Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISA INSTRUMENTASI

Acara: I
Tekstur Analizer

Disusun oleh:
Nama : Yunisha Febriani
No. Mhs : 140801460
Hari/Tanggal : Selasa, 22 September 2015
Asisten : Catherina Akila Atisatya

LABORATORIUM TEKNOBIO PANGAN


FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2015
KREDIT NILAI LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALISA INSTRUMENTASI
Judul Acara: Tekstur Analizer

NILAI NILAI NILAI


NO KRITERIA
STANDART REVISI I ACC
* Cover - - -
** Lembar Pengesahan - - -
I PENDAHULUAN
JUDUL PERCOBAAN 2
TUJUAN PRAKTIKUM 3

II DASAR TEORI 10

III METODE

ALAT DAN BAHAN 5

CARA KERJA 5

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40

V KESIMPULAN 10
VI DAFTAR PUSTAKA 5
*** Lampiran - - -

*** Format - - -

JUMLAH 80

Nama Mahasiswa : Yunisha Febriani


No Mhs : 140801460
Mengetahui,
Asisten

(.....) (.....)
I. PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Tekstur Analizer

B. Tujuan Praktikum
1. Memahami prinsip kerja tekstur analizer.
2. Memahami cara kerja pengukuran tekstur.
3. Menentukan hardness suatu sampel.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara dimana berbagai


kandungan dan unsur struktural disusun dan disatukan menjadi mikro dan
makrostruktur dan perwujudan eksternal struktur ini dalam bentuk aliran dan
deformasi. Terdapat hubungan langsung antara komposisi bahan kimia dari
makanan, sifat fisik atau mekanis, dan hasil dari sifat fisik atau mekanis tersebut.
Tekstur makanan dapat ditentukan melalui tes mekanik (instrumen) atau dengan
analisis penginderaan. Selanjutnya, kita menggunakan alat indera manusia sebagai
alat analisis (deMan, 2013).
Tekstur adalah salah satu dari sifat kualitas yang mempengaruhi produk
dan persepsi konsumen. Tekstur bergantung pada sifat fisiko-kimia dari sampel
dan persepsi manusia. Bourne (1978) telah mempublikasi secara luas tentang
beberapa aspek dari tekstur, yaitu pengukurannya dan interpretasi dari data yang
berhubungan dengan tekstur dari makanan. Metode TPA berbasis kompresi atau
tekanan pada sampel beserta alat texture analyzer digunakan untuk menilai tekstur
secara objektif dengan probe berbentuk silindris dengan diameter sekitar 35mm
(Kim, 2014).
Tekstur dari makanan berhubungan dengan konsistensi yang dapat
dirasakan, seperti: keras versus lembut, renyah atau tidak, halus versus kental,
dapat mengalir atau menggumpal. Tekstur ditentukan dari respon bahan makan
terhadap gaya yang diberikan. Tekstur dapat dirasakan ketika bahan makan
tersebut diaduk, dituang, dipompa, ditarik, dan kemudian terakhir dimakan.
Karakteristik reologi dapat berubah dengan variabel seperti suhu dan kelembapan
(Owusu, 2004).
Menurut deMan (2013), dalam mempelajari tekstur makanan, telaah
ditujukan kepada dua bidang yang saling ketergantungan: sifat aliran dan
deformasi serta makro dan mikrostruktur. Mempelajari tekstur makanan itu
penting karena tiga alasan ini:
1. Untuk menilai daya tahan produk terhadap kerja mekanis, seperti proses
memanen buah dan sayuran.
2. Untuk menentukan sifat alir dari produk selama pemrosesan, penanganan,
dan penyimpanan.
3. Untuk menetapkan perilaku mekanis dari makanan bila dikonsumsi.
Istilah untuk sifat tekstur makanan memiliki sejarah panjang. Berikut adalah
beberapa contoh dari istilah tersebut:
1. Konsistensi menunjukkan segi-segi tekstur yang berhubungan dengan
aliran dan deformasi. Hal itu dapat dikatakan mencakup semua sifat-sifat
reologi produk.
2. Kekerasan telah didefinisikan sebagai daya tahan terhadap deformasi.
3. Kerapuhan merupakan sifat dari keretakan sebelum terjadinya aliran yang
signifikan.
4. Kelekatan adalah sifat permukaan yang berhubungan dengan adesi antara
bahan dengan permukaan. Saat kedua permukaan tersebut bahannya sama,
kita menggunakan istilah kohesi.
Analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat. Salah satu instrument
yang dapat digunakan adalah LFRA Texture Analyzer merk Brookfield. Tekstur
analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik mekanis suatu
materi. Alat ini diperlakukan untuk menentukan kekuatan materi dalam bentuk
kurva. Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang
berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan
(Smewing, 1999).
Mulanya diciptakan texture analyzer untuk membuat simulasi persepsi
yang dirasakan oleh gerakan mulut kita, namun saat ini penggunaan texture
analyzer tidak hanya terbatas pada bidang food industry saja (Zainuddin, 2012).
Texture Analyzer menjadi alat yang dapat digunakan untuk mengukur tekstur
makanan. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel
dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe. Terdapat dua metode dalam
mengukur tekstur dari suatu sampel, yaitu dengan mengukur besarnya gaya yang
diperlukan untuk menghasilkan deformasi secara konstan dan dengan mengukur
deformasi yang disebabkan oleh besar gaya yang konstan (Szczesniak dan Kleyn,
1963).
Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan analisis dengan texture
analyzer adalah pemilihan trigger dan probe yang tepat. Trigger dan probe yang
digunakan untuk menguji material harus disesuaikan dengan karakteristik material
tersebut. Kurva hasil pembacaan texture analyzer tersebut akan merepresentasikan
data-data yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk
akhir, sehingga kualitas tekstural produk dapat diketahui. Kurva hasil pembacaan
texture analyzer dapat dilihat pada Gambar 1 dan data-data yang dapat dibaca dari
kurva tersebut antara lain:
1. Hardness (tingkat kekerasan): ditunjukan oleh puncak tertinggi pada kurva.
2. Crispiness (tingkat kerenyahan): merupakan hasil bagi antara nilai tingkat
kekerasan dan nilai rata-rata dari semua titik (H1 / HAV).
3. Quantity and number of fractures (karakteristik saat dipatahkan atau
tingkat kerapuhan): ditunjukan oleh puncak pertama pada kurva.

Gambar 1. Contoh Kurva Hasil Pembacaan Texture Analyzer (Handoko, 2011)


Sampel yang digunakan pada percobaan ini ada enam, yaitu crackers keju,
biskuit Roma Malkist, buah melon madu, buah melon apel, tahu curah, dan tahu
bermerk. Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui
proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah
ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-
lapis (Rohimah, 2014). Biskuit adalah istilah yang digunakan pada makanan yang
dipanggang, yang biasanya terbuat dari tepung. Biskuit sekarang dapat berasa
gurih atau manis dan biasanya tersedia dalam ukuran yang kecil sekitar 5cm (2,0
in) diameternya, dan berbentuk tipis (NPCS Team, 2014).
Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) dan fracturability
termasuk ke dalam kajian reologi produk. Karakteristik ini perlu dipelajari karena
dapat mempengaruhi bentuk fisik, tekstur, penampakan dan kerenyahan secara
organoleptik produk biskuit yang dihasilkan. Hardness dan fracturability
dipandang sebagai dua indikator penting dalam menganalisis tekstur makanan
terutama dalam produk-produk baked seperti roti dan biskuit (Pratama dkk., 2014).
Seperti halnya timun dan labu, melon madu (Cucumis melo) dan melon
lainnya termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae, yang tanamannya tumbuh
merambat dengan daun yang bulat, lonjong, atau berlipat dan bunganya berwarna
kuning. Melon madu adalah melon yang berbentuk sedikit oval dan dapat
dibedakan dengan kulit buahnya yang halus, berwarna kuning kehijauan dan
warna daging buahnya kuning serta rasanya yang manis. Buah melon madu yang
matang berdiameter 7 inch dan panjangnya 8 inch, dan beratnya berkisar antara 4
sampai 8 pounds. Saat buahnya matang, buah ini mempunyai rasa paling manis
diantara melon lainnya (Murray dkk., 2005).
Salah satu produk pangan yang diatur oleh SNI adalah tahu. Tahu
merupakan salah satu produk kedelai. Produk tersebut dibuat dari bahan utama
kedelai dengan teknologi sederhana. Atribut mutu tahu di dalam SNI tentang
tekstur tidak di sebutkan secara terperinci tetapi hanya disebutkan tentang
penampakannya (Midayanto dan Yuwono, 2014).
Di pasaran terdapat banyak sekali produk tahu dengan kualitas yang
berbeda-beda. Salah satu parameter yang digunakan oleh orang-orang untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu produk tahu adalah teksturnya. Masyarakat
cenderung menyukai tahu yang teksturnya kenyal dan tidak terlalu lembek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur tahu antara lain adalah komposisi tahu
tersebut (Midayanto dan Yuwono, 2014).
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah penggaris, printer, komputer,
enam buah cawan petri, seperangkat Tekstur Analizer jenis LFRA merk
Brookfield, dengan jenis- jenis probe yang digunakan adalah probe jenis TA 17
(untuk sampel tahu), probe jenis TA 18 (untuk sampel crackers dan biskuit), dan
probe jenis TA 39 (untuk sampel melon).
Bahan bahan yang digunakan sebagai sampel dalam praktikum ini adalah
crackers keju, biskuit Roma Malkist, buah melon madu, buah melon apel, tahu
curah, dan tahu bermerk.
B. Cara Kerja

Sampel (crackers keju, biskuit Roma Malkist, buah melon madu, buah melon
apel, tahu curah, tahu bermerk) disiapkan

Sampel diukur ketebalannya dengan menggunakan penggaris dan dicatat

Sampel diletakkan di atas meja objek Tekstur Analizer

Pada komputer dipilih program Texture ProLite

Probe pada alat diturunkan sampai menyentuh sampel

Angka pada alat dinolkan terlebih dahulu

Alat instrumen dinyalakan dan kurva profil tekstur diperoleh

Nilai hardness dicatat


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah tabel
hasil pengukuran hardness sampel crackers keju, biskuit Roma Malkist, buah
melon madu, buah melon apel, tahu curah, dan tahu bermerk pada Tabel 1:

Tabel 1. Tabel Hasil Pengukuran Hardness Sampel

Sampel Hardness (g/mm2)


Crackers Keju 1.173,50
Biskuit Roma Malkist 2.441,00
Buah Melon Madu 172,50
Buah Melon Apel 219,00
Tahu Curah 383,50
Tahu Bermerk 566,50

B. Pembahasan
Secara fisik, bila dipegang sampel crackers keju, biskuit Roma
Malkist, buah melon madu, dan buah melon apel bertekstur keras sedangkan
sampel tahu curah dan tahu bermerk bertekstur kenyal dan agak lembek.
Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat texture analyzer jenis LFRA merk
Brookefield yang berfungsi untuk menganalisis tekstur. Tekstur analizer ini
dihubungkan dengan komputer, serta dijalankan dengan program Texture
ProLite. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada
sampel dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe. Alat tekstur
analizer ini akan merekam data hasil pengujian lalu hasil tersebut akan diubah
ke bentuk kurva profil tekstur.
Berikut adalah komponen-komponen alat LFRA tekstur analizer:
4

5 2

3
1

Gambar 1. LFRA Tekstur Analizer Merk Brookefield (Dok. Pribadi)


1. Scroll: komponen yang berfungsi untuk mengubah posisi meja objek
(menaikkan atau menurunkan) sesuai dengan tinggi sampel yang akan
diukur teksturnya.
2. Tempat pemasang probe: komponen yang berfungsi sebagai tempat
untuk memasang probe yang spesifik untuk setiap sampel.
3. Meja objek: komponen yang berfungsi untuk meletakkan sampel yang
akan diukur teksturnya.
4. Tombol On / Off: komponen ini terletak di bagian belakang alat, yang
berfungsi untuk mematikan atau menghidupkan alat.
5. Komputer: berfungsi untuk mencatat rekaman gaya deformasi yang
mengenai sampel, hasil akhirnya berupa kurva profil tekstur.
Proses pengukuran tekstur melibatkan Texture Analyzer, komputer
(program Texture ProLite), dan printer. Program Microsoft ExcelTM juga
berperan dalam proses pengukuran tekstur. Mekanisme kerja Texture
Analyzer adalah adanya pencatatan hasil pengukuran (profil tekstur) ke dalam
grafik profil tekstur.
Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) probe merupakan komponen
yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada sampel yang akan
diukur teksturnya. Macam-macam probe yaitu:
1. Ball probe: berperan dalam pengukuran kekenyalan sampel, dalam
percobaan ini digunakan untuk tahu, contohnya TA 17.
2. Spherical/Round probe: berperan dalam pegukuran tekstur keras atau
padat, dalam percobaan ini digunakan untuk crackers, contohnya TA 18.
3. General probe: berperan untuk pengukuran tekstur sampel yang bersifat
keras namun hidroskopis (mengandung air), dalam percobaan ini
digunakan untuk buah, contohnya TA 39.

Gambar 2. (Dari kiri-kanan) Probe TA-39, TA-17, TA-18


(Dok. Pribadi)
Pengoperasian alat Texture Analyzer memiliki tahapan-tahapan, yaitu:
1. Alat Tekstur Analizer dan komputer dinyalakan.
Pertama, alat dinyalakan dengan cara menekan tombol on yang ada
di bagian belakang alat setelah itu komputer juga dinyalakan.
2. Probe dipasang pada tempat probe sesuai sampel yang akan diukur.
3. Jarak antara meja objek dan probe diatur.
Jarak diatur agar probe tidak sampai mengenai objek. Sampel yang
akan diukur diletakkan di meja objek, lalu diatur jaraknya dengan letak
probe kira-kira 0,5cm dari sampel. Setelah itu sampel diambil kembali,
dan pada saat percobaan untuk mempercepat waktu maka pada meja objek
ditambahkan pengganjal agar posisi sampel lebih tinggi.
4. Program Texture ProLite dibuka.
5. Diklik pada bagian define new test.
6. Diisi bagian trigger point, test speed, target value, dan probe type.
Trigger point adalah besarnya gaya yang digunakan beban probe
untuk menyentuh sampel, dan pada program diisi sebesar 20 g. Test speed
adalah kecepatan probe menyentuh sampel (semakin cepat maka semakin
rendah tingkat akurasinya), pada program diisi sebesar 0,5 mm/s. Target
value adalah kedalaman probe menyentuh sampel sekitar setengah dari
tebal sampel, dan diisi sesuai dengan ketebalan sampel setelah dihitung
dengan penggaris. Probe type diisi sesuai dengan tipe probe yang
digunakan.
7. Ketebalan sampel diukur menggunakan penggaris.
8. Diisi bagian target test.
Target test digunakan untuk menentukan tes yang dilakukan pada
sampel. Bila bendanya keras, maka dipilih compression sedangkan bila
bendanya kenyal dipilih TPA. Misalnya, pada uji pertama menggunakan
crackers maka checklist di bagian compression.
9. Texture Results diisi sesuai parameter sampel.
Bagian primary calculation diklik semuanya kecuali area cycle 1
dan 2 (untuk pengukuran sampel crackers dan buah, namun jika
sampelnya tahu maka area cycle 1 dan 2 juga diklik) lalu menu secondary
calculation diklik pada bagian work done to hardness 1. Setelah itu, pada
additional calculaltions diklik di bagian sample length.
10. Diisi bagian General Results.
Semua bagian standard results dalam tab general results diklik
kecuali special results.
11. Probe dibiarkan berkalibrasi terlebih dahulu.
12. Sampel kembali diletakkan di meja objek.
13. Tombol Run Test diklik untuk menjalankan pengukuran tekstur.
14. Hasil kurva dicetak dengan printer.
Setelah alat berhenti bekerja, maka akan didapatkan kurva profil
tekstur. Sebelum dapat melihat kurvanya, terlebih dahulu file di save di
folder, kemudian tekan tombol view load/time chart untuk melihat
keseluruhan hasil pengukuran beserta kurvanya.
Dari hasil yang didapatkan setelah percobaan, nilai hardness dari
crackers keju sebesar 1.173,50 g/mm2, biskuit Roma Malkist sebesar
2.441,00 g/mm2, buah melon madu sebesar 172,50 g/mm2, buah melon apel
sebesar 219,00 g/mm2, tahu curah sebesar 383,50 g/mm2, dan tahu bermerk
sebesar 566,50 g/mm2. Dapat dilihat bahwa nilai hardness paling tinggi
terdapat pada biskuit Roma Malkist. Bila diurutkan dari nilai hardness
tertinggi, maka makanan yang mempunyai tekstur paling keras adalah biskuit
Roma Malkist, crackers keju, tahu bermerk, tahu curah, buah melon apel, dan
buah melon madu. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu crackers
tidak menggunakan telur sedangkan biskuit menggunakan telur sebagai bahan
tambahan, serta tepung terigu yang digunakan pada pembuatan crackers
adalah tepung terigu lunak yang mempunyai kandungan protein yang rendah.
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan
memengaruhi proses pembuatan adonan. Selama proses pengolahan biskuit
menggunakan 100% tepung terigu. Jika menggunakan tepung terigu protein
rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.
Crackers menggunakan tepung terigu berprotein rendah sehingga teksturnya
lebih rapuh dan kering, sedangkan biskuit mempunyai tekstur yang lebih
keras (Rohimah, 2014).
Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur,
putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan
lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi
kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga
membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama
pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur
bersifat sebagai pengempuk (Rohimah, 2014). Karena biskuit menggunakan
telur sebagai bahan tambahan sedangkan crackers tidak, maka dari itu
teksturnya lebih keras daripada crackers.
Dapat dilihat pada nilai hardness tahu bermerk lebih tinggi daripada
tahu curah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ada
hubungan yang positif antara struktur jaringan dan tekstur tahu, yakni dengan
pendinginan kedelai dihasilkan struktur tahu yang lebih rapat dan padat dan
menunjukkan nilai parameter tekstur yang lebih tinggi. Kerapatan jaringan
tahu berpengaruh dalam menentukan keras tidaknya tahu yang dihasilkan.
Tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan
lemak, dan jenis karbohidrat serta protein penyusunnya. Kadar air juga dapat
mempengaruhi tekstur jika kadar air tinggi tekstur juga menjadi lembek,
selain itu kadar pati juga mempengaruhi jika kadar pati rendah juga akan
menjadikan tekstur menjadi lembek. Daya patah dipengaruhi juga oleh
viskositas adonan suatu bahan, jika viskositas rendah maka daya patahnya
menurun. Kandungan lemak dalam bahan diduga berperan penting dalam
menentukan daya patah. Komposisi unik dari tiap jenis lemak menentukan
kemampuan spesifiknya dalam membentuk tekstur (Singgih dan Harijono,
2015).
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi tekstur bahan adalah
porositas bahan. Porositas bahan dapat diperbesar dengan puffing. Inti dari
pemakasan bertekanan (puffing) terhadap bahan yang dimasak adalah
perubahan suhu dan tekanan yang terjadi tiba-tiba. Dengan adanya perubahan
tekanan yang terjadi secara tiba-tiba maka akan terjadi pemekaran pada
produk yang dimasak yang berarti juga bahan menjadi porus (Rahayoe, 2009).
V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:
1. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan pada sampel
dengan menggunakan probe yang sesuai dan mengukur profil tekstur
dengan merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik benda yang
mendeformasi sampel dan menerjemahkannya ke dalam bentuk kurva
profil tekstur.
2. Cara kerja pengukuran tekstur yaitu menggunakan alat Texture Analyzer
yang terhubung dengan komputer dan printer, serta hasil pengukurannya
akan diterjemahkan dalam bentuk data dan kurva.
3. Nilai hardness dari biskuit Roma Malkist sebesar 2.441,00 g/mm2,
crackers keju sebesar 1.173,50 g/mm2, tahu bermerk sebesar 566,50
g/mm2, tahu curah sebesar 383,50 g/mm2, buah melon apel sebesar
219,00 g/mm2, dan buah melon madu sebesar 172,50 g/mm2.
DAFTAR PUSTAKA

Bourne, M. C. 1978. Texture Profile Analysis. Food Technology 32: 6266, 72.
deMan, J. M. 2013. Principles of Food Chemistry 3rd Edition. Springer, New
York.
Handoko, T. 2011. Pengaruh Jenis Daging, Jenis Tepung Beras, dan Rasio dalam
Formulasi dan Rheologi Adonan Pakan Anjing. http://journal.unpar.ac.id/
index.php/rekayasa/article/viewFile/118/105. 16 September 2015.
Johnson, B. dan Szczesniak, S. 2014. Texture Technologies: Probes + Fixtures.
http://texturetechnologies.com/texture-analysis/Probes-Fixtures.php.
Diakses 16 September 2015.
Kim, S.K. 2014. Seafood Science: Advances in Chemistry, Technology, and
Application. CRC Press, USA.
Midayanto, D. N. dan Yuwono, S. S. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu
untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan dalam Standar
Nasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 259267.
Murray, M. T., Pizzorno, J. E., dan Pizzorno, L. 2005. The Encyclopedia of
Healing Foods. ATRIA Books, New York.
NPCS Team. 2014. Emerging Investment Opportunity in Indian Bakery Industry.
NPCS, India.
Pratama, R. I., Rostini, I., dan Liviawaty, E. 2014. Karakteristik Biskuit dengan
Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus sp.). Jurnal
Akuatika 5(1): 3039.
Owusu, R. K. 2004. Introduction to Food Chemistry. CRC Press, USA.
Rahayoe, S., Rahardjo, B., dan Wahid, A. 2009. Model Kinetika Perubahan Sifat
Mekanis Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Selama Pemasakan
Bertekanan (Puffing) dan Pengovenan. Dalam: Seminar Nasional dan
Gelar Teknologi PERTETA. 8 9 Agustus 2009. Mataram. Hal. 226 241.
Rohimah, I. 2014. Analisis Energi Dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit
Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/39716/4/Chapter%20II.pdf. 16 September 2015.
Singgih, W. D. dan Harijono. 2015. Pengaruh Subtitusi Proporsi Tepung Beras
Ketan dengan Kentang pada Pembuatan Wingko Kentang. Jurnal Pangan
dan Agroindustri 3(4): 1573-1583.
Smewing, J. 1999. Hydrocolloids in Food Texture: Measurement and Perception.
Aspen Publisher, Gaithersbrug.
Szczesniak, A. S. dan Kleyn, D. H. 1963. Consumer Awareness of Texture and
Other Food Attributes. Food Technology 17: 74.
Zainuddin, N. M. 2012. Studi Proses Produksi Karaginan Murni (Refine
Carrageenan) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Secara OHMIC:
Pengaruh Lama Ekstraksi dan Suhu Alkalisasi. Naskah Skripsi S-1.
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel Tahu Merk Gambar 2. Sampel Melon Madu


(Dok. Pribadi) (Dok. Pribadi)

Gambar 3. Sampel Tahu Curah Gambar 4. Macam-macam Probe


(Dok. Pribadi) (Dok. Pribadi)

Gambar 5. Kurva Hardness Melon Madu Gambar 6. Kurva Hardness Tahu


(Dok. Pribadi) Curah (Dok. Pribadi)

Anda mungkin juga menyukai