Anda di halaman 1dari 7

Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses

fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri


yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis
bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat
maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti babi
dan sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu, di
daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan seperti
tahu, tempe, ikan pindang dan brem, saluran limbahnya bisa disatukan
ke dalam sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak
mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena
limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang
homogen.
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas
sistem biogas. Di samping itu, faktor-faktor lainnya seperti temperatur
digester atau ruangan tertutup kedap udara, pH, tekanan udara serta
kelembaban udara turut berpengaruh.
Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk
digunakan sebagai bahan sistem biogas adalah dengan mengetahui
perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari
bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Bahan
organik dimasukkan ke dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan
membusukkan bahan organik tersebut yang selanjutnya akan
menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas yang telah terkumpul di
dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki
penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya
kompor. Komposisi gas yang terdapat di dalam biogas adalah methana
(CH4) sebesar 40-70%, karbondioksida (CO2) sebesar 30-60% serta
sedikit hidrogen (H2) dan hidrogen sulfida (H2S). Keuntungan lain
yang diperoleh dari proses pembuatan biogas adalah lumpur yang
dapat digunakan sebagai pupuk.
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti cara
penggunaan gas lainnya yang mudah terbakar. Pembakaran biogas
dilakukan dengan mencampurnya dengan oksigen (O2). Meski
demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal perlu
dilakukan proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung
beberapa gas lain yang tidak menguntungkan.

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 )

Proses Biogas
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang
berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir. Teknologi pembuatan
biogas memanfaatkan kotoran organik, baik itu kotoran hewan
maupun sampah sayuran dan tumbuhan dengan memanfaatkan
bakteri anaerobik yang terdapat dalam kotoran tersebut untuk proses
fermentasi yang menghasilkan semacam gas yang mengandung.
Sampai tahun 1997 negara yang paling, maju dalam aplikasi teknologi
ini adalah India.

Keuntungan teknologi ini dibanding sumber energi alternatif yang lain


adalah:

1. Menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari


hari
Kotoran yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat
digunakan sebagal pupuk organik yang sangat baik.

2. Dapat mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat dalam


kotoran yang dapat menyebabkan penyakit bila kotoran hewan atau
sampah tersebut ditimbun begitu saja.

3. Yang paling utama yaitu bisa mengurangi permasalahan


penanggulangan sampah
atau kotoran hewan menjadi sesuatu yang bermanfaat

Bagaimana biogas terbentuk ?


Biogas dihasilkan apabila bahan bahan organik terdegradasi senyawa-
senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksgen atau biasa
disebut kondisi anaerobik. Dekomposisi anaerobik ini biasa terjadi
secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau, dan di dalam
tanah pada kedalaman tertentu. Proses dekomposisi lini dilakukan oleh
bakteri bakteri dan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.
Dekomposisi anaerobik dapat menghasilkan gas yang mengandung
sedikitnya 60% metan. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas
dengan nilai heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran. Biogas dapat
dihasilkan dari dekomposisi sampah organik seperti sampah pasar,
daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari sapi, babi,
kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun.
Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari
jenis hewan yang menghasilkannya.

Proses dekomposisi anaerobik pada dasarnya adalah proses yang


terdiri atas dua tahap, yaitu :
1. Proses Asidifikasi (proses pengasaman)
Proses asidifikasi teradi karena kehadiran bakteri pembentuk asam
yang disebut dengan bakteri asetogenik. Bakteri ini akan memecah
struktur organik kompleks menjadi asam asam volatil (struktur kecil).
Protein dipecah menjadi asam asam amino. Karbohidrat dipecah
menjadi gula dengan struktur yang sederhana. Lemak dipecah menjadi
asam yang berantai panjang. Hasil dari pemecahan ini akan dipecah
lebih jauh menjadi asam asarn volaid. Bakteri asetogenik juga dapat
melepaskan gas hidrogen dan gas karbondioksida.

2. Proses Produksi Metan


Bakteri pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam
yang terbentuk darl proses asidifikasi. Selain itu juga terdapat bakteri
yang dapat membentuk gas metan dari gas hidrogen dan
karbondioksida yang dihasilkan dari proses pertama.

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.3 )


Menuai Biogas dari Limbah

BIOGAS atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat
dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam
sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta banyak bahan-
bahan lainnya lagi. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah
kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran
hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas.
Pembuatan dan penggunaan biogas sebagai energi seperti layaknya
energi dari kayu bakar, minyak tanah, gas, dan sebagainya sudah
dikenal sejak lama, terutama di kalangan petani Inggris, Rusia dan
Amerika Serikat. Sedangkan di Benua Asia, tercatat negara India sejak
masih dijajah Inggris sebagai pelopor dan pengguna energi biogas
yang sangat luas, bahkan sudah disatukan dengan WC biasa.
Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan
pada awal tahun 1970-an, terutama karena bertujuan memanfaatkan
buangan atau sisa yang berlimpah dari benda yang tidak bermanfaat
menjadi yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar
kayu bakar dan minyak tanah.
Berdasarkan bahan-bahan untuk membuat biogas, cara dan
lingkungan untuk menghasilkannya, sebenarnya biogas dapat
dihasilkan di manapun. Pembuatan biogas bisa dalam bentuk yang
sederhana (untuk kepentingan rumah-tangga terbatas) ataupun dalam
bentuk yang sedang atau besar (untuk kepentingan bersama beberapa
rumah atau lebih). Juga menyangkut tempat atau bejana untuk
membuatnya. Secara sederhana dari drum bekas yang masih kuat
atau sengaja dibuat dalam bentuk bejana dari tembok atau bahan-
bahan lainnya.
Untuk sekadar memberikan gambaran, berikut ini akan diuraikan
beberapa catatan yang berhubungan dengan pembuatan dan
penggunaan biogas yang dapat dilakukan di lingkungan pedesaan, baik
secara mandiri (perorangan) ataupun bersama-sama dengan tetangga,
bahkan dalam bentuk usaha sekalipun.

Gas metan
Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman
ataupun hewan secara alami akan berurai, baik akibat pengaruh
lingkungan fisik (seperti panas matahari), lingkungan kimia (seperti
dengan adanya senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya
jasad renik yang disebut mikroba, baik bakteri ataupun jamur.
Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut,
maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana
(kecil), serta salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau gas metan.
Gas metan yang bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang
kemudian disebut biogas dengan perbandingan 65 : 35. Seperti
sampah atau jerami yang diproses menjadi kompos memerlukan
persyaratan dasar tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan
sampah atau buangan menjadi biogas, memerlukan persyaratan
tertentu yang menyangkut:

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan. Hal ini


menyangkut nilai atau bandingan antara unsur C (karbon) dengan
unsur N (nitrogen) yang secara umum dikenal dengan nama rasio C/N.
Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang
menjadi CH4 (gas metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan
persyaratan rasio C/N antara 20 - 25. Sehingga kalau menggunakan
bahan hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka
walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65
: 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 :
55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari
yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai
bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi.
Juga sebaliknya kalau bahan yang digunakan berbentuk kotoran
kandang, semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N sekira 8,
maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan
CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. Dengan nilai
ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya, sehingga
mungkin akan membahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan mempengaruhi proses terbentuknya biogas,
karena ini merupakan proses biologis yang memerlukan persyaratan
hidup tertentu, seperti juga manusia.

2. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan,


juga seperti rasio C/N harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan sesuai
dengan persyaratan yang berlaku, maka bahan yang digunakan
berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa rumput
bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka
diperlukan penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur
selokan yang sudah mengandung bahan organik tinggi, semisal dari
bekas dan sisa pemotongan hewan yang dicampur dengan sampah.
Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air
tidak akan sebanyak pada bahan yang kering. Air berperan sangat
penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan
terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan).

3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut


"kesenangan" hidup bakteri pemroses biogas antara 27C - 28C.
Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai
dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah
(dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.
4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai
kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya
membentuk CH4 dan CO2. Dalam kotoran kandang, lumpur selokan
ataupun sampah dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya,
banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan
tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil
uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan serta
mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.
Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba
pembuat biogas (umumnya disebut bakteri metan), sebaiknya
digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah
dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.

5. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal


pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam
bejana pembuat. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan
terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam
keadaan tertutup rapat.
Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas
sesuai dengan persyaratan. Tetapi kelima syarat tersebut sudah
merupakan syarat dasar agar proses pembuatan biogas berjalan
sebagaimana mestinya.
Penggunaan
Biogas seperti pula gas lain yang sudah umum digunakan sebagai
energi, dapat digunakan untuk banyak kepentingan, terutama untuk
kepentingan penerangan dan memasak. Masalahnya sekarang karena
lampu atau kompor yang sudah umum dan biasa dipergunakan untuk
gas lain selain biogas tidak cocok untuk pemakaian biogas,
sebelumnya memerlukan perubahan atau penyesuaian tertentu
terlebih dahulu. Hal ini berkaitan karena bentuk dan sifat biogas
berbeda dengan bentuk dan sifat gas lain yang sudah umum.
Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB misalnya, telah sejak lama
membuat lampu atau kompor yang dapat menggunakan biogas, yang
asalnya dari lampu petromak atau kompor yang sudah ada. Perubahan
dan penyesuaian dari lampu petromak atau kompor gas biasa yang
dapat menggunakan biogas didasarkan kepada pertimbangan
keselamatan dan penggunaan.
Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
sangat cepat menyala. Karenanya kalau lampu atau kompor
mempunyai kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya. Berbeda
dengan sifat gas lainnya, sepeti gas-kota atau elpiji, maka karena
berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi kebocoran pada alat
yang digunakan.
Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri.
Artinya dari segi keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan
atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api
yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya
besar.
Kompor biogas yang telah disusun dan diujicoba PTP ITB tersusun dari
rangka, pembakar, spuyer, cincin penjepit spuyer dan cincin pengatur
udara, yang kalau sudah diatur akan mempunyai spesifikasi
temperatur nyala api dapat mencapai 560C dengan warna nyala biru
muda pada malam hari, dan laju pemakaian biogas 350 liter/jam,
serta harganya diperkirakan antara Rp 2.500,00 sampai Rp. 3.000,00
saja (catatan tahun 1978).
Sedang lampu biogas yang juga telah diubah dan diujicoba dari lampu
petromak yang terdiri dari tiang pipa dan katup pengatur jarum
spuyer, tiang pipa dan nosel spuyer, pipa pencampur gas dan udara,
mur penjepit reflektor, ruang pembakar, kaus, semprong (kaca
pelindung berbentuk silinder) dan reflektor, ternyata mempunyai harga
antara Rp 4.500,00 sampai Rp 6.000,00 saja (tahun 1973). Untuk
lebih jelasnya kepada mereka yang membutuhkan keterangan lebih
terperinci mengenai kompor dan lampu biogas ini, sebaiknya
berhubungan dengan Pusat Teknologi Pembangunan ITB, JIn. Ganesa
10, Bandung.
Bahan pembuat biogas merupakan bahan organik berkandungan
nitrogen tinggi. Selama proses pembuatan kompos yang akan keluar
dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4
dan CO2. Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam
sisa bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik.

Anda mungkin juga menyukai