Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sayuran merupakan kebutuhan masyarakat yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam budidaya tanaman sayuran selain penerapan teknologi modern
bidang pertanian, perlu diperhatikan pula tata cara pengendalian OPT mengingat
dampak serangan OPT berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas hasil
tanaman. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan cara atau teknik
agar serangan OPT dapat dikendalikan.
Hama merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) dimana
keberadannya di lapang merupakan resiko yang harus dihadapi dalam setiap usaha di
bidang prtanian. Hama yang berada di lapang bukan merupakan sesuatu yang harus
diberantas sampai habis, tetapi dikelola agar tidak merugikan secara ekonomi.
Pengetahuan tentang morfologi serangga merupakan hal yang sangat penting
bagi pengetahuan dasar seorang mahasiswa pertanian. Pembicaraan tentang cara
merusak dan gejala kerusakan yang diakibatkan oleh gejala kerusakan yang khas
pada tanaman yang diserangnya, karena itu dengan mempelajari berbagai tipe gejala
maupun tanda serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis-jenis hama
penyebab yang dijumpai dilapangan. Mempelajari berbagai tipe gejala maupun tanda
serangan dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup atau menaksir populasi
dalam suatu tempat yang bersangkutan, dengan demikian dapat dipergunakan sebagai
pertimbangan untuk menentukan cara-cara pengendaliannya.
Dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan, terlebih dahulu harus bisa
mengetahui atau membedakan apakah tumbuhan yang dihadapi sehat atau sakit.
Gejala adalah perubahanperubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri
sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Beberapa penyakit pada tanaman
tertentu bisa menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan memperhatikan gejala
saja, kita tidak dapat menentukan diagnosa dengan pasti. Gejala dapat dibedakan
yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer terjadi pada bagian yang terserang
oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder adalah gejala yang terjadi di tempat lain
dari tanaman sebagai akibat dari kerusakan pada bagian yang menunjukkan gejala
primer.
Dalam rangka memperoleh hasil tanaman yang optimal, pengendalian hama
dan penyakit merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pada dasarnya
pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara
langsung atau tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies
hama agar populasinya sampai pada arah tertentu yang secara ekonomi tidak
merugikan. Oleh karena itu taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam
pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomis dan
ekologis.
Pada tahun-tahun terakhir ini tengah digalakkan pengendalian hama terpadu
yaitu pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada
faktorfaktor yang menyebabkan mortalitas alami seperti musuh alami atau predator
dan cuaca serata mencari titik pengendalian yang mendatangkan kerugian sekecil
mungkin terhadap faktor-faktor tersebut yang bersifat dinamis. Secara ideal program
pengendalian hama terpadu mempertimbangkan semua kegiatan yang ada
(pengendalian yang ada).

B. Tujuan Praktikum
1. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman
Tujuan praktikum acara ini adalah untuk melihat pengaruh keberadaan OPT
terhadap kerusakan yang ditimbulkan.
2. Sampling Kerusakan Tanaman
Tujuan praktikum acara ini adalah mempraktikan sampel serangga dan kerusakan
tanaman melalui metode yang sesuai serta membuat keputusan berkaitan dengan
permasalahan perlindungan tanaman atas dasar keberadaan OPT tersebut.
3. Analisis Keragaman Agroekosistem
Tujuan praktikum acara ini adalah untuk mempelajari keragaman komponen
penyusun agroekosistem dan peranannya dalam ekosistem tersebut.
4. Pengelolaan OPT
Tujuan praktikum acara ini adalah agar mahasiswa dapat menentukan tindakan
pengelolaan OPT yang tepat sehingga tidak merugikan secara ekonomi dan tidak
menimbulkan dampak negative ekosistem.

C. Waktu dan Tempat Praktikum


1. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlangsung di lahan kritis
Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
2. Sampling Kerusakan Tanaman
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlangsung di lahan kritis
Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
3. Analisis Keragaman Agroekosistem
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlangsung di lahan kritis
Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
4. Pengelolaan OPT
Praktikum acara ini dilakukan pada hari Sabtu dan berlangsung di lahan kritis
Universitas Sebelas Maret di desa Jumantono, Karanganyar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman


Salah satu jenis dari sawi adalah caisim. Caisim atau biasa disebut sawi bakso
merupakan jenis sawi yang paling banyak dipasarkan di kalangan masyarakat
(konsumen). Tangkai daun caisim (sawi bakso) panjang, langsing, dan berwarna
putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis, dan berwarna hijau. Rasanya yang
renyah dan segar dengan sedikit sekali rasa pahit, membuat jenis sawi ini banyak
diminati. Selain enak ditumis atau dioseng, caisim banyak dibutuhkan oleh pedagang
mi bakso, mi ayam atau restoran masakan cina. Tak heran jika permintaannya setiap
hari amat tinggi (Haryanto et al., 2003).
Suatu kelompok hama umumnya mempunyai ciri morfologi utama yang sama
yang bisa membedakan dari kelompok hama lain. Demikian juga dengan gejala
serangan yang ditimbulkannya. Hama dengan tipe mulut tertentu akan menimbulkan
gejala serangan yang khas (Tania, 2006).
Serangan hama pada suatu tanaman biasanya terjadi sejak tanaman mulai
tumbuh hingga menjelang panen. Besarnya kehilangan hasil tanaman karena serangan
hama ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tinggi rendahnya populasi hama,
bagian tanaman yang dirusak, respon tanaman terhadap gangguan hama, fase
pertumbuhan tanaman dan varietas tanaman (Matnawy, 1992).
Penyakit pada tanaman adalah penyebab kerusakan pada tanaman selain yang
disebabkan oleh hama. Penyakit disebabkan oleh suatu patogen. Patogen merupakan
penyebab penyakit yang menyebabkan kerusakan pada tanaman yang disebabkan
oleh jamur, bakteri, virus, nematoda ataupun tumbuhan tingkat tinggi yang bersifat
parasit. Sedangkan sakit adalah situasi dimana proses hidup suatu tanaman
menyimpang dari keadaan normal dan menimbulakan kerusakan, sehingga tanaman
itu tidak dapat tumbuh dan berkembang biak seperti biasa, bahkan dapat
menimbulkan kematian pada tanaman tersebut (Jones, 1999).
B. Sampling Kerusakan Tanaman
Unit sampel merupakan unit pengamatan terkecil yang pada unit tersebut kita
adakan pengukuran dan penghitungan terhadap individu serangga yang ada. Dan apa
yang ditinggalkan oleh serangga yang menjadi obyek pengamatan kita atau variabel
pengamatan lainnya. Beberapa variabel pengamatan yang dapatdiperoleh dari unit
sampel dapat berup[a kepadatan atau populais hama, populasi musuh alami, intensitas
kerusakan dan lain-lain (Untung, 2001).
Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap yang dibuat
sesuai dengan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Alat perangkap
diletakkan pada tempat atau bagian tanaman yang sering dilewati oleh hama. Alat
perangkap diberi zat-zat kimia yang dapat menarik maupun yang dapat membunuh
hama (Untung, 1993).
Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam program sampling, yaitu:
penentuan unit sampling, interval pengambilan sample, penentuan jumlah sample,
pola pengambilan sample. Selanjutnya, setelah semua hal tersebut ditetapkan, langkah
selanjutnya adalah menentukan teknik pengambilan sample, yakni cara yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengamati dan menghitung obyek pengamatan
(Southwood, 1978).
Sticky trap adalah salah satu jenis perangkap serangga yang memanfaatkan
ketertarikan serangga terhadap warna dan bau-bau tertentu, terbuat dari papan yang
pada permukaannya diberi perekat. Serangga yang terperangkap akan tetap melekat
dan tidak dapat pergi (Supriyadi et al, 2000).
Pembuatan dan penggunaan sticky trap perlu memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, sifat-sifat tanaman dan sifat hama itu sendiri. Hal yang perlu diperhatikan
adalah ukuran serangga, kebiasaan serangga, warna kesukaan dan stadium kehidupan
serangga (Purnawati, 2005).
C. Analisis Keragaman Agroekosistem
Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didefinisikan sebagai pengaturan
populasi organisme dengan musuh alami hingga kepadatan populasi organisme
tersebut berada dibawah rata-rata dibandingkan bila tanpa pengendalian. Adapun
keuntungan yang diperoleh dari pengendalian hayati ini adalah biaya yang harus
dikeluarkan cukup murah dibanding dengan ongkos pestisida. Keuntungan lain yaitu
tidak mencemari lingkungan (Nurindah et al, 2001).
Dengan pemanfaatan musuh alami perlu saja akan relatif lebih aman dan dapat
meminimalkan pencemaran lingkungan yang lebih luas lagi. Namun demikian, tidak
selamanya pengendalian hayati itu akan selalu memberikan hasil yang positif karena
pengendalian hayati juga mempunyai resiko, salah satunya sulit memastikan
keberhasilannya, masalah bila harus mengimpor musuh alami dari luar negeri harus
mengikuti aturan yang jelas ditetapkan dalam undang-undang yang sangat rumit,
antara lain untuk mencegah terbawanya hiperparasit yang akan menurunkan
efektifitasnya di tempat baru (Oka, 1977).
Batasan tentang pengendalian hama terpadu bermacam-macam, tetapi umumnya
mengandung pengertian bahwa PHT merupakan suatu sistem untuk mengelola hama
yang menggantikan segala cara yang cocok satu sama lain, dengan memperhatikan
aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Pertimbangan ekologi berarti bahwa PHt
dilakukan berdasarkan pengelolaan ekosistem pertanian yang sedikit mungkin
memberikan dampak bagi lingkungan (Huffaker dan Messenggerred., 1989).
Mekanisme dalam konsep PHT adalah mekanisme alami. Mekanisme alami
dalam ekosistem tersebut senantiasa akan menjaga keserasian dan keseimbangan
ekologi agar tidak terjadi dominasi suatu spesies. Upaya penciptaan lingkungan agar
mekanisme tersebut dapat bekerja efektif merupakan langkah tepat guna menekan
resiko serangan hama. Bentuk dari mekanisme alami tersebut antara lain: predasi,
parasitisme, patogenesisme dan persaingan inter/ intra spesies (Anonim, 2005).
D. Pengelolaan OPT
Pemantauan populasi hama merupakan sdalah satu aspek penting di dalam
pengelolaan hama pertanian. Hasil pemantauan hama yang efektif dapat digunakan
untuk peramalan populasi hama pada lahan pertanian dan pengambilan keputusan
penggunaan insektisida (Suharto, 1995).
Penggunaan insektisida secara intensif dengan sistem kalender tanpa
mempertimbangkan keberadaan hama atau perkembangan populasi hama, keberadaan
dan kemampuan musuh alami dalam menekan perkembangan populasi hama,
merupakan tindakan pemborosan dan dapat menimbulkan dampak negatif dan
merugikan. Dampak negatif tersebut antara lain resistensi dan resurjensi hama,
pencemaran linhgkungan dan terbunuhnya musuh alami (Soeriatmadja dfan Omoy,
1992 ; Hadiyani Sri et al, 1998). Untuk mengetahui apakah kerapatan populasi hama
di lapangan telah mencapai suatu batas yang memerlukan perlakuan pengendalian,
terutama dengan insektisida, maka perlu dilakukan pemantauan populasi hama di
lapangan (Sholahuddin, 2004).
Sesungguhnya perlindungan tanaman sayuran melalui pengendalian hayati
ataupun dengan aplikasi pestisida terhadap serangan hama dan penyakit tanaman
tidak terbukti meningkatkan produksi, akan tetapi paling tidak dapat mempertahankan
potensi hasil. Sebagai contoh tanaman kentang yang terserang penyakit virus mozaik
dapat menurunkan hasil sebesar 9-20%, sedangkan hama Phehorimae operculella
pada tanaman yang sama dapat menurunkan ahsil sebesar 46% (Armiati et al, 1995).
Salah satu syarat usaha pengendalian hama dan penyakit adalah identifikasi
terhadap jasad pengganggunya. Identifikasi ini selain dilakukan pada jasad
pengganggunya, juga dapat dibantu dengan pengendalian terhadap gejala serangan
yang ditimbulkan (Sakti dan Budi, 1988).
Strategi pengendalian hama terpadu yaitu mempertahankan populasi hama tetap
berada pada posisi di bawah ambang ekonomi, sehingga tidak merugikan secara
ekonomik. Keberhasilan pengendalian hayati yang luar biasa itu terkadang dicapai
terhadap hama-hama asli dengan penggunaan musuh alami yang inangnya termasuk
dalam spesies atau generasi lain dari tanaman itu (Huffaker, 1989).
Dengan melihat dampak negatif yang ditimbulkan dari aplikasi insektisida,
maka diperlukan adanya teknik pengendalian lain yang lebih menguntungkan dan
ramah lingkungan, yaitu pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami,
khususnya pemanfaatan predator sebagai agens pengendalian hayati yang berpotensi
mengendalikan hama serangga (Astari, 2006).
Pertimbangan ekonomi berarti bahwa usaha pengendalian tersebut dapat
memberikan keuntungan dan manfaat bagi petani. Tujuan penerapan sistem PHT
adalah untuk mengelola populasi hama dan membuatnya agar tetap berada dibawah
batas ambang ekonomi (Untung, 1993).
III. BAHAN DAN METODE

A. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pengendalian Terpadu Hama dan
Penyakit Tanaman ini diantaranya adalah petakan lahan berukuran 3 x 4 m 2, benih
sawi (Caisim sp), kangkung (), kacang tanah (Arachis hypogaea). Penanaman sawi
dan kangkung dilakukan dengan cara meneybar benih secara merata pada petakan.
Sedang untuk kacang tanah, benih ditanam pada lubang tanam dengan jarak 10 x 15
cm. Tiap lubang tanama diisi dua butir benih kacang tanah.
Selain bahan tersebut adapula alat yang digunakan untuk pengamatan hama
yaitu yellow sticky trap, pitfall trap, jaring serangga, hand counter dan flakon yang
berisi alkohol yang digunakan utntuk menyimpan hama sebelum dilakukan
identifikasi di laboratorium. Untuk analisis pathogen tanah dibutuhkan bahan berupa
sample tanah, larutan NAA dan PDA

B. Metode
Pengamatan dilakukan setiap minggu, meliputi pengamatan agronomis dan Opt.
Pengamatan agronomis dilakukan terhadap 10 tanaman untuk setiap perlakuan. Pada
kesepuluh tanaman tersebut dilakukan penghitungan jumlah daun, saat tanaman mulai
tumbuh hingga saat panen. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang sama.
Pengamatan OPT dilakukan dengan berbagai cara, pada setiap kali pengamatan,
dihitung persentase daun rusak akibat serangan hama/ pathogen. Daun rusak dihitung
berdasar jumlah daun rusak dalam satu tanaman dan persentase kerusakan daun.
Presentase kerusakan daun dalam satu tanaman digunakan unuk menghitung
intensitas kerusakan daun.
Pengamatan OPT dengan metode absolute dilakukan terhadap 10 tanaman untuk
setiap perlakuan. Pada masing-masing tanaman dihitung jumlah serangga yang
ditemukan untuk setiap jenisnya. Cara pengamatan yang lainnya yaitu dengan metode
pengamatan gejala serangan.
Pengamatan dengan metode relative dilakuakn dengan menggunakan jaring
serangga, yellow sticky trap, dan pitfull trap. Pengamatan denga jaring serangga
ditunjukkan untuk menduga populasi serangga-serangga yang terbang. Yellow sticky
trap ditunjukkan untuk serangga yang tertarik dengan warna kuning dan pitfall trap
digunakan untuk serangga-serangga tanah. Pengamatan dengan jaring serangga
dilakukan dua kali yaitu pada saat umur tanaman 21 HST dan 35 HST. Pada setiap
perlakuan dilakukan pengayunan sebanyak 10 kali ayunan dan diulang 3 kali.
Pemasangan sticky tarp dan pitfall juga dilakukan pada umur 21 HST dan 35 HST,
alat tersebut dipasang selama 24 jam dan pada setiap perlakuan menggunakan 3
perangkap.
Pengamatan untuk penyakit dilakukan pada 21 HST. Mengambil tanah dari
setiap petak perlakuan. Jika mungkin ambil tanah dari dekat tanaman sakit. Kemudian
membawa tanah ke laboratorium untuk dilakukan uji.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Mekanisme Alami dalam Konsep PHT.


http://www.deptan.go.id/ditlinhort/pht/ekologi diakses tanggal 8 Mei 2007.

Armiati, Agus Salim, Cicu dan Hutagalung, C. 1995. Penanaman Tomat, Cabai, Kubis
dan Kacang panjang pada lahan di Antara Mangga di Sulawesi Selatan. J. Horti
Vol 5(1):96-100

Astari, Dewi. 2006. Pentingnya Pengendalian Biologis.


http://www.iptek.co.id/pht_90%/html. Diaksese tanggal 8 Mei 2007

Haryanto, E. T. Suhartini., E. Rahayu., dan H. Sunarjono. 2003. Sawi dan Selada.


Penebar Swadaya. Jakarta.
Huffaker, C. B dan P. S. Messenggerred. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis.
Universitas Indonesia Press. Jakarta
Jones, K. 1999. Penerapan Konsep Pengendalian Pathogen Penyebab Penyakit Pada
Tanaman Cabai. J. Pertanian Mapeta Vol 3(6):124-127
Matnawy, H. 1992. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta
Nurindah, D. A, Sunarto dan Sujak. 2001. Pengendalian dan Potensi Musuh Alami dalam
Pengendalian Helicoverpa armigera pada Kapas. J. Penelitian Tanaman Industri
Vol7(2): 60-66
Oka, I. N. 1977. Penerapan Konsep pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan
Tumbuhan Pengganggu di Indonsesia. Lembaga Peneliian Pertanian Bogor.
Purnawati, 2005. Penggunaan berbagai Warna Sticky Trap. http://www.solo-
pos.com/cetak/3052/30/0901.htm. Diakses tanggal 28 April 2007.
Sakti, Idham dan Budi, T. 1988. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya.
Jakarta
Sholahuddin. 2004. Pengambilan Keputusan Saat Aplikasi Insektisida Dalam
Pengendalian Hama Pectinophora Gassypiella (Saunders) (Lepidoptera :
Getechidae) Pada Tanaman Kaper. J. Agrosains Vol6(1) : 36-44.
Suharto. 1995. Hubungan Antara Ngengat yang Tertangkap Perangkap[ Feremoid dengan
Jumlah Telur dan Larva Helicoverpa armigera Hubner pada Tanaman Tembakau.
Agrijournal Vol3(1) : 8-14.
Supriyadi, M. K. Himawati, W. Agustina. 2000. Efisiensi Penagkapan Sticky Trap
Kuning Pada Lalat Pengorok Daun Liliomyza sp. Di Pertanaman bawang Putih. .
Agrosains Vol 2(1):15-18.
Tania, R. K. 2006. Menguak Serangan Nematoda Pada Lahan Pertanian.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/30/1001.htm . Diakses tanggal 16 Mei
2007
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
________ . 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai