disebut persamaan karakteristik dari matriks A , karena f A () berbentuk
polinomial, maka f A () biasa juga disebu polinomial karakteristik dari A .

Contoh :
2 1 0

Diketahui A = 1 3 1 , maka :
0 1 2

Polinomial karakteristik dari A adalah :
2 1 0

f A () = det 1 3 1 = 3 + 7 3 14 + 8
0 1 2

Nilai-nilai eigen dari A adalah :
1 = 1 ; 2 = 2 dan 2 = 4
Vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan masing-masing nilai eigen
berturut-turut adalah :
1 1 1

v1 = 1 ; v 2 = 0 dan v3 = 2
1 1 1

Walaupun menghitung determinan dapat dilakukan dengan kofaktor, akan tetapi karena
unsur-unsur kofaktor juga merupakan determinan, maka pada tulisan ini hanya
diperkenalkan menghitung determinan dengan memanfaatkan sifat-sifat determinan.
Prosedur ini dijelaskan sebagai berikut :

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 20 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Prosedur Menghitung Determinan


L1. Mulai di baris pertama (i =1)
L2. Periksa unsur diagonal, jika unsur aii 0 , ke L4
L3. Tukarkan baris ke-i dengan baris berikutnya (dibawahnya), sampai diperoleh unsur
aii 0 . [Jika proses ini gagal, dalam arti tidak ditemukan baris sedemikian hingga
aii 0 , maka disimpulkan det( A) = 0 ]
Ingat, menurut Sifat 2.a determinan sekali melakukan proses pertukaran baris
nilai determinan berubah tanda.
L4. Lakukan proses penyapuan yaitu proses membuat nol semua unsur-unsur dibawah
unsur diagonal dengan operasi baris elementer.
L5. Proses dilakukan untuk baris berikutnya, i = i + 1
L6. Jika pada semua baris sudah dilakukan (i > n) ke L7, jika tidak kembali ke L2.
L7. Matriks yang diperoleh adalah matriks segitiga atas, sehingga menurut Sifat 1, nilai
determinan adalah hasil kali semua unsur diagonal.

Prosedur ini, digambarkan pada Flowchart berikut :

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 21 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Flowchart Menghitung Determinan Matriks

Start

a[i, j ]
i = 1,2,3,L, n
j = 1,2,3, L , n

i =1
det = 1

k =0
No X
Ri R(i + k ) Ya
i>n
Ya
k = k +1 a[i, i ] = 0 det( A) = det

No No
i = i +1
End
d [i, i ] = (1) a[i, i ]
k

(i + k ) > n

Ya m = i +1

det = 0
Ya det = d [i, i ] * det
m>n
X No
a[m, i ]
Rm Ri
a[i, i ]

m = m +1

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 22 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

3.5 Invers Matriks (Optional#)

Definisi : Invers Matriks


Misalkan Anxn = (aij ) . Jika terdapat suatu matriks B sedemikian hingga berlaku :
AB = I = BA
maka B disebut invers dari A dan dituliskan sebagai B = A 1 dan juga A = B 1 .

Contoh :
4 5 2 5 2
A = dan B =
6 8 3 4
4 5 2 5 2 1 0 2 5
2 4
5
AB = = = = BA
6 8 3 4 0 1 3 4 6 8

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghitung invers matriks, salah satu
diantaranya adalah dengan mengganggap invers matriks adalah solusi dari suatu
persamaan linier, seperti berikut :
Pandang matriks bujur sangkar non singular Anxn , dan misalkan Ynxn = ( y ij ) = A 1 ,
karena AY = I , maka Ynxn = ( y ij ) = A 1 dapat dipandang sebagai matriks dengan kolom
ke-k merupakan solusi dari sistem linier AYk = I k dimana I k adalah kolom ke-k dari
matriks identitas.
Akan tetapi metode ini jarang digunakan, karena menyelesaikan invers matriks dengan
menggunakan cara ini, sama saja dengan mencari solusi n sistem linier.

Metode lain yang lebih disenangi adalah Metode Eliminasi Gauss-Jordan dengan
tumpuan parsial. Beberapa definisi dan pengertian akan mendahului penjelasan metode
tersebut.

Definisi : Matriks Elementer (Optional#)


Matriks E E nxn disebut matriks elementer, jika E E nxn dapat diperoleh dari
suatu matriks identitas I n dengan hanya satu operasi baris elementer.

Contoh :
1 2 1 0 R1 + 2 R2 1 2
E1 = karena I = = E1
0 1 0 1 0 1
1 0 0 1 0 0 1 0 0
5 R2
E2 = 0 5 0 karena I = 0 1 0 0 5 0 = E2
0 0 1 0 0 1 0 0 1

0 0 1 1 0 0 0 0 1
R1 R3
E3 = 0 1 0 karena I = 0 1 0 0 1 0 = E3
1 0 0 0 0 1 1 0 0

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 23 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Lemma : Invers Matriks Elementer (Optional#)


Jika E adalah matriks elementer yang diperoleh dengan OBE1 , maka E 1 juga
merupakan matriks elementer yang diperoleh dengan balikan(OBE1 ) .

Contoh :
1 2
E = bersesuaian dengan OBE1 = R1 + 2R2 .
0 1
1 2
Karena balikan(OBE1 ) = R1 2 R2 , maka E 1 = .
0 1

Lemma :
Misalkan B = E1 E 2 E3 L E n dengan Ei adalah matriks elementer sedemikian
hingga AB = I = BA , maka A 1 = B , maka A yang diperoleh dengan OBE1 ,
maka E 1 juga merupakan matriks elementer yang diperoleh dengan
balikan(OBE1 ) .

Lemma :
Misalkan Anxn . Jika ( A I ) (I B ) , maka B = A 1
(Jika matriks tertambah ( A I ) dengan serangkaian operasi baris elementer
sedemikian hingga diperoleh (I B ) , maka B = A 1 )

Mencari invers suatu matriks dengan menggunakan Lemma yang terakhir ini, disebut
Metode Eliminasi Gauss-Jordan Tumpuan Parsial. Adapun algoritma metode tersebut
dsapat disusun, seperti pada Algoritma XXXX. Perhatikan bahwa ( A I ) dipandang
sebagai matriks A yang diperbesar dengan ukuran n-baris dan 2n-kolom.

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 24 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

Algoritma
Input : n
a[i, j ] , i = 1,2,3,L , n ; j = 1,2,3,L,2n 1,2n
dimana untuk j > n , a[i, j ] = 1 jika j = i + n dan a[i, j ] = 0 jika j i + n .
Output : a[i, k ] , i = 1,2,3,L , n ; k = n + 1, n + 2, n + 3, L,2n 1,2n
Langkah-langkah :
Untuk k = 1,2,3,L , n , Kerjakan :
L1. Mencari tumpuan kolom, (memilih unsur terbesar pada kolom)
Untuk k = 1,2,3,L , n , Kerjakan :
r := k
Jika k = n, lanjutkan ke L2
Untuk i = k + 1, k + 2, k + 3,L , n Kerjakan :
Jika a[i, k ] > a[r , k ] maka r = i

L2. Melakukan pertukaran baris, untuk tumpuan


Jika a[i, k ] = 0 , disimpulkan matriks non singular ( A 1 , tidak ada), Selesai.
Jika r k , lakukan :
Untuk j = 1,2,3, L,2n 1,2n ,
s := a[k , j ] ; a[k , j ] := a[i, j ] ; a[i, j ] := s
L3. Menjadikan unsur diagonal satu.
p := a[k , k ] ,
Untuk j = 1,2,3,L,2n 1,2n ,
a[k , j ]
a[k , j ] =
p
L4. Melakukan penyapuan untuk unsur lain (selain unsur diagonal).
Untuk i = 1,2,3,L , n dengan i k ; j = 1,2,3,L,2n 1,2n , lakukan :
a[i, j ] = a[i, j ] a[k , j ] * a[i, k ]

Contoh soal :
1 3 3

Tentukan invers dari matriks B = 2 4 5
1 5 3

Jawab :
a[1,1] a[1,2] a[1,3] a[1,4] a[1,5] a[1,6] 1 3 3 1 0 0

A = a[2,1] a[2,2] a[2,3] a[2,4] a[2,5] a[2,6] = 2 4 5 0 1 0
a[3,1] a[3,2] a[3,3] a[3,4] a[3,5] a[3,6] 1 5 3 0 0 1

Untuk k=1
L1. Diperoleh a[i, k ] = a[2,1] = 2
L2. Baris pertama dipertukarkan dengan baris kedua, dan berturut-turut diperoleh :

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 25 dari 26 halaman


Sistem Persamaan Linier

a[1,1] = 2 : a[1,2] = 4 : a[1,3] = 5 : a[1,4] = 0 : a[1,5] = 1 : a[1,6] = 0


a[2,1] = 1 : a[2,2] = 3 : a[2,3] = 3 : a[2,4] = 1 : a[2,5] = 0 : a[2,6] = 0
L3. Unsur a[1,1] , dijadikan 1, dan berturut-turut diperoleh :
a[1,1] = 1 : a[1,2] = 2 : a[1,3] = 2..5 : a[1,4] = 0 : a[1,5] = 0.5 : a[1,6] = 0
L4. Dilakukan penyapuan, menjadikan unsur kolom pertama semuanya nol , kecuali
baris pertama, dan diperoleh hasil :
1 2 2.5 0 0.5 0

0 1 5.5 1 0.5 0
0 3 5.5 0 0.5 1

Untuk k=2
L1. Diperoleh a[i, k ] = a[3,2] = 3
L2. Baris kedua dipertukarkan dengan baris ketiga, dan berturut-turut diperoleh :
a[2,1] = 0 ; a[2,2] = 3 ; a[2,3] = 5.5 ; a[2,4] = 0 ; a[2,5] = 0.5 ; a[2,6] = 1
a[3,1] = 0 ; a[3,2] = 1 ; a[3,3] = 5.5 ; a[3,4] = 1 ; a[3,5] = 0.5 ; a[3,6] = 0
L3. Unsur a[2,2] , dijadikan 1
L4. Dilakukan penyapuan, menjadikan unsur kolom kedua semuanya nol , kecuali
baris kedua, dan diperoleh hasil :
1 0 6.16667 0 0.83333 0.66667

0 1 1.83333 0 0.16667 0.33333
0 0 3.66667 1 0.33333 0.33333

Untuk k=3
L1. Diperoleh a[3,3] = 3.66667
L2. Tidak ada pertukaran baris
L3. Unsur a[3,3] , dijadikan 1
L4. Dilakukan penyapuan, menjadikan unsur kolom ketiga semuanya nol , kecuali
baris ketiga, dan diperoleh hasil :
1 0 0 1.681818 0.272727 1.227273

0 1 0 0.5 0 0.5
0 0 1 0.272727 0.090909 0.090909

Dengan demikian disimpulkan bahwa :
1.681818 0.272727 1.227272 37 22 311 27 22

B 1 = 0.5 0 0.5 = 1 2 0 1
2
0.272727 0.090909 0.090909 3 1 1
11 11 11

Chapter 3 : Metode Numerik halaman 26 dari 26 halaman

Anda mungkin juga menyukai