Anda di halaman 1dari 7

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi
yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari
sektor pertanian terhadap pembangunan nasional. Pertanian sebagai salah satu
upaya pelestarian lingkungan, penyedia pangan, penyumbang dalam
pendapatan nasional, sumber devisa melalui ekspor komoditas pertanian,
sumber penyedia bahan baku industri dan yang paling penting adalah sebagai
penyerap pengangguran dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi
sebagian besar penduduk. Pembangunan pertanian juga menyangkut tentang
upaya peningkatan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dalam pertanian.
Pembangunan pertanian tentunya juga tidak terlepas dari upaya perbaikan pada
kegiatan usahatani yang menjadi inti dari kegiatan pertanian
(Mardikanto, 1993). Perlu dibuat kebijakan terkait dengan pengembangan
terhadap usahatani terutama pada komoditas tanaman bahan makanan yang
terdiri dari tanaman pangan dan hortikultura.
Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh
kebutuhan pangan, pakan, dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya
cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi Ketahanan
Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis.
Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci
dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain
berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber
kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu strategi yang
dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas
usahatani padi, jagung, dan kedelai adalah dengan mengintegrasikan dukungan
kegiatan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015).

1
2

Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi


kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang.
Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan
sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Seiring dengan
semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan
kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang.
Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi per-kapita untuk berbagai jenis
pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan
guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015).
Sebagai upaya mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan nasional,
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menyusun dan melaksanakan
program Swasembada Padi, Jagung, dan Kedelai. Swasembada tiga komoditas
strategis tersebut ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2017. Target produksi
yang akan dicapai pada tahun 2015 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Target Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Tahun 2015
Produksi 2014 Produksi 2015 Peningkatan
No. Komoditas
(Juta Ton) (Juta Ton) (%)
1. Padi 70,83 73,40 3,62
2. Jagung 19,03 20,30 6,65
3. Kedelai 0,95 1,20 25,78
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015
Angka target peningkatan produksi pada tiga komoditas pangan tersebut
termasuk sangat tinggi. Pemenuhan kebutuhan beras dari produksi dalam
negeri, telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2015 sebesar 73.400.000
ton gabah kering giling (GKG). Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk
mencapai sasaran produksi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya
peningkatan produksi yang tinggi (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015).
Berbagai upaya peningkatan produksi melalui peningkatan
produktivitas telah dilaksanakan antara lain melalui Sekolah Lapangan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui
3

PTT atau peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya.


Pelaksanaan SL-PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan,
khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi nasional telah terbukti
mengungkit pencapaian produksi, namun kedepan dengan berbagai tantangan
yang lebih beragam maka diperlukan penyempurnaan dan atau peningkatan
kualitas baik pada tatanan perencanaan dan operasionalisasi di lapangan
(Direktoral Jendral Tanaman Pangan, 2015)
Sejalan dengan hal tersebut diatas, maka pada tahun 2015 upaya
peningkatan produksi padi difokuskan pada kawasan tanaman pangan, melalui
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dengan fasilitas
bantuan sarana produksi (saprodi), sistem tanam jajar legowo dan pertemuan
kelompok pada seluruh areal program GP-PTT sebagai instrument stimulan
disertai dengan dukungan pembinaan, pengawalan dan pemantauan oleh
berbagai pihak. Sejalan dengan fasilitasi bantuan yang diberikan pemerintah
pada seluruh areal program, maka luas GP-PTT Padi tahun 2015 adalah sebesar
350.000 ha, yang dialokasikan pada kawasan padi dan non
kawasan/rintisan/regular padi dan terinci atas: Kawasan Padi inbrida seluas
75.000 ha, NonKawasan/Rintisan/Reguler Padi inbrida seluas 225.000 ha dan
Non Kawasan/Rintisan/Reguler Padi hibrida seluas 50.000 ha
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015).
Pola perencanaan GP-PTT hanya difokuskan pada sebuah lokasi
kawasan komoditas, sehingga kegiatan pengembangan komoditas tidak
tersebar ke seluruh kabupaten melainkan hanya beberapa kabupaten saja yang
menjadi perioritas kawasan andalan. Pendekatan pengembangan pendekatan
kawasan dirancang untuk meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran
dan mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan dengan
pendekatan agroekosistem, sistem agribisnis, partisipatif dan terpadu
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015). Kabupaten Karanganyar
merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan Program GP-PTT
Komoditas Padi. Kabupaten Karanganyar memiliki 17 kecamatan, namun
4

hanya tiga kecamatan saja yang melaksanakan Program GP-PTT, yaitu


Kecamatan Kebakkramat, Kecamatan Jaten dan Kecamatan Tasikmadu.
Kesuksesan suatu program pembangunan ditentukan oleh sikap sasaran
itu sendiri (Sarwoko, 2012). Demikian halnya kesuksesan Program Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) tidak terlepas dari sikap
petani peserta program. Sedangkan ukuran kesuksesan program GP-PTT dapat
ditunjukkan dari seberapa besar telah terjadi perubahan perilaku (petani)
sasaran. Sikap petani diperlihatkan dari adanya respon atau tanggapan dalam
bentuk perilaku menyenangkan atau tidak menyenangkan, mendukung atau
tidak mendukung terhadap pelaksanaan program GP-PTT tersebut.
Sikap petani terhadap program GP-PTT dapat dilihat tiga komponen
yaitu komponen kognitif terkait dengan pengetahuan, komponen afektif terkait
dengan tanggapan secara emosi dan komponen konatif yang terkait dengan
kecenderungan untuk bertindak. Sikap sendiri dapat dibentuk oleh faktor dari
dalam (internal) maupun luar (eksternal) petani itu sendiri (Azwar, 1998).
Faktor internal yang dapat membentuk sikap petani terhadap Program GP-PTT
tersebut dapat terdiri dari umur, pengalaman pribadi terhadap program sejenis,
pendidikan formal, pendidikan non formal, kebudayaan, sedangkan faktor
eksternal dapat terdiri dari pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian terkait sikap petani
terhadap Program GP-PTT untuk mengetahui seberapa besar sikap petani
terhadap keberadaan Program GP-PTT.

B. Rumusan Masalah
Pemerintah menyadari selama 5 (lima) tahun mendatang, kebutuhan
padi (beras) akan terus meningkat seiring dengan proyeksi laju pertambahan
penduduk. Tetapi pencapaian produksi padi ke depan akan semakin sulit
karena pertumbuhan jumlah penduduk masih lebih dari pertumbuhan produksi
padi nasional. Untuk memenuhi produksi padi nasional, direncanakan
peningkatan produksi padi 1,50 % setiap tahunnya. Dalam konteks ini,
diperlukan berbagai terobosan-terobosan peingkatan produksi
(Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2015).
5

Komponen fasilitas bantuan dalam program Gerakan Penerapan


Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) ini berupa sarana produksi (saprodi),
sistem tanam jajar legowo, baik 2:1 maupun 4:1 dan pertemuan kelompok pada
seluruh areal program GP-PTT sebagai instrument stimulan disertai dengan
dukungan pembinaan, pengawalan dan pemantauan oleh berbagai pihak.
Namun, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa masih banyak petani yang
tidak mau menerapkan sesuai dengan anjuran dari pemerintah, seperti tidak
dilaksanakannya oleh semua petani sistem jajar legowo, baik 2:1 maupun 4:1,
penggunaan dosis pemupukan yang belum sesuai anjuran, penggunaan bahan
organik yang masih minim, penggunaan obat pestisida/fungisida yang tidak
tepat sasaran (Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, 2015). Hal tersebut
menjadi masalah karena petani hanya mau menerapkan ketika ada bantuan, dan
setelah bantuan habis akan kembali pada semula. Program ini berupa
Gerakan, sehingga harapan dari pemerintah adanya program GP-PTT akan
terus berjalan meskipun bantuan sudah habis diberikan.
Fakta-fakta yang telah diuraikan tersebut menujukkan bahwa Program
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) potensial untuk
digunakan oleh petani sebagai upaya untuk meningkatan produksi padi dan
meningkatkan kesejahteraan petani. Namun hal tersebut sangatlah bergantung
pada sikap petani Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(GP-PTT) itu sendiri, terlebih lagi pada pelaksanaannya berbeda dengan
harapan dari pemerintah. Menurut (Azwar, 1998) Sikap sendiri merupakan
kecenderungan untuk bertindak yang dapat dibentuk oleh banyak faktor baik
internal maupun eksternal. Berdasarkan uraian diatas maka terdapat beberapa
masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana sikap petani terhadap Program Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (GP-PTT) di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten
Karanganyar?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang membentuk sikap petani terhadap Program
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) di
Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar?
6

3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan sikap


petani terhadap Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (GP-PTT) di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini sesuai dengan permasalahan
yang ada adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis sikap petani terhadap Program Gerakan Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) di Kecamatan Kebakkramat
Kabupaten Karanganyar.
2. Menganalisis faktor-faktor yang membentuk sikap petani terhadap Program
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) di
Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.
3. Menganalisis hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan sikap
petani terhadap Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (GP-PTT) sebagai upaya peningkatan produksi padi di Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan terutama
terkait dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Karanganyar, hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan kebijakan
selanjutnya terutama untuk lebih memaksimalakan Program Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) pada tahun
selanjutnya.
3. Bagi petani, sebagai bahan informasi dalam memanfaatkan Program
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dan
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani.
7

4. Bagi Balai Penyuluhan Kecamatan Kebakkramat sebagai bahan informasi


untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat strategi untuk lebih
membangun sikap petani untuk memanfaatkan Program Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT).
5. Bagi pembaca, dapat digunakan sebagai tambahan informasi, referensi dan
pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai