Anda di halaman 1dari 18

Sejarah kerajaan bani umayyah

Kekhalifahan bani Umayyah, adalah kekhalifahan pertama setelah masa khulafaur rasyidin
yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 sampai
1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin Abd Asy-Syams,
kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan.[1]

Beliau pada mulanya hanyalah gubernur Syam. Akan tetapi setelah terjadi pembunuhan
Khalifah Ustman bin Affan, maka situasi itu dimanfaatkannya untuk melawan kekuasaan Ali
bin Abi Thalib. Sehingga timbul perang Siffin.[2]

Hampir semua sejarawan membagi Dinasti Umayah menjadi dua (2), yaitu ; pertama Dinasti
Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di
Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintahan
dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan/monarki).
Dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah
taklukan Umayyah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik;
kemudia diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah setelah
berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.[3]
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di
bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Muawiyah
sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis
berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.

Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya
sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu
mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.[4]

Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membaiat Ali bin
Abi Thalib, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (Tahkim) dengan pihak Ali
yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh
Khalifah Ali r.a. jabatan khalifah dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa
bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah
semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian
itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa
Muawiyah berakhir.

Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H). dan pada tahun tersebut dinamakan amu
Jamaah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu
kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah. Pada masa itu, umat Islam telah bersentuhan dengan
peradaban Persia dan Bizantium.
Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan yang ada di
Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan).[5]
Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih
teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan),
dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.[6]

2.2 PENDIDIKAN SEJARAH ISLAM DINASTI


UMAYYAH DI ANDALUSIA

Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan
mantapnya system pemerintahan Islam sebagai suatu Negara. Pada masa ini, perhatian Kaum
Muslimin diarahkan kepada pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa-
bangsa lain yang telah ditaklukkan.

Pada masa Dinasti Muawiyah pendidikan Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat, baik di
bidang ilmu pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada
masa itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculnya figure-figur ilmuan yang
cemerlang di bidangnya masing-masing dan sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi
bahan rujukan para akademis, baik dibarat maupun di timur.[7]

Islam pada masa Dinasti Muawiyah telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan
yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan
yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII.

Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad
IX M selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-
Rahman (832-886 M).[8]

2.3 POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI


UMAYYAH DI ANDALUSIA

Pada masa ini, lembaga pendidikan adalah masjid dan kuttab. Mesjid telah memegang peranan
sebagai lembaga pendidikan sejak zaman Rasulullah. Di Masjidlah Rasulullah menyampaikan
ajaran-ajaran keislaman. Kemudian para khulafaur Rasyidin juga memfungsikan masjid
sebagai tempat pendidikan, begitu juga sampai kepada zaman Bani Umayyah.
Di masjid para ulama memberikan pendidikan agama dalam berbagai cabang ilmu keagamaan.
Dalam Masjid terdapat dua tingkatan sekolah, tingkatan menengah dan tingkatan perguruan
tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan,
sedangkan pada tingkat perguruan tinggi dilakukan secara halaqah, murid duduk bersama
mengelilingi guru.[9] Secara garis besarnya pola pendidikan pada masa Dinasti Muawiyah
dapat digambarkan sebagai berikut :

Kuttab
Umat muslim pada masa Umayyah telah menoreh catatan sejarah yang mengagumkan dalam
bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan
pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat tergantung pada
penguasa yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan.

Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan


Kuttab.[10] Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapi dan
para siswa mempelajari berabagai macam disiplin Ilmu Pengetahuan diantaranya Fiqih, Bahasa
dan sastra, serta music dan kesenian :

Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama
memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang
memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya
ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih
lainnya adalah Abu bakar idn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang
terkenal.[11]

Bahasa dan Sastra


Bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintah Islam di
Andalusia. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam
maupun non-Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela
menomorduakan bahasa asli mereka.

Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam
berbicara maupun dalam tatabahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibnu
Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajjjj, Abu Ali Al-Isybili, Abu
Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi.[12]

Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-Iqd
al-Farid karya Ibn Abidin Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Basam,
kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan banyak lagi yang lainnya.[13]

Musik dan Kesenian


Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Andalusia. Pada dasarnya syair mereka
didasarkan pada model-model syair Arab yang membangkitkan sentiment prajurit dan interes
faksional para penakluk Arab.[14] Dalam bidang musik dan suara, Islam di Andalusia
mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab.

Ia selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat


ia menjadi orang termasyhur dikala itu, ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada anak-anaknya,
baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya
tersebar luas.[15]

Pendidikan Tinggi
Masarakat Arab yang berada di Andalusia merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga
pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui
usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat
ditransmisikan ke Eropa.

Bani Umayah yang berada dibawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan
telah memberikan banyak sekali penghargaan terhadap para sarjana. Ia telah membangun
Universitas Cordova berdampingan dengan Masji Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh
menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya
didunia.

Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo dan
Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol (
Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.[16]

Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang dikenal
sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini
memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar Empat Juta buku.

Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi Astronomi, Matematika, Kedokteran, Teologi
dan Hukum. Jumlah muridnya mencapai Seribu orang. Selain itu di Andalusia juga terdapat
Universitas Sevilla, Malaga dan Granada yang didalamnya mengajarkan Mata Kuliyah
Teologi, Hukum Islam, Kedokteran, Kimia, Filsafat dan Astronomi.

Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaannya dan Universitas-Universitasnya
mampu menyaingi Bagdhad sebagai pusat Utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[17]

Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad Ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat etis
dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah
Abu bakr ibn Thufail. Karya filsafatnya yang paling terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[18]

Bagian akhir abad ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
digelanggang filsafat Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova yang memiliki cirri khas yaitu
kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dalam agama. Dia juga ahli fiqih dengan
karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid.[19]

Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, music, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang
pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[20] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash
terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan
menentukan berapa lamanya.

Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm
Al-Hasan bint Abi Jafar dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita. Tokoh terkenal dalam bidang kedokteran adalah Ibn Rusdy. Selain
sebnagai filosof ia juga ahli kedokteran. Namun kemahirannya dalam filsafat membuat
keahlian dalam kedokterannya tertutupi. Karya Monumentalnya dalam bidang ini adalah al-
Kulliyat fi al-Thibb (generalitas dalam kedokteran).

Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di
Mediterania Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra Pasai
dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun
dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang
sains.[21]

2.4 PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN ISLAM

Pada masa Dinasti Umayyah. Islam telah tersebar keberbagai daerah di luar Saudi Arabiah,
seperti Syiria (Syam), Irak, Iran, Mesir, Magribi (Maroko) dan telah sampai juga di Andalusia
(Spanyol) tahun 711 M.[22] Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan
dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru
agama yang turut bersama-sama tentara Islam.

Dengan tersebarnya Islam keberbagai daerah tersebut, maka timbul pulahlah pusat-pusat
pendidikan Islam, antara lain :

Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Muaz bin
Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Quran dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar
disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah
pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.[23]

Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka. Seperti Abu
Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-
lain.
Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asyari dan Anas bin Malik. Abu
Musa Al-Asyari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Quran. Sedangkan Abas bin
Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan
kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-
pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

Madrasah Kufah
Madrasah Ibnu Masud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: Alqamah, Al-
Aswad, Masroq, Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang
menggantikan Abdullah bin Masud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar
kepada Abdullah bin Masud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
Abdullah bin Masud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.

Madrasah Damsyik (Syam)


Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk
agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan
imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auzaiy yang sederajat ilmunya dengan Imam
Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia.
Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab SyafiI dan Malik.[24]

Madrasah Fistat (Mesir)


Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula
madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin Amr bin Al-As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).
Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis
yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan,
sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh
karena itu banyak sahabat dan tabiin meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.[25]

2.5 FAKTOR PENDUKUNG KEMAJUAN PENDIDIKAN


DI ANDALUSIA

Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Andalusia Islam sangat ditentukan oleh
adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga
memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuawan dan cendekiawan.[26]
Didirikannya sekolah-sekolah dan universitas-universitas dibeberapa kota di Spanyol oleh Abd
Al-Rahman III Al-Nashir, dengan universitasnya yang terkenal di Cordova. Serta dibangunnya
perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.[27]
Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam
dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun
umat Islam terpecah dalam berbagai kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan
Budaya Islam.[28]
Adanya persaingan antara Abbasiyah di Bagdhad dan Umayah di Spanyol dalam bidang ilmu
pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya
Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizhamiyah di Bagdhad yang merupakan
persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.[29]

2.6 KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM PADA


MASA DINASTI UMAYYAH DI ANDALUSIA

Salah satu factor yang paling utama yang menyebabkan kemunduran dan penurunan
pendidikan Islam adalah keadaan politik ssutau peradaban. Suatu peradaban tentu akan
mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang diatas kadang ada
dibawah.

Hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium,
suatu saat dia mucul, berkembang pesat, lalu jatuh dan hilang. Kekuasaan Islam di Andalusia
(Spanyol) telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya bagi peradaban
dunia saat ini.

Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang sangat memilukan. Ada
beberapa factor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa kehancuran dunia Islam itu
sendiri.[30]

Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin
Abdul Malik (720-724). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan
kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau, karena dilatar belakangi kepentingan etnis
politis.

Lalu dilanjutkan oleh Hisyam bin Abdul Malik (724-743), pada masa ini muncul satu kekuatan
baru, yang dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah.
Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali.

Setelah Hasyim meninggal dunia, kalifah-khalifah Bani Umayyah berikutnya bukan hanya
lemah tapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi, dan akhirnya,
pada tahun 750 M, daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah.[31]

Badri Yatim ada menyebutkan 5 faktor yang menyebabkan lemahnya pemerintahan bani
Umayyah yang membawanya kepada kehancuran.[32] Factor-faktor itu antara lain :
1. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab
yang lebih menekankan pada aspek senioritas. Peraturannya tidak jelas, sehingga membuat
system pergantian khalifah ini menjadi tidak sehat di kalangan istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik
yang terjadi dimasa Ali.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabiah Utara (Bani
Qays) dan Arabiah Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam juga makin
memperuncing permasalahan di tubuh Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib.[33]
Sedangkan menurut Dedi Supriyadi, ada beberapa factor yang menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Umayyah,[34] antara lain :

1. Munculnya khalifah-khalifah yang lemah


2. Konflik antara islam dan Kristen
3. Menculnya Muluk Ath Thawaif
4. Kemerosotan Ekonomi dan System pengalihan kekuasaan yang tidak jelas.

2.7 TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM

Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai
bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga
ada ahli bahasa/sastra.

Ulama-ulama Tafsir, yaitu: Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Said bin Jubair,
Masruq bin Al-Ajda, Qatadah. Pada masa tabiin tafsir Al-Quran bertambah luas dengan
memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani
memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Kabul Ahbar, Wahab bin
Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij

Ulama-ulama Hadist. Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Quran. Sedangkan hadis-hadis


belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke
mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan
murid pula dan begitulah seterusnya.

Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku
catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang. Sahabat-sahabat yang
banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), Aisyah (2210 hadist),
Abdullah bin Umar ( 2210 hadist), Abdullah bin Abbas ( 1500 hadist), Jabir bin Abdullah
(1500 hadist), Anas bin Malik (2210 hadist)
Ulama-ulama Fiqh. Ulama-ulama tabiin Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:,
Syuriah bin Al-Harits, alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda,Al-Aswad bin Yazid. Kemudian
diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakhl (wafat tahun 95 H) dan Amir bin
Syurahbil As Syaby (wafat tahun 104 H). Sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu
Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.

Ahli bahasa/sastra. Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi
pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun
muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul
penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin
Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir
(w.792).[35].

Kerajaan Bani Umaiyah

Halaman Masjid Ummaiyyah di Damsyikmenjadikannya salah satu simbol kekuatan Kerajaan Bani Ummaiyyah.

Kerajaan Bani Umayyah (Arab ban umayya / al-


umawiyyn); khalifahIslam berasaskan perwarisan pertama selepas kewafatan Nabi
Muhammad s.a.w. Kerajaan ini terdiri daripada keluarga di dalam kaum Quraish Makkah.
Kerajaan Bani Ummaiyyah ini berkuasa dari tahun 661 masihi sehingga tahun 750 masihi.
Ironiknya kaum Bani Ummaiyyah sebelum ini pernah menjadi musuh ketat Islam,
seperti Abu Sufyan, sebelum mereka memeluk Islam.
Asal nama kerajaan Bani Umayyah adalah mengambil nama sempena nama datuk
Muawiyah,pengasas kerajaan ini iaitu Umaiyyah bin Abdul Syams,seorang pemimpin
kaum Quraish yang kaya dan berpengaruh.

Pemerintahan Ummaiyyah
Rencana utama: Proses Penubuhan Kerajaan Bani Umaiyyah

Muawiyah telah menjadi Gabenor Syria di bawah pemerintahan khalifah


ketiga Islam, Saidina Uthman Affan. Pada tahun 35 Hijriah,kota Madinah yang menjadi ibu
kota negara Islam telah dilanda krisis politik yang hebat sehingga mencetuskan
pemberontakan menentang kerajaan. Akibatnya, Khalifah Uthman bin Affan dibunuh oleh
pemberontak. Selepas peristiwa pembunuhan Saidina Uthman, Saidina Ali Abi Talib telah
dilantik menjadi khalifah yang baru.
Memandangkan pembunuh Saidina Uthman belum dihukum oleh Saidina Ali
, Muawiyahenggan menerimanya sebagai khalifah dan menentang Saidina Ali pada
tahun 657. Bukan sahaja Muawiyah enggan menerima Saidina Ali sebagai khalifah, malah
dia turut menuduh Saidina Ali sebagai gagal untuk membunuh Sayyidina Uthman (pak
ciknya). Dalam kata lain, Muawiyah mencadangkan bahawa Saidina Ali sendiri terlibat
dalam pakatan membunuh Khalifah Uthman). [1]

Kedua-dua pihak bersetuju untuk berunding untuk menyelesaikan masalah yang timbul.
Rundingan ini dilihat oleh para pengikut Saidina Ali sebagai tidak adil. Empayar Islam
dipecahkan. Selepas Saidina Ali dibunuh pada tahun 661, anak Saidina Ali iaitu Saidina
Hassantelah menjadi khalifah namun baginda telah mengambil keputusan untuk memberi
jawatan khalifah kepada Muawiyah sebagai khalifah seluruh empayar Islam atas harapan
Muawiyah dapat menyatukan umat Islam pada masa itu kerana Saidina Hassan tidak sanggup
untuk melihat perpecahan umat Islam terus berlaku dihadapan matanya.Hal ini menyebabkan
tertubuhnya Kerajaan Bani Ummaiyyah dan menyaksikan pertukaran pusat pemerintahan
daripada Madinahke Damsyik
Empayar kekuasaan Kerajaan Bani Ummaiyyah.

Kuasa Bani Ummaiyyah berpusat kepada jajahan Byzantian di Syria dan mengekalkan
pegawai tempatan yang bukan muslim sebagai pentadbir. Bani Ummaiyyah turut
memusatkan usaha mereka kearah menguasai Mediterranean dan menakluk Konstentinopal.
Banyak penaklukan dan pembukaan wilayah baru dibuat semasa pemerintahan Kerajaan Bani
Ummaiyyah. Tentera Muslim berjaya menakluk Afrika Utara dan Iran pada lewat tahun 600-
an, mengembangkan empayar Islam daripada Semenanjung Iberia di barat sehingga India di
timur. Tentera Ummaiyyah pimpinan Tariq ibn Ziyad menyeberangi Selat Gibraltar dan
menubuhkan pemerintahan di Semenanjung Iberia (Sepanyol) sementara baki tentera Islam
yang lain menubuhkan pemerintahan di Sind, India.
Kerajaan Bani Ummaiyyah ditewaskan oleh Kerajaan Bani Abbasiyyah selepas tewas dalam
perperangan pada tahun 750 masihi. Hal ini menyebabkan kebanyakan kaum keluarga Bani
Ummaiyyah dibunuh oleh tentera Abbasiyyah. Seorang waris Bani Ummaiyyah iaitu Abd-ar-
Rahman I mengambil pemerintahan Islam di Andalusia dan menubuhkan Kerajaan Bani
Ummaiyyah Andalusia di sana.

Kronologi Kerajaan Bani Ummaiyyah


661M- Muawiyah menjadi khalifah dan mengasaskan Kerajaan Bani Ummaiyyah.
670M- Mara ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
677M- Penawanan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke atas Constantinople.
680M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Saidina Hussein.
685M- Khalifah Abdul Malik menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa rasmi kerajaan.
700M- Kempen menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
711M- Penaklukan Sepanyol, Sind, dan Transoxiana.
712M- Tentera Ummaiyyah mara ke Sepanyol, Sind, dan Transoxiana.
713M- Penaklukan Multan.
716M- Serangan ke atas Constantinople.
717M- Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Pembaharuan yang hebat dijalankan.
725M- Tentera Islam menawan Nimes di Perancis.
749M- Kekalahan tentera Ummaiyyah di Kufah, Iraq ditangan tentera Abbasiyyah.
750M- Damsyik ditawan oleh tentera Abbasiyyah. Kejatuhan Kerajaan Bani Ummaiyyah.
Khalifah Ummaiyyah di Damsyik
Muawiyah I ibni Abu Sufyan, 661-680
Yazid I ibni Muawiyah, 680-683
Muawiyah II ibni Yazid, 683-684
Marwan I ibni Hakam, 684-685
Abd al-Malik ibni Marwan, 685-705
al-Walid I ibni Abd al-Malik, 705-715
Sulaiman ibni Abd al-Malik, 715-717
Umar ibni Abd al-Aziz, 717-720
Yazid II ibni Abd al-Malik, 720-724
Hisham ibni Abd al-Malik, 724-743
al-Walid II ibni Yazid II, 743-744
Yazid III ibni al-Walid, 744
Ibrahim ibni al-Walid, 744
Marwan II ibni Muhammad, 744-750

Khalifah di Cordoba
Abd ar-Rahman I, 756-788
Hisham I, 788-796
al-Hakam I, 796-822
Abd ar-Rahman II, 822-852
Muhammad I, 852-886
al-Mundhir, 886-888
Abdallah ibni Muhammad, 888-912
Abd ar-Rahman III, 912-961
Al-Hakam II, 961-976
Hisham II, 976-1008
Muhammad II, 1008-1009
Sulaiman, 1009-1010
Hisham II, menaiki takhta semula, 1010-1012
Sulaiman, menaiki takhta semula, 1012-1017
Abd ar-Rahman IV, 1021-1022
Abd ar-Rahman V, 1022-1023
Muhammad III, 1023-1024
Hisham III, 1027-1031

Sahabat Rasulullah s.a.w.


Ini adalah sebahagian daripada Sahabat Rasulullah s.a.w. daripada Bani Ummaiyyah:
Marwan ibni Al-Hakam
Muawiyah ibni Abu Sufyan
Abu Sufyan ibni Harb
Uthman bin Affan

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 91 tahun. Ibu kota negara

dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur

sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:


1) Muawiyah ibn Abi Sufyan (661 -680 M),

2) Abd al-Malik ibn Marwan (685-705M),

3) Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715M),

4) Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M) dan

5) Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743M).

1) Muawiyah ibn Abi Sufyan (41 - 61 H / 661 -680 M)

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh

dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah

dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan, sampai ke

Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium,

Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh

khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil

menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan

sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke

Maltan.

Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam

pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat

tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.

Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan pencetak mata uang. Pada

masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi

tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik

dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan

Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian

pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi

pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-


gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara

beberapa kali dan berkelanjutan.

2) yazid Ibn Muawiyah (61 - 66 H / 680 - 685 M)

Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau

menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah,

memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara

ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan

dengan itu, kelompok Syiah melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali.

Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M,

ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syiah yang ada di Irak. Umat Islam

di daerah ini tidak nengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam

pertempuran yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah. tentara Husein

kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,

sedang tubuhnya dikubur di Karbala (wilayah Iraq sekarang).

Perlawanan orang-orang Syiah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan

mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan

yang dipelopori kaum Syiah terjadi.

3) Abd al-Malik ibn Marwan (66 - 87 H / 685-705M)

Pada masa ini, pemberontakan-pemberontakan kaum Syiah masih berlanjut. Yang

termasyhur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685 - 687 M.

Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat Islam bukan Arab,

berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai

warga negara kelas dua.

Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu

gerakan Abdullah ibn Zubair. Namun, ibn Zubair juga tidak berhasil menghentikan gerakan
Syiah. Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Mekah setelah dia menolak

sumpah setia terhadapYazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka

sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung

Mekah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan

terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan

Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Tentara

Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya

meneruskan perjalanan ke Mekah. Kabah diserbu. Keluarga Zubak dan sahabatnya

melarikan diri, sementara ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai

akhirnya terbunuh pada tahun 73 H / 692M.

Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok

Khawarij dan Syiah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan

itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan

daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan

wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.

Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd

al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan

Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.Tentaranya bahkan sampai ke India

dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan

administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi

administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh puteranya

al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan

melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua

personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia

juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah

lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah.


Pada masanya, Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang

dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan

memakai kata-kata dan tulisan Arab.

Pada masa ini, Imam Abu Hanifah rhm (80 - 150 H/699-767 M), pengazas madzab

Hanafi dilahirkan di kota Kufah (Iraq sekarang).

4) Al-Walid ibn Abdul Malik (87 - 97 H / 705-715M)

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul

Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban.

Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih

sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah barat daya,

benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq

bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang

memisahkan antara Marokko dengan benua dan mendarat di suatu tempat yang sekarang

dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,

Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat

dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang

dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh

kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak

lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Pada masa ini, Imam Malik rhm (93 - 179 H/ 713 -798 M ) lahir di Kota Madinah.

Namun ada literatur menyebut beliau lahir pada era Sulaiman ibn Abd al-Malik.. Wallahu

alam.

5) Sulaiman bin Abd al-Malik (97 - 98H / 715 - 717 M)

6) Umar ibn Abd al-Aziz(98-101 H / 717-720 M)


Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,

wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu

meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil,

Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di

Asia Tengah.

Di zaman Umar ibn Abd al-Azis serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan

Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan

menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam

peperanganyang terjadi di luar kota Tours, al-Qhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur

kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat

di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan

Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 - 720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah,

dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah

Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah

pembangunan dalam negeri.

Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan

baik dengan golongan Syiah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain

untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan.

Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.

7. Yazid ibn Abd al-Malik (101 - 105 H / 720-724 M)

Sepeninggal Umar ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah

khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada

kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya

hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan
latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap

pemerintahan Yazid ibn Abd al-Malik.

8) Hisyam ibn Abd al-Malik (105 - 125 H / 724-743 M)

Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam

ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang

menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari

kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang

sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan

dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya

Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena

gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil

bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.

9) Marwan bin Muhammad (- 132 H / - 750 M)

Akhirnya, pada tahun 132H/750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang

bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani

Umayyah, melarikan diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan

membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:

1) .Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi

Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan

sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di

kalangan anggota keluarga istana.

2) .Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik

politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi

gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap

gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

3) Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani

Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin

meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat

kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar

golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak

puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan

keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

4) Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di

lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat

kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak

yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

5) Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya

kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini

mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang

merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah

Anda mungkin juga menyukai