Anda di halaman 1dari 9

2

TEORI POLITIK DALAM ILMU POLITIK

Pelacakan Teori Politik dalam Ilmu Politik


Teori potitik adatah suatu cara berpikir esensial, tidak hanya mencakup
argumen deduktif dan empiris, metainkan juga mengkombinasikannya dengan
kepentingan normatif, sehingga mensyaratkan suatu karakter yang praktis dan menjadi
pedoman bertindak. Teoritisi politik harus mampu bertindak, dengan keyakinan dan
keahlian, dan menggabungkan antara keadaan sosial dengan konsep politik. Ini berarti
bahwa teoritisi politik harus ahti memahami bagaimana konsepkonsep dan gagasan-
gagasan, dan bagaimana pandangan atau ideologi-ideologi itu muncut dari kondisi
sosial, serta membantu mentransformasikan mereka.
Sedangkan Henry J. Schmandt mendefinisikan teori politik sebagai
seperangkat konsep mengenai faktor-faktor politik dan hubungan-hubungan diantara
mereka. Tujuannya adatah membawa tatanan dan makna pada suatu pengumpulan
data yang jika tidak demikian maka data tersebut tidak berkaitan dan tanpa tujuan.
Teori politik metakukan tugasnya dengan membangun hipotesis tertentu mengenai
proses-proses pemerintahan dan investigasi potitik melalui observasi dan pengalaman
ke datam fenomena-penomena politik.
John G.Gunner adatah seorang sarjana yang banyak mencurahkan pemikiran
untuk mempertahankan status pemikiran politik, dengan membedakan antara Teori
Politik (dengan huruf besar) dan teori politik (tanpa huruf besar). Maksud yang pertama
adalah sub bidang disiplin ilmu politik, sedangkan yang kedua adatah segata
kepustakaan, kegiatan dan masyarakat intelektual yang lebih bersifat umum dan
interdispliner. Namun banyak puta bidang yang over-lapping diantara kedua jenis teori
ini.
Meskipun demikian, kajian mengenai teori politik merupakan upaya untuk
memperoteh pengetahuan murni mengenai dasar-dasar potitik. Dasar-dasar politik mi,
sebagaimana diteliti Leo Strauss, meliputi dua kelompok persoatan;

Universitas Gadjah Mada


1. Sifat institusi dan kekuatan-kekuatan politik seperti organisasi-organisasi
pemerintahan, hukum, kelompok-kelompok kepentingan, kekuasaan dan kebiasan-
kebiasan sosial.
2. Tatanan politik yang baik dan jujur secara moral. Pada zaman modern, terdapat
tradisi untuk menganggap kedua aspek teori ini sebagai bidang pelacakan yang
benar-benar terpisah.
Yang pertama harus merujuk sebagai ilmu politik. Yang kedua sebagai filsafat
politik. Meskipun teori politik tumbuh dalam dua tradisi akademis yakni pemikiran politik
seperti diajarkan di jurusan-jurusan Ilmu Pemerintahan dan Filsafat Politik diajarkan di
Jurusan Filsafat. Tetapi teori politik berbeda dari keduanya. la berbeda dengan
pemikiran politik terutama karena fokusnya kurang bersifat sejarah, tidak melihat
perkembangan gagasan-gagasan politik melalui sejarah. Di pihak lain, teori politik
berbeda dari filsafat politik, karena ia kurang formal, dan kurang berkeinginan untuk
menumbuhkan hubungan logis antara masing-masing konsep politik.
Berdasarkan argumentasi tersebut, Gunner lebih jauh menjelaskan bahwa teori
politik sekarang amat sedikit hubungannya ataupun sumbangannya terhadap disiplin
induknya, yaitu ilmu politik. Semenjak awal 1970-an, sub-bidang teori politik dalam ilmu
politik, telah lebih banyak menumpahkan perhatian terhadap masalah-masalah yang
lebih luas dan lebih otonom. Dengan demikian teori politik telah menciptakan struktur
kelembagaan tersendiri yang tampak menjauh dari induknya yakni ilmu politik.
Bahkan lebih ekstrim teori politik dapat menghancurkan, memperkuat dan
membentuk praktek-praktek politik. Hal itu disebabkan karena:
(a) itu merupakan teori-teori tentang praktek yang,
(b) sebagaimana dibentuk oleh pengertian-pengertian tertentu,
(c) teori politik mengubah bentuk pengertian-pengertian sendiri, maka teori-teori itu
menggali dari bawah ciri-ciri konstitutif parktek-praktek.
Kita dapat menerangkannya dengan cara lain dengan mengatakan bahwa teori
politik itu tidak mengenai obyek-obyek yang independen. Di sana ada hubungan antara
pengetahuan dan praktek, yaitu hubungan yang berlaku tentang kekuatan-kekuatan
kausal bagi kasus-kasus khusus, tetapi kebenaran-kebenaran tentang kausal seperti
itu dianggap tetap tidak berubah.

Universitas Gadjah Mada


Perkembangan Ilmu PolitikZaman Klasik sampai Zaman Kontemporer: Sebuah
Penelurusan Singkat.
Khusus tentang perkembangan pemikiran politik, sebagaimana yang dialami
Eropa dan Amerika Serikat, terjadi pasang naik dan pasang surut. Pada mulanya,
kajian pemikiran politik sebagai filsafat politik, berhubungan erat dengan sejarah
filsafat. Nama-nama seperti Socrates, Plato, Aristoteles dari Yunani Kuno merupakan
tokoh terkenat dalam kajian ini. Selajutnya pemikiran politik dikaji secara kronologis
sampai masa dewasa ini. Umumnya jalan yang ditempuh adalah Yunani Kuno,
Romawi, Kristiani, Abad Pertengahan, masa Renaisans, zaman modern dengan
liberalismenya, sampai kepada Marxisme, Fasisme, Eksistensialisme, serta aliran-
aliran lain yang terdapat sekarang. Karya-karya yang ditulis oleh Sabine, Wolin,
Strauss dan lainnya banyak membantu dalam kajian ini. Demikian pula kajian
perbandingan politik oleh Bluhm termasuk membantu, seperti kesamaan alur pikir
antara Aristoteles dan St. Thomas Aquinas sampai kepada Maritain dewasa ini. Juga,
misalnya, upaya pengelompokan antara Plato, St. Agustinus sampai tokoh-tokoh lain
dewasa ini, semua itu tercakup dalam kajian perbandingan potitik.
Namun, mulai sekitar permulaan abad ke-20, ilmu politik yang berorientasi
kepada sejarah dan filsafat dianggap tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmiah. Perdebatan tentang hal ini terjadi sekitar tahun 1940-an sampai dengan
1950-an. Pada mulanya yang menjadi pusat-pusat pemikiran politik adalah masalah
negara.
Pada era berikutnya kajian atau pemikiran politik beralih kepada pendekatan
perilaku dalam politik. Nama-nama seperti Lee Cameron, McDonald, Naomi B. Lynn,
Dhal, Herbert A. Simon dan lain-lain adalah tokoh pemikiran politik behavioral. Pada
awalnya mereka menolak teori politik klasik, khususnya yang berfokus pada kajian
tentang negara. Namun seperti yang dikemukakan sendiri oleh Herbert A. Simon,
istilah behavioralisme itu sendiri adalah janggal dan kurang dikenal. la berpendapat
bahwa sekarang ini istilah tersebut telah mereda.

Universitas Gadjah Mada


Jelaslah, bahwa apa yang terjadi dan kemudian terkenal dengan "revolusi
behavioralisme" sebenarnya bukanlah suatu revolusi, akan tetapi tidak lebih dari suatu
perkembangan biasa yang dialami ilmu politik.
Sesuai dengan kenyataan tersebut, dewasa ini apa yang disebut dengan
revolusi behavioralisme telah dianggap selesai. Pemikiran politik kembali mendapat
tempat yang semakin menonjol dalam itmu politik. Indikasinya adalah bahwa negara
kembali menduduki tempat yang cukup sentral dalam berbagai pembahasan ilmu
potitik, setelah sekian lama menghilang ke belakang.
Satu hal yang jelas, pemikiran politik yang pernah muncul datam suatu
masyarakat tertentu pada dasarnya merefteksikan ikhtiar masyarakat tersebut datam
mencari dan membentuk suatu sistem yang menurut pandangan mereka dianggap
ideal, sebagai mekanisme yang mengatur tata cara atau pota kehidupan masyarakat
sebagaimana mereka dambakan. Dengan demikian, dalam berbagai pemikiran politik
yang muncut itu akan terdapat pembauran antara pandanganpandangan kritis,
pandangan-pandangan konservatif atau pandangan-pandangan yang berisikan
gagasan utopis. Masing-masing pemikiran itu telah mencoba memberikan petunjuk
tentang bagaimana dan seperti apa suatu sistem politik yang dianggap ideal itu serta
bagaimana cara mencapai atau mewujudkannya

Perbedaan Politik Kiasik Versus Politik Kentemporer


Karakteristik Politik Klasik.
1. Kajian bersifat normatif-derkriptif. Kajian tentang politik ditentukan poleh prinsip-
prinsip persepsi tentang apa yang dipandang tertinggi dalam ilmu politik, yaitu apa
yang terbaik bagi masyarakat dan cara terbaik untuk mencapai tujuan itu.
2. Tidak seperti ilmu politik kontemporer, ilmu politik klasik memandang fakta dan
nilai sebagai entitas yang berkaitaan erat. Keduanya tidak dipisahkan secara
radikal karena fakta ditentukan oleh nilai. Semua pengetahuan adalah empirik,
mengenai potitik dan bukan politik, didasarkan pada premis nilai yang tidak
dinyatakan secara ekspilit. Setiap teori politik juga didasarkan pada asumsi
mengenai hakikat manusia, masyarakat dan negara.

Universitas Gadjah Mada


3. Berbeda dengan ilmu politik kontemporer yang memandang common sense
sebagai tidak ilmiah, ilmu politik klasik justru memulai kajiannya dari pengetahuan
akal sehat sampai akhirnya mencapai pengetahuan yang ilmiah. Ilmu politik klasik
menegaskan pentingnya membedakan hal-hal politik dan hal yang bukan politik,
dan memandang hal yang politik tidak dapat dikaji secara empirik melainkan harus
secara dialektis.
4. Kalau ilmu politik kontemporer menilai pengetahuan dan pernyataan normatif tidak
dapat dibuktikan benar atau salah, ilmu politik klasik menilai sebaliknya. Bagi
klasik, penyataan normatif seperti negara yang baik, dapat dibuktikan secara
dialektis dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk tindakan, secara ilmiah bukan
dalam bentuk historis, bukan dalam bentuk aktual melainkan dalam bentuk form.
5. Tidak seperti ilmuwan politik kontemporer yang bertindak sebagai pengamat politik,
ilmuwan politik klasik dianjurkan mengalami realitas politik, untuk memahami dan
membuat refleksi atas realitas politik. Ilmuwan klasik dianjurkan untuk memasuki
cave dan kemudian membuat kontemplasi dari pengalaman hidup dalam cave
tersebut.
6. Kalau ilmu politik modern mengkritik ilmu politik klasik sebagai terlalu
memperhatikan pertanyaan the ought, klasik menuduh ilmu politik kontemporer
sebagai menyembunyikan asumsi normatif dan perskripsinya, dan lebih
memperhatikan metodologi daripada substansi. Bagi klasik, ilmu politik
modern tidak mengubah pertanyaan fundamental ilmu politik walaupun
mereka telah menambah bukti dan argumen untuk menjawab pertanyaan.
7. Karena perbedaan fakta dan nilai, ilmu politik kontemporer menurunkan posisi ilmu
politik menjadi sekedar variabel dependen, klasik memandang kemampuan politik
manusia rasional sebagai arsitek kajian, sebagai variabel independen yang paling
penting, dan karena itu memperlakukan masalahmasalah politik sebagai memiliki
otonomi.

Universitas Gadjah Mada


Karakteristik Politik Kontemporer.
1. Kajian yang berangkat dari asumsi mengenai determinisme dan 'hukum kausal
universal'. Pengetahuan sebab akibatlah yang disebut pengetahuan ilmiah.
2. Membedakan fakta dan nilai. Fakta didasarkan atas observasi empiris, dan karena
itu dapat diuji kebenarannya. Sistem nilai dianggap tidak pernah ada karena
berbagai nilai yang ada serta secara penalaran dan yang satu konflik dengan yang
lain. Ilmu. politik dapat mendeskripsikan nilai tanpa membuat penilaian yang satu
lebih baik daripada yang lain.
3. Membuat perbedaan yang logis antara ilmuwan yang memiliki nilai sendiri dan
mempelajari setiap pendapat yang didasari oleh nilai-nilai tertentu. Untuk itu,
ilmuwan dianjurkan tidak bertindak sebagai aktor politik melainkan sebagai
pengamat politik.
4. Tujuan ilmu pengetahuan ialah membangun teori dengan melakukan generalisasi
hubungan kausal diantara pengetahuan faktual. Fungsi teori ialah menjelaskan
mengapa fenomena tertentu terjadi seperti itu, dan bahkan meramatkan peristiwa
apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan teori tersebut.
5. Manakala ilmuwan politik tertarik mengkaji kebijakan publik, ia tidak merumuskan
nilai-nilai dasar dan tujuan masyarakt melainkan memberikan pertimbangan nilai
yang bersifat instrumental. Yang diberikan adalah jawaban atas pertanyaan
mengenai sarana dan cara yang paling efesien untuk mencapai tujuan, tetapi
berupaya mencapai tujuan itu sendiri, dengan memberikan penjelasan mengapa
kondisi-kondisi sejumlah tindakan tertentu akan menyebabkan mencapai tujuan
tersebut.
Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa phenomena.
Dalam menyusun generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu
lahir dalam pikiran (mind) manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekatipun fakta-
fakta dapat di pakai sebagai batu toncatan. Teori politik adalah bahasan dan
generalisasi dari phenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain teori politik
adalah bahasan dan renungan atas: (1) tujuan dari kegiatan politik, (2) cara-cara
mencapai tujuan itu, (3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhankebutuhan yang
ditimbulkan oleh situasi politik yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Konsep-konsep
yang dibahas dalam teori politik mencakup antara lain, masyarakat, kelas sosial,
negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban,

Universitas Gadjah Mada


kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik
(political development), modernisasi, dan sebagainya.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theoryl dibedakan dua
macam teori politik, sekalipun perbedaan antara kedua kelompok teori tidak bersifat
mutlak :
1. Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-norma
politik (norms for political behavior). Karena adanya unsur norma-norma dan nilai
(value), maka teori-teori ini boleh dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang
termasuk golongan ini antara lain filsafat politik, teori politik sistematis, ideologi,
dan sebagainya.
2. Teori-teori yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta
politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai. Teori-teori ini dapat
dinamakan non-valuational. la biasanya bersifat deskriptif (menggambarkan) dan
Komparatif membandingkan). la berusaha untuk membahas fakta-fakta kehidupan
politik sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam
generalisasi-generalisasi.
Teori-teori politik yang mempunyai dasar moril (kelompok 1) fungsinya terutama
menentukan pedoman dan patokan yang bersifat moral dan yang sesuai dengan
norma-norma moral. Semua phenomena politik ditafsirkan dalam rangka tujuan dan
pedoman moral ini. Dianggap bahwa dalam kehidupan politik yang sehat diperlukan
pedoman dan patokan ini. Teori-teori semacam ini mencoba mengatur hubungan-
hubungan antara anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga di satu fihak memberi
kepuasan perorangan, dan di fihak lain dapat membimbingnya menuju ke suatu
struktur masyarakat politik yabg stabil dan dinamis. Untuk keperluan itu teori-teori
politik semacam ini memperjuangkan suatu tujuan yang bersifat moral dan atas dasar
itu menetapkan suatu kode ethik atau tatacara yang harus dijadikan pegangan dalam
kehidupan politik. Fungsi utama dari teori-teori politik ini ialah mendidik warga
masyarakat mengenai norma-norma dan nilai-nilai itu.

Universitas Gadjah Mada


Teori-teori kelompok 1 dapat dibagi lagi dalam tiga golongan:
1. Filsafat Politik (political philosophy)
Filsafat Politik mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. la melihat jelas adanya
hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan
hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok Pikiran dari filsafat ialah
bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti metaphysika
dan epistomologi harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang
kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato,
keadilan merupakan hakekat dari alam semesta dan sekaligus merupakan
pedoman untuk mencapai "kehidupan yang baik" (good life) yang dicita-citakan
olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya dar John Locke. Filsafat politik erat
hubungannya dengan ethika dan filsafat sosial.
2. Teori Politik Sistematis (Systematic political theory)
Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai
metaphysika dan epistomologi, tetapi mendasarkan diri dari atas pandangan-
pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan
asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk
merealisasikan norma-norma itu dalam suatu program politik. Teori-teori politik
semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti
bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya,
dalam abad ke-19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu
yang di perjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistim hukum dan
sistim politik yang sesuai dengan pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan
atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam
(natuiral law), tetap tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.
3. Ideologi politik (political ideology)
Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idee, norma-norma, kepercayaan dan
keyakinan, suatu "Weltanschauung", yang dimiliki seorang atau sekelompok
orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap

Universitas Gadjah Mada


kejadian adan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah-
laku politiknya.
Nilai-nilai dan ide-ide ini merupakan suatu sistim yang berpautan. Dasar dari
ideologi politik adalah keyakinan akan adanya suatu pola tata-tertip sosial politik yang
ideal. Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnose, serta saran-saran
(prescription) mengenai bagaimana mencapai tujuan ideal itu ideologi berbeda dengan
filsafat yang sifatnya merenung-renung mempunyai tujuan untuk menggerakkan
kegiatan dan aks (action-oriented).
Ideologi yang berkembang luas mau tidak mau dipengaruhi oleh kejadian-
kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat di mana dia berada, dan
sering harus mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan yang cukup luas.
Contoh dan beberapa ideologi atau doktrin politik ialah misalnya demokrasi Marxisme-
Leninisme, Liberalisme, Fascisme, dan sebagainya, diantara mana Marxisme-
Leninisme merupakan ideologi yang sifat doktriner dan sifat militannya paling
menonjol.

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai