Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit
yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring,
yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di
bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai
tumbuhnya kanker nasofaring. Namun kanker ini dapat berkembang ke bagian
mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena
kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT.
Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang
menderita kanker ini.

Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan)


merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena
gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada
orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong,
Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang
ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan
jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Pelayanan keperawatan sangat
bermanfaat bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan bio,psiko,sosial, dan
spiritual. Namun, hal tersebut belum terwujud sepenuhnya karena masih tingginya
jumlah penderita penyakit pada saluran pernapasan, salah satunya penderita
karsinoma nasofaring.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka saya merumuskan masalahnya adalah


Asuhan Keperawatan Karsinoma nasofaring

1
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Di dalam tujuan umum ini kelompok berharap mahasiswa mampu memahami


Asuhan Keperawatan karsinoma nasofaring

2. Tujuan khusus yang dapat di capai adalah sebagai berikut :

a. B
agaimana definisi Karsinoma Nasofaring?
b. B
agaimana klasifikasi Karsinoma Nasofaring?
c. B
agaimana etiologi Karsinoma Nasofaring ?
d. B
agaimana manifestasi Karsinoma Nasofaring ?
e. B
agaimana patofisiologi Karsinoma Nasofaring ?
f. B
agaimana komplikasi Karsinoma Nasofaring?
g. B
agaimana pemeriksaan diagnostik Karsinoma Nasofaring ?
h. B
agaimana penatalaksanaan medic Karsinoma Nasofaring?
i. B
agaimana pengkajian mengenai Karsinoma Nasofaring?
j. B
agaimana diagnosa keperawatan Karsinoma Nasofaring?
k. B
agaimana intervensi keperawatan Karsinoma Nasofaring?

2
A. Manfaat penulisan

1. Bagi Penulis

Diharapkan makalah ini dapat mendeskripsikan tentang Asuhan Keperawatan


karsinoma nasofaring

2. Bagi Instansi Terkait (Sekolah)

Diharapkan makalah ini dapat menambah informasi mengenai, Asuhan


Keperawatan pada anak sehingga pihak sekolah dapat membuatnya sebagai
bahan ajar.

3. Bagi Pembaca

Sebagai referensi dan sarana penambah pengetahuan bagi pembaca terutama


berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Karsinoms Nasofaring

A. Metode penulisan

1. Media internet
Yaitu bersumber dari jurnal dan karya tulis ilmiah di internet yang relevan.

A. Sistematika penulisan

Berdasarkan dari hasil penyusunan makalah ini, disini kelompok membuat


sistematika penulisan yang dimulai dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN TEORI

3
Yang terdiri dari definisi , anatomi , klasifikasi , etiologi karsinoma
nasofaring Atopik ,manifestasi ,patofisiologi ,pathway ,komplikasi
pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan medik karsinoma nasofaring
BAB III : TINJAUAN KASUS
Yang terdiri dari Pengkajian, , dan Diagnosa.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Medik

A. Definisi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah


nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

B. Klasifikasi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell


Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik,
sedang dan buruk.

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma) Pada tipe


ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel

3. skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup


jelas.

4
4. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).Pada
tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya
batas sel tidak terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa
keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif.
Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu
radiosensitive.Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang
direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2
tipe, yaitu :

a. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous


Cell Carcinoma)

b. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).Tipe ini


dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi

A. Etiologi

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya


mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya
kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi


kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agrregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gan HLA ( Human luekocyte antigen )
dan gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan
adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan
dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan
ketidakstabilan , sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai
faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

5
2. Virus EB

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang


spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen membran
( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB
memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus


EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi
positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi
dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan
titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi
dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan
kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk. Di
dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti
DNA virus dan EBNA.Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi
dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang
terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti
juga banyak. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen
tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada
jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini


menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi


kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram
debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga
di area insiden rendah.

b. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis


pada proses timbulnya kanker nasofaring .

c. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan


asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di
6
dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek
mutagenik.

A. Manifestasi klinis

1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %


pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan
kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum
mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di
permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul
epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.

2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah


hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus


faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba
eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga
terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan
dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan
pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di
dalam telinga.

4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo


parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor,
infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi
lokal atau iriasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.

5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi


direk ke superior , dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui
saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media
intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen
ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI
rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot
mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal
7
atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura
sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom
apeks orbital atau petrosfenoid.

6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah


kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok
kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid,
dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian
pasien yang metastasis kelenjar limfenya perama kali muncul di regio
untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.

7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati
. metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat
ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri
tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap
bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto
sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis
hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan
tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT
atau US

A. Patofisiologi

Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui mediator
ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak dengan zat
karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang kronis
daerah nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian menyerang
bagian telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr
didaerah nasofaring (dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker
berkembang sehingga membuat terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran
tuba eusthacius dan hidung. Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik
gangguan pendengaran maupun gangguan penghidu, sehingga merupakan
gangguan persepsi sensori.

8
B. Komplikasi

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati
dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam
penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan
metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati
10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. Komplikasi lain yang biasa
dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan
kelumpuhan saraf kranial.

C. Pemeriksaan diagnostik

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.

Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli


unilateral, limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial
dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga
nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.

2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai


nervus aksesorius dan arteri vena transvesalis koli apakah terdapat
pembesaran.

3. Pemeriksaan saraf kranial

Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai


prosedur rutin satu persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata,
kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali,
barulah ditemukan hasil yang positif
9
4. Pemeriksaan serologi virus EB

Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker


nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada
kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut.
Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memilki
resiko tinggi kanker nasofaring

5. Pemeriksaan CT

makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas


lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona
target terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor
pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.

A. Peatalaksanaan

a. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut,
bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan
dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada
penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah
hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik),
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.

b. Kemoterapi

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan


kemoradioterapi konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah :
PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP
10
+5FU dan DDP gemsitabin , dll. DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama
( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3 hari ) 5FU : 800-1000
mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena. Ulangi setiap
21 hari atau: Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama. 5FU
: 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21
hari.

c. Terapi Biologis

Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

d. Terapi Herbal TCM

Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi


radiokemoterapi , fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan
tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau
kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan
TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.

I. Konsep Dasar Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

1. Wawancara Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar


(1989), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah
sebagai berikut :

a. Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu


pada telinga (sumbatan muara tuba dan otitis media) atau
adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada

11
pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan
sumbatan hidung.

b. Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat


kanker, kebiasaan makan makanan yang asin-asin, mengenai
keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan
kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan zat
karsinogen, juga adanya radang kronis.

2. Identitas

a. Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,


agama, suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis
dan alamat.

b. Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur,


jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama Biasanya didapatkan adanya keluhan suara


agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan
terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorok.

b. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan informasi sejak


timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses
perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa
saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana
cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah
terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.

4. Riwayat kesehatan dahulu

12
a. Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya
yang ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan
kebiasaan atau gaya hidup.

5. Riwayat kesehatan keluarga

a. Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit


yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila
ada cantumkan genogram.

6. Dasar Data Pengkajian Pasien

a. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan dan/atau keletihan,


perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada
malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.

b. Neurosensori: gangguan pendengaran dan penghidu, adanya


pusing, sinkope.

c. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri terjadi pada bagian


nasofaring, terasa panas.

d. Pernapasan Gejala : Adanya asap pabrik atau industri

: pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya


sumbatan seperti massa.

e. Makanan /cairan Gejala : anoreksia, mual/muntah.

Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.

7. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada


benjolan warna kulit mengkilat.

2. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain


itu terasa nyeri apabila ditekan.
13
3. Pemeriksaan THT:

a. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.

b. Rinoskopia anterior :

1) Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di


rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.

2) Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian


belakang rongga hidung, tertutup sekret
mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

A. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


ketidakmampuan pemasukan nutrisi..

3. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

C.INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
14
selama 3 x 24 jam tingkat
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
kenyamanan klien lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
meningkat, dan dibuktikan presipitasi.
dengan level nyeri: klien Rasional : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus
dapat melaporkan nyeri dijelaskan oleh pasien, mengidentifikasi nyeri untuk memilih
pada petugas,frekuensi intervensi yang tepat.
nyeri, ekspresi wajah, dan
menyatakan kenyamanan
fisik dan psikologis, TD2. Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang.
120/80 mmHg, N: 60-100 Rasional : Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang
x/mnt, RR: 16-20x/mnt dapat mengurangi sakit kepala.

Control nyeri dibuktikan3.Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri.


dengan klien melaporkan Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan
gejala nyeri dan control vasodilatasi.
nyeri.

3. Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam.

Rasional : Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan


perhatian dari rasa nyeri.

4. Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi


nyeri.

Rasional : Analgesik mampu menekan saraf nyeri.

2 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi


n nutrisi kurang
selama 324 jam klien 1. kaji pola makan klien
dari kebutuhan
tubuh menunjukan status nutrisi
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi.
adekuat dibuktikan
dengan BB stabil tidak 2. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang

terjadi mal nutrisi, tingkat diantisipasi.


energi adekuat, masukan Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum
nutrisi adekuat kemoterapi muali secara umum tidak berespons terhadap

15
obat antiemetik.

3. Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada jadwal


reguler sebelum atau selama dan setelah pemberian agen
antineoplastik dengan sesuai.

Rasional : Mual/muntah paling menurunkan kemampuan


dan efek samping psikologis kemoterapi yang menimbulkan
stress.

4. Sajikan makanan selagi hangat.

Rasional : Dengan sajian makanan hangat lebih mengurangi


mual.

5. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering.

Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan


baik.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep Konrol infeksi :
selama 3 x 24 jam tidak1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
terdapat faktor risiko
Rasional : Untuk memudahkan memberikan intervensi
infeksi pada klien
kepada pasien.
dibuktikan dengan status
imune klien adekuat: bebas2. Monitor tanda-tanda vital.
dari gejala infeksi, angka Rasional : Merupakan tanda adanya infeksi apabila terjadi
lekosit normal (4-11.000 ) peradangan.

3. Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik.

Rasional : Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh


kuman penyakit untuk berkembang biak

BAB III

16
PENUTUP

A. Kesimpulan
Carsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari

epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Yang disebabkan

oleh Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama

timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana

tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di

Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

B. Saran
Para mahasiswa/mahasiswi hendaknya mengerti dan memahami tentang
konsep dasar medik karsinoma nasofaring dan Asuhan Keperawatan, agar dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan karsinoma nasofaring

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.

Jakarta.Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

17
Roezin Averdi. 2004. Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

18

Anda mungkin juga menyukai