Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MENJADI


BIOEDIESEL

Disusun Oleh:
Kelompok 10/THP B
Helmy Mufidah 151710101035
Dewi Astuti Purnama Sari 151710101071
Wilda Mukhollida 151710101101

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017/2018
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu sumber bahan alam Indonesia yang sangatmelimpah adalah
kelapa.Indonesia memiliki lahan tanaman kelapaterluas di dunia yaitu sekitar
3,712 juta hektar.Tanaman kelapa (Cocos nucifera. L) merupakan tanaman yang
sangat berguna dalam kehidupan ekonomi pedesaan di Indonesia. Karena semua
bagian dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia.Penelitian yangberkaitan dengan pemanfaatan buah kelapa memang
sudah banyak dilakukan, misalnya pembuatan minyak kelapa, nata decoco,
danVirgin Coconut Oil.Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi
yang begitu pesat, pemanfaatan tanaman kelapa tidak hanya sebatas sebagai
olahan pangan. Salah satu produk olahan dari daging buah kelapa, yaitu minyak
kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Biodiesel secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari minyak
tanaman dan lemak hewan. Biodiesel merupakan jenis bahan bakar yang
diproduksi dari bahan pertanian sehingga merupakan bahan bakar yang dapat
diperbaharui. Biodiesel memiliki sifat fisis yang sama dengan minyak solar
sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan
bermesin diesel. Beberapa keunggulan dari biodiesel dibandingkan dengan bahan
bakar solar yaitu memiliki bilangan cetane yang tinggi, ramah lingkungan karena
biodiesel tidak mengandung sulfur sehingga tidak ada emisi SOx, tidak mudah
terbakar karena memiliki titik bakar yang relatif tinggi, memungkinkan untuk
diproduksi dalam skala kecil dan menengah serta jauh lebih mudah terurai oleh
mikroorganisme dibandingkan minyak mineral.
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai biomassa yang mengandung minyak.
Kelapa adalah salah satu biomassa potensial untuk dikembangkan menjadi bahan
baku biodiesel, hal ini dikarenakan minyak yang terkandung dalam kelapa cukup
banyak yaitu mencapai 30-35% dari berat basah buah kelapa. Selain itu, buah
kelapa merupakan buah yang sangat mudah di dapatkan Indonesia karena
penyebaran tanaman ini sangat luas di seluruh Indonesia, terutama di daerah
pesisir pantai.
Pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa biasanya dilakukan dengan
cara pemanasan santan selama beberapa saat hingga bagian blondo dan minyak
kelapa terpisah. Akan tetapi minyak kelapa yang dihasilkan dari proses
pemanasan tersebut tidak bisa langsung diaplikasikan sebagai bahan bakar diesel,
hal ini dikarenakan minyak kelapa tersebut masih memiliki daya pembakaran
yang rendah sehingga perlu dilakukannya tahapan proses transesterifikasi. Proses
transesterifikasi dapat digunakan untuk menurunkan viskositas minyak kelapa
sehingga sesuai dengan standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor. Proses
transesterifikasi minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan alkohol dan
katalis untuk mengubah trigliserida menjadi fatty acid alkyl ester (FAME) atau
etil ester asam lemak (biodiesel) dan gliserol. Oleh karena itu, penting dilakukan
penelitian tentang teknologi pengolahan minyak kelapa menjadi biodiesel.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tahapan proses pembuatan biodiesel dari minyak kelapa.
2. Mengetahui karakteristik mutu yang penting dalam pembuatan biodiesel.
3. Mengetahui aplikasi biodiesel dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 2. ISI

2.1 Biodiesel
Biodiesel berasal dari dua kata yaitu bio dan diesel.Bio berarti bahan
alami yang berasal dari mahluk hidup yang mudah diperbaharui serta mudah
kembali untuk terurai di alam. Sedangkan diesel berasal dari nama suatu mesin
injeksi yang diciptakan oleh Rudolph Diesel. Jadi, biodiesel merupakan bahan
bakar mesin diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani yang dapat
bekerja pada mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi
ataupun dengan penambahan bahan pelindung (PL. Puppung, 1985 dalam
Sidabutar dan Faniudin, 2013).
Biodesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester atau monoalkil
ester yang diturunkan dari minyak atau lemak alami, seperti minyak nabati, lemak
hewan atau minyak goreng bekas yang dapat digunakan langsung atau dicampur
dengan minyak diesel (Peeples, 1988 ; Darnoko dkk, 2001 dalam Sidabutar dan
Faniudin, 2013).Minyak tumbuhan yang sering digunakan antara lainminyak
sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar dan minyak bijikapok randu,
sedangkan lemak hewani seperti lemak babi, lemak ayam, lemaksapi, dan juga
lemak yang berasal dari ikan (Wibisono, 2007).
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar mesin diesel yang
ramahLingkungan dan dapat diperbarui (renewable).Biodiesel bersifat
biodegradable, dan hampir tidak mengandung sulfur.Dibandingkan dengan bahan
bakar fosil, bahan bakar biodiesel mempunyai kelebihan diantaranya bersifat
biodegradable, non-toxic, mempunyai angka emisi CO2 dan gas sulfur yang
rendah dan sangat ramah terhadap lingkungan (Marchetti dan Errazu, 2008).
Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besarsenyawa-
senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak.Akan tetapi,
minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol,atau trigliserida,
sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemakdengan metanol.
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapakonsekuensi penting dalam
penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakarmesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih
besardari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif
mudahmengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul
kecil, jikaterpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar
dariminyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa
penginjeksi bahanbakar di dalam mesin diesel tak mampu
menghasilkan pengkabutan(atomization) yang baik ketika minyak
nabati disemprotkan ke dalamkamar pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil
asam-asamlemak. Akibatnya, cetane number minyak nabati lebih
rendahdaripada cetane number ester metil.Cetane number adalah
tolok ukurkemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di
dalam mesindiesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas,
minyaknabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama ( 90
%-berat)asam-asam lemak.Pada kenyataannya, proses transesterifikasi
minyak nabatimenjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan
memodifikasiminyak nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang
berkekentalan miripsolar, cetane number lebih tinggi, dan relatif lebih stabil
terhadapperengkahan.

2.2 Minyak Kelapa sebagai Biodiesel


Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan seluruh
bagiannya. Bagian dari tanaman kelapa yang penggunaannya sangat luas dan
banyak digunakan oleh masyarkat adalah daging kelapa, salah satunya
dimanfaatkan sebagai minyak kelapa.Saat orang mendengar minyak kelapa maka
mereka mengira minyak kelapa adalah minyak untuk memasak.Tapi kini minyak
kelapa telah dikembangkan sebagai bahan bakar biodiesel.Biodiesel merupakan
bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani yang dapat
bekerja pada mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi
ataupun dengan penambahan bahan pelindung (PL. Puppung, 1985 dalam
Sidabuntar dan Faniudin, 2013).Secara umum, biodiesel merupakan bahan bakar
yang terdiri dari campuran mono-alkilester dari rantai panjang asam lemak yang
dipakai sebagai bahan alternatif.
Minyak kelapa memiliki potensi untuk menghasilkan Coco methyl ester
yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, karena dalam satu molekul
minyak kelapa terdiri dari 1 unit gliserine dan sejumlah asam lemak. Tiga unit
asam lemak dari rantai karbon panjang adalah triglyseride (lemak dan minyak).
Komponen glycerine memiliki titik didih tinggi yang dapat melindungi minyak
dari penguapan (volatilizing). Pada biodiesel, komponen asam lemak dari
minyakdikonversikan ke elemen lain yang disebut ester. Glycerine dan asam
lemak dipisahkan dengan proses esterifikasi. Minyak tumbuhan bereaksi dengan
alkohol dan katalis, jika minyak tumbuhan adalah metanol dan kelapa, dan
komponen reaktannya adalah alkoholmaka akan dihasilkan coco metil ester. Coco
metil ester adalah nama kimia dari cocobiodiesel (Darmanto dan Sigit, 2006).
Minyak kelapa memiliki kekentalan 50-60 centi strokes, sedangkan solar 5 centi
strokes. Pada suhu antara 80-90oC, minyak kelapa memiliki kekentalan yang
setara dengan solar.

2.3 Prinsip Produksi dan Reaksi dalam Pembuatan Biodiesel


Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel
dihasilkan melalui proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari
reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol.
Minyak lemak + alkohol/methanol biodiesel + gliserol
Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol
dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran
fatty acid alkyl ester dan gliserol (Freedman et al., 1986 dan Wrightet al., 1994
dalam Manurung, 2006). Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami
dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 1.
r c o o r

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi minyak kelapa dengan metanol


Freedmanet al (1986) dalam Manurung (2006) melaporkan bahwa, reaksi
transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dan reversibel di mana mono dan
digliserida terbentuk sebagai intermediate. Reaksi stoikimetris membutuhkan 1
mol trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol berlebih
untuk meningkatkan yield alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan fasanya
dari gliserol yang terbentuk (Schuchardt et al., 1998 dalam Manurung, 2006 ).
Transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester dilakukan dengan satu
atau dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak nabati. Proses
transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju pembentukan ester.
Biasanya katalis yang digunakan berupa asam (HCl, H2SO4) atau katalis
basa/alkali (NaOCH3, KOH dan NaOH). Menurut Indartono (2006) untuk
membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan dari gliserol.
Ester tersebut merupakan bahan dasar penyusun biodiesel.

2.4 Tahapan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan bbiodiesel dari
minyak kelapa antara lain;
Alat: heating mantel, labu leher tiga (reaktor), thermometer, elang air pendingin,
statif, kondensor, sumbat karet atau gabus, pengaduk (magnetic stirer),
parutan kelapa, wajan dan kompor jika menggunakan cara basah,
pengepress dan oven/sinar matahari jika menggunakan cara kering,
penangas air, corong, wadah, pisau, saringan, panic.
Bahan: daging buah kelapa, NaOH, metanol dengan kemurnian 96% dan air
2.4.1 Pembuatan Minyak Kelapa
Minyak Kelapa (Coconut Oil) dibuat menggunakanbuah kelapa utamanya
adalah dagingnya.Buah kelapa dipisahkan dari tempurung,serabut dan airnya,
bagian yang digunakan dalam pembuatan minyak kelapa adalah daging buah
(endosperm).Daging buah banyak mengandung minyak sekitar 65-72% sehingga
berpotensi dijadikan sebagai minyak goreng.Dalam pembuatan minyak kelapa ada
beberapa cara yang bisa dilakukanyaitu proses basah dan proses kering.
Dalam pembuatan minyak secara basah, hal pertama yang dilakukan yaitu
membuat minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa. Buah Kelapa
dipisahkan terlebih dahulu dari tempurung,serabut dan airnya, bagian yang
digunakan dalam pembuatan minyak kelapa adalah daging buah (endosperm).
Daging buah banyak mengandung minyak sekitar 65-72% sehingga berpotensi
dijadikan sebagai minyak goreng. Kemudian buah kelapa dilakukan pengecilan
ukuran dengan diparut untuk memperlebar luas permukaan sehinngga
mempermudah mendapatkan ekstrak minyaknya. Lalu dilakukan filtrasi dengan
ditambahkan air pada perbandingan 1:2 untuk mendapatkan santan. Setelah
itu,dilakukan pemanasan pada suhu 60-75C (tekanan 1 Atm) yang bertujuan
untuk mendapatkan ekstrak crude minyak kelapa dengan menjaga zat penting
minyak agar tidak terjadi kerusakan sehingga dihasilkan minyak kelapa yang
selanjutnya dapat diolah menjadi biodiesel.
Pada pembuatan minyak kelapa secara kering, hal pertama yang dilakukan
yaitu daging buah kelapa dilakukan pemarutan. Kemudian dipanaskan (disangrai)
pada wajan hingga kering. Prosedur pengukuran suhu dan kadar air sama dengan
proses basah. Setelah kelapa parut kering, dilakukan proses pengepresan yang
selanjutnya dilakukan filtasi sehingga diperoleh minyak kelapa dan ampas kelapa.
Ampas kelapa dibuang, sedangkan minyak kelapa dapat dijadikan sebagai bahan
pembuatan biodiesel.
2.4.2 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa
Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan menggunakan minyak dari
daging kelapa ataupun dari bagian ampas yang dihasilkan dari daging
kelapa.Prinsip pembuatan biodiesel dengan menambahkan alkohol sebagai alkali
dan dibantu dengan katalis basa untuk membantu mempercepat reaksi
transesterifikasi.Fungsi dari alkohol adalah mengkonversi metil minyak atau
lemak menjadi ester. Basa digunakan untuk mempercepat proses katalis.
Selanjutnya dilakukan pencampuran pada asam lemak bebas dengan pemanasan
60C selama 1,5 jam atau bisa disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi
dilakukan pada suhu tinggi pada waktu tertentu dengan dilakukan pengadukan, hal
tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengarhui hasil dari
transesterifikasi. Menurut Literatur dari Padil et al (2010) suhu yang digunakan
untuk transesterifikasi adalah 60C dengan lama waktu 1,5 jam. Setelah itu
diperoleh Crude Biodiesel dan Gliserol yang merupakan hasil dari
transesterifikasi, kemudian dilakukan pemisahan antara gliserol dan crude
biodiesel dengan metode pemisahan dekantasi berdasarkan berat jenis dari
bahan.Gliserol berada di atas dan minyak kelapa berada dibawah kemudian
dilakukan pemisahan. Setelah itu dilakukan nitrasi dengan memasukkan ion nitrat
dan nitrit ke dalam biodiesel tujuannya untuk menambah molekuloksigen dalam
biodiesel sehingga mampu mendapatkan proses pembakaran yang sempurna
(Cahyono,2014) .

2.5 Karakteristik Biodiesel


2.5.1 Densitas
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat dari volume sampel minyak
dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (25oC) (Apriyantono et
al., 1989). Bahan bakar minyak pada umumnya mempunyai spesifik gravity antara
0,74-0,94 (Pertamina, 2003).Densitas biodiesel padasuhu 40oCdalammetode
ASTM (ASTM D-1298) yaitu0,8763 gram/cm3 sedangkan menurut SNI 7128:
2012 sebesar 0,850-0,890 gram/cm3. Data
hasilanalisisterhadapmassajenisdapatdigunakanuntukmenghitungpanaspembakara
n. Panaspembakaran yang tinggimenunjukkankualitaspembakaran biodiesel yang
baik.Jika biodiesel mempunyaimassajenismelebihiketentuan,
akanterjadireaksitidaksempurnapadakonversiminyaknabati. Biodiesel
sepertiiniakanmeningkatkankeausanmesin, emisi,
danmenyebabkankerusakanpadamesin.
2.5.2 Viskostas Kinematik
Viskositas berkaitan dengan komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian
biodiesel (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).Viskositas yang terlalu rendah
maupun terlalu tinggi akan mengurangi daya pembakaran dan dapat menyebabkan
konsumsi bahan bakar meningkat. Jika viskositas semakin tinggi, makatahanan
untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat pentingkarena
mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel.Pada umumnya,bahan bakar
harus mempunyai viskositas yang relatif rendah dapat mengalirdan teratomisasi.
Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar
yang cepat pula (Shreve, 1956).Menurut SNI, nilai viskositas kinematik pada suhu
40oC sebesar 2,3 6,0 cSt. Viskositas naik dengan kenaikan panjang rantai
karbon asam lemak jenuh kenaikan panjang rantai karbon alkohol, penurunan
panjang rantai karbon asam lemak tidak jenuh dan adanya kenaikan sisa mono-,
di- dan trigliserida dalam biodiesel. Viskositas juga dipengaruhi oleh tingkat
polimerisasi sebagai akibat proses degradasi oksidasi (Canakci dan Van Gerpen,
1999).
2.5.3 Titik Nyala
Titik nyala (flash point) Titik nyala adalah sesuatu angka yang menyatakan
suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul pernyalaan api sesaat,
apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Menurut SNI
7128:2012, titik nyala biodiesel yaitu 108oC. Titik nyala yang terlampau tinggi
dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan sementara apabila titik nyala
terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang
terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini dapat meningkatkan
resiko bahaya saat penyimpanan. Titik nyala yang tinggi akan memudahkan
penyimpanan bahan bakar, karena minyak tidak akan mudah terbakar pada
temperatur ruang (Hardjono, 2000). Titik nyala berkaitan dengan residu metanol
dalam biodiesel karena methanol mempunyai titik nyala yang rendah yaitu
11,11C. Residu metanol dalam jumlah kecil menurunkan titik nyala yang
berpengaruh terhadap pompa bahan bakar serta dapat menghasilkan sifat-sifat
yang jelek dalam pembakaran (Tyson, 2004).
2.5.4 Titik Tuang
Titiktuang (pour point) adalah temperature yang paling
rendahdimanabahanbakarmasihdapatmengalir.Titiktuangmenunjukkankemampua
nbahanbakaruntukmasihdapatmengalirpada temperature tertentu. Hal
inisangatpentingkhususnyapadadaerahdengantemperatur yang rendah,
sehinggabahanbakartidakakanmenggumpaldenganmudah. Nilai titik ruang
menurut SNI dengan metode ASTM sebesar 18.Titiktuang yang
terlalutinggiakanmenghambatpenyalaanbahanbakar (Hardjono,
2000).Semakinrendahtitiktuangtentunyalebihbaikkarenamengurangikecenderunga
nbahanbakaruntukmembekupadatemperatur yang
dingin.Titiktuangdipengaruhiolehpanjangrantaikarbon.Semakinpanjangrantaikarb
on,
semakintinggititiktuangnya.Titiktuangmenunjukkankemampuansuatubahanbakaru
ntukdigunakanpadacuacadinginsertadayatahanpadasaatpenyimpanan.Titiktuangini
juga dipengaruhiolehderajatketidakjenuhan
(angkaiodium).Semakintinggiketidakjenuhan, titiktuangakansemakinrendah
(Knothe, 2005).MenurutstandarSNI 04-7182-2006, titiktuangmetil ester
maksimalsebesar28C.
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.N. 2006.Biodiesel Jarak Pagar. Bogor: PT. Agromedia


Pustaka.
Ali, K. 2009. Rahasia Sehat dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta: Kompas
Braipson-Danthine S, V Gibon. 2007. Comparative analysis of triacylglycerol
composition, melting properties and polymorphic behavior of palm oil
and fractions. Eur J Lipid Sci Technol 109:359-372
Cahyono, E., Tjahjani, S..2014. Pengaruh Penambahan Aditif Alkil Nitrat
yang Disintesis dari Biodiesel Minyak Biji Kapuk (Cieba Pentandra)
Terhadap Kenaikan Angka Setana Solar.UNESA Journal of Chemistry
Vol. 3, No. 1. Jurusan FMIPA, Fakultas MIPA UNESA. Surabaya.
Canakci, M., dan Van Gerpen J, 1999.Biodiesel production via acid catalysis.
Trans Am SocAgric Eng, 42:12031210.
Erliza.2007.Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka
Hardjono. A. 2000.Teknologi MinyakBumi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Indartono, Y.S. 2006.Mengenal Biodisel : Karakteristik, Produksi Hingga
Performansi Mesin. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ketaren, S. 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta: UI-Press.
Knothe G. 2005. Dependence Of Biodiesel FuelProperties On The Structure
Of Fatty AcidAlkyl Esters. Fuel Processing Technology86: 1059-1070.
Knothe, G., Clements, D., Van Gerpen, J., Shanks, B., Pruszko, R. 2004.
Biodiesel Production Tecnology. NREL/SR, 510-36244
Knothe, G., J. Krahl and J. Van Gerpen, ., 2005The Biodiesel Handbook,
AOCS Press,Champaign, IL.
Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Utilization, and
Nutrition.New York: Chapman and Hall.
Manurung, R. 2006. Transesterifikasi Minyak Nabati. Medan : Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Proses 5
(1) hal : 47-52.
Marchetti J. M., dan Errazu A. F., 2008, Esterification of Free Fatty Acids
UsingSulfuric Acid as Catalyst in the Presence of Triglycerides,
BiomassBioenerg., 32,892-895.
Mardiah, Widodo, Agus, Trisningwati, Efi, Purijatmiko, Aries. 2006.
Pengaruh AsamLemak dan Konsentrasi Katalis Asamterhadap
Karakteristik dan KonversiBiodiesel pada Transesterifikasi
MinyakMentah Dedak Padi.Surabaya : Jurusan Teknik Kimia,Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Mittelbach, M., dan C. Remschmidt., 2004,Biodiesel: The Comprehensive
Handbook,Martin Mittelbach, Graz, Austria (dalamProsiding Seminar
Nasional Tatang H.Soerawidjaja).
OBrien, Richard D. 2004, Fats and Oils, Formulating and Processing for
Applications, 2nd edition. Florida, USA : CRC Press.
Padil.2010. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Melalui Reaksi
MetanolisisMenggunakan Katalis CaCO3 Yang Dipijarkan.Jurnal Natur
Indonesia 13 (1),Oktober 2010: 27-32. Riau: Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.
Palungkun, R., 2004. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Pertamina. 1997. Bahan Bakar Minyak. Direktorat Pembekalan dan
Pemasaran Dalam Negeri.
Prihandana.2006. Menghasilkan Biodiesel MurahMengatasi Polusi dan
Kelangkaan BBM.Jakarta: Agro Media Pustaka.
Sidabuntar, E. Dan Fanusin, M., N. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan
Jumlah Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung menjadi Metil
Ester.Teknik Kimia Fakultas Teknik niversitas Sriwijaya.Jurnal Teknik
Kimia No. 1 Vol. 19.
SNI-04-7182-2006. 2006. Biodiesel.Badan Standarisasi Nasional.
Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sutardi, santoso, U.,Angia, 2008. Pengaruh Pemanasan Kelapa Parut Dan
Teknik Pengunduhan Terhadap Rendemen Dan Mutu Virgin Coconut Oil
(VCO).Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 22 No. 2 : 135 142.
Tyson, K. S., 2004. Energy Efficiency andRenewable Energy.U.S.
Departement ofEnergy.
Wibisono, Ardian, 2007, Conoco Phillips Produksi Biodiesel dari Lemak Babi,
Jakarta.

Darmanto, S dan Sigit, I. 2006.Analisa Biodiesel Minyak Kelapa sebagai Bahan


Bakar Alternatif Minyak Diesel.Traksi.Vol. 4. (2): 64-72.
Sidabuntar, E. Dan Fanusin, M., N. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan Jumlah
Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung menjadi Metil Ester.Teknik Kimia
Fakultas Teknik niversitas Sriwijaya.Jurnal Teknik Kimia No. 1 Vol. 19.

Anda mungkin juga menyukai