Anda di halaman 1dari 8

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polimiositis adalah miopati inflamasi idiopatik yang menyebabkan


kelemahan otot simetris proksimal, peningkatan kadar enzim otot rangka serta
elektromiografi (EMG) dan temuan biopsi otot yang spesifik.1

Patofisiologi polimiositis masih belum sepenuhnya diketahui, namun


mekanisme autoimun merupakan pathogenesis utama penyakit ini. Agen yang
mencetuskan mekanisme autoimun polimiositis tetap tidak iketahui, kemungkinan
cedera otot yang dimediasi virus atau cedera mikrovaskuler menyebabkan
pelepasan autoantigen otot.2

Miopati inflamasi idiopatik adalah penyakit yang relative jarang terjadi,


dengan insiden berkisar 0,5-8,4 kasus per jua penduduk. Polimiositis lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (rasio 2;1). Polimiositis biasanya
mempengaruhi orang dewasa dengan umur >20 tahun, terutama yang berusia 45-
60 tahun.3

Diagnostik criteria dan skema klasifikasi didasarkan pada kombinasi


klinis, laboratorium dan evaluasi patologi. Kriteria yang paling berguna untuk
diagnosis adalah kelemahan otot proksimal, elevasi enzim serum, karakteristik
EMG, dan histopatologi biopsi otot yang khas.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Polimiositis adalah miopati inflamasi idiopatik yang menyebabkan


kelemahan otot simetris proksimal, peningkatan kadar enzim otot rangka serta
elektromiografi (EMG) dan temuan biopsi otot yang spesifik.1

Miopati inflamasi idiopatik yang lebih dikenal dengan miositis terdiri dari
polimiositis, dermatomiositis, dan Inclusion Body Miositis (IBM).
Dermatomiositis secara klinis mirip dengan polimiositis. Dermatomiositis adalah
inflamasi miopati inflamasi idiopatik yang terkait dengan manifestasi
dermatologis yang khas. IBM adalah inflamasi perlahan miopati idiopatik dengan
karakteristik temuan patologis umumnya ditemukan pada laki-laki yang lebih tua.1

2.2 KLASIFIKASI

Bohan dan Peter mengklasifikasikan polimiositis sebagai berikut :3

I. Polimiositis idiopatik primer


II. Dermatomiositis idiopatik primer
III. Polimiositis atau dermatomiositis berhubungan dengan malignansi
IV. Polimiositis atau dermatomiositis anak-anak
V. Polimiositis atau dermatomiositis berhubungan dengan penyakit jaringan
ikat lainnya
VI. Inclusion body myositis
VII. Lain-lain (missal miositis eosinofilik, miositis ossificans, miositis focal,
giant cell myositis)
3

2.3 ETIOLOGI

Etiologi polimiositis masih belum sepenuhnya diketahui, namun


mekanisme autoimun merupakan patogenesis utama penyakit ini. Agen yang
mencetuskan mekanisme autoimun polimiositis tetap tidak diketahui,
kemungkinan cedera otot yang dimediasi virus atau cedera mikrovaskular
menyebabkan pelepasan autoantigen otot. 3

2.4 PATOFISIOLOGI 3

Mekanisme autoimun yang mendasari pathogenesis polimiositis.


Meskipun agen yang mencetuskan polimiositis tetap tidak diketahui,
kemungkinan cedera otot yang dimediasi virus atau cedera mikrovaskular
menyebabkan pelepasan autoantigen otot. Autoantigen ini kemudian
dipresentasikan ke limfosit T oleh makrofag dalam otot. Activated T lymphocytes
berproliferasi dan melepaskan sitokin seperi interon gamma (IFN-gamma) dan
interleukin (IL-2). IFN-gamma mempromosikan aktivasi makrofag lebih lanjut
dan pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha
(TNF-alpha).

Selain itu, sitokin ini mendorong ekspresi dari molekul major


histocompatibility complex (MHC) kelas I dan kelas II dan molekul adhesi pada
el otot. Serat otot dirusak ketika limfosit T (sitotoksik) dan CD8 bertemu antigen
dalam hubungannya dengan molekul MHC kelas I pada sel otot. Makrofag
melanjutkan lebih lanjut proses perusakan baik secara langsung maupun dengan
mengeluarkan sitokin.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala polimiositis secara bertahap berkembang dalam jangka waktu 3-6


bulan. Diagnosis biasanya tertunda, karena tidak seperti pada dermatomiositis,
tidak ada ruam terkait yang terjadi sebelum onset penyakit. 3

Riwayat pasien dengan polimiositis atau dermatofitosis biasanya memiliki


kinis meliputi: 3:
4

Kelemahan otot proksimal simetris pada ekstremitas superior dan inferior.


Paling sering mengenai otot proksimal gelang bahu dan gelang panggul;
kadang-kadang dapat juga mengenai otot lain, sehingga menimbulkan
kesulitan mengangkat kepala, berjalan lurus dan sebagainya.4
Otot biasanya tidak nyeri
Disfagia dan aspirasi
Demam
Malaise
Anoreksia
Berat badan menurun

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang :3, 4

Peningkatan Creatinin kinase serum


Peningkatan Lactate Dehidrogenase (LDH)
Elektromiografi didapatkan fibrilasi spontan dan potensial polifasik serta
berjangka pendek yang menunjukkan adanya aktifasi insersional.
Histologi biopsi otot akan tampak gambaran nekrosis fokal serabut otot
dengan garis-garis seran lintang otot menghilang disertai inti sarkolema
yang lebih gelap.
SGOT, SGPT, Kreatin fosfokinase (CPK) dan aldolase meningkat
LED dan C-Reactive Protein (CRP) meningkat

2.7 DIAGNOSIS

Kriteris diagnosis Polimiositis-Dermatomiostis menurut Bohan dan Peter : 4

1. Kelemahan simetrik otot gelang bahu dan panggul dan otot fleksor anterior
leher yang progresif berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dengan
atau tanpa disfagia atau keterlambatan otot pernafasan.
2. Gambaran histologik otot skeletal menunjukkan tanda-tanda nekrosis pada
serabut otot tipe 1 dan 2, fagositosis, regeneasi dengan basofilia, inti
5

sarkolema yang besar dengan anak inti yang prominen, atrofi perifasikuler,
ukuran serabut otot yang bervarisi dan eksudat inflamatorik.
3. Peningkatan kadar enzim otot skelet dalam serum (CK, Aldolase, SGOT,
SGPT dan LDH)
4. Gambaran elektromiografik menunjukkan triad unit motor yang pendek,
kecil dan polifasik; fiblilasi, gelombang positif dan iritabilitas insertional;
dan bizarre high frequency discharges
5. Gambaran dermatologic ysng spesifik yang meliputi diskolorisasi
heliotrope pada kelopak mata disertai edema periorbital; dermatitis
eritematoskuamosa pada dorsum manus, terutama pada daerah MCP dan
PIP (Gottrons sign); dan keterlibatan lutut, siku, maleolus medial, muka
leher da badan bagian atas.

2.8 PENATALAKSANAAN

Terapi farmakologi 3

Kortikosteroid
Prednisone adalah pengobatan lini pertama untuk polimiositis. Dosisnya
adalah 1 mg/kgBB/hari sampai 6 minggu pertama terapi, dengan penilaian
yang berkelanjutan dari respon klinis. Dosis prednisone 1 mg/kgBB/hari
tidak boleh bertahan lebih dari 6 minggu karena potensi terjadinya miopati
glukokortikoid. Setelah 4-6 minggu dengan dosis awal, tappering
prednisone harus dimulai.
Imunosupresan
Agen imunosupresan ditunjukkan pada pasien yang tidak membaik dengan
steroid dalam jangka waktu yang wajar (misalnya, 4 minggu) atau dimana
efek samping dari kortikosteroid berkembang. Dalam keadaan seperti ini,
metotreksat adalah agen lini kedua. Metotreksat juga dapat diberikan
dengan dosis awal 7,5 mg/minggu dan dapat dinaikkan sampai 15
mg/minggu bila setelah 4-6 minggu tidak didapatkan perbaikan yang
diharapkan.
6

Terapi Non-farmakologi 3

a) Diet tinggi protein


b) Menghindari penambahan berat badan
c) Rehabilitasi dan terapi fisik

2.9 KOMPLIKASI 3

Fenomena Raynaud
Osteoporosis
Aspirasi
Gagal jantung kongestif

2.10 PROGNOSIS

Prognosis polimiositis tergantung pada jenis kelamin, usia, tingkat


keparahan miopati, keganasan, disfagia dan masalah kardiopulmonal. Pada
dewasa prognosis lebih baik, kecuali berkaitan dengan keganasan.2
7

BAB 3
KESIMPULAN
Polimiositis adalah miopati inflamasi idiopatik yang menyebabkan
kelemahan otot simetris proksimal, peningkatan kadar enzim otot rangka serta
elektromiografi (EMG) dan temuan biopsi otot yang spesifik.

Etiologi polimiositis masih belum sepenuhnya diketahui, namun


mekanisme autoimun merupakan patogenesis utama penyakit ini. Agen yang
mencetuskan mekanisme autoimun polimiositis tetap tidak diketahui,
kemungkinan cedera otot yang dimediasi virus atau cedera mikrovaskular
menyebabkan pelepasan autoantigen otot.
8

DAFTAR PUSTAKA

1. Milisenda JC, Selva-OCallaghan A, Grau JM. The diagnosis and


classification of polymyositis. J Autoimun.2014 Feb-Mar.48-49;118-21.
2. Dalakas MC, Hohlfeld R.Polymyositis and dermatomytositis, and
inclusion body myositis. Dalam: Braunwald, editor. Harrisons principles
of inernal medicine. Edisi ke-16. New York; MCGraw-Hill;2005.
3. Pappu R. Polymyositis. New York; WebMD LLC;2014
http://emedicine.medscape.com/article/335925-overview
4. Setiyohadi Bambang. Miopati Inflsmatif, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
ed 6 jilid III. Interna Publishing. Jakarta: 2014

Anda mungkin juga menyukai