Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan maksud memperoleh pengetahuan serta untuk
meningkatkan keterampilan yang dimiliki seseorang. Pembelajaran adalah
aktivitas yang melekat pada guru. Sebagai guru profesional, meningkatkan
kualitas pembelajaran merupakan agenda yang harus selalu diutamakan. Jika
hal ini dapat dilakukan dengan baik maka guru telah mengantarkan siswa
untuk mengalami belajar bermakna. Pembelajaran bermakna dapat
berlangsung jika siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang diperlukan.
Tugas guru adalah membantu proses tersebut dengan memberi kesempatan
siswa menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara
sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem
sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung. Salah satu model pembelajaran
yaitu model pembelajaran kognitif. Teori Kognitif pada hakikatnya adalah
teori yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan manusia
dalam memahami barbagai pengalamannya, sehingga mengandung makna
bagi manusia tersebut. Teori kognitif menekankan peranan struktur ingatan
dan pengetahuan terhadap proses penerimaan, pemerosesan penyimpanan,
pemanggilan kembali informasi yang telah ada didalam skemata.
Setiap pendekatan pembelajaran memiliki pandangan yang berbeda
tentang konsepsi dan makna pembelajaran, pandangan tentang guru, dan
pandangan tentang siswa, perbedaan inilah kemudian mengakibatkan strategi
dan model pembelajaran yang dikembangkan menjadi berbeda juga, sehingga
proses pembelajaran akan berbeda walaupun strategi pembelajaran sama.
Teori Kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan
karena adanya usaha dari setiap individu dalam upaya menggali ilmu
1
pengetahuan melalui dunia pendidikan. Penataan kondisi tersebut bukan
sebagai penyebab terjadinnya proses belajar bagi anak didik, tetapi melalui
penggalian ilmu pengetahuan secara pribadi ini diarahkan untuk memudahkan
anak didik dalam proses belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat
penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan
salah satu faktor untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar
dan pembelajaran. Dalam makalah ini kami menekankan model pembelajaran
kognitif agar dapat diaplikasikan guru dan siswa, sehingga setiap siswa dapat
berfikir secara kritis dalam belajar dan memahami dengan baik setiap
pelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud model pembelajaran problem based learning?
2. Apa yang dimaksud model pembelajaran discovery learning?
3. Apa yang dimaksud model pembelajaran kontruktivisme?
4. Apa yang dimaksud model pembelajaran learning cycle?
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan yang dimaksud model pembelajaran problem based
learning
2. Mendeskripsikan yang dimaksud model pembelajaran discovery learning
3. Mendeskripsikan yang dimaksud model pembelajaran kontruktivisme
4. Mendeskripsikan yang dimaksud model pembelajaran learning cycle
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode
pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik
dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri.
Muhson (2009) mengemukakan bahwa dalam metode problem based
learning, peserta didik diberikan suatu permasalahan. Kemudian secara
berkelompok (sekitar lima hingga delapan orang), mereka akan berusaha
untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi,
mereka diharapkan secara aktif mencari informasi yang dibutuhkan dari
berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh dari bahan bacaan (literatur),
narasumber, dan lain sebagainya. Kemudian siswa di minta untuk
memaparkan hasil yang diperoleh dari diskusi yang telah dilakukan.
4
model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor,
produk yang dihasilkan adalah berupa laporan.
i. Kolaborasi dan kerja sama
j. Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja
sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil.
5
Pada tahap ini guru membantu peerta didik dalam menganalisis data
yang telah terkumpul pada tahap sebelumnya, sesuaikah data dengan
masalah yang telah dirumuskan, kemudian dikelompokkan berdasarkan
kategorinya. Peserta didik memberi argumen terhadap jawaban pemecahan
masalah. Karya bisa dibuat dalam bentuk laporan, video, atau model.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap ini, guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi
pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan
belajarnya. Guru dan peserta didik menganalisis dan mengevaluasi
terhadap pemecahan masalah yang dipresentasikan setiap kelompok.
6
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa
yang mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
7
(2005) mengemukakan bahwa pembelajaran discovery learning merupakan
suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh J. Bruner berdasarkan
pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip
konstruktivis. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan
pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka
menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada
Discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery learning
dengan inquiry learning ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapi
siswa atau peserta didik adalah semacam masalah yang direkayasa oleh guru,
sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa
harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Sedangkan, perbedaan discovery learning dengan problem solving. Pada
model problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah. Prinsip belajar yang nampak jelas dalam
discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan
tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta
didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk
akhir.
8
c. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
9
5. Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Discovery learning
Takdir (2012) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh kelemahan model
discovery learning, yaitu:
a. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman
antara guru dengan siswa.
b. Menyita pekerjaan guru.
c. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
d. Tidak berlaku untuk semua topik.
e. Berkenaan dengan waktu, strategi discovery learning membutuhkan waktu
yang lebih lama daripada ekspositori.
f. Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih terbatas.
g. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat pada
suatu kesimpulan.
h. Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola
pembelajaran lama.
i. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajara dengan cara ini. Di lapangan
beberapasiswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
j. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-
topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan
model penemuan.
10
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa peserta didik
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajarsiswa peserta didik.
11
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah). Sedangkan menurut permasalahan
yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan,
atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi,
merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga emberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada
tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian anak didik diberi kesempatan
untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini
adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan
yang telah dimiliki.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Djamarah (2002)
mengemukakan bahwa semua informasi hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut
juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
12
akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap pembuktian siswa melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan
tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Brunner (Subini, dkk, 2012) mengemukakan bahwa pembuktian bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan
tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah
dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan
siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-
prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya
proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
13
diri. Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab
soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban
tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Sedangkan Penilaian diri
(self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses
dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran
tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek
penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan
psikomotor.
14
nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia
secara individual. Bettencourt (Suparno, 1997) mengemukakan bahwa
konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak
melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.
15
b. Menetapkan isi produk belajar yaitu ditetapkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
c. Identifikasi dan klarifikasi pengetahuan awal siswa. Identifikasi
pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview dan peta
konsep.
d. Identifikasi dan klarifikasi miskonsepsi siswa. Pengetahuan awal siswa
yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah,
mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
e. Perencanaan program pembelajaran dan strategi pengubahan konsep.
program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk
modul.
f. Implementasi program pembelajaran dan strategi pengubahan konsepsi.
tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini
terdiri dari tiga langkah,yaitu: (a) orientasi dan penyajian pengalaman
belajar, (b) menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
g. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program
pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar
yang telah diterapkan.
h. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.
i. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. hasil analisis miskonsepsi yang
resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi
pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.
16
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya,
dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan
kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,
imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
d. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada
siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks,
baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa
untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan
mereka.
f. Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
17
D. Model Pembelajaran Learning cycle (Siklus Belajar)
1. Pengertian Learning cycle
Kulsum dan Hindarto (2011) mengemukakan bahwa learning cycle (siklus
belajar) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student centered). Pengembangan model ini pertama kali dilakukan
oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974.
Model ini dilandasi oleh pandangan kontruktivisme dari Piaget yang
berangapan bahwa dalam belajar pengetahuan itu dibangun sendiri oleh anak
dalam struktur kognitif melalui interaksi dengan lingkungannya. Siklus
belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-
kompetensi, yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan
aktif. Rahayuningsih, Masykuri, dan Utami (2012) mengemukakan bahwa
siklus belajar merupakan strategi pembelajaran aktif (active learning) yang
dalam pelaksanaannya menuntut siswa untuk terlibat aktif selama proses
belajar mengajar. Dalam pembelajaran dengan learning cycle siswa aktif
bertanya, menjawab, mengerjakan soal ke depan, dan berdiskusi kelompok
untuk memecahkan permasalahan dan menemukan konsep sendiri bersama
kelompoknya.
18
c. Hipotesis deduktif, yiatu dimulai dengan pernyataan sebab. Para siswa
diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban hipotesis-hipotesis yang
mungkin pada terhadap pernyataan itu.
Ketiga tipe learning cycle ini menunjukan suatu kontinum dari sains
deskriptif hingga sains eksperimental. Dengan sendirinya ketiga siklus belajar
ini menghendaki perbedaan dalam inisiatif dan kemampuan penalaran siswa.
19
d. Fase elaborasi (elaboration)
Pada fase ini siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi
baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem
solving (pemecahan masalah).
e. Fase evaluasi (evaluation)
Pada tahap akhir dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase
sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep,
atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang
kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Hanuscin, D. L., & Lee, M. H. (2008). Using the learning cycle as a model for
teaching the learning cycle to preservice elementary teachers. Journal of
Elementary Science Education, 20(2),51-66.
Kulsum, U. & Hindarto, N. (2011). Penerapan model learning cycle pada sub
pokok bahasan kalor untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
kelas vii SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7, 128-133. ISSN:
1693-1246.
22
Suparno, P. (1997). Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Suprijono, A. (2012). Cooperative learning: Teori dan aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah, M. (2004). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
23