BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
BAB III
METODE KERJA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Chloramphenicol
b. Detergen
c. Amphisillin
d. Amoxillin
4.1.1.2 Desinfektan
Desinfektan Keterangan
a. Wipol
b. Detol
c. Bayclin
d. Listerin
4.2 Perhitungan
4.2.1 Antibakteri
4.2.1.1 Chloramphenichol
Diameter zona bening
N1 : 25 N5 : 21
N2 : 23 N6 : 22
N3 : 20 N7 : 25
N4:22 N8 :27
90 95 : 90 + 95 : 185
: 185 : 23,125
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 23,125 - 6
6
: 2,8542 mm
4.2.1.2 Deterjen
Diameter zona bening
N1 : 26 N5 : 32
N2 : 26 N6 : 33
N3 : 28 N7 : 31
N4:32 N8 :27
112 123 : 112 + 123 : 235
: 235 : 29,375
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 29,375 - 6
6
: 3,8958 mm
4.1.2.3 Amhisillin
Diameter zona bening
N1 : 21 N5 : 25
N2 : 22 N6 : 24
N3 : 22 N7 : 24
N4:24 N8 :23
89 96 : 89 + 96 : 185
: 185 : 23,125
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 23,125 - 6
6
: 2,8542 mm
4.2.1.4 Amoxillin
Diameter zona bening
N1 : 0 N5 : 0
N2 : 0 N6 : 0
N3 : 0 N7 : 0
N4:0 N8 :0
0 0 :0 + 0 : 0
: 0 : 0
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 0 - 6
6
: 0
4.2.2 Disenfektan
4.2.2.1 Detol
Diameter zona bening
N1 : 32 N5 : 41
N2 : 32 N6 : 35
N3 : 36 N7 : 36
N4:38 N8 :37
138 19 : 138 + 149 : 287
: 287 : 35,875
8
4.2.2.3 Bayclin
Diameter zona bening
N1 : 22 N5 : 39
N2 : 24 N6 : 37
N3 : 25 N7 : 33
N4:26 N8 :23
97 99 : 97 + 99 : 196
: 196 : 24,5
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 24,5 - 6
6
: 3,6833
4.2.2.4 Listerin
Diameter zona bening
N1 : 0 N5 : 0
N2 : 0 N6 : 0
N3 : 0 N7 : 0
N4:0 N8 :0
0 0 :0 + 0 : 0
: 0 : 0
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 0 - 6
6
: 0
4.3 Pembahasan
Antibiotik adalah golongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yng mempunyaiefek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia dalam organisme khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri (Dwidjoseputro, 2005).
Penggunaan antbiotik khususnya berkaian dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetka juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap muatan atau transform. Antibiotik bekerja seperti peptida dengan menekan atau
memutus suatu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalh bakteri, antibioika berbeda
dengan disenfektan cara kerjanya (Dwidjoseputro, 2005).
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetativ belum tentu mematikan
bentuk sepora mikroorganisme penyebab suatu penyakit kelompok utama desinfektan yaitu
fenol, alkohol, detergen, hologen. Cara kerja zat zat kimia dalam mematikan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bebeda beda antara lain dengan merusak
dinding sel, mengubah permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang
memiliki mikroorganisme, menghsmbst kerja enzim, menhambat simiosis asam nukleat dan
protein, serta sebagai anti metabolit (Dwidjoseputro, 2005)
Desinfektan digunakan untuk menghambat ertumbuhan mikroorganisme pada benda
benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain lain. Desinfektan sangat penting bagi
rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan memebantu mecegah infeksi terhadap pasien yang
berasal dari peralatan maupun dari hal medis yang ada dirumah sakit dan juga memebantu
mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Desinfektan fungsinya bahan kimia
yang digunakan untuk mencegah terjadinya enfeksi atau pencemaran oleh jasad renik, dan agar
untuk membasmi kuman penyakit desinfektan tidak memiliki daya pentrasi sehingga tidak
mampu memebunuh mikroorganisme yang terdapat didalam celah atau cemaran
(Dwidjoseputro, 2005).
Baterisiada adalah suatu bahan yang mematikan bentuk bentuk bakteri, bakteriostatis
adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan bakteri (waluyo, 2004)
Staphylococcus areus adalh bakteri berbentuk coccus, gram negatif, farmasi staphylae,
mengeluarkan endotoxin, tdak bergerak, tidak mampu membentuk spoa, fakultatf anerob,
sangat tahan terhadap pengeringan, mati pada suhu 600C setelah 60 menit, meruppakan flora
normal pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas (Waluyo, 2004).
Pada percobaan ini yatu uji daya hambat mikroba digunakan 3 antibiotik, 1 detejen dan
empat disenfektan dan digunakan bakteri Staphylococcus areus. Diperoleh zat yang memiliki
zona hambat terbesar adalah detergen 29,375 mm dan indeks daya hambatnya 3,89 mm,
kemudian detol dengan zona hambat 35,87 mm dan indeksnya 4,9 mm, kemudian amphisillin
dengan zona hambat 23,12 mm dan indeksnya 2,85 mm kemudian chloramphenicol dangan
hambat 23,12 mm dan 2,8 mm, sedangkan listeri dan amoxillin tidak mempengaruhi dalam
menghambat bakteri dengan tidak adnya zona hambat.
Faktor kesalahan pada pratikum ini adalah menyulap media LBA tidak sampai rata
pada permukaanya LBA, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba, pinset
dipanaskan terlalu panas dan tidak dianginkan terlebih dahulu sehingga dapat membunuh
mikroba.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pratikum uji daya hambat mikroba dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan adalah: kekeruhan
susupensi bakteri, waktu pengeringan, temperatur inkubasi, waktu inkubasi tebalnya agar -
agar, dan jarak antara disc obat.
2. Antibiotik yang digunakan mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat dibuktikan
dengan adanya luas wilayah jernih pada zona hambat, diantara antibiotik yang digunakan
chlorampenichol, amoxillin, ampicillin yang memilikidaya hambat terbaik adalah
chlorampenichol, ketiga antibiotikini bersifat menghambat tidak mematikan karena digunakan
dalam konsentrasi rendah.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil ujian diantaranya adalah pH lingkungan, komponen
komponen medium, stabilitas obat, takaran inokolum, lamanya inkubasi, dan aktivitas
metabolisme mikroorganisme.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pratikum kali ini, digunakan juga zat zat yang aktifitasnya sempit,
misalnya pada zat antibiotik dapat digunakan entromisin (hanya bersifat pada bakteri gram
positif), streptomisin dan gentamisin (hanya bersifat pada bakteri gram negatif).
DAFTAR PUSTAKA
Diantara zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah alkohol, iodium, hidrogen
peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-
beda.Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan
zat antiseptik tertentu terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme
yang sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri,
pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses
pembedahan(Waluyo,2005).
Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitumampu membunuh mikroba, dan ada pula yang
hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibacterialadalah antiseptik
hanya dapat dipakai melawan bakteri.Pembersih tangan merupakan salah satu
produk antiseptik.Dalam pembuatan pembersih tangan ini digunakan alkohol (etanol) dari kulit
pisang, karena alkohol mempunyai potensi sebagai antiseptik yang cukup optimal pada kadar
70%(Waluyo,2005).
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu mematikan bentuk spora
mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-
lain. Kelompok utama desinfektan adalah fenol, alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen,
dan kemosterilisator gas. Cara kerja zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan: merusak dinding sel, mengubah
permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme,
menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta sebagai
antimetabolit (Waluyo,2005).
B.Tujuan
1.Mengenal berbagai jenis desinfektan dan antiseptik
Antibiotik (tetracycline)
Diambil dengan menggunakan pipet tetes pada tabung reaksi
Diteteskan di kertas cakram
Difiksasi di atas bunsen
Koloni bakteri
Diambil dengan menggunakan dengan cotton bud steril
Dilownkan ke cawan petri
Antibiotik pada kertas cakram
Diambil dengan pinset
Diletakkan di tengah cawan petri
Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC
Diamati daerah hambatan pertumbuhan
Diukur diameter zona hambatnya
Aiukur sensitivitas antibiotik
Dibandingkan dengan table penilaian diameter zona hambat
Hasil
2.Antiseptik
Cotton bud I
Dimasukkan ke dalam peptone water
Diulas pada kaca jendela
Dilownkan pada sisi cawan petri before (B)
Cotton bud II
Dimasukkan ke dalam desinfektan (bayclin)
Dilownkan pada sisi cawan petri before (B)
Cotton bud III
Dimasukkan ke dalam peptone water
Diulas pada kaca jendela
Diulas ke kaca jendela yang sudah di ulas bayclin
Dilownkan pada sisi cawan petri after (A)
Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC
Hasil
Gambar
3.2Antiseptik Pertumbuhanmikrobapada media yang diberiantiseptiklebihsedikitdibandin
(tisue basah) Betadineefektifdalammenghambatpertumbuhanmikroba.
Gambar
3.3Desinfektan Pertumbuhanmikrobapada media yang diberidesinfektan (pembersihkaca) lebihsedikit
(bayclin) (pembersihkaca). Pembersihkacakurangefektifdalammenghambatpertumbuhanmikrob
1. Pembahasan
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu mematikan bentuk spora
mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-
lain. Kelompok utama desinfektan yaitu fenol, alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen,
dan kemosterilisator gas. Cara kerja zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan merusak dinding sel, mengubah
permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme,
menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta sebagai
antimetabolit (Waluyo,2005).
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup.
Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Obat-obatan seperti
antibiotik misalnya, membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi
sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang tidak bernyawa
(Waluyo, 2005).
1. Rivanol memiliki zat aktif berupa etakridin laktat yang bersifat bakteriostatik yaitu
menghambat pertumbuhan kuman. Rivanol tidak terlalu menimbulkan iritasi dan sering
digunakan untuk membersihkan luka, baik dipakai untuk mengompres luka maupun bisul.
Rivanol juga sebaiknya dipakai untuk membersihkan luka yang bersih (Gennaro, 1990).
2. Povidon Iodin atau betadine bekerja mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan
dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan
protozoa. Betadine yang digunakan untuk persiapan operasi (membersihkan areal operasi)
berbeda dengan betadine yang dikemas untuk penggunaan sehari-hari (Gennaro, 1990).
3. Hidrogen Peroksida kadar 6% digunakan untuk membersihkan luka. Kadar 1-2% digunakan
untuk membersihkan luka yang sering terjadi di rumah, atau klinik-klinik biasa. Efek
sampingnya dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh dan memperpanjang masa
penyembuhan. Sebaiknya digunakan bersama air yang mengalir dan sabun, untuk
menghindari paparan yang berlebihan pada jaringan manusia (Gennaro, 1990).
4. Antiseptik yang mengandung merkuri dahulu dikenal sebagai obat merah (Merkurokrom)
yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Efek sampingnya cukup sering
menimbulkan alergi, tetapi cukup cepat mengeringkan luka (Gennaro, 1990).
2. Efektivitas desinfektan dan antiseptik dalam mematikan ataupun menghambat
pertumbuhan mikroorganisme
Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam
borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki
kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh
mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik yang sangat kuat,
akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut.
Perak nitrat memiliki kekuatan membunuh yang lebih rendah, tetapi aman digunakan pada
jaringan yang lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan
mikroorganisme dalam waktu kurang dari 30 detik (Dwidjoseputro, 1994).
Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang
hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibacterialadalah antiseptik
hanya dapat dipakai melawan bakteri.Pembersih tangan merupakan salah satu produk antiseptik.
Dalam pembuatan pembersih tangan ini digunakan alkohol (etanol) dari kulit pisang, karena
alkohol mempunyai potensi sebagai antiseptik yang cukup optimal pada kadar 70%(Waluyo,
2005).
Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat
antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu
terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang
lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama kali digunakan
sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan (Dwidjoseputro, 1994).
Desinfektan adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat bakteriostaatik dan bakterisidal. Untuk
berbagai keperluan kita telah mengenal bahkan mungkin menggunakan beberapa produk
keperluan rumah tangga, laboratorium atau rumah sakit bernama desinfekta. Tujuan
digunakannya desinfektan untuk membunuh bakteri patogen yang penularannya melalui air
seperti bakteri penyebab typus, kolera disentri, dan lain-lain (Waluyo, 2005).
Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada
gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis
komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang
menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram
positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel
dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah
pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan
relatif sedikit, sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Kegiatan kedua enzim ini harus
seimbang satu sama lain untuk menjaga agar sintesis tetap normal (Gupte, 1990).
Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai ion dphores yaitu senyawa
yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya
gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid
membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif
yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi
tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang
ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya(Gupte, 1990).
Secara in vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah
mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat
digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik. Kerusakan
membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel
seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga struktur
membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif
kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan
sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topikal
(Gupte, 1990).
Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap
sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas
relatip kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis protein yang
terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin
berikatan dengan ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga
terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital
bagi perkembangbiakan sel. Pertumbuhan sel kebanyakan tergantung pada sintesis DNA, sedang
RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan enzim (Gupte,
1990).
Jenis-jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis
protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat
memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti
ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba
ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini
harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam
nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangatkuatdalam menghambatpertumbuhan, maka
antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor (Gupte, 1990).
Antimikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme
kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA,
seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin. Antimikroba mempengaruhi
transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin.
Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin. Antimikroba
mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin,
karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi
sintesis protein dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara mereka
banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel eukariot
berbeda, maka mungkin mereka memperlihatkan toksisitas selektif (Gupte, 1990).
2.Tisue basah efektif menghambat pertumbuhan mikroba, dan bayclin kurang efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba.
3.Diameter zona hambat pada bakteri E.coli yang pertama (d1) yaitu 28 mm dan zona hambat
yang kedua (d2) yaitu 27 mm sehingga dihasilkan zona hambat rata-rata yaitu 27,5 mm.
B.Saran
1.Praktikum dilakukan dengan keadaan steril agar mikroorganisme yang akan ditumbuhkan pada
media pertumbuhan tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain.
2.Pengukuran zona hambat harus lebih akurat sehingga sesuai dengan sensitivitas masing-
masing antibiotik.
DAFTAR REFERENSI
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Gennaro, A.R. 1990. Remingtons Pharmaceutical Sciences.Mack Publishing Company.
Pennsylvania
Gupte, S. 1990.Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara. Jakarta
Pelczar and Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2.UI Press. Jakarta
Tenover,Fred C. 2006. Mechanisms of Antimicrobial Resistance in BacteriaVol 119 (6A), S3
S10. The American Journal of Medicine. USA
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang