Anda di halaman 1dari 7

PROSES SYN-DEPOSITIONAL dan POST-DEPOSITIONAL

Disusun Oleh :
IVAN
111.150.066
Kelas A

MATA KULIAH GEOLOGI BATUBARA


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2017
PROSES SYN-DEPOSITIONAL dan POST-DEPOSITIONAL

Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang terletak
dalam suatu cekungan dimana sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia
yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan unsur karbon.
Pembentukan batubara diawali dari proses peatification (penggambutan) dari sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi dalam lingkungan reduksi, yang berlanjut pada proses
coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika maupun kimia yang dikarenakan beban
sedimen yang menutupinya (overburden), seiringan dengan temperature, tekanan dan waktu.

Gambar 1. Proses pembentukan batubara (Anggayana, 2002)

Pembentukan batubara sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya dan


faktor faktor sedimentasi lainnya. Proses proses ini terbagi menjadi Syn-depositional dan
Post-depositional, dimana proses proses ini mempengaruhi tingkatan kualitas dari batubara
tersebut.
Syn-Depositional
Proses ini merupakan proses proses yang terjadi sebelum dan selama pengendapan dari
material pembentuk batubara, yaitu tumbuhan. Proses syn depositional diantaranya adalah :
1. Perbedaan kecepatan sedimentasi
Lingkungan pembentukan batubara terdapat pada lingkungan yang tenang yang
memungkinkan terjadi pembusukan oleh mikroba secara perlahan dan tidak terganggu oleh
material lain yang dapat diendapkan bersamaan proses pengendapan batubara.
Hal ini dikarenakan material lempung atau pasir yang berlebih dapat meningkatkan
kadar abu pada batubara yang dapat mengurangi kualitas batubara.Hasil dari perbedaan
kecepatan sedimentasi antara lain seperti:
a) Bands

Gambar 2. Band
Merupakan lapisan yang terdiri dari material yang bukan batubara,
terjadi karena suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi akumulasi
gambut. Sedimen klastik ini mungkin menunjukkan endapan over bank atau
dataran banjir yang berasal dari sungai yang terdekat atau dari debu vulkanik
yang berasal dari sumber di luar lingkungan rawa.
b) Splits

Gambar 3. Splits
Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering terbelah pada
jarak yang relatif dekat oleh sedimen bukan batubara yang membaji kemudian
membentuk dua lapisan batubara yang terpisah dan disebut
autosedimentational split. Macam-macam bentuk spilt :
Simple splitting, merupakan split sederhana yang terjadi akibat kehadiran
tubuh lentikuler yang besar darisedimen bukan batubara.
Proggresif splitting, merupakan split yang apabila terdiri dari beberapa
lensa, maka splitting dapat berkembang secara terus menerus.
Zig zag splitting, merupakan split yang terjadi pada suatu lapisan batubara
yang terbelah dan kemudian bergabung dengan lapisan batubara lain.
2. Penurunan dasar cekungan (subsidence)
Kecepatan penurunan yang lebh cepat dari kecepatan akumulasi tumbuhan
akan mengakibatkan air menggenangi rawa-rawa dan hutan sekelilingnya, sehingga
kehidupan tumbuhan terganggu. Jika penurunan lebih lambat dari kecepatan
akumulasi tumbuhan, maka akan menyebabkan akumulasi tumbuhan di permukaan.
Akibatnya permukaan airtanah akan turun dan tumbuhan membusuk oleh udara.
3. Bentuk morfologi dasar cekungan
Bentuk morfologi dasar cekungan rawa dan perubahan muka air, sangat
berpengaruh terhadap penebalan dan penipisan lapisan batubara yang berdampak
kepada besaran dan luasan dari geometri lapisan batubara.

Post-Depositional
Merupakan proses-proses geologi yang terjadi setelah pengendapan batubara
pada suatu cekungan. Proses post depositional diantaranya adalah :
1. Washout
Washout merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya batupasir, yang
menonjol ke bawah dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara yang
ada. Umumnya memanjang atau berbelok-belok, dan menggambarkan struktur scour
and fill dibentuk oleh aktivitas channel berasosiasi dengan akumulasi gambut.
Washout dan roof rolls merupakan masalah utama dalam operasi
penambangan. Ketebalan lapisan dan ketidakmenerusan lapisan batubara akibat terisi
channel, sehingga itu tentu memerlukan kebijaksanaan. Demikian juga dengan
peralatan yang digunakan untuk menggali batubara sering menemui kesulitan untuk
menembus material bukan batubara yang telah menggantikan posisi lapisan batubara,
terutama pada tambang bawah tanah (Ward, C.R., 1984).
2. Lingkungan pengendapan setelah pembentukan batubara
Pengaruh lingkungan pengendapan setelah pembentukan batubara yaitu
apabila diatas lapisan batubara diendapkan sedimen marine yang memiliki kadar
sulfat yang tinggi. Hal ini akan mempengaruhi kadar sulfida pada lapisan batubara
dibawahnya, sehingga akan membentuk mineral sulfida seperti pirit yang dapat
mengurangi kualitas batubara tersebut.
3. Struktur geologi
Struktur geologi yang dihasilkan dari post-depositional adalah kekar, sesar,
dan lipatan. Kehadiran mineral presipitasi seperti gypsum juga merupakan hasil post-
depositional.
Sesar

Gambar 4. Offset yang mengindikasikan sesar


Sesar normal sebagai produk tegasan utama vertikal hasil gaya gravitasi,sesar
normal umum dijumpai di lapisan batubara yaitu di bagian sayap- sayap
lipatan,pergeserannya dapat mencapai beberapa meter, dip bidang sesar normal mulai
60 70. Sesar dapat membentuk kekar-kekar atau Cleat yang merupakan
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous.
Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang sejajar, biasanya
berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian retakan disebut face cleat, biasanya
dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter.
Bidang cleat sering diisi oleh unsure mineral atau karbonat, lempung, jenis
sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang
mengelupas yang dapat mengurangi kualitas batubara karena meningkatnya kadar
abu. Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan
perencanaan penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi penambangan
yang menggunakan alat bajak atau hidrolik, maka arah penbambangan dan
hubunganny adengan pola cleat sangat mempengaruhi dalam kemudahan penggalian
batubara.
Lipatan

Gambar 5. Lipatan
Batubara dalam susunan runtunan lapisan umumnya terlipat menjadi beberapa
jenis lipatan. Seperti halnya sesar, pada lipatan akan membentuk rekahan atau cleat.
Bidang cleat sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung, jenis sulfida,
atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang mengelupas
yang dapat mengurangi kualitas batubara karena meningkatnya kadar abu.
Kekar
Kekar apabila mengenai lapisan batubara terutama pada kekar bukaan atau
gash fracture akan diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung, jenis sulfida yang
dapat meningkatkan kadar abu pada lapisan batubara sehingga berdampak pada
menurunnya kualitas dan harga jual batubara.
Intrusi
Penambahan temperatur menghasilkan peninggian DOM sekitar intrusi
(contoh kasus batubara Gondwana di Afrika Selatan, dimana batubara sekitar intrusi
cendrung teraltrasi membentuk anthracite).
DAFTAR PUSTAKA

British Coal., 1964. Coal Classification System (revison of 1964 system), National Coal

Board, London.

Surjono, S.S, Eksplorasi Geologi Batubara., Diktat Geologi Batubara Lanjutan.

Surjono, S.S, Pembentukan Batubara., Slide Presentasi.

Thomas, Larry., 2002., Coal Geology., Jhon Wiley & Sons, LTD., England

Pujiastuti, Triani. 2012. http://triranipujiastuti.blogspot.co.id/2012/11/resume-peranan-studi-

sedimentologi-dan.html. (diakses pada tanggal 25 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai