Anda di halaman 1dari 21

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM

INFORMASI

LATAR BELAKANG

Dewasa ini masalah sampah merupakan salah satu masalah serius dalam
lingkungan hidup diseluruh dunia dan kaitannya sangat erat dengan kehidupan manusia
sehari-hari. Semua orang tidak bisa terlepas dengan masalah sampah, sebagai pihak
yang menghasilkan sampah. Maka boleh dikatakan masalah sampah adalah masalah
persepsi masyarakat mengenai sampah.

Pertambahan jumlah penduduk ini cukup signifikan. Tentunya dengan


bertambahnya penduduk mengakibatkan peningkatan produksi sampah yang pada
akhirnya sampah tidak dapat dianggap menjadi masalah yang ringan, dimana sampah
mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan manusia itu tinggal dan beraktivitas. Di
berbagai tempat sampah telah menjadi masalah yang menuntut kita berpikir serius
guna mencarikan solusi penyelesaiannya.

Oleh karena itu negara secara serius telah memberikan perhatian terhadap
permasalahan lingkungan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pasal 12 ayat 1. Untuk mewujudkan
keterpaduan dan keserasian pelaksanaan serta nasional tentang pengelolaan
lingkungan hidup. Selanjutnya pemerintah berdasarkan peraturan dan perundang-
undangan dapat: butir (a) Melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan
lingkungan hidup kepada perangkat wilayah; dan butir (b) Mengikut sertakan
peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

Menindaklanjuti Undang-Undang di atas, lahirlah Undang-Undang No. 18


Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dimana diatur mengenai tugas dan wewenang
pengelolaan sampah rumah tangga, sejenis rumah tangga dan sampah spesifik.
Maka sampah masih merupakan permasalahan lingkungan yang cukup serius yang
masih dihadapi negara kita. Namun lahirnya kedua Undang-Undang tersebut, bukan
merupakan indikator keberhasilan dalam menangani permasalahan sampah karena
apabila tidak didukung oleh kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam
berperilaku sadar akan penanganan sampah. Artinya perilaku masyarakat perlu
juga menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mengelola sampah dan untuk mengubah
juga membutuhkan waktu panjang.

Masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan fasilitas tempat


pembuangan sampah yang telah disediakan, bahkan masih banyak masyarakat yang
membuang sampah langsung ke sungai atau ke parit-parit. Selain itu masyarakat
dalam membuang sampah tidak sesuai dengan ketentuan waktu. Hal ini
menunjukkan akan tingkat perilaku masyarakat yang masih rendah merupakan indikasi
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah.

PEMBAHASAN

Permasalahan sampah kota diserahkan kepada masyarakat, yang


sebenarnya dapat diselesaikan masyarakat sendiri dengan solusi yang menarik.
Konsep yang ditawarkan, yaitu oleh, dari, dan untuk masyarakat, dapat digunakan
sebagai dasar pijakan perilaku masyarakat terhadap sampah. Sebagaimana
diketahui, selama ini sampah yang diproduksi masyarakat telah dibiayai
oleh masyarakat dan pemerintah. Pengelolaannya dilakukan di dalam rumah
tangga dan di luar rumah tangga. Di dalam rumah tangga, pengelolaan sampah
ini dilakukan oleh ibu rumah tangga dan operasionalnya diserahkan kepada pembantu
rumah tangga. Di luar rumah tangga pengelolaannya dilakukan oleh para
pengurus RT/RW. Di tingkat berikutnya pengelolaan ini diberikan kepada lembaga
pemerintah. Pada saat ini proses konvensional (kumpul-angkut-buang) ternyata
masih dilakukan. Disadari bahwa pola ini harus diperbaiki melalui suatu tahapan
yang disebut proses sehingga polanya berubah menjadi kumpul-angkut-proses-
buang. Jika kegiatan proses ini dilakukan, pada akhirnya yang terbuang ke TPA
boleh jadi akan di bawah 10 persen. Artinya itu akan memperpanjang umur TPA
dan sangat akrab lingkungan. Karena sampah bersifat voluminous dan bulky, dalam
pengelolaannya perlu dilakukan upaya pengurangan volumenya, yaitu dengan
cara meringkasnya (dicacah), hasilnya sampah akan menyusut menjadi hanya
25%. Artinya, akan dihasilkan bahan baku kompos yang berasal dari sampah
organik sebanyak 25% X 300.000 liter X 60%, dan anorganik 40%. Pola ini akan
menciptakan lapangan kerja berupa kluster-kluster pengelolaan sampah kota (di
tingkat TPS). Melalui inovasi teknologi pemprosesan dan pemilahan, kesejahteraan
pemulung akan meningkat yang patut menjadi perhatian pula adalah bahwa
nantinya usaha ini mampu menyediakan pupuk organik.

Kondisi TPA yang masih open dumping yang akan berubah menuju
sanitary landfill akan menimbulkan dampak bagi masyarakat tempatan jika
tidak dikelola dengan lebih baik. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
akan terjadi produksi sampah yang menimbulkan timbunan sampah di TPA semakin
tinggi, pertambahan penduduk yang bermukim di lokasi TPA, hal ini akan
berdampak bagi kesehatan masyarakat tempatan jika tidak dikelola dengan baik.
Selanjutnya bisa menimbulkan masalah sosial seperti demo, bentrokan kebijakan.
Menurut Gempur Deputi II MENLH bidang pengendalian pencemaran bahwa untuk
jangka panjang, perubahan pengelolaan sampah dari sistem open dumping ke sistem
lebih bermanfaat akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat. TPA bukan
tempat pembuangan akhir tetapi menjadi tempat pengolahan terakhir.

Sistem Informasi Geografis (SIG) dijadikan sebagai alat bantu yang digunakan
untuk pemetaan dan analisa terhadap banyak aktivitas diatas permukaan bumi.
Penggunaan SIG pada saat ini bukan hal yang baru lagi tetapi sudah banyak
digunakan dalam berbagai bidang. Container dan Dump Truck merupakan salah satu
alat transportasi pengangkut sampah yang sebagian besar digunakan untuk melayani
TPS. Salah satu bidang yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah
membuat rute pengangkutan sampah dari TPS Pasar Kemuning menuju TPA Batu
Layang dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem tersebut
dapat menyajikan data secara akurat, cepat, murah dan dapat melakukan analisis dari
data spasial maupun data atributnya.

Dengan berkembangnya teknologi digital yang sangat besar peranannya dalam


perkembangan penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dalam berbagai
bidang yang memanfaatkan teknologi komputer untuk pengelolaan dan pengambilan
keputusannya, maka bertolak dari permasalahan tersebut Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian sampai sejauh mana Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat
memberikan informasi tentang rute terbaik pengangkutan sampah dari TPS menuju
TPA.

Dalam Sistem Optimasi yang di rancang menggunakan Google Maps API


untuk mensimulasikan rute yang sudah dihasilkan oleh Algoritma Genetika
sebelumnya. Karena Google Maps API menggunakan bahasa pemrograman
Javascript berbasis web, sedangkan aplikasi ini menggunakan bahasa pemrograman
Java Desktop, maka dibutuhkan sebuah jembatan yang digunakan untuk
menghubungkan keduanya. Arsitektur dari penggabungan Javascript dengan Java
Desktop.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka muncullah gagasan yang bertujuan


untuk mengetahui volume sampah yang dihasilkan tps (tempat pengumpulan sampah),
mengetahui sistem pengelolaan sampah seperti rute pengangkutan sampah dari TPS
menuju TPA, waktu pengangkutan, jumlah armada pengangkutan yang digunakan
serta jumlah rit/hari dalam proses pengangkutan, memperoleh alternatif rute
pengangkutan menggunakan sistem informasi geografis (sig).

Penyuluhan sangat penting artinya bagi masyarakat sebagai sarana sosialisasi


dalam pemberian informasi kepada masyarakat sehingga mau berpartisipasi atau
berperilaku mengolah sampah sesuai dengan ketentuan/kaidah yang berlaku.
Melalui penyuluhan masyarakat akan menerima isu/ide kegiatan pengolahan
sampah dengan baik, itu penting dan bermanfaat bagi lingkungan maupun bagi diri
mereka sendiri. Masyarakat akan terdorong berpartisipasi dalam suatu kegiatan
jika:

(1). Mereka merasa bahwa isu atau kegiatan itu penting untuk mereka. Dalam
hal ini masyarakat Tembilahan masih banyak belum menyadari atau mengerti
sehingga masih banyak yang membuang sampah di parit/sungai belum
memanfaatkan TPS yang ada. Parit/sungai yang ada penting bagi mereka sebagai
saluran drainase terhadap pasang surut air laut ketika tertutup sampah akan
membahayakan bagi mereka.

(2). Kegiatan yang mereka ikuti akan membuat perubahan berarti pada mereka.

(3). Perubahan dalam bentuk partisipasi itu harus dimengerti oleh mereka dan tidak
ternilai adanya.

(4). Masyarakat harus diperbolehkan untuk terlibat dalam setiap tahap dan
didukung dengan fasilitas yang memadai seperti transfortasi, keamanan,
perbekalan dan sebagainya. Di Kota Tembilahan di tatanan masyarakat inilah yang
belum dilibatkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pengelolaan
sampah, masyarakat hanya sebagai penerima kegiatan yang telah
diprogramkan oleh pemerintah.

(5) Struktur dan prosesnya bukan suatu yang asing. Artinya setiap orang harus
mengetahui bagaimana cara melakukan sesuatu. Untuk itu diperlukan
penyuluhan, pelatihan, pembinaan dan pemahaman terhadap masyarakat dalam
upaya pengelolaan sampah dengan baik dan benar.

Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa
yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya ling- kungan permukiman yang sehat.
Dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan
dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan
permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya (Permen PU nomor:
21/PRT/M/2006).
Disamping itu sosialisasi pihak pemerintah dalam pengelolaan sampah serta
dampak yang dimungkin akibat pengelolaan sampah yang kurang baik belum
maksimal dimana menurut wawancara atau pengumpulan data sekunder pada bidang
terkait dengan kebersihan kota bahwa kegiatan sosialisasi baik lewat media
eletronik maupun cetak masih jarang sekali dilakukan. Selanjutnya selama ini
belum pernah dilakukan kegiatan yang mengikutkan keterlibatan masyarakat
baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.

Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor (internal) pendidikan dan


pendapatan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Tingkat
pendidikan akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu objek,
pandangan seseorang merupakan suatu proses penerima dan memberikan reaksi
terhadap apa yang dilihat oleh panca indera, sehingga tingkat pengetahuan
seseorang akan mempengaruhi persepsi atau prilaku itu sendiri.

Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah


pemukiman, yang dilatarbelakangi oleh belum tertanganinya sampah secara
optimal. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat
Gorontalo sangat tinggi karena telah merupakan kebiasaan sehari-hari hidup bersih.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah adalah umur, tingkat pendidikan, pendapatan, dan
lingkungan.

Perilaku dalam mengelola sampah ini yang terpenting adalah ditahap


pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, hal tersebut sangat mempengaruhi
keberhasilan pengelolaan selanjutnya. Masyarakat masih belum banyak atau
mengerti tentang penting melakukan pemisahan sampah basah dan kering.
Pengumpulan sampah secara terpisah antara sampah basah dan kering akan
memudahkan penanganan sampah pada tahap berikutnya. Oleh karena itu
merupakan kewajiban kita semua khususnya ibu rumah tangga yang kesehariannya
berhubungan langsung dengan sistem pengumpulan sampah rumah tangga untuk
melaksanakannya. Semenjak 1991 sudah ada SK Nomor 273 tentang pelaksanaan
sistem pengumpulan sampah secara terpisah antara sampah basah dan kering,
tetapi pelaksanaannya masih belum terlaksana dengan maksimal. Kesadaran ibu
rumah tangga dalam pemisahan sampah sebelum dibuang masih kurang karena
ada angggapan bahwa pemisahan sampah rumah tangga sebelum dibuang itu percuma
saja, sebab petugas pengumpul sampah pasti akan menjadikan satu antara sampah
basah dan kering.

Dari data di atas masyarakat Tembilahan hampir 64% telah melakukan


membakar sampah meskipun belum melaksanakan pemisahan atau pemilahan, hal
ini merupakan perilaku yang baik dalam rangka pengurangan jumlah sampah.
Untuk teknik pembakaran sampah salahsatu negara yang mengutamakan
pengelolaan sampah dengan cara dibakar adalah negara Jepang sekitar 75%
sampah di sana diolah dengan cara dibakar, pada mulanya pengolahan sampah
dilakukan oleh Pemerintah daerah Tokyo, akan tetapi saat ini pengolahan
dilakukan oleh Asosiasi Pemprosesan Sampah Kota/Kecamatan. Metode
pembakaran ini Fully continnuous combustion dengan kapasitas 600 ton per hari.
Hasil pembakaran sampah berupa debu, kemudian dipanaskan lagi dengan suhu
3000 derajat yang menghasilkan material bangunan yang disebut Slag.

Produksi Sampah, Sarana dan Aspek Manajemen


1. Produksi dan Jenis Sampah
Produksi sampah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk dengan
segala aktivitasnya, sehingga dapat menimbulkan ketidak seimbangan antara produksi
dengan kemampuan pengelolaannya. Di satu sisi, timbulan sampah dapat menurunkan
kualitas lingkungan, namun disisi lain adanya keterbatasan kemampuan pemerintah
untuk mengelolanya. Jenis sampah yang diproduksi oleh rumahtangga yang menjadi
lokasi penelitian setelah diadakan pengolahan mayoritas jenis sampah yang diproduksi
rumahtangga merupakan sisa daun dan sisa daun sayuran sekitar 89,4%, bekas kantong
plastik sekitar 2,8%, sampah kertas 7,2 % dan lainnya 0,6%. Data tentang informasi
cara membuang sampah yang dilakukan oleh sebagaian responden di lokasi penelitian
dengan menggunakan bak sampah (84%). Dapat dikatakan bahwa sebagian anggota
masyarakat sudah cukup menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di
tempat tinggalnya dan sebanyak 3% masyarakat masih membuang sampah disekitar
rumah atau lahan kosong kemudian dilakukan pembakaran. Masih cukup banyak
responden yang membuang sampah di sungai (11,0%) dan di pinggir jalan (2,0%).
2. Sarana dan Kebutuhan Pengelolaan Sampah
a) Sarana angkutan sampah
b) Bak Sampah
Aspek Pengelolaan Sampah
Pengertian manajemen (pengelolaan) secara umum adalah setiap kerja sama
dua orang atau lebih guna mencapai tujuan bersama dengan cara yang efektif dan
efisien. Manajemen merupakan sebuah proses yang terdiri atas fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
efisien. Dalam pengelolaan sampah kegiatan yang dilaksanakan adalah operasional
pengelolaan sampah.
Dengan berorientasi pada tujuan yang akan dicapai yaitu kota yang bersih,
maka manajemen sampah yang ditempuh sebagai berikut:
(1) Diperlukan adanya suatu perencanaan pengelolaan sampah yang dapat ditetapkan
secara operasional yang dapat diperhitungkan dengan berhasil guna dan berdaya guna,
(2) Mengembangkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia sesuai dengan
tuntutan organisasi,
(3) Terdapatnya sumberdaya yang mampu menangani dari sudut:
manusia yakni personil dan petugas lapangan yang bertanggung jawab dan
profesional,
dana yakni anggaran untuk operasional,
sarana yakni alat-alat pendukung kerja, dan
etos kerja yakni rasa tanggung jawab terhadap tugas.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemecahan pengelolaan sampah dengan pola
3R +1P untuk mewujudkan kota bersih dan dapat mengurangi ketergantungan lahan
yang dipergunakan untuk pembuangan akhir sehingga kebutuhan lahan menurun.
Dalam ilmu manajemen disebutkan bahwa
semakin maju suatu masyarakat semakin banyak dan semakin sulit tugas-tugas yang
harus dilakukan, maka spesialisasi didasarkan pada permasalahan, kelompok
masyarakat yang harus dilayani, proses pekerjaan, produk kerja maupun wilayah kerja.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam pengelolaan sampah adalah sistem manajemen
yang berbasis masyarakat yang dimulai dari partsisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah ditingkat rumahtangga, setiap rumahtangga memilah sampah yang mereka
produksi kemudian memasukkan ke dalam dua tong sampah, untuk sampah organik
dan sampah anorganik.
Nir Limbah (Zero Waste) dan Partisipasi
1. Nir Limbah (Zero Waste)
Nir limbah (zero waste) merupakan suatu konsep yang mendukung agar segala
tindakan atau usaha sama sekali tidak menghasilkan sampah yang dapat mencemari
lingkungan. Konsep ini mengintegrasikan prinsip pengelolaan sampah dengan benar,
sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan sampah yang mendekatkan pada sumber
(rumahtangga). Prinsip pengelolaan sampah asal buang sampah tanpa memilah-milah
dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan mengahabiskan lahan yang sangat luas
sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku
yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya mengolah dan menggunakan sampah
sebagai bahan baku sekunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan bahan
baku, energi dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan suatu pengelolaan sampah dengan benar yakni dengan
melakukan pola 3R + 1P yakni ; pengurangan (reduce), pemakaian kembali (reuse),
daur ulang (recycle) dan partisipasi.
Konsep Minimasi Limbah

Dilihat dari keterkaitan terbentuknya limbah, khususnya limbah padat,


ada 2 (dua) pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan akibat
adanya limbah, yaitu:
a. Pendekatan proaktif: yaitu upaya agar dalam proses penggunaan
bahan akan dihasilkan limbah yang seminimal mungkin, dengan tingkat
bahaya yang serendah mungkin.

b. Pendekatan reaktif: yaitu penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah


tersebut terbentuk

Pendekatan proakatif merupakan strategi yang diperkenalkan pada akhir


tahun 1970-an dalam dunia industri, dikenal sebagai proses bersih atau
teknologi bersih yang bersasaran pada pengendalian atau reduksi terjadinya
limbah melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan yang akrab
lingkungan. Konsep ini secara sederhana meliputi:

Pengaturan yang lebih baik dalam manajemen penggunaan bahan dan


enersi serta limbahnya melalui good house keeping

Penghematan bahan baku, fluida dan enersi yang digunakan

Pemakaian kembali bahan baku tercecer yang masih bisa dimanfaatkan

Penggantian bahan baku, fluida dan enesi

Pemodivikasian proses bahkan kalau perlu penggantian proses dan teknologi


yang digunakan agar emisi atau limbah yang dihasilkan seminimal mungkin dan
dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin

Pemisahan limbah yang terbentuk berdasarkan jenisnya agar lebih mudah


penanganannya

Pendekatan reaktif, yaitu konsep yang dianggap perlu diperbaiki, adalah


konsep dengan upaya pengendalian yang dilakukan setelah limbah terbentuk,
dikenal sebagai pendekatan end-of-pipe. Konsep ini mengandalkan pada teknologi
pengolahan dan pengurugan limbah, agar emisi dan residu yang dihasilkan aman
dilepas kembali ke lingkungan. Konsep pengendalian limbah secara reaktif
tersebut kemudian diperbaiki melalui kegiatan pemanfaatan kembali residu atau
limbah secara langsung (reuse), dan/atau melalui sebuah proses terlebih dahulu
sebelum dilakukan pemanfaatan (recycle) terhadap limbah tersebut.

Secara ideal kemudian pendekatan proses bersih tersebut


dikembangkan menjadi konsep hierarhi urutan prioritas penanganan limbah
secara umum, yaitu:

a. Langkah 1 Reduce (pembatasan): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan


sesedikit mungkin

b. Langkah 2 Reuse (guna-ulang): bila limbah akhirnya terbentuk, maka


upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung

c. Langkah 3 Recycle (daur-ulang): residu atau limbah yang tersisa atau tidak
dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat
dimanfaatkan

d. Langkah 4 Treatment (olah): residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat
dimanfaatkan kemudian diolah, agar memudahkan penanganan berikutnya, atau
agar dapat secara aman dilepas ke lingkungan

e. Langkah 5 Dispose (singkir): residu/limbah yang tidak dapat diolah perlu


dilepas ke lingkungan secara aman, yaitu melalui rekayasa yang baik dan
aman seperti menyingkirkan pada sebuah lahan-urug (landfill) yang dirancang
dan disiapkan secara baik

f. Langkah 6 Remediasi: media lingkungan (khusunya media air dan tanah)


yang sudah tercemar akibat limbah yang tidak terkelola secara baik, perlu
direhabilitasi atau diperbaiki melalui upaya rekayasa yang sesuai, seperti
bioremediasi dan sebagainya.

Konsep proses bersih di atas kemudian diterapkan lebih spesifik dalam


pengelolaan sampah, dengan penekanan pada reduce, reuse dan recycle, yang
dikenal sebagai pendekatan 3R. Upaya R1, R2 dan R3 adalah upaya minimasi
atau pengurangan sampah yang perlu ditanganii. Selanjutnya, usaha pengolahan
atau pemusnahan sampah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan bila residu tersebut dilepas ke lingkungan. Sebagian besar pengolahan
dan/atau pemusnahan sampah bersifat transformasi materi yang dianggap
berbahaya sehingga dihasilkan materi lain yang tidak mengganggu lingkungan.
Sedangkan penyingkiran limbah bertujuan mengurangi volume dan bahayanya
(seperti insinerasi) ataupun pengurugan dalam tanah seperti landfilling (lahan-
urug). Gambar 3.1 adalah skema umum yang sejenis seperti dibahas di atas
melalui pendekatan 3R, yang diperkenalkan di Jepang sebagai Masyarakat
Berwawasan Bahan-Daur (Sound Material Material-Cycle Society) dengan
langkah sebagai berikut:

a. Langkah 1: Penghematan penggunaan sumber daya alam

b. Langkah 2: Pembatasan konsumsi penggunaan bahan dalam kegiatan sehari-


hari, termasuk dalam proses produksi di sebuah industri

c. Langkah 3: Penggunaan produk yang dikonsumsi berulang-ulang

d. Langkah 4a: Pendaur-ulangan bahan yang tidak dapat digunakan langsung

e. Langkah 4b: Pemanfaatan enersi yang terkandung dalam sampah, yang


biasanya dilakukan melalui teknologi insinerasi

f. Langkah 5: Pengembalian residu atau limbah yang tidak dapat dimanfaatkan


lagi melalui disposal di alam secara aman dan sehat

Secara sederhana, daur-ulang adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu yang


berharga dari sampah, seperti kertas koran diproses agar tinta-nya disingkirkan
(deink), atau repulping yang akan dihasilkan bahan kertas baru. Dikenal
terminologi lain, seperti reuse, direct recycling, indirect recycling.

2. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah ikut menanggung bersama orang lain. Jika partisipasi
dihubungkan dengan masalah sosial, maka partisipasi adalah suatu keadaan di mana
seseorang ikut merasakan secara bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat
adanya interaksi sosial dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungannya guna
mencapai tujuan kebersihan. Tingkat partisipasi yang dilakukan analisis adalah;
karakteristik responden meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
pendapatan dan jumlah anggota dalam rumahtangga.
Jadi, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara pendapatan rumahtangga
terhadap partisipasi dalam pengelolaan sampah. Hal ini lebih disebabkan oleh
kecenderungan semakin tinggi tingkat pendapatan responden lebih mengarah pada
kecenderungan secara aktif untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan.

Rancang Bangun Model Sistem Peng elolaan Sampah


Pendekatan melalui model pada umumnya ditandai dengan mencari hubungan
semua faktor yang penting dalam kaitannya untuk mendapatkan solusi yang baik,
sehingga dapat disusun suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan yang
rasional. Model yang dikembangkan mengedepankan pola pengelolaan sampah dengan
konsep zero waste berbasis pada partisipasi yakni reduces, reuse, recycle yang dikenal
dengan 3R + 1 P.
1. Parameter dan Variabel Model Sistem Pengelolaan Sampah
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah usia TPA tanpa dilakukan
pemilahan sampah dan dengan dilakukan pemilahan sampah pada rumahtangga, TPS
dan dengan pola 3R + 1P. Sedangkan variabel yang diamati adalah : (1) jumlah
penduduk, (2) jumlah sampah, (3) sampah organik dan sampah anorganik, (4) jumlah
tempat pembuangan sampah (TPS), (5) sisa sampah dan, (6) daya tampung lokasi
tempat pembuangan akhir (TPA). Selanjutnya variabel-variabel tersebut digunakan
untuk menyusun model pengelolaan sampah dengan pola 3 R +1 P.
2. Input, Output dan Asumsi Model Sistem Pengelolaan Sampah
Dalam kotak gelap dipengaruhi oleh bermacam-macam kekuatan
dimasukkan sebagai suatu input dan keluaran (output) yang terlihat. Dengan demikian
terdapat adanya suatu keterkaitan transformasi antara input dan output, yang seakan-
akan dialihkan melalui elemen-elemen sistem yang tidak dikenal di dalam kotak hitam.
Selanjutnya di dalam kotak hitam hanya memperhatikan input dan output sistem
tersebut dan bukan apa yang berlangsung di dalam sistem yang bersangkutan. Sistem
pengelolaan sampah merupakan suatu sistem yang menunjukkan interaksi dengan
komponen masukan (input) dan sistem lingkungan.
Dari sistem ini akan mengeluarkan (output) baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan. Interaksi antara komponen yang saling mempengaruhi dalam sebuah
diagram input dan output. Pada sistem pengelolaan sampah dengan pola 3 R+ P yang
merupakan input dari sistem terdiri dari input terkontrol adalah pencemaran, kebutuhan
sarana dan prasarana, kebutuhan tenaga kerja, jam kerja harian dan target operasional
pelayanan, sedangkan input tak terkontrol adalah produk sampah, waktu yang tersedia
dalam pelayanan dan, kuntinyutas pelayanan.
Masukkan tak terkontrol meliputi: produksi sampah, waktu yang tersedia untuk
pelayanan dan kontinyuitas pelayanan terhadap masyarakat. Sedangkan output terdiri
atas dua bagian yakni ; (1) output yang diinginkan dan, (2) output tak diinginkan.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan, maka diperoleh output yang diinginkan yaitu
berupa faktor yang dipengaruhi dan memiliki ketergantungan tinggi. Output ini
merupakan jawaban dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan dalam
analisis kebutuhan. Output yang diinginkan terdiri dari; pengelolaan sampah terpadu
menuju ke zero waste, partisipasi masyarakat, pengendalian pencamaran, penggunaan
lahan, pendirian pabrik kompos dan pendirian pabrik pembakaran (incenerasi) sendiri.
Output yang tak diinginkan merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan
dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan output yang diinginkan. Output yang
tak diinginkan yang terdiri faktor biaya operasional tinggi, kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan lingkungan mereka merupakan kebalikan dari output
yang diinginkan, yang berfungsi sebagai umpan balik bagi kontrol manajemen.
Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah dengan Pola 3R +1P
Untuk mengantisipasi sistem pengelolaan sampah dengan pola 3 R +1 P, maka
diperlukan adanya pembenahan dan penyempurnaan yang berkaitan langsung dengan
sistem pengelolaan sampah. Pembenahan dan penyempurnaan yang perlu dilakukan
yakni:
1. Aspek Sumberdaya Manusia
Aspek sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci untuk mencapai
keberhasilan suatu institusi baik formal maupun institusi non formal. Untuk mencapai
tujuan institusi perlu adanya kegiatan dan untuk melaksanakan kegiatan diperlukan
sumberdaya manusia. Oleh karena itu pembenahan aspek sumberdaya manusia perlu
dilakukan terhadap:
a) Masyarakat
Dalam pelaksanaan sistem pengelolaan sampah dengan pola 3R + 1P perlu
diperkenalkan terlebih dahulu pada masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat yang
kemudian secara estapet di teruskan pada masyarakat lapisan bawah. Pengenalan ini
penting, karena sistem pengelolaan sampah dengan pola 3R +1P (reduce, reuse,
recycle dan partisipasi) akan memberikan manfaat kepada masyarakat sendiri,
disamping untuk kebesihan lingkungan juga sampah-sampah anorganik dapat
dimanfaatkan kembali sesuai kegunaannya.
b) Lingkup Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Prestasi kerja sumberdaya manusia ditentukan oleh keinginan dan kemampuan
yang dimiliki. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan misi DKP adalah terwujudnya
lingkungan yang bersih, sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tingkat
kebersihan dan kesehatan lingkungan yang optimal. Untuk itu diperlukan peningkatan
sumberdaya manusia dalam rangka kesiapan menghadapi peningkatan kinerja
pengelolaan sampah dengan pola 3R + 1P sebagai berikut:
Peningkatan bidang pendidikan dan pelatihan. Cara yang efektif adalah dengan
memberikan pendidikan lanjutan bagi staf yang masih berada pada usia produktif dan
memberikan pelatihan berjenjang yang efektif yang diperlukan oleh staf DKP Kota
Parepare. Hal ini bertujuan untuk membantu staf dalam menghadapi perubahan
perubahan, baik perubahan struktur organisasi maupun teknologi.
a. Mengadakan studi banding untuk memperoleh wawasan dan pengalaman di
bidangnya. Studi banding diarahkan ke daerah-daerah di Indonesia yang sudah lebih
maju dalam penanganan sampahnya.
b. Mengoptimalkan kinerja petugas dan bekerja sama dengan organisasi
kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan merupakan ujung tombak yang utama,
disebabkan peranannya yang sangat penting karena berada di dalam masyarakat dan di
gerakkan oleh masyarakat.
d. Mengintensipkan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kinerja.
Monitoring dan evaluasi menjadi penting sebagai arahan untuk mengetahi bagaimana
keberhasilan kinerja staf dalam mencapai visi, misi dan tujuan untuk mewujudkan kota
yang bersih.
e. Meningkatkan peran serta terhadap penyuluhan kebersihan. Peran serta masyarakat
sangat penting karena tanpa bantuan dan kerjasama, niscaya yang bersih sulit
terlaksana. Masyarakat perlu diikutsertakan dalam diskusi untuk mengambil keputusan
demi mencapai solusi yang terbaik.

f. Memberikan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap personil. Pengelolaan sampah


memerlukan penanganan yang serius dari seluruh pihak dan Staf DKP sebagai personil
terdepan dalam mengatasi permasalahan kebersihan.
2. Aspek Hukum
Aspek hukum dalam sistem pengelolaan sampah saat ini diatur dalam tentang
Penyelenggaraan Kebersihan dan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Perda ini perlu
dilakukan penyempurnaan dan masih lemah dalam implementasinya.
3. Aspek Institusi
Kelembagaan dapat diartikan sebagai suatu norma/aturan dalam masyarakat/
organisasi untuk memudahkan hubungan dan kerjasama untuk mencapai tujuan.
Kelembagaan dimaksudkan disini untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah yakni
untuk mewujudkan kota bersih, maka kelembagaan yang dimaksudkan adalah DKP
yang terlibat langsung dalam penanganan kebersihan kota. Penanganan sampah Kota.
Kelemahannya tidak memuat cara-cara pengelolaan sampah baik yang dilakukan oleh
masyarakat secara individual, maupun secara bersama oleh pemerintah.
Penyempurnaan yang perlu dilakukan antara lain adalah perlu dipisahkannya
seksi pemakaman dan kemudian di masukkan ke Dinas Tata Kota dan Lingkungan
Hidup. DKP Kota Parepare yang dipimpin oleh Kepala Dinas bertanggung jawab
hanya khusus menangani masalah kebersihan di Kota Parepare. Tugas dari DKP Kota
Parepare adalah menciptakan kota yang bersih, indah, nyaman dan sehat agar menjadi
tempat tinggal yang ideal bagi penduduknya dalam bentuk : (1) kebersihan kota, (2)
kebersihan jalan, (3) kebersihan saluran-saluran air dalam sektornya dan, (4) penataan
taman-taman kota.
4. Teknik operasional:

Teknik operasional pengelolaan sampah kota meliputi dasar-dasar


perencanaan untuk kegiatan:

- Pewadahan sampah

- Pengumpulan sampah

- Pemindahan sampah

- Pengangkutan sampah

- Pengolahan sampah

- Pembuangan (sekarang: pemrosesan) akhir sampah.

Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan


sejak dari pewadahan sampah sampai dengan pembuangan akhir sampah.
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri atas kegiatan
pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu
dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Pengelolaan sampah B3
rumah tangga dikelola secara khusus sesuai aturan yang berlaku. Kegiatan
pemilahan dapat pula dilakukan pada kegiatan pengumpulan pemindahan.
Kegiatan pemilahan dan daur ulang diutamakan di sumber.

5. Pembiayaan / retribusi:
Sebagaimana kegiatan yang lain, maka komponen pembiayaan sistem
pengelolaan sampah kota secara ideal dihitung berdasarkan:

- Biaya investasi

- Biaya operasi dan pemeliharaan

- Biaya manajemen

- Biaya untuk pengembangan

- Biaya penyuluhan dan pembinaan masyarakat.

Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem


pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar.
Diharapkan bahwa sistem pengelolaan persampahan di Indonesia akan menuju
pada 'pembiayaan sendiri', termasuk disini dengan pembentukan perusahaan
daerah. Sektor pembiayaan ini menyangkut beberapa aspek, seperti:

- Proporsi APBN/APBD pengelolaan sampah, antara retribusi dan biaya


pengelolaan sampah

- Proporsi komponen biaya tersebut untuk gaji, transportasi,


pemeliharaan, pendidikan dan pengembangan serta administrasi

- Proporsi antara retribusi dengan pendapatan masyarakat

- Struktur dan penarikan retribusi yang berlaku.

Retribusi persampahan merupakan bentuk konkrit partisipasi masyarakat


dalam membiayai program pengelolaan persampahan. Bentuk penarikan
retribusi dibenarkan bila pelaksananya adalah badan formal yang diberi
kewenangan oleh pemerintah.
KESIMPULAN
Berkembangnya teknologi digital yang sangat besar peranannya dalam
perkembangan penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dalam berbagai
bidang yang memanfaatkan teknologi komputer untuk pengelolaan dan pengambilan
keputusannya, Dalam Sistem Optimasi yang di rancang menggunakan Google Maps
API untuk mensimulasikan rute yang sudah dihasilkan oleh Algoritma Genetika.
Sistem pengelolaan sampah dengan pola 3R +1P (reduce, reuse, recycle dan
partisipasi) akan memberikan manfaat kepada masyarakat sendiri. Ada beberapa aspek
yang dapat kita perhatikan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Partisipasi
masyarakat melakukan pemisahan sampah merupakan faktor penting dalam
keberhasilan pelaksanaan sistem pengelolaan sampah perkotaan. Kurangnya
kesadaran masyarakat sekitar yang masih banyak membuang sampah
mengakibatkan kerusakan pada lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. 2010. Pengelolaan Sampah. Bandung:


Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung

Djajaningrat, Sutna. I. 1992. Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: KLH

Dias L, Pingkan. 2009. Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang.


Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Dwiyanto, Bambang Munas. 2011. Model Peningkatan Partisipasi Masyarakat


Dan Penguatan Sinergi Dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan. Semarang: Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro

Januar, Muhammad Anis.2003 . Peningkatan Teknik Operasional Pengelolaan


Sampah di Kota Malang. Semarang: Program Pascasarjana Magister Teknik
Pembangunaan Kota Universitas Diponegoro

Lubis, Suwardi. 2003. Peranan Sistem Informasi dalam Pembangunan


Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Polititk. Sumatra: Universitas Sumatra Utara

Mulyadi, A., Siregar, SH., Saam, Z. 2010. Perilaku Masyarakat Dan


Peranserta Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Sampah Di Kota Tembilahan.
Riau: Program Study Ilmu Lingkungan PSS Universitas Riau

Nuryadin, Ruslan. 2005. Panduan MapServer. Bandung: Informatika

Pranata, Raditya Arizal, dkk. Perancangan Sistem Optimasi Rute Distribusi


Pengangkutan Sampah Di Surabaya Secara Adaptif Menggunakan Metode Algoritma
Koloni Semut. Surabaya: Jurusan Teknik Informatika, PENS - ITS
Purnama Sari, Fitri. Sistem Pengelolaan Sampah Dengan Memanfaatkan Sistem
Informasi Geografis (Sig) Pontianak: Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas
Tanjungpura

Sarbi, Sukaji. Pengambangan Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Parepare.


Sulawesi Barat: Unasman Polman

Anda mungkin juga menyukai