Anda di halaman 1dari 14

WISMA DANAU TEMPE

Persahabatan antara dua manusia yang berbeda suku bangsa, adalah awal mula
terciptanya bangunan kolonial ini. Adalah H. Andi Hasanuddin biasa dipanggil karaeng Cawa
(orang gowa yang menikah dengan petta Muna. Asli Wajo) bersahabat kental dengan seorang
Belanda, mereka bekerja sama mewujudkan sebuah bangunan yang monumental. Bangunan
ini merupakan hunian pertama di Kabupaten Wajo yang menggunakan material batubata,
semen dan beton bertulang sebagai dinding dan struktur bangunan sehingga berkesan
permanen. Rumah-rumah oleh Belanda sebelumnya dibangun dengan menggunakan pengisi
rang kawat yang dibalut oleh lapisan kapur dan pasir sebagai berikat.
Bangunan diperkirakan dibangun pada tahun 1930-an. Berada di atas lahan bekas
perkuburan umum. Dalam kurun waktu setahun bangunan ini terselesaikan, rumah ditempat
oleh sang sahabat Belanda. Ketika kemerdekaan Repunlik Indonesia ditahun 1945, Belanda
meninggalkan negeri kita dan kepemilikan diberikan kepada H. Andi Hasanuddin sebagai
bentuk persahabatan abadi. Tahun 1980-an rumah ini dijadikan sebagai hunian sewa yang
diberi nama Wisma Danau tempe. Seiring H. Andi Hasanuddin kembali keharibaannya ditahun
1988 maka wisma tidak dioprasionalkan lagi. Tahun 1990 bangunan dipersewakan kepada
perusahaan PT. BOSOWA BERLIAN MOTOR untuk ditempati sebagai kantor cabang Wajo. Di
akhir 2007 ini kontrak sewapun berakhir. Rumah kembali dalam keadaan kosong dan diambil
alih oleh keluarga H. Andi Hasanuddin.
Hingga kini bangunan belum pernah mengalami renovasi maupun rehabilitasi.
Perbaikan-perbaikan ringan hanya pada material atap yang kini menggunakan jenis seng
aluminium. Material atap sirap yang asli masih terlihat pada paviliun belakang rumah induk.
Rumah bergaya arsitektur kolonial dipadukan dengan unsur lokal, cenderung jengki
(yankee, sebuah gaya arsitektur yang berkembang ditahun 1950 hingga 1960-an), sehingga
arsitekturnya dapat dikatakan menembus ruang dan waktu. Tata ruang pada denah adalah,
teras (voorgalery) dibagian depan berukuran panjang 2,80 meter x lebar 4,50 meter. Bagian
tengah adalah hall multifungsi, diperkirakan sebagai ruang tamu, keluarga dan ruang makan.
Hall berukuran panjang 4,50 x lebar 4,50 meter. Ruang disisi kiri maupun kanan dari hall
adalah kamar tidur sebanyak 5 (lima) ruang. Bagian belakang terpisah oleh inner-court,
berupa pavilyun berfungsi sebagai area servis.
Pengolahan ruang tidak dibarengi dengan perencanaan perletakan KM/WC yang baik
ketika bangunan difungsikan sebagai Wisma Danau Tempe. Karena kebutuhan KM/WC di
setiap kamar maka diletakkan menempel dluar dinding dengan batas ketinggian penutup atap
dibawah batas ventilasi rumah. Penonjolan ruang KM/WC mengganggu kemegahan arsitektur
bangunan.
Teras atau beranda (veranda) menjadi aksentuasi bangunan, terdapat 4 kolom bulat
untuk menopang beban struktur dengan lebar bentang sejauh 4.50 meter. Tak kalah menarik
adalah pola disain lantai terraso pada teras. Lantai berwarna terakota dengan variasi motif
kembang berwarna hijau diatas putih membentuk pola empat persegi panjang mengikuti
bentuk ruang teras.
Detail ventilasi atas turut memperindah bangunan. Ventilasi ini fungsional
mengalirkan udara dari dalam keluar banguanan ataupun sebaliknya. Ventilasi terbuat dari
cetakan beton yang ditopang oleh pasangan batubata membentuk celah udara, ventiasi
mengelilingi sepanjang bidang dinding dimana terdapat bukaan jendela.
Atap berbentuk perisai yang menyesuaikan pola denah. Penggantian materian sirap
menjadi sang aluminium tidak mengubah struktur kuda-kuda dan pola atap, pola ini masih
berbentuk sama seperti aslinya, kecuali penambahan atap untuk KM/WC.
Lahan berada dikontur lebih tinggi dibanding rumah bodo (rumah ibadah katolik)
didepannya. Wisma ini memiliki lahan yang luas sehingga bangunan nampak dalam proporsi
yang menarik. Wisma Danau Tempe salah satu saksi bisu perkembangan kota Sengkang,
dahulu okasi ini berda diluar batas kota dan kini telah menjadi bagian dari kota lama
Sengkang.

ARSITEKTUR MODERN
Masjid Al-Manar Tempe
Jl. W.R. Supratman N0.1
Dibangun pada tahun 1940, merupakan salah satu mesjid tertua dikota sengkang.
Pembangunan masjid Al manar Tempe diprakarsai oleh Haji Muhammad Sulaiman
Malingkaan Karaeng burane. Beliau adalah suami dari Andi Ninnong Ranreng Tuwa salah
seorang wanita kharismatik pejuang perang kemerdekaan ditanah Wajo.
Pembangunan masjid Al Manar Tempe dilatarbelakangi kehidupan sosial dan
keagamaan masyarakat Wajo yang belum menjalankan syariat-syariat islam secara baik dan
benar. Masih banyak masyarakat menganut aninisme dan dinamisme, sementara sejarah
masuknya islam di Kabupaten Wajo telah berlangsung sejak tahun 1960 Masehi atau 1020 H,
yang ditandai dengan pengislaman Arung Matoa Wajo Lasangkuru Patau bersama rakyaknya
oleh raja Gowa Mangerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin.
Perkembangan agama islam pun berjalan ditengah kekisruhan akibat peperangan baik
perang saudara maupun melawan kolonialis belanda. Mengingat kebutuhan akan tempat
ibadah oleh pemraksasa bekerjasama dengan rakyat Wajo maka Masjid Al Manar Tempe
didirikan.
Uniknya, masjid dibangun berdasarkan panduan mock-up berupa maket tanpa
gambar yang dibuat oleh Haji Muhammad sulaiman malingkaan karaeng Burare. Dengan
panduan itu maka mulailah masjid dirakit.
Lokasinya berada diatas bukit membuat Masjid Al manar Tempe menjadi tengaran
pada kawasan itu. Pemilihan lokasi tersebut didasari atas asumsi bahwa jika gaung azan shalat
dikumandangankan maka akan terdengar keradius yang lebih jauh. Konon suara azan masih
bisa terdengar hingga ditengah Danau Tempe.
Bentuk awal masjid Al Manar berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7 meter x 7 meter.
Material struktur dan kontruksi dari kayu. Atap berbentuk prisma tidak berundak dengan
kuncup (bulubu) dari keramik yang berasal dari negeri China. Hingga kini tidak jelas dimana
keberadaan balubu tersebut sebagai saksi bisu keberadaan Masjid Al Manar Tempe.
Masjid sudah beberapa kali mengalami rehabilitasi sehingga bentuk asli tidak nampak
lagi. Namun, perkembangan waktu akibat rehabilitasi pergantian material kayu ke struktur
beton peninggalan tempo doeloe. Ukurannya mencapai 1 meter x 0,5 meter setiap kolom.
Kini masjid berlantai dua dengan ukuran 750 m2 dan berdiri diatas lahan 5400 m2.
Hirarki arsitektur, pencapaian ke halaman masjid terlebih dahulu harus melewati terap tangga
yang berjumlah 22 anak tangga. Bagian halaman depan difungsikan sebagai plazza terbuka
untuk shalat jamaah bila hari raya ied maupun Tarwih. Memasuki entrance, lantai bawah
digunakan sebagai tempat shalat lantai atas untuk kegiatan penunjang seperti untuk kegiatan
pengajian Al-Quran. Bagian dalam bangunan dipenuhi oleh kolom-kolom struktur penopang
lantai atas.
Masjid berbentuk simetris, didominasi oleh variasi bukaan-bukaan jendela yang
menghiasi facade depan. Bangunan nampak megah dengan kubah ditengah atap bangunan
dan ditambahkan 4 (empat) buah kubah kecil. Masjid memiliki 2 (dua) buah minaret sebagai
pengakhiran bangunan disudut depan kiri-kanan.

KANTOR BUPATI WAJO


Jl. Rusa No.1
Sejak peresmian pembangunan Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan pada
Oktober 1992, maka sudut pandang sistem pemerintahan di mata semua masyarakat semakin
kondusif. Kantor gubernur ini seolah menjadi citra kewibaan pemimpin dalam tingkat
propinsional. Maka pembangunan kantor pemerintahan dalam tingkat wilayah kabupaten
pun mulai menggeliat, menjadi trend seiring tingkat kebutuhan operasional yang makin
mendesak. Banyak kabupaten membangun kantor bupati dengan kemegahan arsitekturnya
tanpa melupakan aspek fungsional bangunan sebagai kebutuhan sebagai kebutuhan prioritas.
Kantor Bupati adalah representasi dari masyarakat, pemerintahan dan kemakmuran
wilayahnya. Tak berlebihan jika semua daerah kabupaten diseluruh indonesia memiiki sebuah
kantor yang bisa mempresentasikan cita diri sendiri.
Seiring aktifitas dan tuntunan akan ruang, maka pemerintah Kabupaten Wajo pun
membangun sebuah kompleks perkantoran Bupati yang berdampingan dengan gedung
Dewan Perwakilan rakyat daerah. Gedung ini menggantikan menggantikan kantor lama yang
berada diSelatan alun-alun/lapangan Merdeka yang telah ditempat sejak 1 oktober 1971.
Proses pembangunan dimulai dengan perencanaan kawasan (Master Plan) oleh
konsultan Perencana PT. Praprimadani primakarsa. Bangunan gedung direncanakan oleh PT.
Kharisma karya. Pembangunan kantor bupati dimulai pada tahun 1996 dan digunakan pada
18 agustus 1998.sementara gedung DPRD di kanan. Kompleks dilalui oleh inner- ringroang
sehingga memudahkan pencapaian ke arah Kantor Bupati ini.
Bangunan terdiri atas 5 (lima) blok. Secara filosofis blok disusun membentuk
konfungirasi W-shape sebagaimana logo Kabupaten Wajo yang memiliki ornamen berbentuk
huruf W. Blok utama berada ditengah dan berlantai dua sebagai sumbu simetris antar blok.
Blok utama terdapat ruang-ruang unsur pimpinan pemerintah kabupaten Wajo, Bupati, Wakil
Bupati, Sekretaris Wilayah daerah, para asisten, dan ruang-ruang administrasi pemerintah,
perencanaan program dan keuangan. Blok belakang terdapat aula dalam skala ruang yang
besar.
Morfologi bentuk arsitektur kantor bupati mengadopsi gaya eklektik, menyatukan
dua gaya arsitektur dalam sebuah bangunan. Kantor ini memadukan unsur tradisional dan
modern. Nuansa tradisional Bugis Makassar sangat menonjol pada bangunan utama dimana
filosofi kaki, badan, dan kepala begitu dipegang erat. Kaki adalah tiang-tiang/kolom
bangunan untuk menopang badan. Wujud kepala digunakan atap yang besar dengan
kemiringan atap mencapai 45 derajat. Bangunan utama memiliki 3 (tiga) atap yang saling
tumpuk, semakin kebelakang semakin besar untuk menutupi ruang yang lebih besar
dibawahnya. Ketiga tepi atap diberi pengakhiran ornamen anjong dan timpalaja bersusun
tiga lima, simbol kepemimpinan dan kewibawaan.
Bangunan penunjang memiliki gaya arsitektur serupa, dirancang prototip. Bangunan
ini juga tidak lepas dari pengaruh arsitektur ekletik. Bangunan agak ditinggikan agar memiliki
kaki sebagai penopang badan dan kepala bangunan. Detai struktur diperlihatkan pada sudut
bangunan dan sirip-sirip sun-screen disepanjang bidang jendela pada dinding.
Unsur modern diterjemahkan melalui bahasa program ruang penggunaan material dan skala
bangunan. Denah disesuaikan pada kebutuhan ruang dengan menyeleraskan aktifitas sebagai
kantor.
Keberadaan kantor Bupati ini menjadi landmark kawasan, merupakan perencanaan
kawasan kota baru diatas bukit yang selama ini tidur, kota hanya berkembang antara Bukit
pattirosompe di Timur dan danau Tempe di Barat. Kawasan ini menjadi hidup seiring
kebijakan pembangunan diwilayah ini. Perumahan oleh developer, rumah pribadi maupun
kantor pemerintah telah berada dikawasan ini.

BANK BNI
Jl. Jend. Sudirman No.1
Sejak awal berdiri, bangunan Bank BNI dikota sengkang berada diatas lahan yang sama
yakni disebuah lahan yang sangat strategis, lahan sudut antara Jl. Jend. Sudirman dengan Jl.
Puang RI Maggalatung. Menurut sejarah bangunan Bank BNI telah mengalami perubahan
wajah sebanyak tiga kali, sejak bank ini beroperasi di Kabupaten Wajo pada 11 juni 1965.
Awalnya ditempati sebuah bangunan sederhana dan tradisional yakni bola dengan kantor
penmas (pendidikan masyarakat). Di tahun 1970 dibangun sebuah bangunan baru kantor BNI.
Arsitekturnya berlantai satu dan bergaya khas modern.
Seiring perkembangan waktu ditahun 2002 Bank BNI Cabang Sengkang dilakukan
rehabilitas total. Bangunan lama dibongkar lalu dibangun sebuah bangunan berlantai dua
dengan luas total 414 m2 diatas lahan yang berukuran 1268 m2. Bangunan digunakan setahun
kemudian, pada 2003.
Tata ruang bangunan baru disesuaikan dengan kebutuhan unit ruang Bank BNI.
Perletakkan ruang sangat hirarkis. Lantai bawah terdiri atas ruang-ruang dengan unit
pelayanan kerja: a. Unit Teller, setoran tunai, penarikan tunai dan kiriman uang, b. Unit
Pelayanan Nasabah Cabang (PNC), pembukaan rekening, rekening koran dan informasi jasa,
c. Unit Dalam Negeri dan Kliring (DNC), kliring, inkaso, kiriman uang, traksasi dalam negeri dan
luar negeri. Lantai atas berupa: a. Sentra kredit (SKC), b. Unit Administrasi Umum dan
keuangan (KUC/AKC), c. Unit pemasaran (PMC), d. Ruang pemimpinan Cabang dan e. Ruang
pemimpin (PMC).
Bangunan Bank BNI memiliki kemegahan arsitektur yang khas berdiri diantara
bangunan-bangunan yang berada dalam kawasan kota lama yang masih memiliki bentuk-
bentuk bangunan tempo doeloe. Di depan Bank BNI adalah 2 (dua) buah rumah panggung
tradisional, sebelah kanan adalah rumah bodo peninggalan Belanda dan disamping kiri
merupakan kawasan rumah toko produk jaman belanda.
Bentuk bangunan berarsitektur modern kontemporer dengan pengolahan tata ruang
pada denah membentuk konfingurasi hampir bujusangkar. Bangunan utama cenderung kotak
kubus, lalu diberi ornamen atau unsur-unsur estesis tambahan yang tidak fungsional seperti:
rusuk-rusuk beton sebagai pengakhiran sudut bangunan. Juga terdapat lubang angin
berbentuk bulat sebagai pemecah bidang yang menoton. Lubang bulat ini menjadi focal point
karena diletakkan pada bidang vertikal yang seolah menjadi puncak bangunan. Bidang-bidang
dinding kosong pun tak luput dari sentuhan arsitektural seperti groove (tali air) horisontal
memenuhi bangunan.
Pengolahan bidang-bidang memiliki pengulangan bentuk dan menciptakan kesatuan
dan keselarasan rancangan bangunan Bank BNI ini. Secara keseluruhan bangunan
terejawantah melalui bahasa arsitektur kontemporernya.
Memecah monotonitas bidang, dibagian pintu masuk (entrance) diberi portico
(semacam teras memanjang) yang menghubungkan antara ruang luar dengan ruang dalam
bangunan. Keberadaan portico memberi rasa aman akan gangguan terik matahari maupun
hujan terhadap nasabah. Terlebih bidang leuvel yang sengaja dibuat untuk penempatan
brand logo 46 BNI. Variasi atap portico, tidak fungsional. Salah satu ciri gaya kontemporer.
Bangunan utama menempati lahan dengan dioptimalkan ke sudut kiri belakang
sehingga kelebihannya difungsikan untuk bangunan fasilitas pelayanan Automatic Teller
Machine (ATM) dan koperasi. Selebihnya lahan parkir dan sebuah pos keamanan disudut
depan lahan. Dengan demikian bangunan sangat responsif terhadap lingkungan.
Keberadaan bangunan Bank BNI Cabang Sengkang menjadi catatan penting bagi
perkembangan arsitektur kontemporer dikabupaten Wajo. Inilah bangunan modern
kontemporer diranah Wajo.

MASJID DARUSSALAM BELAWA


Jl. K.H. Abd. Malik, Belawa
Masjid darussalam belawa didirikan oleh K.H. Muh. Yunus Martan salah seorang
pendiri pesantren Asadiyah sengkang, pada tahun 1947. Pembangunan masjid dilakukan atas
swadaya masyarakat belawa dan dari zakat yang terkumpul, serta kerjasama dengan orang
Cina yang bermukim dibelawa. Adapun tukang yang berjasa dalam pembangunan masjid ini
bernama panre tunreng.
Pada awal didirikan, dinding mesjid terbuat dari bumbu (awo tolo), lantai diperkeras
dengan semen serta keseluruhan struktur penyangga terbuat dari kayu. Struktur kayu masih
masih dipertahankan sampai sekarang terutama pada struktur kubah kedua menara dibagian
depan masjid dan pada struktur kubah utama mesjid . pemakaian material kayu juga masih
ditemui pada tangga menuju kubah menara dan tangga ke lantai dua masjid.
Masjid telah direnovasi sebanyak dua kali, terutama bagian dinding dan lantainya, membuat
tampilan masjid berarsitektur modern eklektik. Renovasi awal dimulai dengan penggantian
material dinding awo tolo menjadi seng. Lalu dinding seng dijadikan permanen dengan
material tembok batubata dibalut keramik pada bagian interior. Demikian pula lantai masjid,
awalnya hanya berupa floor dari semen lalu diganti dengan marmer.
Masjid Belawa memiliki daya tarik arsitektural yang tinggi. Wujud bangunannya
megah dalam skala lingkungan yang megah pula. Bangunan berukuran 30 meter x 32 meter
dan halaman yang berfungsi plaza untuk shalat berjamaah terbuka, 64 meter x 112 meter,
menjadi salah satu masjid termegah di Kabupaten Wajo setelah masjid Ummul Quura di
Sengkang.
Bentuknya simetris, pola yang umumnya diterapkan dalam konsep pembangunan
masjid. Ruang shalat utama berada di tengah berukuran luas 25 meter x 25 meter dengan
tambahan mihrab berada ditengah arah kiblat. Ruang ini dipenuhi oleh kolom-kolom yang
mendukung struktur atap plat beton . kolom berjumlah 16 tiang. Deretan kolom bulat
berdiameter 40 cm ini bertumpu pada umpak berbentuk segi empat yang berukuran 45 cm x
45 cm, sebagai struktur utama penyangga atap. Adapun jarak antar kolom adalah 430 cm.
Fungdi tiang-tiang untuk menopang sebuah kubah induk dan empat kubah anak disetiap
sudut jurai atap diatasnya.
Kemegahan arsitektural bangunan tidak dibarengi dengan pemilihan dan
penggunaaan material yang baik seperti plat aluminium yang mendominasi permukaan kubah
dan dindingnya, sehingga masjid terkesan dilakukan dalam waktu yang singkat dan terus-
menerus mengingat material yang tidak bertahan lama. Pemilihan material yang non
permanen ini diakibatkan agar fungsi struktur yang asli tetap dipertahankan untuk penopang
material yang ringan.
Meskipun dari luar masjid seperti berlantai dua yang ditandai dengan keberadaan
tangga kayu dibagian depan. Tapi lantai dua ini hanya berfungsi sebagai teras atas bagian
depan. Bagian dalam masjid hanya terdiri dari satu lantai, dengan jarak lantai dan plafon
menggunakan skala monumental. Sehingga kesan agung dan khusuk selalu tercipta disaat
beribadah.
Bentuk arsitektur bergaya modern eklektik; pembauran gaya arsitektural bangunan.
Keberadaan menara yang terpisah dari badan bangunan, nampak memiliki kesan
arsitektur pagoda yang lazim ditemukan pada arsitektur tradisional Tionghoa. Wujud pagoda
merupakan penghargaan terhadap etnis ini yang telah berperan besar dalam pembangunan
masjid Darussalam belawa.
Masjid darussalam Belawa sangat ramai dan padat di bulan suci Ramadhan oleh
jamaah yang tidak hanya dari masyarakat yang berada disekitar masjid tetapi juga jamaah
yang datang dari kabupaten terdekat untuk menunaikan ibadah-ibadah. Oleh mereka,
diyakini bahwa Masjid Belawa membawa berkah bila melaksanakan ibadah ditempat
tersebut. Sesuatu yang lazim dalam kehidupan berkeagamaan di masyarakat kita, bangsa
Indonesia yang plural ini.

RUMAH DINAS PUP


Jl. Lontar No.4
Usai proklamasi 17 agustus 1945. Belanda tidak mengakui kemerdekaan negara
Republik Indonesia. Mereka tetap ingin menguasai negara dalam bingkai wilayah jajahannya.
Pengakuan kedaulatan Indonesia 27 Desember 1949 membuat mereka harus hengkang dan
memberikan wewenang penuh kepada pemimpin bangsa Indonesia untuk menjalankan roda
pemerintahan.
Sejarah pembangunan rumah ini sangat terkait ketika Belanda tidak lagi berada
dinegeri kita. Belanda meninggalkan sangat banyak material-material baja yang tak terpakai
ataupun yang telah dirakit untuk keperluan bangunan. Maka sejumlah pegawai PUP
(pekerjaan Umum Propinsi) berinisiatif memanfaatkan material yang tersisa untuk
membangun sebuah bangunan. Sepintas arsitektur rumah bergaya kolonial, tetapi rumah ini
murni dibangun oleh putra-putra bangsa yang baru saja merdeka dari penjajahan Belanda.
Lahan adalah berkas pabrik roti dan gudang peralatan bidang pekerjaan umum
Belanda, juga tempat penyimpanan/ penampungan bekas kendaraan-kendaraan perang yang
tidak berfungsi lagi.
Rumah dinas pekerjaan Umum propinsi ini dibangun pada tahun 1955, hampir
bersamaan kedatangan Ir. Soekarno untuk meletakkan batu pertama Massjid Raya Wajo.
Dahulu bangunan difungsikan sebagai kantor Pekerjaan Umum Propinsiuntuk membangun
infrastruktur jalan dan jembatan milik negara di Kabupaten Wajo. Belakangan ketika unit
bangunan kantor lainnya telah dibangun maka bangunan dialihfungsikan bagi karyawan yang
belum memiliki tempat tinggal.
Bentuknya unit dengan atap yang memiliki variasi kemiringan atap yang berbeda, dan
membentuk pola setengah lingkaran. Pola ini mengikuti bentuk struktur baja yang telah
dirakit oleh Belanda sebelumnya. Oleh karyawan PUP, material baja ini mengilhami untuk
membangun kantornya dengan menggunakan tata cara/ prinsip Belanda membangun.
Secara sederhana denah disusun berbentuk T shape. Pada satu blok bangunan
memiliki 3 (tiga) ruang kerja dengan ukuran luas yang berbeda. Blok lainnya yang menusuk
tegak lurus blok awal sebagai pavilliun belakang. Atapnya berbentuk pelana sederhana
dengan kuda-kuda struktur kayu biasa. Ruang dibawahnya ada 2 (dua) kamar dan juga
memiliki teras yang berfungsi transisi antara ruang luar dengan ruang dalam bangunan.
Struktur kolom menggunakan kayu. Dengan meningkatnya usia bangunan cukup
banyak bagian bangunan yang telah retak, pasangan balubata tidak menyatu lagi dengan
struktur kolom kayu yang telah ringkih. Keretakan dinding disebabkan oleh upper structure
baja atap yang sudah tak sanggup lagi ditopang oleh kolom kayu.
Bagian dalam bangunan terasa sejuk. Kemungkinan karena penggunaan plafond
gamacca (anyaman bambu) yang memudahkan pengaliran udara panas dibawah atap melalui
celah-celah rajutan bambu. Selain itu, disain bukaan jendela dan ventilasi yang lebar dan
bersentuhan langsung dengan ruang luar membuat udara mengalir dengan baik (cross
ventilation).
Dalam skala bangunan masa kini, maka mess PU ini tidaklah megah. Berukuran kecil
dan berbentuk sederhana tapi unik, tidak mengada-ada dengan aspek struktur tata ruang
yang tradisional.
Walau bukan bangunan peninggalan kolonial tetapi keberadaannya telah
memperkaya bentuk arsitektur yang khas dikabupaten ini bahkan bisa menjadi referensi
sejarah. Perlu upaya pelestarian bangunan agar tetap terjaga orosinalitasnya, mengingat
bangunan milik publik yang sering terlupakan. Bahkan bila perlu bangunan dijadikan
monumen kebangkitan kontruksi ditanah wajo.

KANTOR GABUNGAN DINAS-DINAS


Jl. Lamaddukelleng No. 1
Gedung ini melambangkan keserasian hati dan karya pemerintah daerah dengan
rakyat kabupaten Wajo. Kalimat ini terpatri pada sebuah prasasti marmer, saksi bisu akan
momen peresmian bangunan kantor Gabungan Dinas-dinas ini. Sungguh menggetarkan!
Ekspresi bangunan dituangkan dalam sebuah kalimat yang sangat puitis, melambangkan
kerjasama dan sinergitas masyarakat Kabupaten Wajo dibawah kepemimpinan Bupati Letkol
H. Andi Unru, yang sungguh luar biasa.
Menempati lahan yang dahulunya sebagai bekas rumah kontrolir belanda. Bangunan
diresmikan pada hari jumat tanggal 1 Oktober 1971 oleh Gubernur Sulawesi Selatan Achmad
Lamo. Bangunan direncanakan oleh Andi Mappaketeteng Sulolipu, salah seorang arsitek
besar yang dimiliki Sulawesi Selatan dan pelaksanaan kontruksi dilakukan oleh perusahan CV.
Sumber Gaja.
Kantor Bupati Wajo ini merupakan bangunan kantor Bupati pertama yang dibangun
dengan kontruksi berlantai dua. Sebuah bangunan yang mewah dan megah pada jamannya
yang tidak dimiliki oleh kantor bupati lainnya di Sulawesi Selatan.
Kantor Bupati Wajo ini merupakan bangunan kantor bupati pertama yang dibangun
dengan kontruksi berlantai dua. Sebuah bangunan yang mewah dan megah pada jamannya
yang tidak dimiliki oleh kantor bupati lainnya di Sulawesi Selatan.
Karakter bangunan sangat kuat dengan aliran international style yang sementara
berlangsung saat itu. Pengolahan bidang-bidang kotak, garis, intensitas padat dan rongga
serta estetika struktur lalu di balut dan diikat oleh skin secondary berbahan kayu ulin
membuat paduan bangunan yang tidak monoton, saling mengisi dan membangun seutuhnya
akan makna sebuah kantor pemerintahan tertinggi dikabupaten Wajo saat itu.
Kompleks bangunan berbentuk huruf U dengan penambahan sebuah blok bangunan
baru dibagian belakang sebagai pengakhiran inner court/ internal vide kompleks bangunan.
Keberadaan internal vide membuat udara cross ventilation terhadap ruang pada bangunan.
Ruang-ruang disusun secara sederhana dan mengalir linear mengikuti pola guruf U tadi.
Untuk menghubungkan antar ruang maka sirkulasi disusun linear pula, berada pada sisi dalam
bangunan dan mengalir masuk ke masing-masing ruang.
Sebuah penonjolan kotak tepat ditengah sumbu bangunan sebagai entrance utama
yang menghubungkan halaman depan bangunan dengan ruang halaman dalam kompleks.
Bangunan sangat ramah lingkungan, terlihat dari perbandingan koefisien dasar bangunan
(Building Coverage Ratio) yang mencapai 30, 70, atau 30% lahan terbangun dan 70% lahan
tidak terbangun.bidang depan kotak dengan sengaja dirancang untuk menempatkan logo
Kabupaten Wajo yang berukuran ekstra. Bidang ini menjadi penyatu dari dua blok bangunan
yang panjang.
Setelah pembangunan Kantor Bupati Wajo yang baru selesai, maka bangunan dialihfungsikan
sebagai kantor Gabungan Dinas-Dinas. Blok-blok bangunan dibagi berdasarkan kebutuhan
kantor dinas. Blok bangunan bagian depan sebelah kiri ditempati oleh kantor Dinas
Pendapatan Daerah, blok bangunan depan sebelah kanan ditempati oleh kantor Dinas Tata
Ruang dan kebersihan. Blok bangunan bagian belakang ditempati oleh kantor Dinas Pasar dan
Pemadam kebakaran.
Setiap sudut pertemuan bangunan diberi pembesaran untuk menempatkan tangga
dan gudang di dldalamnya.
MASJID JAMI
JL. K. H. Muhammad Asad No. 13
Masjid jami sengkang menjadi salah satu tempat ibadah bersejarah khususnya bagi
umat islam di daerah ini. Selain memiliki sejarah sebagai masjid tertua di kabupaten Wajo,
tempat ibadah ini juga menjadi embrio dari lahirnya Pesantren Asadiyah Sengkang, yang
pada saat itu merupakan pusat pendidikan islam dan menjadi kebanggaan masyarakat Wajo.
Sebelum nama Asadiyah muncul ditengah masyarakat Sengkang lebih dahulu dikenal
Al Madrasah Al arabiyah Al Islamiyah (MAI). Penduduk biasa menyebut sekolah arab (sikola
Ara) karena disekolah ini menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantar sehari-hari,
terutama pada tingkat yang lebih tinggi.
Pendiri sekolah arab ini adalah KH. Muhammad Asad yang digunakan sebagai tempat
berlangsungnya syiar islam dan proses belajar mengajar. Beliau mengadakan pengajian
khalaqah, yaitu pengajian sistem pesantren yang murid-muridnya duduk bersila mengelilingi
guru, dan diikuti pula oleh murid yang sudah memiliki dasa pengetahuan agama yang mapan.
Seiring perkembangnya pesantren yang pesat, dimana aktifitas murid sudah tidak
tertampung, maka atas segala kemampuan dan bantuan berbagai pihak disiapkanlah fasilitas
pendidikan berupa bangunan masjid.
Ditahun 1929, petta Arung Matoa Wajo ke 44, Andi Oddangpero Datu Larompong
mengusulkan kepada KH. Muhammad Asad agar masjidyang berada didekat rumah beliau
yang sudah lapuk dimakan usia agar dibangun kembali. Pembangunan masjid selesai setahun
kemudian, pada 1930. Dan dikenal kemudian sebagai masjid Jami Sengkang.
Merujuk catatan sejarah, mahad islamiyah ini yang telah berubah menjadi masjid jami
Sengkang, oleh Andi Oddangpero Datu Larompong, diserahkan kepada KH. Muhammad Asad
untuk dijadikan pusat kegiatan pengajian beliau. Maka pengajian khalaqah yang selama ini
diadakan dirumah, dipindahkan kemasjid jami. Kegiatan khalaqah itu berlangsung setiap
shalat subuh, ashar dan magrib. Dipagi hari masjid jami digunakan untuk kegiatan
persekolahan dalam bentuk klasikal.
Dengan tersedianya tempat pendidikan ke mesjid jami, dan dengan manajemen yang
baik maka berdatanganlah santri dari berbagai penjuru daerah seperti pare-pare, barru, Bone,
Soppeng, bahkan dari Palopo untuk memperdalam agama islam. Masjid jami ini seolah
menjadi Islamic Center untuk daerah sulawesi selatan.
Setelah dihibahkan, yang kemudian berubah nama, masjid tersebut lambat laun berkembang
pesat, higga lahirlah Pesantren Asadiyah Sengkang yang telah memiliki sekitar 500 cabang.
Pada tahun 1971, kebakaran hebat melanda sebagian besar kota Sengkang termaksud
masjid Jami. Barang-barang santri maupun dokumen-dokumen penting pesantren Asadiyah
habis ludes terbakar. Ssok asli masjid jami yang terbuat dari material kayu tak tersisa satupun.
Tidak lama setelah kebakaran itu, atas prakarsa almarhum H. Abdullah Mantan (Saudara
seayah almarhum HM. Yunus Martan) dan didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat maka
masjid jami Sengkang dibangun kembali. Bangunan berlantai dua dengan luas bangunan 625
m2 dan berdiri diatas tanah seluas 2500 m2.
Meski masjid ini tidak lagi menjadi pusat pendidikan pesantren Asadiyah, namun jami
masih tetap berfungsi ganda sebagaimana awal berdirinya, selain sebagai tempat ibadah bagi
umat islam, juga menjadi pusat kegiatan belajar mengajar bagi Madrasah Tsanawiyah (MTs)
putri I dan II dengan jumlah murid mencapai hingga ratusan siswa.
Bangunan beraksitektur modern dengan dominasi gaya international style. Namun
bentuk atap prisma berundak tiga memberi kesan arsitektur masjid Muslim Pancasila, sebuah
model masjid era kepresidenan soeharto. Dipucuk atap diberi pengakhiran balubu. Badan
bangunan sudah melebar hingga ke bahu jalan sehinga tidak memberi ruang untuk parkir
kendaraan.

MASJID NURUL ISTIQOMAH


Jl. Veteran
Masjid ini baru saja dibangun, bahkan masih dalam tahap penyelesaian pekerjaan
detail-detail arsitektur. Tetapi masjid telah dapat digunakan sebagai tempat shalat dengan
baik dan khusyuk. Oleh jamaah masjid ini merupakan masjid dengan arsitektur termodern
yang hadir di kota Sengkang.
Dahulu masjid ini adalah tempat ibadah yang berukuran kecil, beraksitektur
sederhana dengan material yang semi permanen. Keberadaan masjid tidak lepas dari
kebutuhan masyarakat akan tempat ibadah yang representatif disekitar lapongkoda. Maka
masjid kecil sederhana tersebut dibongkar dan dibangun masjid baru. Masjid nurul Istiqomah
Lapongkoda namanya.
Masjid beraksitektur modern masa kini dengan penonjolan pada detai-detail lengkung
setengah lingkaran pada jendela dan pintu yang mempertegas arsitektur bergaya magrhibi.
Denah masjid berbentuk hampir bujur sangkar, berukuran luas, lebar 10.20 meter dan
panjang 20.00 meter. Dengan ukuran ini maka masjid dapat menampung sekitar 400 jamaah,
lantai bawah dan atas. Pengolahan ruang sibuat sesederhana mungkin dengan perhitungan
aspek fungsional. Ruang dalam masjid berlantai dua. Lantai bawah difungsikan untuk kegiatan
utama yakni ruang shalat jamaah yang luas.
Pada kiblat terdapat mihrab, samping kiri berupa koridor penghubung antara tangga
ke ruang pengelola. Dibalik mihrab disediakan ruang untuk tempat berwudhu. Sisi kanan
adalah teras dengan lebar 2.00 meter.
Luas lantai atas tidak begitu banyak, dioptimalkan sebagai ruang shalat bila lantai
bawah dipenuhi jamaah. Lantai atas ini juga terdapata voide, lubang yang menghubungkan
antar lantai. Dan lantai bawah kita bisa melihat ke atas bagian pucuk kubah yang
berketinggian sekitar 14 meter dari permukaan lantai. Olah ruang interiorini menciptakan
kemegahan arsitektural masjid.
Pengolahan bentuk masjid adalah badan utama berbentuk kotak, setiap sudut diolah
dengan mengolah bidang berkesan vertikal yang berfungsi semacam minaret dikeempat
sudutnya. Dalam minaret dibagian depan diletakkan tangga sebagai pencapaian menuju
lantai atas. Mengimbangi kubah utama dipuncak bangunan induk maka disetiap minaret
ditempatkan pula kubah anak yang duduk diatas mahkota yang berbentuk diagonal vertikal.
Sirkulasi udara didalam ruang direncanakan sangat baik. Selain bukaan jendela
berteralls memungkinkan untuk sirkulasi udara secara horisontal, pengaliran secara
vertikalpun mengalir dengan baik melalui celah pada kubah. Tanpa menggunakan air
Condotioning maka masjid dapat digunakan shalat dengan khusyuk karena nyaman
pengudaraan dan pencahayaan. Ornamen-ornamen teralis pada jendela diolah dengan unsur
geometris bintang delapan yang diisi dengan kaca warna.
Kendala terbesar masjid adalah tidak tersedianya lahan yang cukup untuk parkir
kendaraan dan pengembangan masjid. Sehingga perparkiran menggunakan lahan diatas
jalan. Dalam skala pandang, maka bangunan sangat megah, walau hanya berlantai dua.

MASJID RAYA UMMUL QURAA


Jl. Masjid Raya Sengkang
Pembangunan masjid raya Wajo tidak lepas peran dari keberadaan pesantren As-
Adiyah yang telah mencetak santri-santri yang tersebar diseluruh indonesia. Pada saat itu,
Kabupaten Wajo dikenal sebagai negeri yang sangat agamis dan demokratis karenanya.
Sebagai wujud penghargaan dan terimakasih Republik Indonesia atas prestasi itu,
maka dalam sebuah kunjungan politik, presiden Soekarno memberi hadiah kepada
masyarakat Wajo sebuah bangunan Masjid. Masjid Agung Ummul Quraa atau lebih dikenal
dengan nama Masjid Raya Wajo.
Peletakkan batu oertama dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 12 Desember
1955, dan dalam kurun waktu dua belas tahun proses kontruksi, maka pada rabu tanggal 6
agustus 1967 dilakukan peresmian oleh menteri dalama negeri Letjen Basoeki Rachmat.
Masjid raya Wajo merupakan buah karya Friedrich Silaban, seorang arsitek sahabat
Soekarno yang juga merancang karya monumental Masjid istiqlal dan gedun Bank Indonesia
di jakarta.
Bangunan berdiri di atas lahan seluas 5.600 m2 dengan luas bangunan 2.700 m2.
Masjid diperkirakan dapat menampung hingga 3.500 orang saat itu. Kini luas lahan 7000 m2
dan luas bangunan ditambah fasilitas penunjang berkisar 3500 m2. Letaknya yang strategis
ditepi alun-alun kota Sengkang dan dengan arsitektur yang megah menjadikan bangunan
Masjid raya menjadi sangat menonjol dibanding bangunan lain disekitarnya.
Pendekatan konsepsi dan sikap yang jelas dalam karya arsitektur F. Silaban ini terlihat
dengan memandang bahwa konsep berawal dari rencana pembagian tanah dan penentuan
letak gedung. Letak kedudukan bangunan Masjid Raya Wajo tidak hanya sebagai awal
perencanaan, tetapi lebih mengutamakan tata kota dan lingkungan. Silaban
memperhitungkan kedudukan Masjid ini terhadap garis edar matahari dan lalu lintas
sekelilingnya, sehingga bukaan-bukaan pintu dan jendela mengalirkan udara yang sangat
sejuk. Mengingat indonesia termaksud negara tropis, maka sangat diperhatikan faktor-faktor
hujan, panas dan angin berikut konsekuensinya.
Sisi lain konsepsi karya silaban diterapkan pada bangunan Masjid Raya Wajo adalah
kemegahan. Balkon, overstek dan tritis yang lebar dan deretan pilar-pilar vertikal dan kaki-
kakinya yang kokoh memberi kesan kontruksi yang kekar. Silaban mengubah struktur
sederhana menjadi bentuk yang artistik dan dinamis yang menghiasi tata ruang dalam. Dalam
kolom-kolom padat dan ruang kosong, tercipta efek permainan cahaya yang dramatis
memanfaatkan efek bayangan.
Padat dan ruang kosong, tercipta efek permainan cahaya yang dramatis memnfaatkan
efek bayangan.
Pengolahan denah didasari atas kehidupan organis didalamnya. Denah peka
menangkap faktor-faktor yang fungsional. Bentuk denah masjid adalah bujursangkar dengan
penambahan sayap disisi kiri dan kanan. Denah utama berukuran 48 meter x 48 meter di
fungsikan untuk tempat shalat sementara bagian sayap diperkirakan untuk kegiatan ibadah
dan sosial seperti pengelolaan masjid dan tempat pengajian. Namun dalam perayaan hari
besar islam maka semua ruang termanfaatkan untuk shalat.
Langgam arsitektur international style sangat berpengaruh terhadap Masjid Raya
Wajo ini. Garis-garis dan kotak kubus pada facade dan badan bangunan diolah dengan pola
asismetrik geometris. Semua serba seimbang. Pada pucuk bangunan yang berundak diberi
pengakhiran kubah berbahan aluminium.
Walau secara arsitektur karya Silaban ini mencerminkan adanya pengaruh arsitektur
modern, faktor non arsitektural turut berpengaruh. Ini disebakan pada saat itu ada peristiwa
pergolakan politik disulawesi selatan berpengaruh ke pada masa berjalannyaproses
perancangan dan pelaksanaan masjid raya, terutama kedekatan hubungan dekat dengan
Bung karno, Presiden Republik Indonesia saat itu, sehingga karya ini menciptakan sebuah citra
ke-indonesia-an sebagai sebuah bangsa (nation building) yang mandiri.
Masjid raya Wajo telah beberapa kali mengalami rehabilitasi. Dan yang sangat
berpengaruh adalah keberadaan kubah aluminium yang telah terbalut oleh kubah beton
ringan.

BANK SULSEL
JL. Kartini No. 1
Dalam perkembangannya bank pembangunan daerah Sulawesi Selatan (BPD Sulsel)
mengalami pertumbuhan yang pesat sebagai satu-satunya bank otonom milik pemerintah
provinsi Sulawesi Selatan. Seiring kepercayaan masyarakat BPD sulsel berubah nama menjadi
Bank sSulsel dengan memiliki kantor cabang disetiap Kabupaten. Demi peningkatan kinerja
usaha maka disetiap cabang dilakukan pula pembenahan kantor dengan membangun kantor
yang representatif.
Bangunan kantor Bank Sulsel dirancang dengan memiliki benchmark bentuk yang
seragam tetapi tidak prototip. Bentuk-bentuk tersebut mencerminkan kondisi dinamis di
masing-masing kabupaten, berbeda tetapi memiliki rancangan bentuk dasar kesatuan dan
benang merah yang sama.
Bank Sulsel Wajo menempati lahan yang strategis, terletak di tengah-tengah kegiatan
perekonomian dan perdagangan kota Sengkang. Lahannya berada diatas bekas bangunan
terminallama. Luas lahan berpengaruh kepada sudut pandang mata manusia, menjadikan
skala bangunan sangat proporsional.
PT. LASTRINDONESIA Enggineering dipercaya sebagai konsultan perencana bangunan
Bank Sulsel Wajo, juga Bank-bank Sulsel lainnya seperti yang berada di Maros, Pangkep, Sinjai,
Jeneponto, dan Gowa. Kontraktor pelaksana adalah CV. Citratama Timurindo.
Bangunan beraksitektur kontemporer, memadukan unsur modern dan tradisional
dalam satu kesatuan bangunan yang utuh. Nilai tradisional dicapai melalui arsitektur
panggung dengan menonjolkan kolom-kolom secara vertikal. Kesan tradisional dipertegas
melalui pengolahan kreatif bentuk timpalaja pada portico (teras penerima). Tumpukan
timpalaja bersusun tiga dimodifikasi dengan mengkamuflase sebuah bidang atap.
Pengakhiran penutup bangunan berupa atap menguatkan nilai tradisional bangunan
Bank Sulsel. Ciri khas anatomi rumah Bugis Makassar yang terdiri dari kaki, badan dan kepala
semuanya terserap pada rancangan bangunan.
Kesan modern terlihat pada pemilihan bahan atau material bangunan yang mutakhir.
Dinding-dinding tembok di beberapa bidang dibalut dengan plat alucopan, trend material
pabrikasi. Penggunaan material atap genteng keramik merupakan pemilihan bahan yang
tepay, mencerminkan arsitektur masa kini.

Anda mungkin juga menyukai