PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Filsafat yang konon merupakan ibu dari semua ilmu pengetahuan adalah
interpretasi dari para filosof. Sebagai konsekwensi dari banyaknya filosof,
terdapat beberapa sudut pandang dan aliran-aliran yang berbeda-beda dalam
filsafat. Di dalam makalah ini, akan diterangkan sekilas tentang para filosofpada
zaman klasik, yang meliputi latar belakang kehidupan, sumber filsafat, dan
bagaimana pemikiran-pemikiran mereka yang berkaitan dengan filsafat.
Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya
tidak dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang
munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri
adalah cinta Keahrifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang
sebenarnya dari kata Filsafat, sebab pengertian mencintai belum
memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.
B.Rumusan masalah
C.Tujuan
FILSAFAT PLATO
1. Latar Belakang
Plato adalah salah satu murid dari Socrates yang taat di antara pengikutnya
yang pintar dan mempunyai pengaruh yang amat besar. Plato lahir di Athena
pada tahun 427 SM. Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan
raja Kodrus, raja terakhir Athena, yang sangat dikagumi dan dicintai rakyat karena
kecakapan dan kebijaksanaannya memerintah pada masa itu. Ibunya bernama
Periktione keturunan Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena. Nama
plato yang sebenarnya adalah Aristocles. Karena dahi dan bahunya yang amat
lebar dia memperoleh julukan Plato dari seorang pelatih senamnya. Plato dalam
bahasa Yunani berasal dari kata Platos yang berarti kelebaran. Dengan
demikian, nama Plato berarti si lebar.
Sejak kanak-kanak ia telah mengenal Socrates yang akhirnya menjadi
gurunya selama 8 tahun. Pada usia 40 tahun, ia berkunjung ke Italia dan Sicilia
untuk belajar ajarannya Pythagoras. Sekembalinya dari sana, ia mendirikan
sebuah sekolah yang diberi nama Akademia. Ia memberikan pengajaran secara
baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat, utamanya bagi orang-orang
yang ingin menjadi politikus.1
Guru filsafat yang amat dikagumi, dihormati, dan dicintai Plato ialah
Socrates. Bagi Plato, Socrates adalah guru sekaligus sahabat. Karena itu, tak heran
jika hampir seluruh karya filsafat Plato menggunakan metode sokratik, yaitu
1
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Jakarta: Yogyakarta, 1999), Cet.Ke-22, hlm81
metode yang dikembangkan oleh Socrates yang dikenal dengan nama metode
dialektis. Metode tersebut terwujud dalam suatu bentuk tanya jawab atau dialog
sebagai suatu upaya untuk meraih kebenaran dan pengetahuan. Dari Socrateslah
Plato mengenal nilai-nilai kesusilaan yang menjadi norma-norma dalam diri dan
kehidupan manusia dan etika saja lewat filsafat, kemudian digunakannya untuk
mengetahui segala sesuatu dan menetapkan hakikat dari segala sesuatu itu.
3. Dunia Ide
Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajaran tentang Dunia Ide. Ia
mengajarkan bahwa dunia yang kelihatan hanyalah merupakan bayangan dari
dunia yang asli, yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa manusia berasal dari dunia
ide yang terkurung di dalam tubuh, yang pada ujungnya keterasingan ini
menimbulkan rasa rindu untuk kembali ke Surga Ide-Ide. Pemikiran Plato
inilah yang pada akhirnya dapat menjembatani permasalahan lama: mana yang
benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenides).
Pengetahuan yang diperoleh lewat indera, disebutnya pengetahuan indera atau
pengalaman, sedangkan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut
pengetahuan akal. Pengetahuan indera bersifat tidak tetap dan berubah-ubah,
sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap dan tidak berubah-ubah.
Sebagai penyelesaian atas persoalan yang dihadapi Plato tersebut, ia
menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu
dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macam, dan berubah-ubah;
dan dunia ide yang bersifat tetap, hanya satu macam, dan tidak berubah. Dunia
pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide. Sedangkan dunia ide
sendiri merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dengan
demikian, dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.
2
ibid 155-156
3 J.H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1993), hal. 7-8
4
Will Ross Durant, The Story of Philosphy, (New York : Pocket Books, 1953), hal. 35
satu pokok. Aristoteles meneruskan pokok pengertian Plato dan membangun suatu
system Filosofi yang di dalamnya terdapat tempat tersendiri bagi berbagai ilmu
spesial. Buah pikiran dalam sistem pengetahuan Plato dan Aristoteles menguasai
alam pikiran orang barat sampai kira-kira dua ribu tahun lamanya. Itulah yang
membarikan nama klasik kepada Filosofi mereka.
Ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan dasar etik yaitu:
1. melarikan diri dalam pikiran dari dunia yang lahir dan hidup semata-mata
dalam dunia idea.
2. mengusahakan berlakunya idea itu dalam dunia yang lahir ini.
Kedua-dua jalan itu di empuh oleh Plato.
Tujuh etik Plato bersatu kembali pada bidang Agama, yang menekankan
bahwa budi adalah tujuan untuk melaksanakan idea keadilan dalam penghidupan
seseorang dalam Negara sebagai badan kolektif.
Etik Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etik Sokrates dan Plato.
Tujuannya mencapai Eudaemunic, kebahagiaan sebagai Barang yang tertinggi
dalam penghidupan. Tetapi ia memahamkannya secara realis dan sederhana. Ia
tidak bertanya tentang budi dan berlakunya seperti yang di kemukakan Sokrates.
Ia tidak pulang menuju pengetahuan tentang idea yang di tegaskan oleh Plato. Ia
menuju kepada kebaikan yang tercapai oleh Manusia yang sesuai dengan jenisnya
laki-laki atau perempuan, derajatnya, kedudukannya atau pekerjaannya. Tugas
daripda etik ialah mendidik kemauan manusia untuk memiliki sikap yang pantas
dalam segala perbuatan. Budipikiran, seperti kebijaksanaan, kecerdasan dan
pendapat yang sehat lebih diutamakan oleh Aristoteles dari budi perengai, seperti
keberanian, kesederhanaan dan lain-lainnya. Keadilan dan persahabatan, menurut
Aristoteles adalah Budi yang menjadi dasar hidup bersama dalam keluarga dan
Negara.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
Ajaran dari Plato dan Aristoteles tentang rasio yang menyatakan adanya
dualisme dalam diri manusia. Menurut Plato, bahwa dalam diri manusia terdapat
dua dunia, yaitu dunia ide dan dunia panca indra, sedangkan Aristoteles yang
merupakan murid dari Plato juga mengatakan adanya dualisme dalam diri
manusia. Perbedaannya, dualisme itu bukan berupa dunia ide dan dunia panca
indra, tetapi lebih luas lagi yaitu berupa bentuk dan materi. Teori bentuk dan
materi ini juga dapat berlaku untuk benda apapun selain manusia, yang mana
mempunyai materi (bahan dasar) dan bentuk (wujud hasil). Ia juga mengkritik
pendapat Plato tentang ide. Jika berbicara tentang ide, maka saat itu pula sedang
berbicara tentang manusia. Jika berbicara tentang manusia, Aristoteles tidak
spesifik mengarah pada ide (yang berbeda-beda), tetapi secara kongkrit
membedakan antara manusia dengan manusia yang lain (seutuhnya). Dalam arti,
dia tidak menafikan dunia ide, hanya saja ide itu sudah bersemayam dalam tiap
(jiwa) manusia yang berada dalam bentuk masing-masing (wujud manusia).
Dengan melihat kedua paradigma diatas, bisa dinilai bahwa keduanya itu
benar menurut rasio, karena bisa diterima oleh nalar. Dan keduanya tetap berada
dalam kebenaran rasio walaupun seandainya al-Quran tidak diturunkan. Tetapi
kemudian islam melalui para pemikirnya- turut membenarkan teori dualisme
diatas, yang kemudian dipakai untuk metode relasi horisontal antar sesama
manusia dan alam, dan vertikal antara manusia dan Tuhan.
Sebagai salah satu contoh adalah pemikiran al-Ghazali. Ia adalah tokoh yang
berupaya mendamaikan antara teori filsafat, tasawuf, dan syariat. Terlihat dari
ungkapan dalam kitabnya yang masyhur, Ihya Ulum al-Din; akal pikiran tidak
dapat berjalan tanpa pengetahuan, dan sebaliknya. Oleh karena itu, orang yang
mendukung taqlid tanpa memakai ilmu pengetahuan intelektual, adalah orang
yang bodoh. Dan orang yang puas hanya dengan ilmu-ilmu tersebut tanpa cahaya
dari al-Quran dan Sunnah adalah orang yang sombong
Menurut al-Ghazali, wahyu dan akal itu saling membutuhkan. Dan
kebenaran agamawi dapat diperoleh dengan korelasi antara keduanya. Karena
itulah fungsi akal yang dimiliki manusia. Maka akal mempunyai peran penting
untuk mencari sebuah kebenaran. Ini pulalah maksud dari para filsuf barat
manganai kebenaran yang juga mereka bidik sejak dahulu, sebagai pembuktian
bahwa setiap unsur itu mempunyai makna yang dapat dimengerti oleh akal budi.
B. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA