PROPOSAL
Oleh :
SYEIQIDO SORA DATU
A. Latar Belakang
perlu diperhatikan seperti kematian massal udang . Salah satu penyakit yang
Udang yang terserang Vibrio umumnya ditandai dengan gejala klinis, di mana
udang terlihat lemah, berwarna merah gelap atau pucat, antena dan kaki renang
berwarna merah. Bakteri ini merupakan jenis patogen yang menginfeksi dan
menyebabkan penyakit pada saat kondisi udang lemah dan faktor lingkungan
maupun penyakit yang di akibatkan oleh bakterial (terutama bakteri vibrio). Kasus
akibatkan oleh vibriosis pernah terjadi pada pembenihan udang di pantai utara
jawa tengah, selain itu bakteri vibrio pernah di temukan menginfeksi udang di
serupa pernah terjadi di Negara-negara lain seperti Thailand, Filipina, India dan
masalah baru karena sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Zat- zat antibiotik
tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap bakteri patogen (Soemardiharjo
menemukan obat baru. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemanfaatan
antibakteri yang berasal dari organisme yang hidup laut. (Challouf, 2012). Lestari
antibakteri dari ekstrak lamun. Ekstrak lamun jenis Halophila ovalis dan Halodule
duplicatum merupakan salah satu jenis rumput laut coklat dari Indonesia yang
Sargassum sp. memiliki kandungan tanin, iodin dan fenol yang berpotensi
sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen (Sastry dan
Rao, 1994 dalam Bachtiar, 2012 ). Mekanisme kerja senyawa tannin dan fenol
dalam menghambat sel bakteri, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel
bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang
pathogen, maka penelitian ini perlu di lakukan, dalam hal ini pengujian senyawa
C. Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup berupa uji aktivitas dan potensii
udang putih, namun sekarang lebih dikenal dengan nama udang vanname
(Litopenaeus vannamei ). Ada dua yang termasuk sub genus Litopenaeus yaitu
(Farchan, 2006).
budidaya udang nasional seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
budidaya mulai dari teknologi non intensif, semi-intensif, intensif bahkan super
penebaran tinggi disertai pemberian pakan tambahan dan pengelolaan mutu air.
Semakin tinggi produksi yang hendak dicapai dari suatu ekosistem makin besar
subsidi energi yang harus diberikan. Energi yang diserap pada tingkat yang lebih
tinggi akan lebih rendah dari masukkannya, dimana sebagian akan merupakan
limbah sisa. Jika limbah yang dieksresikan lebih besar dari kemampuan
penguraian secara alami, maka akan terjadi penurunan mutu lingkungan (Azwar,
2001).
Akumulasi bahan organik dalam jumlah yang sesuai dengan daya dukung
lahan akan berdampak positif, karena dapat dihasilkan unsur-unsur hara yang
organik dalam jumlah yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan akan
deplesion rate) dalam air dan peningkatan kebutuhan oksigen di sedimen dasar
(sedimen oxygen demand) serta menurunkan potensial redoks ke tingkat reduksi
(Meagaung, 2000). Bila hal ini berlanjut maka akan memperburuk kondisi
lingkungan budidaya khususnya lapisan air dasar permukaan tanah dasar dan
akan dihasilkan senyawa tereduksi seperti NH3, CH4 dan H2S yang bersifat
toksik dan menciptakan habitat yang tidak sesuai bagi udang. Sehingga udang
kompleks karena melibatkan aktivitas tidak hanya bakteri aerob namun juga
anaerob dan proses fermentasi. Sedimen tambak kaya akan nutrien dan bahan
organik. Konsentrasi nutrien disedimen tambak jauh lebih tinggi dari yang ada di
kali atau lebih jumlah nutrien yang ada pada 1 m kedalaman badan air. Bahan
meningkatnya populasi bakteri. Bahan organik yang ada akan digunakan bakteri
1995). Lebih lanjut dikatakan bahwa populasi bakteri Vibrio sp lebih banyak
terdapat dalam tanah dibandingkan dalam air. Hal ini menunjukkan tingginya
penimbunan bahan organik pada tanah akibat sisa pakan dan kotoran udang.
kematian udang baik di panti pembenihan maupun di tambak. Jenis bakteri ini
jika terjadi penurunan mutu air akibat penumpukan bahan organik yang berasal
1. Parasit
vanname. Parasit bias menempel pada permukaan tubuh udang dan dapat
terlepas dari tubuh udang bila udang tersebut mengalami ganti kulit (moulting).
gregarian.
organic tinggi (sekitar 50 ppm). Bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada
udang yaitu vibrio.Jamur sering dijumpai pada udang sakit. Infeksi jamur lebih
sering menyerang tubuh udang bagian lua, seperti karapas dan insang bgaian
3. Virus
waktu singkat pada satu petakan dan bahkan dengan mudah menyebarke
(carrier) virus ini. Beberapa virus yang perlu di waspadai sebagai penyakit target
creatic parvovirus (HPV), Yellow Head Virus (YHV) . Baculovirus Penaeid (BP)
tidak hanya terjadi di Indonesia beberapa Negara lain pun mengalami hal serupa,
iran terkontaminasi bakteri Vibrio spp, walupun sumber bakteri biasanya dari
lingkungan perairan, namun kontaminasi bakteri ini dapat terjadi pada saat
antara lain dengan pemakaian imunostimulan , menjaga kualitas air yang baik
agar satbil sehingga udang tidak stress, pemakaian benih kualitas unggul
B. Vibriosis
Salah satu jenis bakteri vibrio penyebabnya adalah Vibrio alginolitycus dan Vibrio
harveyi. Bakteri vibrio masuk ke dalam tubuh udang melalui perairan dan
terjadinya penyakit dengan jumlah bakteri vibrio. Oleh karena itu salah satu
upaya proteksi terjadinya penyakit vibriosis adalah pengendalian populasi bakteri
(Umamaheshwari , 2009).
pada saat kondisi tubuh inang dalam keadaan lemah. Gejalan klinis yang biasa
dilihat pada penyakit vibriosis yaitu nafsu makan udang turun dan timbul warna
cepat dan dalam jumlah yang besar . Udang yang terserang Vibrio umumnya
ditandai dengan gejala klinis, di mana udang terlihat lemah, berwarna merah
gelap atau pucat, antena dan kaki renang berwarna merah. Bakteri ini
saat kondisi udang lemah dan faktor lingkungan yang ekstrim (Lopillo, 2000).
menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio
sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu
timbulnya penyakit pada udang. Ciri-ciri udang yang terserang vibriosis antara
lain kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan
memiliki chitinase, lipase, dan protease. Penyakit udang menyala ini pada
umumnya menyerang udang pada stadia mysis sampai awal pasca larva
(Taslihan,1988).
ppm, dan Prefuran 1,5-2,0 ppm. Akan tetapi sebagian besar obat-obatan yang
C. Bakteri
sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri adalah mikroorganisme
bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop
mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara 0,5m-
jenis bakteri tapi hanya ada beberapa karakteristik bentuk sel yang yang
dari bahan anorganik. Oleh karena itu golongan ini harus mendapat sumber
nutriennya dari bakteri heterotrof yang lain atau autotrof. Bakteri heterotrof biasa
dalam kegiatan produksi akuakultur dan sedimen tambak . Di dalam kolam atau
banyak bahan organik dan aerasi kurang bahkan anaerob ( Burford , 2003).
pakan yang tidak termakan (un aeaten feed), feses dan bahan organik lain
Hampir 85% nitrogen yang terdapat di pakan yang diberikan ke udang biasanya
dikatakan bahwa populasi bakteri Vibrio sp lebih banyak terdapat dalam tanah
organik pada tanah akibat sisa pakan dan kotoran udang (Ginting 1995).
Gambar 3. Bentuk sel bakteri (a) Basil, (b) Kokus, (c) Spiral
(Sumber: Kayser dalam Lisda, 2013).
didasarkan pada pewarnaan dinding sel dari bakteri tersebut. Dala, proses
pewarnaan dinding sel bakteri yang mengikat pewarna dasar (Kristal ungu) akan
dalam gram positif. Sedangkan dinding sel bakteri yang tidak mengikat pewarna
warna merah atau merah muda (pink) sehingga bakteri ini dikelompokkan pada
dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam struktur disning sel dari kedua
bakteri tersebut. Bakteri gram positif memiliki peptidoglikan tipis sehingga mudah
di pecahkan. Di samping itu pada bagian luar sel bakteri gram negative
juga terdapat celah pada dindig selnya (porin) hal ini dapat memberikan alasan
mengapa bakteri gram negatif lebih cepat mengalami kematian jika diberikan
1. Vibrio parahaemolyticus
kali di Jepang, pada tahun 1950. Infeksi disebabkan oleh konsumsi sarden,
dengan 272 orang sakit dan 20 meninggal. Sejak itu, Vp dikenal sebagai
penyebab penyakit karena seafood mentah atau setengah matang di Jepang dan
mempunyai flagelum kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta
dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk
ataupun ikan mentah yang dimasak kurang sempurna (Sudheesh and Xu, 2001).
2. Vibrio harveyi
pendek,bengkok atau lurus, bersel tunggal, mempunyai alat gerak berupa flagella
tidak membentuk spora, oksidase positif, katalase positif, serta proses fermentasi
karbohidratnya tidak membentuk gas. Bakteri ini selain didapatkan di air laut juga
pada ikan air payau (Sunaryanto, 1987).Vibrio juga termasuk bakteri yang
bersifat halofil , yaitu tumbuh dengan rentang toleransi salinitas 5-80 ppt dan
Bakteri vibrio harveyi adalah bakteri yang berasal dari air laut dan
utamanya udang windu ( P. monodon ) pada tahap larva hingga dewasa. Udang
lambat, terdapat perluasan bintik merah pada kaki jalan dan kaki renang, serta
bintik hitam pada bagian nsang. Bakteri Vibrio dapat dikultur pada media TCBSA
(Austin, 1989).
aktifitas ini, bakteri V. harveyi tidak dapat tumbuh dan melangsungkan proses
metabolitnya. Dalam penelitian Sarida dkk. (2010) ditemukan bahwa senyawa
produksi enzim bakteri V. harveyi, dimana kedua zat tersebut bekerja secara
sifat menyerang yang ganas. Hal ini karena bakteri V. harveyi dilengkapi dengan
flagel dan mampu tumbuh pada kondisi yang ekstrim. Sehingga seringkali
menjangkiti berbagai jenis ikan dan udang utamanya udang windu( P. monodon).
menyebabkan penyakit udang bengkok dan pengrusakan sirip pada ikan (Kordi,
2011).
Bakteri vibrio harveyi yang berasal dari laut ini memiliki ciri khusus yang
menyala pada kondisi gelap sehingga mudah dikenali diperairan tambak. Berikut
Kingdom : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Classis : Gammaproteobacteria
Ordo : Vibrionales
Familia : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Species : Vibrio harveyi
D. Anti bakteri
mematikan bakteri. Antibakteri dalam defenisi yang luas adalah suatu zat yang
1993).
sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium
dan esternya, sulfur dioksida dan sulfit, nitri, senyawa kolagen dan surfaktan,
dimetil karbonat dan metil askorbat. Antibakteri alami baik dari produk hewani,
konsentrasi zat pengawet, 2) jenis, umur dan keadaan mikroba, 3) suhu, 4) waktu
dan 5) sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan
E. Sargassum sp.
Divisio : Thallophyta
Classis : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Familia : Vibrionaceae
Genus : Sargassum
Gambar 1. Sargassum sp.
Sumber : Kadi (2010)
yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk laminaran
morfologi dengan kadar kandungan bahan utama yang berbeda seperti protein,
maupun yang berombak besar pada habitat batu, pada daerah intertidal maupun
subtidal. Zat yang dapat diekstraksi dari Sargassum berupa alginat yaitu suatu
garam dari asam alginik yang mengandung ion sodium, kalsium dan barium.
Pada umumnya Sargassum tumbuh di daerah terumbu karang (coral reef) seperti
2001).
F. Senyawa Aktif Pada alga coklat (Sargassum sp. )
Alga Sargassum sp. atau alga cokelat merupakan salah satu genus
mengandung bahan alginat dan iodin yang bermanfaat bagi industri makanan,
sumber alginat dan mengandung protein, vitamin C, mineral seperti Ca, K, Mg,
Na, Fe, Cu, Zn, S, P, dan Mn, tanin, iodin, auxin dan fenol. Kandungan zat-zat
dalam ekstrak Sargassum sp. seperti iodin, tannin dan fenol cukup baik dalam
menghambat pertumbuhan bakteri (Trono dan Ganzon 1988 dalam Kadi 2008).
Mekanisme kerja senyawa tannin dan fenol dalam menghambat sel bakteri, yaitu
dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel
(transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam
2007).
G. Metode Ekstraksi
yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan
ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomasa yang diagitasi menggunakan
stirer), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar
Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak
a. Maserasi
dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak,
yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari
antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam
cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan ( Depkes RI, 2000 ).
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Biomasa ditempatkan dalam dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas
saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan
mengkosongkan isinya kedalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar
tertentu. Setelah pelarut segar melawati alat ini melalui pendingin refluks,
ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomasa secara efektif
c. Digesti
temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
500 C.
d. Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C selama
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 300C) dan
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air bedasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel
secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih,
namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.
Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian
terdestilasi.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
uji berasal dari Balai Besar KIPM Makassar. Ekstraksi, Uji antibakteri dan potensi
Alat dan bahan yang akan di gunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Alat
2. Bahan
Tabel 2. Bahan-bahan
No Bahan Fungsi
Sargassum sp. Sampel uji
Metanol Pelarut polar
Etil asetat Pelarut semi polar
n-heksana Pelarut non polar
Ciprofloxacin Kontrol positif
Medium tumbuh bakteri
TCBS
uji
TSB Medium peremajaan
TSA Medium tumbuh bakteri
Bakteri Vibrio
parahaemolyticus
Bakteri Uji
dan Vibrio
harveyi
Larutan DMSO, sebagai kontrol Negatif
Kertas saring Menyaring simplisa
wadah sampel dalam
Aluminium foil proses pengeringan di
oven
Papper disk Kertas bahan uji
Melindungi tangan agar
Sarung tangan tidak terkena larutan
berbahaya
Pelindung dari
Masker terhirupnya larutan
berbahaya
Memebersihkan alat
Tissue dan meja kerja
pengujian
Menandai media-media
Kertas label
uji
selanjutnya di laboratorium.
yang mangalir untuk menghilangkan kotoran, epifit, dan pasir serta garam yang
terkandung dalam sargassum, Setelah itu meniriskan sampel hingga tidak terlihat
lagi air yang menetes selanjutnya mencuci kembali sampel dengan air mengalir
c). Pengeringan
pelarut, yaitu : Pelarut polar (methanol), semipolar (etil asetat) dan non polar (n-
pekat untuk menghilkan sisa pelarutnya, setelah itu hasil ekstrak berupa bubuk
atau powder dimasukkan kedalam botol vial yang telah diketahui beratnya
kemudian disimpan di dalam lemari es, dan diambil ketika diperlukan untuk
pengujian antibakteri.
a. Peremajaan Mikroba
dua tahap, yang pertama penanaman pada medium Triptyc Soy Broth (TSB) dan
dengan ose bulat kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
Medium TSB, inkubasi dengan suhu 30oC selama 1 x 24 jam. Bakteri yang telah
tumbuh ditandai dengan terjadinya perubahan medium dari jernih menjadi keruh.
kemudian diinokulasi dengan metode gores. Setelah itu diinkubasi pada suhu
inokulasi ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml NaCL dan di inkubasi 1x24 jam
suspensi Mc Farland.
klorida (BaCl2) sebanyak 0.05 ml dan larutan 1% Asam sulfat (H2SO4) sebanyak
1 0.1 9.9
2 0.2 9.8
3 0.3 9.7
4 0.4 9.6
5 0.5 9.5
6 0.6 9.4
7 0.7 9.3
8 0.8 9.2
9 0.9 9.1
10 1.0 9.0
farland.
digoyangkan secara perlahan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC.
aktivitas bahan bioaktif dari suatu organisme terhadap bakteri pathogen dengan
melihat ada atau tidaknya zona bening yang terbentuk. Metode yang digunakan
dalam pengujian aktivitas antimikroba adalah metode difusi agar dengan FPD (
sebanyak 50 l pada kertas disk yang berbeda dan kemudian dibiarkan menguap
negatif DMSO. Setelah itu di inkubasi pada suhu 30C selama 24 jam. Setelah
zona bening/zona halo)di sekitar kertas disk dimana hal tersebut menunjukkan
sorong.
macam pelarut yang berbeda, dianalisis dengan uji One Way Anova
Akhyar. 2010. Uji Daya Hambat Dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar Dan
Buah Bakau (Rhizophora Stylosa Griff.) Terhadap Vibrio Harveyi (Skripsi).
Fakultas Farmasi Universitas hasanuddin. Makassar.
Azwar ZI. 2001. Perkembangan budidaya udang intensif , antara harapan dan
keprihatinan. Warta Penelitian Prikanan Indonesia, Vol 7 (3): 15 19.
Brock, T.D. and M.T. Madigan. 1991. Bology of Microorganisms. Prentice Hall,
Englewood Cliffs. New Jersey. 368 p.
Burford MA, Thompson PJ, McIntosh RP, Bauman RH, Pearson DC. 2003.
Nutrient and microbial dynamics in high-intensity, zero-exchange shrimp
ponds in Belize. Aquaculture 219 : 393 : 411
Byarugaba, D.K. 2009. Department of Veterinary Microbiology and Parasitology.
Faculty of Veterinary Medicine (Jurnal). Makerere University. Kampala
Challouf, R., Ben, D.R., Omrane, H., Ghozzi, K., dan Ben, O.H., 2012,
Antibacterial, antioxidant and Cytotoxic Activities of Extract from the
Thermophilic Green Alga,Cosmaium sp. African Journal of Biotechnology
Chen SY, Jane WN, Chen YS, Wong HC. 2009. Morphological changes of Vibrio
parahaemolyticus under cold and starvation stresses. International
Journal of Food Microbiology 129 (2009) : 157165.
Christobel, G.J., Lipton, A.P., Aishwarya, M.S., Sarika, A.R. and Udayakumar, A.
Antibacterial activity of aqueous extract from selected macroalgae of
southwest coast of India. Seaweed Res. Utiln., 33 (1&2) : 67 - 75, 2011
Dhar, A.K, M.M. Roux & K.R Klimpel. 2001. Detection and Quantification of
Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus and white Spot
Syndrome Virus in shrimp using real-Time quantitative PCR and SYBR
green Chemistry. Journal of Clinical Microbiology 39: 2835- 2845.
Ginting EL. 1995. Hubungan habitat tambak udang windu (Penaeus monodon)
dengan populasi bakteri Vibrio sp. Fakultas Pasacasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Ismet, M.S. 2007. Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Spons Aaptops dan
Petrosia sp. dari lokasi yang berbeda. [Skripsi] Bandung : Pasca sarjana
ITB.,
Jhamandas, JH, Wie MB, Harris K, Mac Tavish, and Kar S. 2005. Fucoidan
inhibits cellular and neurotoxic effects of beta amyloid (A beta) in rat
cholinergic basal forebrain neuron. Eur J Neuroschi. 21 (10) : 2649
2659.
Juliantina, F., Dewa A.C., Bunga, N., Titis, N., Endrawati, T,B. 2010. Manfaat
Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial terhadap Bakteri
gram Posistif dan Gram Negatif. hal: 10-25 hal.
Kirkup, B. C., Leeann Chang, Sarah Chang, Gevers, D., Polz, M. F. 2010. Vibrio
Chromosomes Share Common History. BMC Microbiology Research
Article. Cambridge MA, USA. 10 hal
Lestari S.A, dan Maggy T.S. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pustaka Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muliani, A.Suwanto, & Hala, Y. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakter asal laut
Sulawesi untuk biokontrol penyakit vibriosis pada larva udang windu
(Paneus monodon). Hayati 10:6-11
Poncomulyo, T., M. Herti dan K. Lusi. 2006. Budi Daya dan Pengolahan Rumput
Laut. PT. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Putranti, R.I., 2013, Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput
Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata dari Jepara, Tesis
program magister manajemen sumberdaya pantai universitas diponegoro.
Rante, H., B. Taebe, dan S. Intan. 2013. Isolasi Fungi Endofit Penghasil
Senyawa Antimikroba Dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum Annuum L
Var.Chinensis) Dan Profil Klt Bioautografi. Majalah Farmasi dan
Farmakologi Vol.17, No.2. Makassar
Rozi FA. 2008. Penerapan budidaya udang ramah lingkungan dan berkelanjutan
melalui aplikasi bakteri antagonis untuk biokontrol vibriosis udang windu
(Penaeus monodon Fabr.) . Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Rukyani, Akhmad. 1999. Beberapa Jenis Penyakit Sebagai Kendala
UtamaBudidaya Udang dan Cara Pengendaliannya. Bdan Litbang
Pertanian.
Sarida, M., Tarsim dan Faizal, I. 2010. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu
( Morinda citrifolia L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio
harveyi Secara In Vitro.Jurnal Penelitian Sains. Universitas Lampung.
Lampung, 23 (3): 59-63.
Udin, L.Z., Nurhayati,Y., Budiwati, T.A., Karossi, A.T., dan Manuputy, A., 2001,
Potensi Antibakteri dari Bakteri yang bersimbiose dengan Spong Dysidea
cinera (Keller),MAkalah Disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional X
Kimia dalam Industri dan Lingkungan, Yogyakarta, 7 November.
Volk.W.A dan Wheeler M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama.
Wattimena, J.R., Nelly, C., Sugiarso, Widianto, M.A., Sukandar, E.Y., Soemardji,
A.A. & Setiadi, A.R.1991. Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik.Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. 168 hlm.