Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ULKUS
Kelompok 2
Aisyah Nur Saadah 1306480585
Amalia Sitti Khayyira 1306416102
Arini Wulansari 1306413492
Asma Zahidah 1206253836
Cakra Hagai Arparti Sm 1306480774
Clara Jikesya 1306479766
Delvika Yessi Chumala 1306377032
Fatmawati Fadlin 1306376875
Ganesya Rita Putri 1306480446
M. Fridho Damora Harahap 1306480591
Nilam Sartika 1306408454
Nurvita Ulfa Saraswati 1306480263
Siti Syarah Sartika 1306480364
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa berkat rahmat dan pertolongan-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Penyusunan makalah
Ulkus ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Obat Ganguan Endokrin dan
Saluran Cerna. Makalah ini berisi penjelasan mengenai fisiologi, patofisiologi,
farmakologi, serta farmakoterapi terkait Ulkus
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Tri Wahyuni, M.Farm., Apt.
selaku dosen mata kuliah Obat Gangguan Endokrin dan Saluran Cerna yang telah
memberikan bimbingan dan arahan mengenai tugas ini, sehingga penyusunan makalah ini
sesuai dengan konsep yang ditugaskan.
Semoga makalah ini dapat beguna dan bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Jika terdapat kritik dan saran terhadap makalah baik dari segi isi, penulisan, atau
penyusunan, kami akan mengerimanya dan menjadikan sebagai motivasi untuk lebih baik.
Semoga kami lebih baik dalam penyusunan tugas selanjutnya. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ . ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... .. iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... .. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 1
BAB 2 ISI ................................................................................................................ 2
2.1 Fisiologi Ulkus ................................................................................. 2
2.2 Patofisiologi Ulkus........................................................................... 18
2.3 Farmakologi Ulkus........................................................................... 23
2.4 Farmakoterapi Ulkus ........................................................................ 36
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................... 51
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 52
BAB I
PENDAHULUAN
1. Anatomi Lambung
Lambung terbagi atas tiga bagian berdasarkan anatomi, histologi dan fungsional
Bagian pertama adalah fundus, fundus merupakan bagian paling atas dan pembuka
dari esophageal. Dibagian tengah pada lambung adalah body, merupakan bagian paling
utama dari lambung. Lapisan otot halus pada fundus dan body relative tipis, tetapi pada
bagian antrum cenderung lebih tebal. Pada bagian bawah lambung terdapat sfingter
pylorus, yang merupakan barrier antara lambung dengan bagian atas dari usus halus.
1. Menyimpan makanan yang sudah dicerna dan mengantarkannya ke usus halus agar
bisa dicerna dan diserap secara optimal.
3. Melalui gerakan lambung, makanan yang sudah dicerna dan dihancurkan dengan
sekresi lambung untuk memproduksi cairan kental yang disebut kim.
4.
2. Motilitas Lambung
Terbagi menjadi:
a. Filling
Saat kosong, lambung mempunyai volume sebesar 50 ml, tetapi bisa
mengembang sehingga 1000 ml selama makan. Reflek lambung yang berelaksasi
ketika mendapatkan makanan disebut relaksasi reseptif, reflek ini meningkatkan
kemampuan lambung untuk mengakomodasi volume berlebih pada makanan
dengan tekanan lambung sedikit naik. Jika mengkonsumsi lebih dari seliter
makanan maka lambung akan menggembung dan tercipta tekananan integrastik
dan membuat seseorang tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh aktivitas
makan dan didorong oleh saraf vagus.
b. Storage
Sekelompok sel intrestisial pada cajal berlokasi di bagian atas fundus pada
lambung, mendorong gelombang kecil potensial yang menyapu bersih lambung
melalui pyloric sphincter dalam tiga kali per menit. Polaritmik dari depolarisasi
spontan (pola elektrikal dasar atau BER) muncul secara terus menerus dan
mungkin bersamaan dengan kontraksi lapisan otot tipis lambung. Berdasarkan
rangsangan lapisan otot halus, dapat membawa kepermulaan dengan aliran ini dan
melalui aksi yang potensial, dimana berubah menjadi gelombang peristaltik yang
menyapu bersih lambung dengan BER setiap tiga kali per menit.
Saat dimulai, gelombang peristaltic menyebar keseluruh fundus dan tubuh
keantrum dan pyloric sphincter. Karna lapisan otot adalah tipis di fundus dan
tubuh, kontraksi peristaltik di bagian ini lemah. Saat gelombang mencapai antrum,
dapat menguat karna lapisan otot disana lebih tebal.
Karna hanya gerakan mix yang lemah terjadi di tubuh dan fundus, makanan
di antarkan ke lambung dari esophagus yang disimpan di dalam tubuh tanpa di
mix. Area fundus biasanya tidak menyimpan makanan namun hanya mengandung
sekantong gas. Secara berangsur angsur member makanan dari badan ke antrum
dimana proses mixing terjadi.
c. Mixing dan Emptying
Pada dinding kantung-kantung mukosa oksintik terdapat tiga jenis sel sekretorik.
Sel leher mukosa (mucous neck cell), yang melapisi pintu masuk atau leher kantung
lambung, mensekresikan mucus yang encer. Sel-sel utama (chief cell) melapisi bagian
kantung lambung yang lebih dalam , yang mengeluarkan precursor enzim pepsinogen.
Dan sel parietal (oksintik) yang mengeluarkan HCl dan factor intrinsic. Sel-sel parietal
terletak di dinding luar kantung lambung dan tidak berkontak dengan lumen kantung.
Sel-sel parietal menyalurkan sekresi HCl ke dalam lumen melalui saluran-saluran
halus, atau kanalikulus yang berjalan di antara sel-sel utama.
Mukosa Pelindung
Permukaan mukosa lambung ditutupi oleh lapisan mukus yang berasal dari
permukaan sel epitel dan sel mukosa. Mukosa ini berfungsi sebagai pelindung terhadap
beberapa bentuk cedera potensial pada mukosa lambung.
Berdasarkan sifatnya sebagai pelumas, mukus melindungi mukosa lambung
terhadap kerusakan mekanik. Hal ini membantu melindungi dinding lambung dari self-
digestion karena pepsin dihambat ketika kontak dengan lapisan mukus yang melapisi
lapisan lambung. Namun, mukus tidak mempengaruhi aktivitas pepsin dalam
lumen,sehingga hasil pencernaan protein tidak terganggu.
Sebagai basa, mukus membantu melindungi dari kerusakan asam dengan
menetralkan HCl di sekitar lapisan lambung, tetapi tidak mengganggu fungsi HCl
dalam lumen. pH terendah di lumen bisa mencapai 2, sedangkan pH di lapisan mukus
yang berdekatan dengan permukaan sel mukosa adalah sekitar 7.
Fase sefalik
Fase sefalik dari sekresi lambung mengacu pada peningkatan sekresi HCl dan
pepsinogen yang terjadi secara feedforward sebagai respon dalam menanggapi
rangsangan di kepala bahkan sebelum makanan mencapai lambung. Berpikir tentang,
mencicipi, mencium, mengunyah, dan menelan makanan dapat meningkatkan sekresi
lambung oleh aktivitas saraf vagal dalam dua cara. Pertama, stimulasi vagal dari
pleksus intrinsik meningkatkan sekresi Ach, yang pada gilirannya menyebabkan
peningkatan sekresi HCl dan pepsinogen oleh sel-sel sekretori. Kedua, stimulasi vagal
dari sel G dalam PGA menyebabkan pelepasan gastrin, yang pada gilirannya lebih
meningkatkan sekresi HCl dan pepsinogen, dengan efek pada HCl yang potensial
sehingga memicu pelepasan histamin
Fase lambung
Fase lambung dari sekresi lambung dimulai ketika makanan benar-benar mencapai
lambung. Rangsangan yang terdapat dalam lambung yaitu protein, terutama fragmen
peptida; distensi; kafein; dan alkohol meningkatkan sekresi lambung melalui jalur
eferen yang saling tumpang tindih. Sebagai contoh, keberadaan protein di lambung
yang merupakan stimulus terkuat, memulai refleks pendek lokal di pleksus saraf
intrinsik untuk merangsang sel sekretorik. Selain itu, protein memulai refleks-refleks
panjang, sehingga serat vagus ekstrinsik ke lambung diaktifkan. Aktivitas vagus lebih
lanjut meningkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel-sel sekretorik dan memicu
pengeluaran gastrin. Protein juga secara langsung merangsang pengeluaran gastrin.
Gastrin pada gilirannya adalah perangsang kuat bagi sekresi HCl dan pepsinogen dan
juga memicu pelepasan histamin yang dapat meningkatkan sekresi HCl. Melalui jalur-
jalur yang sinergistik dan tumpang tindih tersebut, protein menginduksi sekresi getah
lambung yang sangat asam dan kaya pepsin, selanjutnya melanjutkan pencernaan
protein yang pertama kali dimulai oleh proses tersebut (Gambar 16-4).
Fase usus
Fase usus dari sekresi lambung meliputi faktor-faktor yang berasal dari usus halus
yang mempengaruhi sekresi lambung. Ketika fase lain merangsang, fase usus
menghambat. Fase usus penting dalam membantu mengehentikan aliran getah
lambung sewaktu chyme mulai mengalir ke usus halus.
Usus halus merupakan tempat utama pencernaan dan penyerapan makanan, setelah
melewati usus halus, makanan tidak akan diserap lagi, walaupun usus besar dapat
mengabsorpsi beberapa komponen seperti garam dan air dalam jumlah sedikit. Usus halus
terletak di dalam rongga abdomen diantara lambung dan usus besar. Usus halus dibagi
menjadi tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
1. Anatomi
Sebagian besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejunum. Mukosa yang
melapisi lumen usus halus beradaptasi sempurna untuk melaksanakan fungsi
absorptifnya karena: (1) memiliki luas permukaan yang sangat besar, dan (2) sel-sel
epitel di lapisan ini memiliki berbagai mekanisme transportasi khusus.
Permukaan dalam usus halus membentuk lipatan sirkuler yang dapat dilihat
dengan mata telanjang dan meningkatkan luas permukaan tiga kali lipat.
Dari permukaan yang berlipat-lipat tersebut muncul tonjolan-tonjolan
mikroskopik seperti jari yang dikenal sebagai vilus, dan meningkatkan luas
permukaan sepuluh kali lipat. Permukaan setiap vilus dilapisi sel epitel yang
kadang-kadang diselingi oleh sel mukosa.
Dari permukaan luminal sel-sel epitel juga muncul tonjolan-tonjolan seperti
rambut yang dikenal sebagai mikrovilus (brush border) yang meningkatkan luas
permukaan dua puluh lipat. Di dalam membrane brush border inilah enzim-
enzim usus halus melaksanakan fungsi mereka.
Secara keseluruhan, lipatan, vilus, dan mikrovilus menyebabkan usus halus
memiliki luas permukaan luminal 600 kali lebih besar dibandingkan dengan bila usus
halus hanya berupa suatu saluran dengan panjang yang sama tapi permukaannya rata.
Penyerapan di dinding usus halus memerlukan mekanisme transportasi epitel yang
serupa dengan pemindahan menembus tubulus ginjal. Sel-sel epitel yang melapisis
permukaan setiap vilus bersatu di batas lateralnya melalui taut erat (tight junction) yang
membatasi lewatnya isi lumen di antara sel. Inti jaringan ikat darivilus dibentuk oleh
lamina propria. Setiap vilus, di[asok oleh arteriol yang kemudian bercabang-cabang
dan membentuk jaringan kapiler di dalam vilus. Kapiler-kapiler tersebut nantinya akan
kembali menyatu untuk membentuk venula yang keluar dari vilus. Setiap vilus juga
memiliki pembuluh limfe terminal yang disebut sebagai lacteal pusat (central lacteal).
Bahan-bahan yang telah dicerna selama proses penyerapan akan masuk ke dalam
jaringan kapiler atau lacteal tersebut. Penyerapan di usus dapat berupa proses aktif
maupun pasif.
Di antara vilus-vilus terdapat invaginasi dalam permukaan mukosa yang dikenal
sebagai kriptus Lieberkuhn. Kriptus Lieberkuhn tidak mengeluarkan enzim pencernaan,
namun berfungsi sebagai penghasil sel baru. Sel-sel epitel yang melapisi bagian dalam
usus halus terkelupas dan diganti oleh sel baru dengan kecepatan yang tinggi karena
tingginya aktifitas mitotic di kriptus. Sel-sel baru yang terus terbentuk di kriptus akan
bermigrasi ke atas vilus, dan mendorong sel-sel tua di ujung vilus lepas ke dalam
lumen.
Sewaktu bermigrasi, sel-sel mengalami beberapa perubahan. Konsentrasi enzim-
enzim brush border meningkat dan kapasitas menyerap membaik, sehingga sel-sel di
pucak vilus memiliki kapasitas pencernaan dan penyerapan tertinggi.
2. Sekresi Usus Halus
Setiap harinya, sel kelenjar eksokrin usus halus mensekresi hampir 1,5 L aqueous
salt dan mucus solution yang disebut succus entericus (juice of intestine). Sekresinya
akan meningkat setelah makan akibat stimulasi lokal mukosa usus halus yang dihasilkan
oleh keberadaan kimus. Sucus tersebut memiliki fungsi proteksi dan lubrikasi. Selain itu,
sucus dapat menyediakan banyak H2O untuk pencernaan makanan, karena pada
pencernaan terdapat proses hidrolisis. Usus halus mensintesis enzim pencernaan tapi tidak
disekresikan ke lumen saluran pencernaan, karena enzim pencernaan bekerja di dalam
brush-border membrane dari sel epitel usus halus.
Intergritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara
terus menerus dan aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui
oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Dengan menurunnya aliran
darah, jaringan akan kekurangan oksigen dan mengalami hipoksia sehingga tidak bisa
mensekresikan mukus, ulkus jenis ini disebut ulkus iskemik. Selain itu fungsi aliran darah
mukosa adalahuntuk mengurangi ion H+dan menurunkan sekresi HCO3-.
Patogenesis Ulkus oleh Infeksi Helicobacter pylori
Mayoritas dari H. pylori mensekresi eksotoksin VacA. Toksin ini masuk ke dalam
membran sel epitel dan membentuk kanal selektif anion heksamerik yang sensitif voltase
sehingga bikarbonat dan anion-anion organik dapat dilepaskan dan kemungkinan
digunakan sebagai sumber nutrisi bakteri. VacA juga bertarget pada membran mitokondria
dan menyebabkan pelepasan sitokrom C dan menginduksi apoptosis pada sel epitel.
Pemakaian alkohol, kafein akan menginduksi sel parietal yang menghasilkan asam
lambung. Sel parietal merespon stimulasi berlebihan yang diakibatkan konsumsi kafein,
nikotin, dan alkohol. Hal ini mengakibatkan terjadinya sekresi asam lambung yang
berlebih. Sekresi asam lambung yang berlebih dapat menyebabkan erosi dinding mukosa
dari lambung. Jika hal ini terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya ulkus pada dinding
lambung.
Jika seseorang memiliki kondisi psikologis yang berada dalam tekanan tinggi akan
menyebabkan adanya rangsangan kepada korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.
Kortisol berfungsi sebagai penginduksi sel parietal untuk meningkatkan sekresi asam
lambung. Tingginya asam lambung akan meningkatkan risiko terjadinya ulkus peptikum.
Selain stress psikologis, stress jaringan seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma
akan meningkatkan perluasan ulkus yang terjadi.
Ulkus duodenal adalah ulserasi pada mukosa duodenal yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah asam hidroklorik dalam duodenum. Selain itu, perpindahan muatan
lambung yang terlalu cepat ke duodenum dapat memperberat kerja lapisan protective
mucus di duodenum. Hal ini terjadi pada iritasi lambung yang disebabkan oleh makanan
tertentu atau mikroorganisme, dan juga sekresi gastrin yang berlebihan atau distensi yang
abnormal. Beratnya kerja lapisan protective mucus di duodenum ini dapat menyebabkan
rusaknya lapisan mukosa tersebut, sehingga menyebabkan ulkus duodenal (Corwin, 2008).
Pergerakan muatan lambung yang cepat ke intestinal juga muncul pada kondisi
yang disebut dengan dumping syndrome. Dumping syndrome terjadi ketika kemampuan
lambung untuk menahan dan secara lambat melepaskan chime ke duodenum terganggu.
Salah satu penyebab dumping syndrome adalah pengambilan secara bedah suatu bagian
besar dari lambung. Dumping syndrome bukan hanya menyebabkan penyaluran asam
yang cepat ke intestinal, tetapi dapat juga menyebabkan hipotensi kardiovaskular.
Hipotensi muncul karena penghantaran berbagai partikel makanan ke lambung sekaligus
menghasilkan sejumlah besar air berpindah dari sirkulasi ke usus dengan osmosis
(Corwin, 2008).
Adapun gejala gejala umum ulkus antara lain rasa seperti ditusuk tusuk atau
rasa terbakar pada lambung tengah atau atas ketika sedang makan atau saat malam hari,
kembung, rasa terbakar pada jantung, berdebar debar, mual atau muntah. Pada kejadian
lebih lanjut, gejala yang dapat muncul berupa dahak berdarah atau menghitam, muntah
darah yang berbentuk seperti golongan kopi, berat badan yang menurun, sakit yang tidak
tertahankan pada perut bagian tengah atau atas.
2.3 Farmakologi
Terapi dari tukak lambung terdiri dari dua yaitu terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Tujuan umum diberikannya terapi adalah untuk mengurangi rasa sakit,
menyembuhkan tukak, mencegah tukak muncul kembali, dan mengurangi komplikasi
yang disebabkan tukak. Untuk Pasien positif infeksi Helicobacter Pylori terapi ditujukan
untuk menghilangkan organisme, menyembuhkan tukak, dan menyembuhkan penyakit
dengan kombinasi obat yang ekonomis. Terapi non farmakologis (tanpa menggunakan
obat) bagi penderita tukak lambung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Istirahat yang cukup. Diusahakan pada malam hari dapat tidur 8 jam, dan pada
siang hari dapat beristirahat dengan berbaring atau duduk rileks selama 1 jam.
Makan secara teratur pada jam tertentu. Makan diatur tiga kali makan lengkap dan
tiga kali makanan ringan. Tiap tiga jam sekali lambung harus diisi dengan
makanan.
Makan dengan tenang, tidak terburu-buru dan dikunyah sampai lembut sehingga
dapat membantu meringankan kerja lambung.
Berhenti merokok
Terapi Farmakologis
Golongan antasida
Salah satu jenis obat-obat tukak peptik yang digunakan adalah Golongan Antasida, Zat
penghambat sekresi asam, dan zat pelindung mukosa(Anwar,2000;Dirjen POM, 2000 ;
Goodman dan Gilman ,2003; Ansel, 1989)
Fungsi antasida:
2. Menginaktifkan pepsin
Dosis
Pada ulkus non komplikasi 1 dan 3 jam setelah makan atau pada saat tidur
setara 120 mEq kombinasi Mg-Al per dosis yang diharapkan dapat sama efektif
seperti obat antagonis reseptor H2 konvensional
Perhatian
Pada ulkus non komplikasi 1 dan 3 jam setelah makan atau pada saat tidur
setara 120 mEq kombinasi Mg-Al per dosis yang diharapkan dapat sama efektif
seperti obat antagonis reseptor H2 konvensional
Sukralfat
Sukralfat merupakan polisakarida tersulfasi yang mengandung oktasulfat sukrosa
dengan penambahan Al(OH)3. Pada suasana asam (pH <4), Sukralfat mengalami
memproduksi polimer yang kental dan lengket, yang menempel pada sel epitelial dan
lubang ulkus selama 6 jam setelah pemberian dosis tunggal. Sukralfat bekerja dengan
menghambat proses erosi mukosa dan ulserasi akibat hidrolisis protein mukosal termediasi
pepsin sehingga dapat melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Selain itu sukralfat
mempunyai efek sitoprotektif dan juga efek stimulasi produksi lokal prostaglandin dan
faktor pertumbuhan epidermal (Brunton, L.L., Lazo, J.S., dan Parker K.L., 2006).
Sukralfat dapat menurunkan absorbsi siprofloksasin, norfloksasin, tetrasiklin,
fenitoin, ketokonazol, dan tiroksin. Sukralfat diberikan untuk pengobatan ulkus duodenum
dengan dosis 1 gram per 6 jam atau 1 gram per 12 jam untuk dosis pemeliharaan.
Sedangkan untuk profilaksis ulkus stres, dapat diberikan 1 gram per 8 jam selama 4-8
minggu, diminum saat perut kosong atau 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Efek
samping yang paling umum terjadi adalah konstipasi (sekitar 2%) (Brunton, L.L., Lazo,
J.S., dan Parker K.L., 2006).
Obat pembasmi mikroba khususnya mikroba yang merugikan ( patogen ). Obat yang
digunakan untuk membunuh mikroba dan penyebab infeksi pada manusia harus memiliki
sifat toksisitas yang sangat tinggi pada mikroba.
Pada gambar di atas tertulis bahwa yang sering digunakan pada pengobatan adalah
klaritomisin, tetrasiklin dan amoxicilin. Akan tetapi , antimikroba ini digunakan
karena efek resistent dari antimikroba itu sendiri sehingga kurang aman.
Contoh antimikroba:
Tetrasiklin
2.4 FARMAKOTERAPI
1. Tujuan Pengobatan
Tujuan dari pengobatan ulkus adalah mengobati rasa sakit karena ulkus,
menyembuhkan ulkus, mencegah terjadinya kembali ulkus, dan mengurangi komplikasi
yang disebabkan ulkus.
Pengobatan dari ulkus bervariasi, disesuaikan dengan etiologi dari ulkus itu sendiri
(HP atau AINS)
Ulkus peptikum memiliki gejala yang tidak spesifik, sehigga terkadang sulit
dibedakan dari penyakit pencernaan lainnya. Gejala dari ulkus peptikum dapat berupa
rasa tidak nyaman dan sakit padai bagian perut, dan mual.
Pasien biasanya menjelaskan gejalanya seperti rasa terbakar atau menggigit pada
bagian perut, atau ketika lapar akan perlahan terasa sakit 1-2 jam yang kemudian akan
perlahan menghilang. Penggunaan antasid akan melegakan gejala. Pasien dengan
ulkus pada lambung biasanya akan merasa sakit dengan adanya makanan, sementara
pasien dengan ulkus duodenal akan merasa lega dari gejala dengan adanya makanan.
Hal ini menyebabkan pasien dengan ulkus lambung biasanya mengalami penurunan
berat badan sementara pasien dengan ulkus duodenal tidak.
Untuk menentukan penyakit ulkus dengan tepat, biasanya dilakukan diagnosis
lebih lanjut seperti test radiologi, test laboratorium dan endoskopi.
Diagnosis secara radiologi dengan cara meminum larutan barium dan malakukan
x-ray. Larutan barium akan terlihat pada hasil x-ray, hal ini akan memperlihatkan
bentuk dari lambung dan duodenum pasien. Dari hasil x-ray bisa terlihat bentuk dari
ulkus baik pada lambung maupun duodenum. Meskipun cara ini lebih tidak invasive
dari endoskopi, tapi cara ini lebih tidak sensitive dan akurat untuk mendiagnosis,
teruama untuk pasien yang mengalami perubahan anatomi karena operasi sebelumnya
atau karena adanya luka karna inflamasi kronik, karena itu lebih akurat jika
menggunakan endoskopi.
2.2. Tes Laboratorium
Salah satu test laboratorium adalah test untuk menentukan apakah ada infeksi dari
Helicobacter pylori dengan cara test nafas urea (Urea Breath Test) karena H. pylori
memproduksi enzim urease dengan jumlah yang cukup banyak.
Pasien akan meminum larutan yang mengandung 13C- atau 14C-labeled urea dan
kemudian akan
menghembuskan nafas
untuk dicek isotope-
labeled CO2 yang
dilepaskan oleh
aktivitas urease dari
intragastrik H, pylori.
Test hanya perlu
waktu 29 menit, dan
sangat sensitive dan
spesifik.
Selain test nafas urea bisa juga dilakukan test serologi, dengan cara menghitung
level dari IgG dan IgA dengan test ELISA (Eznyme-linked immunosorbent assay) atau
dengan test antigen dari feses.
Endoskopi juga dapat dilengkapi dengan alat untuk mengambil biopsi jaringan
lambung. Dari jaringan lambung ini juga dapat diteliti keberadaan H.pylori pada lambung
degnan test histologi.
3. Terapi Nonfarmakologi
Terapi dari tukak lambung terdiri dari dua yaitu terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis.
2. Operasi
Untuk terapi ulkus peptikum, penggunaan PPI sudah efektif sehingga tidak perlu
dilakukan pembedahan. Pembedahan hanya ditujukan kepada pasien yang tidak dapat
mengonsumsi obat, pasien dengan obat-obatan yang tidak memberikan efek pada
mereka, dan pasien yang menderita komplikasi mayor. Contohnya adalah jika ulkus
yang diderita menyebabkan penghambatan lambung atau duodenum sehingga
menghambat terjadinya pencernaan yang normal atau jika lambung/duodenum
mengalami perforasi (berlubang). Pembedahan
sekarang sudah sangat jarang dilakukan.
Pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir.
Pembedahan mungkin dilakukan apabila benar-
benar dibutuhkan untuk memperbaiki
permasalahan sebagai berikut
Perforasi ulkus .
Jika ulkus terus berkembang, maka dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada
lambung atau dinding usus, yang disebut perforasi ulkus. Pembedahan untuk perforasi
ulkus biasanya diatasi dengan jahitan pada lubang.
Pendarahan ulkus
Pendarahan ulkus biasanya diatasi dengan laser pada saat endoskopi. Jika laser
tersebut tidak efektif untuk mengontrol pendarahan, maka gastrektomi parsial dapat
dilakukan dengan mengambil bagian dari lambung.
3. Terapi Endoskopik
Endoskopik merupakan terapi yang paling disukai baik untuk diagnosis maupun
terapi pengobatan karena sangat akurat dan rendah komplikasinya. Terapi ini
dilakukan dengan banyak cara, dengan memasangkan alat yang diingkan pada
instrument port pada endoksop. Beberapa metode yang dapat digunakan pada terapi
endoskopik adalah;
1. Thermally Active Methods
2. Electrocoagulation
3. Heater Probe
4. Injection Therapy
5. Mechanical Therapyx`
4. Terapi Radiologi
Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan material-material yang akan
menyebabkan emboli seperti absorbable gelatin sponge, tissue adhesice atau agen
oklusi lainnya yang dapat dimasukan melalui katater ke area pendarahan pada GI
untuk menghentikan pendarahan tersebut.
4. Terapi Farmakologi
Ketika percobaan pengobatan pertama gagal, maka pengobatannya akan lebih sulit
karna laju pengeliminasiannya akan memiliki variable yang luas. Biasanya
penanganannya akan berbasis case-by-case. Pengobatannya biasanya dengan
menggunakan antibiotik yang sebelumnya tidak digunakan pada terapi awal, antibiotik
yang tidak memiliki masalah resistensi, dan obat yang memiliki efek topical seperti
bismuth. Durasi pengobatan juga perlu diperpanjang menjadi 10-14 hari. Pengobatan lini
kedua jika lini pertama gagal adalah dengan menggunakan bismuth-based four-drug
regimens, yaitu pengobatan dengan satu obat PPI, bismuth subsalicylate dan dua
antibiotik lainnya.
2. Obat dan dosis obat untuk terapi dan pemeliharaan untuk ulkus karena induksi
AINS
Penggunaan AINS yang tidak selektif harus dihentikan (jika memungkinkan) jika
telah dikonfirmasi adanya ulkus. Jika AINS dihentikan, kebanyakan ulkus tanpa
komplikasi akan sembung dengan pengobatan standar dengan H2RA (H2-receptor
antagonist), PPI (Proton Pump Inhibitor), or sucralfate. Penggunaan obat PPI biasanya
lebih disukai karena PPI dapat mengobati ulkus lebih cepat dibandingkan dengan H2RA
dan sukralfat.
3.1 Kesimpulan
Silbernagl, S., & Lang, F. (2000). Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme.
Suerbaum, S., & Michetti, P. (2002). Helicobacter Pylori Infection. N Engl J Med,
347(15), 1175-1186.
Lawrence, P., Bell, R., & Dayton, M. (2012). Essentials of General Surgery. Lippincott
Williams & Wilkins.
Roses, R. (2009). Gowned and Gloved Surgery : Introduction to Common Procedures.
Elsevier Health Sciences.