Persahabatan Antara Dua Manusia Yang Berbeda Suku Bangsa
Persahabatan Antara Dua Manusia Yang Berbeda Suku Bangsa
Persahabatan antara dua manusia yang berbeda suku bangsa, adalah awal mula
terciptanya bangunan kolonial ini. Adalah H. Andi Hasanuddin biasa dipanggil karaeng Cawa
(orang gowa yang menikah dengan petta Muna. Asli Wajo) bersahabat kental dengan seorang
Belanda, mereka bekerja sama mewujudkan sebuah bangunan yang monumental. Bangunan
ini merupakan hunian pertama di Kabupaten Wajo yang menggunakan material batubata,
semen dan beton bertulang sebagai dinding dan struktur bangunan sehingga berkesan
permanen. Rumah-rumah oleh Belanda sebelumnya dibangun dengan menggunakan pengisi
rang kawat yang dibalut oleh lapisan kapur dan pasir sebagai berikat.
Bangunan diperkirakan dibangun pada tahun 1930-an. Berada di atas lahan bekas
perkuburan umum. Dalam kurun waktu setahun bangunan ini terselesaikan, rumah ditempat
oleh sang sahabat Belanda. Ketika kemerdekaan Repunlik Indonesia ditahun 1945, Belanda
meninggalkan negeri kita dan kepemilikan diberikan kepada H. Andi Hasanuddin sebagai
bentuk persahabatan abadi. Tahun 1980-an rumah ini dijadikan sebagai hunian sewa yang
diberi nama Wisma Danau tempe. Seiring H. Andi Hasanuddin kembali keharibaannya ditahun
1988 maka wisma tidak dioprasionalkan lagi. Tahun 1990 bangunan dipersewakan kepada
perusahaan PT. BOSOWA BERLIAN MOTOR untuk ditempati sebagai kantor cabang Wajo. Di
akhir 2007 ini kontrak sewapun berakhir. Rumah kembali dalam keadaan kosong dan diambil
alih oleh keluarga H. Andi Hasanuddin.
Hingga kini bangunan belum pernah mengalami renovasi maupun rehabilitasi.
Perbaikan-perbaikan ringan hanya pada material atap yang kini menggunakan jenis seng
aluminium. Material atap sirap yang asli masih terlihat pada paviliun belakang rumah induk.
Rumah bergaya arsitektur kolonial dipadukan dengan unsur lokal, cenderung jengki
(yankee, sebuah gaya arsitektur yang berkembang ditahun 1950 hingga 1960-an), sehingga
arsitekturnya dapat dikatakan menembus ruang dan waktu. Tata ruang pada denah adalah,
teras (voorgalery) dibagian depan berukuran panjang 2,80 meter x lebar 4,50 meter. Bagian
tengah adalah hall multifungsi, diperkirakan sebagai ruang tamu, keluarga dan ruang makan.
Hall berukuran panjang 4,50 x lebar 4,50 meter. Ruang disisi kiri maupun kanan dari hall
adalah kamar tidur sebanyak 5 (lima) ruang. Bagian belakang terpisah oleh inner-court,
berupa pavilyun berfungsi sebagai area servis.
Pengolahan ruang tidak dibarengi dengan perencanaan perletakan KM/WC yang baik
ketika bangunan difungsikan sebagai Wisma Danau Tempe. Karena kebutuhan KM/WC di
setiap kamar maka diletakkan menempel dluar dinding dengan batas ketinggian penutup atap
dibawah batas ventilasi rumah. Penonjolan ruang KM/WC mengganggu kemegahan arsitektur
bangunan.
Teras atau beranda (veranda) menjadi aksentuasi bangunan, terdapat 4 kolom bulat
untuk menopang beban struktur dengan lebar bentang sejauh 4.50 meter. Tak kalah menarik
adalah pola disain lantai terraso pada teras. Lantai berwarna terakota dengan variasi motif
kembang berwarna hijau diatas putih membentuk pola empat persegi panjang mengikuti
bentuk ruang teras.
Detail ventilasi atas turut memperindah bangunan. Ventilasi ini fungsional
mengalirkan udara dari dalam keluar banguanan ataupun sebaliknya. Ventilasi terbuat dari
cetakan beton yang ditopang oleh pasangan batubata membentuk celah udara, ventiasi
mengelilingi sepanjang bidang dinding dimana terdapat bukaan jendela.
Atap berbentuk perisai yang menyesuaikan pola denah. Penggantian materian sirap
menjadi sang aluminium tidak mengubah struktur kuda-kuda dan pola atap, pola ini masih
berbentuk sama seperti aslinya, kecuali penambahan atap untuk KM/WC.
Lahan berada dikontur lebih tinggi dibanding rumah bodo (rumah ibadah katolik)
didepannya. Wisma ini memiliki lahan yang luas sehingga bangunan nampak dalam proporsi
yang menarik. Wisma Danau Tempe salah satu saksi bisu perkembangan kota Sengkang,
dahulu okasi ini berda diluar batas kota dan kini telah menjadi bagian dari kota lama
Sengkang.
ARSITEKTUR MODERN
Masjid Al-Manar Tempe
Jl. W.R. Supratman N0.1
Dibangun pada tahun 1940, merupakan salah satu mesjid tertua dikota sengkang.
Pembangunan masjid Al manar Tempe diprakarsai oleh Haji Muhammad Sulaiman
Malingkaan Karaeng burane. Beliau adalah suami dari Andi Ninnong Ranreng Tuwa salah
seorang wanita kharismatik pejuang perang kemerdekaan ditanah Wajo.
Pembangunan masjid Al Manar Tempe dilatarbelakangi kehidupan sosial dan
keagamaan masyarakat Wajo yang belum menjalankan syariat-syariat islam secara baik dan
benar. Masih banyak masyarakat menganut aninisme dan dinamisme, sementara sejarah
masuknya islam di Kabupaten Wajo telah berlangsung sejak tahun 1960 Masehi atau 1020 H,
yang ditandai dengan pengislaman Arung Matoa Wajo Lasangkuru Patau bersama rakyaknya
oleh raja Gowa Mangerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin.
Perkembangan agama islam pun berjalan ditengah kekisruhan akibat peperangan baik
perang saudara maupun melawan kolonialis belanda. Mengingat kebutuhan akan tempat
ibadah oleh pemraksasa bekerjasama dengan rakyat Wajo maka Masjid Al Manar Tempe
didirikan.
Uniknya, masjid dibangun berdasarkan panduan mock-up berupa maket tanpa
gambar yang dibuat oleh Haji Muhammad sulaiman malingkaan karaeng Burare. Dengan
panduan itu maka mulailah masjid dirakit.
Lokasinya berada diatas bukit membuat Masjid Al manar Tempe menjadi tengaran
pada kawasan itu. Pemilihan lokasi tersebut didasari atas asumsi bahwa jika gaung azan shalat
dikumandangankan maka akan terdengar keradius yang lebih jauh. Konon suara azan masih
bisa terdengar hingga ditengah Danau Tempe.
Bentuk awal masjid Al Manar berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7 meter x 7 meter.
Material struktur dan kontruksi dari kayu. Atap berbentuk prisma tidak berundak dengan
kuncup (bulubu) dari keramik yang berasal dari negeri China. Hingga kini tidak jelas dimana
keberadaan balubu tersebut sebagai saksi bisu keberadaan Masjid Al Manar Tempe.
Masjid sudah beberapa kali mengalami rehabilitasi sehingga bentuk asli tidak nampak
lagi. Namun, perkembangan waktu akibat rehabilitasi pergantian material kayu ke struktur
beton peninggalan tempo doeloe. Ukurannya mencapai 1 meter x 0,5 meter setiap kolom.
Kini masjid berlantai dua dengan ukuran 750 m2 dan berdiri diatas lahan 5400 m2.
Hirarki arsitektur, pencapaian ke halaman masjid terlebih dahulu harus melewati terap tangga
yang berjumlah 22 anak tangga. Bagian halaman depan difungsikan sebagai plazza terbuka
untuk shalat jamaah bila hari raya ied maupun Tarwih. Memasuki entrance, lantai bawah
digunakan sebagai tempat shalat lantai atas untuk kegiatan penunjang seperti untuk kegiatan
pengajian Al-Quran. Bagian dalam bangunan dipenuhi oleh kolom-kolom struktur penopang
lantai atas.
Masjid berbentuk simetris, didominasi oleh variasi bukaan-bukaan jendela yang
menghiasi facade depan. Bangunan nampak megah dengan kubah ditengah atap bangunan
dan ditambahkan 4 (empat) buah kubah kecil. Masjid memiliki 2 (dua) buah minaret sebagai
pengakhiran bangunan disudut depan kiri-kanan.
BANK BNI
Jl. Jend. Sudirman No.1
Sejak awal berdiri, bangunan Bank BNI dikota sengkang berada diatas lahan yang sama
yakni disebuah lahan yang sangat strategis, lahan sudut antara Jl. Jend. Sudirman dengan Jl.
Puang RI Maggalatung. Menurut sejarah bangunan Bank BNI telah mengalami perubahan
wajah sebanyak tiga kali, sejak bank ini beroperasi di Kabupaten Wajo pada 11 juni 1965.
Awalnya ditempati sebuah bangunan sederhana dan tradisional yakni bola dengan kantor
penmas (pendidikan masyarakat). Di tahun 1970 dibangun sebuah bangunan baru kantor BNI.
Arsitekturnya berlantai satu dan bergaya khas modern.
Seiring perkembangan waktu ditahun 2002 Bank BNI Cabang Sengkang dilakukan
rehabilitas total. Bangunan lama dibongkar lalu dibangun sebuah bangunan berlantai dua
dengan luas total 414 m2 diatas lahan yang berukuran 1268 m2. Bangunan digunakan setahun
kemudian, pada 2003.
Tata ruang bangunan baru disesuaikan dengan kebutuhan unit ruang Bank BNI.
Perletakkan ruang sangat hirarkis. Lantai bawah terdiri atas ruang-ruang dengan unit
pelayanan kerja: a. Unit Teller, setoran tunai, penarikan tunai dan kiriman uang, b. Unit
Pelayanan Nasabah Cabang (PNC), pembukaan rekening, rekening koran dan informasi jasa,
c. Unit Dalam Negeri dan Kliring (DNC), kliring, inkaso, kiriman uang, traksasi dalam negeri dan
luar negeri. Lantai atas berupa: a. Sentra kredit (SKC), b. Unit Administrasi Umum dan
keuangan (KUC/AKC), c. Unit pemasaran (PMC), d. Ruang pemimpinan Cabang dan e. Ruang
pemimpin (PMC).
Bangunan Bank BNI memiliki kemegahan arsitektur yang khas berdiri diantara
bangunan-bangunan yang berada dalam kawasan kota lama yang masih memiliki bentuk-
bentuk bangunan tempo doeloe. Di depan Bank BNI adalah 2 (dua) buah rumah panggung
tradisional, sebelah kanan adalah rumah bodo peninggalan Belanda dan disamping kiri
merupakan kawasan rumah toko produk jaman belanda.
Bentuk bangunan berarsitektur modern kontemporer dengan pengolahan tata ruang
pada denah membentuk konfingurasi hampir bujusangkar. Bangunan utama cenderung kotak
kubus, lalu diberi ornamen atau unsur-unsur estesis tambahan yang tidak fungsional seperti:
rusuk-rusuk beton sebagai pengakhiran sudut bangunan. Juga terdapat lubang angin
berbentuk bulat sebagai pemecah bidang yang menoton. Lubang bulat ini menjadi focal point
karena diletakkan pada bidang vertikal yang seolah menjadi puncak bangunan. Bidang-bidang
dinding kosong pun tak luput dari sentuhan arsitektural seperti groove (tali air) horisontal
memenuhi bangunan.
Pengolahan bidang-bidang memiliki pengulangan bentuk dan menciptakan kesatuan
dan keselarasan rancangan bangunan Bank BNI ini. Secara keseluruhan bangunan
terejawantah melalui bahasa arsitektur kontemporernya.
Memecah monotonitas bidang, dibagian pintu masuk (entrance) diberi portico
(semacam teras memanjang) yang menghubungkan antara ruang luar dengan ruang dalam
bangunan. Keberadaan portico memberi rasa aman akan gangguan terik matahari maupun
hujan terhadap nasabah. Terlebih bidang leuvel yang sengaja dibuat untuk penempatan
brand logo 46 BNI. Variasi atap portico, tidak fungsional. Salah satu ciri gaya kontemporer.
Bangunan utama menempati lahan dengan dioptimalkan ke sudut kiri belakang
sehingga kelebihannya difungsikan untuk bangunan fasilitas pelayanan Automatic Teller
Machine (ATM) dan koperasi. Selebihnya lahan parkir dan sebuah pos keamanan disudut
depan lahan. Dengan demikian bangunan sangat responsif terhadap lingkungan.
Keberadaan bangunan Bank BNI Cabang Sengkang menjadi catatan penting bagi
perkembangan arsitektur kontemporer dikabupaten Wajo. Inilah bangunan modern
kontemporer diranah Wajo.
BANK SULSEL
JL. Kartini No. 1
Dalam perkembangannya bank pembangunan daerah Sulawesi Selatan (BPD Sulsel)
mengalami pertumbuhan yang pesat sebagai satu-satunya bank otonom milik pemerintah
provinsi Sulawesi Selatan. Seiring kepercayaan masyarakat BPD sulsel berubah nama menjadi
Bank sSulsel dengan memiliki kantor cabang disetiap Kabupaten. Demi peningkatan kinerja
usaha maka disetiap cabang dilakukan pula pembenahan kantor dengan membangun kantor
yang representatif.
Bangunan kantor Bank Sulsel dirancang dengan memiliki benchmark bentuk yang
seragam tetapi tidak prototip. Bentuk-bentuk tersebut mencerminkan kondisi dinamis di
masing-masing kabupaten, berbeda tetapi memiliki rancangan bentuk dasar kesatuan dan
benang merah yang sama.
Bank Sulsel Wajo menempati lahan yang strategis, terletak di tengah-tengah kegiatan
perekonomian dan perdagangan kota Sengkang. Lahannya berada diatas bekas bangunan
terminallama. Luas lahan berpengaruh kepada sudut pandang mata manusia, menjadikan
skala bangunan sangat proporsional.
PT. LASTRINDONESIA Enggineering dipercaya sebagai konsultan perencana bangunan
Bank Sulsel Wajo, juga Bank-bank Sulsel lainnya seperti yang berada di Maros, Pangkep, Sinjai,
Jeneponto, dan Gowa. Kontraktor pelaksana adalah CV. Citratama Timurindo.
Bangunan beraksitektur kontemporer, memadukan unsur modern dan tradisional
dalam satu kesatuan bangunan yang utuh. Nilai tradisional dicapai melalui arsitektur
panggung dengan menonjolkan kolom-kolom secara vertikal. Kesan tradisional dipertegas
melalui pengolahan kreatif bentuk timpalaja pada portico (teras penerima). Tumpukan
timpalaja bersusun tiga dimodifikasi dengan mengkamuflase sebuah bidang atap.
Pengakhiran penutup bangunan berupa atap menguatkan nilai tradisional bangunan
Bank Sulsel. Ciri khas anatomi rumah Bugis Makassar yang terdiri dari kaki, badan dan kepala
semuanya terserap pada rancangan bangunan.
Kesan modern terlihat pada pemilihan bahan atau material bangunan yang mutakhir.
Dinding-dinding tembok di beberapa bidang dibalut dengan plat alucopan, trend material
pabrikasi. Penggunaan material atap genteng keramik merupakan pemilihan bahan yang
tepay, mencerminkan arsitektur masa kini.