Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING

DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA


MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SELF-REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Pengertian Self-Regulated Learning

Beberapa tahun belakangan, sejumlah teori sudah dikemukakan untuk menjelaskan


bagaimana seorang mahasiswa menjadi regulator dalam belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-
Pons 1990: 51). Salah satu teori yang berusaha menjelaskan tentang self-regulated learning adalah
teori sosial kognitif. Menurut teori sosial kognitif, self-regulated learning tidak hanya ditentukan oleh
proses pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku secara timbal balik (Zimmerman
1989: 330).

Chamot (dalam Ellianawati dan Wahyuni 2010: 35) menyatakan bahwa, self-regulated
learning atau pembelajaran mandiri adalah sebuah situasi belajar di mana pebelajar memiliki kontrol
terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai,
pemahaman terhadap tugastugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi
belajar. Self-regulated learning ini menyangkut pada penerapan dari model umum regulasi dan
regulasi diri berkaitan persoalan pembelajaran, terutama pembelajaran akademik.

Ada empat asumsi umum mengenai self-regulated learning sebagaimana dijelaskan oleh
Wolters, Pintrich, dan Karabenick (2003: 3- 5). Pertama, asumsi aktif dan konstruktif. Mahasiswa
sebagai partisipan yang aktif konstruktif dalam proses belajar, baik itu aktif mengkonstruk
pemahaman, tujuan, maupun strategi dari informasi yang tersedia di lingkungan dan pikirannya
sendiri. Kedua, potensi untuk mengontrol. Mahasiswa sanggup memonitor, mengontrol, meregulasi
aspek tertentu dari kognitif, motivasi dan perilaku sesuai karakteristik lingkungan jika
memungkinkan. Ketiga, asumsi tujuan, kriteria, atau standar. Asumsi tersebut digunakan untuk
menilai apakah proses harus dilanjutkan bila perlu ketika beberapa kriteria atau standar berubah.
Keempat, aktivitas regulasi diri merupakan penengah (mediator) antara personal dan karakteristik
konteks dan prestasi atau performa yang sesungguhnya.

Self-regulation pada kognitif, motivasi, dan perilaku yang dimiliki mahasiswa, merupakan
perantara hubungan antara person, konteks dan bahkan prestasi Berdasarkan asumsi asumsi
tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagaimana menurut Pintrich dan Zusho (dalam
Nicol dan Macfarlane-Dick 2006: 202) bahwa self-regulated learning merupakan proses konstruktif
aktif ketika mahasiswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memantau,
mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan
kondisi kontekstual dari lingkungannya.

Sejalan dengan pengertian menurut Zimmerman (dalam Schunk, Pintrich, dan Mecce 2008:
154), self-regulation adalah proses dimana mahasiswa mengaktifkan dan mempertahankan kognisi,
perilaku, dan perasaan yang mana secara sistematis diorientasikan pada pencapaian tujuan mereka.
Zimmerman (1989: 329) memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning pada
mahasiswa digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi keaktifan partisipasi baik
secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku mahasiswa didalam proses belajar. Mahasiswa
dengan sendirinya memulai dan berusaha secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan
keahlian yang diinginkan, dari pada bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Berdasarkan
dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa self-regulated learning
adalah usaha aktif dan mandiri mahasiswa dengan memantau, mengatur dan mengontol kognisi,
motivasi, dan perilaku, yang diorientasikan atau diarahkan pada tujuan belajar.

2.2.2 Aspek Aspek dari Self-Regulated Learning

Menurut Borkowski dan Thorp (dalam Boekaerts 1996: 101) bahwa banyak peneliti sepakat
bahwa aspek yang paling mendasar dari self-regulated learning adalah keterfokusan pada tujuan.
Sedangkan menurut Zimmerman (1990: 4-5) self-regulated learning terdiri dari 3 aspek umum dalam
pembelajaran akademis, yaitu:

1. Kognisi dalam self-regulated learning


Kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan
mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan
mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam
belajar.
2. Motivasi dalam self-regulated learning
Dimana mahasiswa merasakan self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas
intrinsik.
3. Perilaku dalam self regulated learning
Merupakan upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan
yang mengoptimalkan belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat di mana mereka
yang paling memungkinkan untuk belajar. Sejalan dengan pendapat di atas, Wolters, Pintrich
dan Karabenick (2003: 8, 15, 24) juga membagi aspek-aspek self-regulated learning kedalam
tiga aspek sebagai berikut:
a) Kognitif.
Regulasi dan kontrol kognitif termasuk jenis aktivitas kognitif dan metakognitif yang mana
mahasiswa mengunakannya untuk beradaptasi dan mengubah kognisi mereka. Satu aspek
pokok dari regulasi dan kontrol kognisi yaitu pemilihan yang sebenarnya dan penggunaan
berbagai strategi kognitif untuk mengingat, belajar, penalaran, pemecahan masalah dan
berpikir.
b) Motivasi.
Motivasi secara konsisten digambarkan sebagai sebuah determinan penting dari belajar dan
prestasi mahasiswa dalam pengaturan akademik. Pada cara yang sama bahwa pelajar
dapat meregulasi kognisi mereka, mereka dapat meregulasi motivasi dan pengaruh
mereka. Wolters menjelaskan regulasi motivasi seperti kegiatan dimana mahasiswa dengan
sengaja bertindak untuk memulai, mempertahankan atau menambah kesediaan mereka
untuk memulai, menyediakan arah kerja atau untuk menyelesaikan kegiatan atautujuan
tertentu. Pada tingkatan umum, regulasi motivasi meliputi pemikiran, tindakan atau
perilaku dimana mahasiswa bertindak untuk mempengaruhi pilihan mereka, usaha atau
ketekunan untuk tugas - tugas akademik.
c) Perilaku.
Regulasi perilaku adalah aspek dari regulasi diri yang melibatkan usaha mahasiswa untuk
mengontrol perilaku tampak mereka. Mengikuti model triadik sosial kognitif (Bandura
1986; Zimmerman 1989) dimana perilaku merupakan aspek dari orang tersebut, walaupun
"diri" internal itu tidak diwakili oleh kognisi, motivasi, dan pengaruh. Namun demikian,
mahasiswa dapat mengamati perilaku mereka sendiri, memonitor, dan mencoba untuk
mengontrol dan mengatur itu dan dengan demikian kegiatan ini dapat dianggap regulasi
diri bagi mahasiswa.

2.2.3 Tipe-Tipe Strategi Self-Regulated Learning

Dalam proses pembelajaran yang baik, maka perlu adanya strategi strategi untuk dapat
mencapai tujuan belajar. Menurut Zimmerman (1989: 329), selfregulated learning strategy adalah
tindakan dan proses diarahkan untuk memperoleh informasi atau keterampilan yang melibatkan
perantara, tujuan, dan persepsi instrumental oleh mahasiswa. Wolters, Pintrich dan Karabenick
(2003: 8-24) membagi strategi selfregulated learning berdasarkan aspek-aspek self-regulated
learning, yaitu:

1. Strategi kognitif, yang terdiri dari 4 strategi antara lain:


a. Rehearsal termasuk berusaha untuk mengingat materi dengan caramengulang terus
menerus atau jenis pengolahan yang lebih dangkal.
b. Elaboration, refleksi yang lebih mendalam pendekatan untuk belajar dengan berusaha
untuk merangkum materi, menempatkan materi kedalam kata kata kita sendiri, dan lain
lain.
c. Organization melibatkan beberapa proses yang lebih dalam melalui penggunaan berbagai
taktik seperti membuat catatan, menggambar diagram, atau membuat peta konsep untuk
mengorganisasikan materi pelajaran.
d. Metacognitive self-regulation meliputi berbagai perencanaan, monitoring dan regulasi
strategi pembelajaran seperti menetapkan tujuan dari kegiatan membaca, memantau
pemahaman sebagai salah satu bacaaan, dan membuat perubahan atau penyesuaian
dalam belajar sebagai salah satu kemajuan melalui sebuah tugas.

2. Strategi motivasi, yang terdiri dari 7 strategi antara lain:


a. Self-consequating yaitu menentukan dan menyediakan konsekuensi ekstrinsik untuk
keterlibatan mereka pada kegiatan belajar. Mahasiswa menggunakan reward dan
punishment secara verbal sebagai wujud konsekuensi.
b. Enviromental structuring dideskripsikan upaya mahasiswa untuk memusatkan perhatian,
untuk mengurangi gangguan pada lingkungan mereka atau lebih umum, untuk menata
lingkungan mereka untuk membuat penyelesaian tugas lebih mudah atau lebih mungkin
terjadi tanpa gangguan.
c. Mastery Self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada tujuan seperti,
pemuasan keinginantahuan, menjadi lebih kompeten atau lebih mengetahui suatu topik,
atau meningkatkan perasaan otonomi mereka.
d. Performance or Extrinsic Self-talk adalah ketika mahasiswa dihadapkan pada kondisi untuk
menyudahi belajar, mahasiswa mungkin berpikir tentang mendapatkan prestasi yang lebih
tinggi atau berusaha sebaik mungkin di kelas sebagai sebuah cara meyakinkan diri untuk
terus belajar.
e. Relative Ability Self-talk dideskripsikan mahasiswa mungkin berpikir tentang penampilan
yang lebih spesifik untuk mencapai tujuan seperti melakukan usaha lebih baik baik dari
yanglain atau menunjukkan sebuah kemampuan bawaan dengan tujuan untuk tetap
berusaha keras.
f. Situational Interest Enhancement dideskripsikan mahasiswa dapat bekerja untuk
meningkatkan minat situasional mereka atau kesenangan segera pengalaman mereka
seraya menyelesaikan sebuah tugas.
g. Relevance Enhancement dideskripsikan upaya mahasiswa untuk meningkatkan relevansi
atau kebermaknaan suatu tugas dengan menghubungkan pada kehidupan mereka sendiri
atau minat pribadi mereka sendiri.

3. Strategi perilaku, yang terdiri dari 3 strategi antara lain:


a. Effort Regulation dideskripsikan usaha mahasiswa untuk menyelesaikan tugas
b. Regulating time/ Study Environment dideskripsikan mahasiswa mencoba mengatur waktu
mereka dan konteks belajar dengan membuat jadwal belajar dan membuat rencana untuk
kapan harus belajar.
c. Help Seeking dideskripsikan mahasiswa mencari bantuan dari teman sebaya, keluarga,
teman satu kelas atau dosen.

2.2.4 Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning

Pada hakikatnya, karakteristik self-regulated learning dapat diamati dari bentuk tindakan atau
perbuatannya yang mengarah pada tercapainya tujuan belajar. Beberapa ahli (dalam Montalvo dan
Torres 2004: 3-4) mengemukakan karakteristik Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning
tinggi, antara lain :

1. Terbiasa dan tahu bagaimana menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, dan
organisasi) yang membantu mahasiswa untuk mengikuti, mentrasformasi, mengorganisasi,
mengelaborasi, dan memperoleh informasi.
2. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol, dan mengarahkan proses mental untuk
mencapai tujuan personal (metakognisi).
3. Menunjukkan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti tingginya
keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan emosi positif
terhadap tugas (senang, puas, dan antusias), memiliki kemampuan untuk mengontrol dan
memodifikasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan situasi belajar khusus.
4. Mampu merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas,
tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat
belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari dosen dan teman jika menemui kesulitan.
5. Menunjukkan usaha yang besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas
tugas akademik, iklim dan struktur kelas.
6. Mampu melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan
eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas.
1 Saya menentukan materi perkuliahan yang akan saya pelajari sebelum memulai aktivitas belajar

2 Saya merapikan catatan materi perkuliahan agar mudah untuk dipelajari kembali

3 Saya membuat kondisi lingkungan belajar saya terasa menyenangkan

4 Saya mencatat pemaparan dari dosen setiap sesi perkuliahan sesuai dengan silabus mata kuliah

5 Saya membaca kembali catatan materi perkuliahan untuk mempertajam ingatan dan pemahaman

6 Saya menambah jam belajar saya setiap kali saya mendapatkan nilai yang kurang memuaskan

7 Saya meminta bantuan teman bila menemukan kendala dalam mengerjakan tugas dari dosen

8 Saya memeriksa kembali jawaban ujian yang telah saya kerjakan sebelum saya mengumpulkannya

9 Saya berdiskusi dengan teman ketika materi yang saya pelajari cukup banyak dan sulit dipahami

10 Saya membaca materi perkuliahan dengan tidak menetapkan secara pasti apa yang saya baca

11 Membuat ringkasan materi hanya membuang-buang waktu saya saja

12 Saya membiarkan tempat belajar saya diterangi dengan penerangan yang redup

13 Saya tidak pernah mencatat materi yang diajarkan oleh dosen

14 Saya tidak pernah membaca ulang catatan materi perkuliahan yang saya buat

15 Saya tidak memberi hadiah apapun pada diri saya ketika saya mendapatkan hasil belajar yang
baik

16 Saya merasa tidak perlu bertanya pada dosen meskipun saya belum paham materi perkuliahan

17 Setelah selesai mengerjakan ujian, saya mengumpulkan jawaban tanpa memeriksanya kembali

18 Saya tetap dengan strategi belajar saya sekarang walau sudah tidak mendukung kesuksesan
akademik saya

19 Saya tidak melakukan hobi saya sampai tugas perkuliahan saya selesai

20 Saya tidak pernah bertanya pada teman walau saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan
tugas dari dosen

21 Saya mencermati setiap hasil ujian yang saya dapatkan dan membandingkannya dengan hasil
ujian sebelumnya
22 Saya tetap menggunakan strategi belajar yang sama dari waktu ke waktu

23 Saya membaca materi perkuliahan secara berulang-ulang sampai saya paham materi perkuliahan
dengan baik

24 Saya tidak pernah menyimpan hasil-hasil ujian saya

25 Saya menyiapkan peralatan belajar agar memudahkan saya dalam belajar

26 Saya membuat rangkuman materi ketika ditugasi oleh dosen saja

27 Saya menyediakan waktu minimal 2 jam untuk bejalar pada waktu tertentu setiap harinya

28 Saya tetap menyibukan diri dengan kegiatan-kegiatan nonakademik saya walaupun IPK saya
menurun

29 Saya menemui dosen saya untuk meminta penjelasan ulang atas tugas yang belum saya pahami
instruksi pengerjaannya

30 Saya membiarkan hasil ujian saya tanpa berkeinginan mengetahui kemajuan yang saya capai

31 Saya mencoba strategi belajar baru yang diajarkan oleh dosen dikampus

32 Saya belajar hanya pada saat saya sedang memiliki waktu luang saja

33 Saya membuat rangkuman materi perkuliahan supaya lebih mudah dipahami

34 Saya tidak menghiraukan dengan adanya barang-barang yang berserakan ditempat belajar saya

35 Saya mengumpulkan tugas-tugas yang sudah dikembalikan dosen untuk saya pelajari kembali

36 Saya membaca materi perkuliahan hanya pada saat menjelang ujian berlangsung

37 Saya tidak menerapkan strategi apapun untuk mempertajam ingatan saya

38 Jika target belajar saya tidak tercapai, saya berusaha mencari tahu apa yang menjadi
penyebabnya

39 Saya memilih diam saja walau saya belum memahami materi perkuliahan

40 Saya mengurangi kegiatan senangsenang dengan teman saya saat nilai saya menurun

41 Saya belajar hanya pada saat perkuliahan dan tidak membaca kembali catatan dan referensi
dikos/dirumah

42 Saya menyimpan hasilhasil ujian saya dengan baik

43 Saya membiarkan meja belajar saya dipenuhi dengan barang-barang yang tidak diperlukan untuk
belajar

44 Ketika membaca materi perkuliahan, saya menggaris bawahi (underline) pada pokok materi yang
saya rasa penting
45 Saya tidak punya waktu belajar khusus diluar jadwal perkuliahan

46 Saya tidak mengintensifkan kegiatan belajar saya saat nilai-nilai pop quiz saya kurang memuaskan

47 Saya langsung bertanya pada dosen bila ada materi yang disampaikan beliau yang belum saya
pahami

48 Saya membiarkan proses belajar saya berjalan begitu saja

49 Saya menerapkan berbagai strategi belajar menyesuaikan dengan materi perkuliahan yang saya
pelajari

50 Saya menentukan apa yang saya lakukan selama belajar agar tujuan belajar saya tercapai dengan
baik

51 Saya tidak pernah membuat peta konsep materi perkuliahan yang sudah saya pelajari di kampus

52 Saya menata buku perkuliahan dengan rapi ditempat saya biasa belajar

53 Tugas yang saya kerjakan tidak terpantau secara pasti

54 Saya mencoba memasukkan pokok materi perkuliahan dalam kalimat saya sendiri untuk
memudahkan saya mengingat materi

55 Saya tidak pernah menghadiahi diri saya atas kemajuan belajar yang saya raih

56 Saya merasa tidak ada gunanya bertanya materi perkuliahan pada teman

57 Saya membuat tugas makalah tanpa memeriksa ulang penulisan dan isi secara menyeluruh

58 Saya tidak mencoba sama sekali strategi belajar yang telah teman sarankan

59 Saya menentukan batas waktu pengerjaan tugas sebelum tenggat waktu yang diberikan dosen
habis.

60 Saya membuat peta konsep setiap materi yang sudah diajarkan oleh dosen agar saya memahami
materi dengan mudah

61 Saya menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi saya saat sedang belajar

62 Saya mencatat tugas-tugas yang harus saya selesaikan dalam sebuah list/ daftar dan
menandainya bila telah usai mengerjakannya

63 Saya membaca lagi rangkuman materi yang telah saya buat sebelumnya

64 Saya segera mengganti strategi belajar saya ketika sudah tidak lagi mendukung kesuksesan
akademik saya

65 Saya menelaah kembali tugas-tugas perkuliahan yang mendapatkan nilai kurang bagus untuk
mencari tahu dimana kekurangan dalam pengerjaannya
66 Saya menemui teman saya untuk menanyakan langkah mengerjakan tugas yang tidak mampu
saya kerjakan

67 Saya membeli sesuatu yang saya suka sebagai hadiah untuk kemajuan belajar yang saya capai

68 Saya tidak mempunyai cara-cara khusus untuk membantu saya mengingat materi perkuliahan

69 Saya membiarkan tugas-tugas yang sudah dikembalikan oleh dosen tercecer dan menghilang
entah kemana

70 Saya membiarkan buku perkuliahan tertumpuk tidak beraturan

71 Saya hanya membaca materi perkuliahan begitu saja tanpa memberikan tanda pada topik-topik
penting

72 Saya hanya belajar ketika hendak ujian saja

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING


DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA
MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Dasar Teori
Prokrastinasi Akademik

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik

Secara etiologis atau menurut asal kata, istilah prokrastinasi berasal dari dua kata dalam bahasa latin
yaitu pro yang berarti bergerak maju, dan crastinus yang berarti keputusan hari esok, ini berarti
prokrastinasi adalah menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Burka dan Yuen 2008:
5).

Menurut Fiore (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6) prokrastinasi adalah suatu mekanisme
untuk mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan bagaimana cara memulai atau
menyelesaikan pekerjaan dan dalam hal membuat keputusan.

Noran (dalam Akinsola, Tella dan Tella 2007: 364) mendefinisikan prokrastinasi sebagai bentuk
penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh mahasiswa. Mahasiswa
yang melakukan prokrastinasi lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan
lainnya yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang harus diselesaikan
dengan cepat. Selain itu, mahasiswa yang melakukan prokrastinasi juga lebih memilih menonton film
atau televisi daripada belajar untuk kuis atau ujian.

Silver (dalam Ghufron 2003: 15) mengatakan seseorang yang melakukancprokrastinasi tidak
bermaksud untuk menghindari atau tidak mau tahu dengan tugas yang dihadapi. Akan tetapi mereka
hanya menunda-nunda untuk mengerjakannya, sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas. Penundaan tersebut menyebabkan dia gagal menyelesaikan tugasnya tepat
waktu.

Ellis dan Knaus (dalam Ghufron 2003: 15-16) mengartikan prokrastinasi sebagai kebiasaan
penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas, yang hal itu sebenarnya tidak perlu
dilakukan seseorang karena adanya ketakutan untuk gagal, serta adanya pandangan bahwa segala
sesuatu harus dilakukan dengan benar, bahwa penundaan yang telah menjadi respon tetap atau
kebiasaan dapat dipandang sebagai suatu trait prokrastinasi.

Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003: 20) prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang
dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas
sekolah atau tugas kursus.

Rothblum, Solomon dan Murakami (1986: 387) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai
kecenderungan untuk (a) selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik, dan (b) selalu atau
hampir selalu mengalami kecemasan bermasalah terkait dengan penundaan ini. Berdasarkan
pendapat yang diungkapakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
prokrastinasi akademik adalah perilaku penundaan pada tugas akademik yang dilakukan oleh
mahasiswa secara sadar dengan melakukan aktivitas lain yang menyenangkan dan tidak penting,
tidak bertujuan, dan tidak memperhatikan waktu sehingga menimbulkan akibat negatif atau
kerugian pada mahasiswa.

2.1.2 Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik


Menurut Ferrari, Johnshon dan McCown (dalam Ghufron 2003: 23), prokrastinasi akademik dapat
termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati dengan ciri-ciri berupa:

1. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera
diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menundanunda untuk mulai mengerjakannya
atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan
sebelumnya.

2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang
dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan
waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal
yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan
waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam
melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik.

3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu
yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam
memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia
tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada
waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya
sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun
kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus
dikerjakan.

Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan
waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan
mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton,
mengobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki
untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri prokrastinasi akademik yaitu meliputi penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja
pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara
rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada
melakukan tugas yang harus dikerjak

2.1.3 Area Prokrastinasi Akademik


Menurut Green (dalam Ghufron 2003: 20), jenis tugas yang menjadi objek prokrastinasi akademik
adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik. Perilaku-perilaku yang mencirikan
penundaan dalam tugas akademik dipilah dari perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur
prokrastinasi akademik. Adapun menurut Solomon dan Rothblum (1984: 504), prokrastinasi terjadi
secara merata dalam enam area fungsi akademis yaitu tugas mengarang, belajar untuk menghadapi
ujian, membaca, tugas administrasi, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara
keseluruhan. Selanjutnya prokrastinasi terhadap keenam area fungsi akademis tadi dijelaskan oleh
Ghufron (2003: 20-21) sebagaimana berikut ini:

1. Tugas mengarang, meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas menulis, misalnya
menulis makalah, laporan atau tugas mengarang lainnya.

2. Tugas belajar untuk menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk menghadapi ujian,
misalnya ulangan mingguan, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester.

3. Tugas membaca, meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan
dengan tugas akademik yang diwajibkan.

4. Tugas administrasi, meliputi menyalin catatan, presensi, dan daftar peserta praktikum.

5. Menghadiri pertemuan, meliputi penundaan atau terlambat masuk kelas atau pelajaran,
praktikum, dan pertemuan lainnya.

6. Kinerja akademik secara keseluruhan, meliputi kewajiban mengerjakan atau menyelesaikan tugas
tugas akademik secara keseluruhan. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada enam area
prokrastinasi akademik yaitu tugas mengarang, belajar untuk menghadapi ujian, membaca, tugas
administrasi, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan.

2.1.4 Teori Perkembangan Prokrastinasi Akademik

Menurut Ferrari dan Ollivete (dalam Anggraeni dan Widyarini 2008: 8-9) ada beberapa teori
perkembangan yang menjelaskan terjadinya prokrastinasi akademik, antara lain:

1. Psikodinamik. Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa kanak-kanak


mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma.
Seseorang yang pernah mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan
tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika seseorang tersebut dihadapkan
lagi pada suatu tugas yang sama. Seseorang tersebut akan teringat kepada pengalaman kegagalan
maupun perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami dimasa lalu, sehingga ia menunda
mengerjakan tugasnya, yang dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu.

2. Behavioristik. Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi


akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena
dia pernah mendapatkan reinforcement atas perilaku tersebut. Seseorang yang pernah merasakan
sukses dalam melakukan tugas kuliahnya dengan melakukan penundaan, cenderung akan melakukan
lagi perbuatannya. Sukses yang pernah ia rasakan akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku
yang sama dimasa yang akan datang. Perilaku prokrastinasi akademik juga bisa muncul pada kondisi
lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcement bagi
munculnya perilaku prokrastinasi. Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong
seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik, karena tidak adanya pengawasan akan
mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat waktu.

3. Cognitive behavioral.

Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irrasional yang dimiliki oleh seseorang.
Keyakinan irrasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas.
Seseorang memandang tugas tersebut sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan
(aversiveness of the task). Oleh karena itu, seseorang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan
tugasnya secara memadai, sehingga seseorang menundanunda dalam menyelesaikan tugas tersebut.
Selain itu, keyakinan irrasional juga disebabkan oleh ketakutan yang berlebihan untuk gagal (fear of
failure). Seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas karena takut jika gagal menyelesaikannya
sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang
menunda-nunda mengerjakan tugas yang dihadapinya.

Berdasarkan paparan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa terjadinya prokrastinasi


akademik dapat dijelaskan dengan tiga teori perkembangan yaitu psikodinamik (prokastinasi
akademik karena trauma masa lalu terhadap tugas), behavioristik (prokrastinasi akademik karena
proses pembelajaran dan mendapat reinforcement atas perilaku tersebut), dan cognitive behavior
(prokrastinasi akademik karena tugas dipandang berat dan tidak menyenangkan dan takut gagal).

2.1.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Prokrastinasi

Bernard (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6-9), mengungkapkan ada sepuluh faktor yang
dapat menyebabkan prokrastinasi, yaitu:

1. Kecemasan (Anxiety)

Kecemasan yang tinggi yang berinteraksi dengan tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan
menyebabkan seseorang cenderung menunda tugas tersebut.

2. Pencelaan terhadap Diri Sendiri (Self-Depreciation)

Pencelaan terhadap diri sendiri termanifestasi ke dalam penghargaan yang rendah atas dirinya
sendiri, selalu menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kesalahan, dan rasa tidak percaya diri untuk
mendapat masa depan yang cerah menyebabkan seseorang cenderung melakukan prokrastinasi.

3. Rendahnya Toleransi terhadap Ketidaknyamanan (Low Discomfort Tolerance)

Kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk menoleransi
rasa frustrasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang
dapat mengurangi ketidaknyamanan dalam diri mereka.
4. Pencari Kesenangan (Pleasure-seeking)

Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan situasi yang membuat
nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman,
maka orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk bersenang-senang dan memiliki kontrol impuls
yang rendah.

5. Tidak Teraturnya Waktu (Time Disorganization)

Mengatur waktu berarti bisa memperkirakan dengan baik berapa lama seseorang membutuhkan
waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Lemahnya pengaturan waktu disebabkan sulitnya
seseorang memutuskan pekerjaan apa yang penting dan kurang penting untuk dikerjakan hari ini.
Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang
harus dikerjakan terlebih dahulu.

6. Tidak Teraturnya Lingkungan (Environmental Disorganisation)

Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau
tidak teratur dengan baik, hal itu terjadi kemungkinan karena kesalahan mahasiswa tersebut. Tidak
teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang
bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia.
Adanya begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk
berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya.

7. Pendekatan yang Lemah terhadap Tugas (Poor Task Approach)

Seseorang merasa siap untuk bekerja, kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan
tersebut karena tidak tahu darimana harus memulai sehingga cenderung menjadi tertahan oleh
ketidaktahuan tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.

8. Kurangnya Pernyataan yang Tegas (Lack of Assertion)

Kurangnya pernyataan yang tegas disebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk berkata tidak
terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya ketika banyak hal yang harus dikerjakan karena
telah dijadwalkan terlebih dulu. Hal ini bisa terjadi karena mereka kurang memberikan rasa hormat
atas semua komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.

9. Permusuhan terhadap orang lain (Hostility with others)

Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap bermusuhan sehingga bisa
menuju sikap menolak atau menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut.

10. Stres dan kelelahan (Stress and fatigue)


Stres adalah hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negatif dalam hidup yang digabung dengan gaya
hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri sendiri. Semakin banyak tuntutan dan semakin
lemah sikap seseorang dalam memecahkan masalah, dan gaya hidup yang kurang baik, semakin
tinggi stres seseorang.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat


menyebabkan prokrastinasi antara lain kecemasan, pencelaan terhadap diri sendiri, rendahnya
toleransi terhadap ketidaknyamanan, pencari kesenangan, tidak teraturnya waktu, tidak teraturnya
lingkungan, pendekatan yang lemah terhadap tugas, kurangnya pernyataan yang tegas, permusuhan
dengan orang lain, dan stres dan kelelahan.

Blue print

bentuk pertanyaan

1 Saya mengerjakan tugas perkuliahan di saat-saat terakhir batas waktu pengumpulan

2 Saya terlambat mengumpulkan tugas karena terlalu lama mencari referensi yang saya butuhkan

3 Bagian tugas kelompok yang menjadi tanggung jawab saya dapat terselesaikan sesuai dengan
kesepakatan kelompok saya

4 Saya mengerjakan tugas terlebih dahulu sebelum pergi jalan-jalan dengan teman

5 Saya segera mengerjakan tugas dimulai dari tugas yang saya anggap mudah

6 Saya membuka internet hanya untuk mencari tambahan referensi yang berhubungan dengan tugas
kuliah saya

7 Diawal semester saya berencana aktif dikelas tetapi saya belum juga melakukannya hingga kini

8 Saya menonton acara televisi yang saya sukai daripada membaca materi perkuliahan

9 Saya tetap bisa mengerjakan tugas tepat waktu walaupun sempat kekurangan referensi

10 Saya mengerjakan tugas makalah segera setelah diberikan oleh dosen

11 Saya larut bermain game dan mengabaikan materi ujian yang seharusnya saya baca

12 Waktu yang saya targetkan untuk menyelesaikan tugas kerap kali meleset dari rencana awal saya

13 saya hanya belajar menjelang ujian berlangsung

14 Saya melakukan aktivitas lainnya walau tugas yang saya kerjakan belum selesai

15 Saya dapat menyelesaikan tugas makalah tepat waktu seperti yang telah saya rencanakan

16 Saya tetap berkonsentrasi mengerjakan tugas kuliah/ belajar walau idola saya sedang live concert
di televisi
17 Saya belum akan belajar jika catatan materi perkuliahan saya belum lengkap

18 Saya berhenti mengerjakan tugas ketika menemukan sesuatu hal yang sulit dan enggan
melanjutkannya lagi

19 Saya bermain game ketika tugas perkuliahan sudah selesai saya kerjakan

20 Saya datang ke kampus lebih awal setiap hari seperti yang saya rencanakan

21 Saya tetap belajar untuk ujian besok hari walau catatan saya masih ada yang kurang lengkap

22 Saya belajar setiap hari walau tidak ada ujian

23 Saya berencana untuk tekun belajar tetapi saya masih belum melakukannya

24 Saat diperpustakaan saya asyik mengobrol dengan teman walau niat semula membaca referensi
untuk mengerjakan tugas

25 Saya mengerjakan tugas setelah teman saya selesai mengerjakan agar saya bisa mendapat
inspirasi dari tugas teman

26 Saya fokus pada tugas yang sedang saya kerjakan dan baru akan melakukan aktivitas lainnya
setelah tugas saya selesai

27 Saya ingin bangun lebih pagi untuk belajar tetapi saya tetap tertidur walau alarm sudah berbunyi
berkali-kali

28 Saya menolak ajakan teman saya untuk menonton di bioskop karena belajar untuk ujian esok hari

29 Saya sibuk mencari topik yang bagus untuk tugas makalah hingga mengabaikan waktu
pengumpulan yang semakin dekat

30 Saya menyelesaikan bagian tugas laporan kelompok sesuai dengan kesepakatan dengan anggota
kelompok yang lain

31 Saya memilih ajakan teman saya untuk pergi jalan-jalan daripada mengikuti perkuliahan

32 Saya mengumpulkan tugas sebelum tenggang waktu yang diberikan oleh dosen habis

33 Saya belum akan mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen karena temanteman saya juga
belum mengerjakannya

34 Saya mengembalikan catatan teman sesuai dengan janji yang saya buat dengan teman saya

35 Saya sibuk dengan kegiatan diluar perkuliahan sehingga melalaikan tugas yang harus saya
kerjakan

36 Saya mengacuhkan teman saya yang mengajak mengobrol dan fokus menyimak penjelasan
materi perkuliahan dari dosen

37 Kesulitan yang saya temui dalam mengerjakan tugas tidak menyurutkan langkah saya untuk
menyelesaikan tugas dengan segera
38 Saya tidur lebih awal karena kelelahan beraktivitas walau saya sudah berencana untuk membaca
materi untuk ujian besok pagI.

39 Saya mengatur waktu untuk kegiatankegiatan lain agar tidak mengganggu jam belajar saya

40 Saya membiarkan tugas yang seharusnya saya selesaikan saat ini dan fokus dengan film yang saya
putar di laptop

Anda mungkin juga menyukai