Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN UROLITIASIS

DI SUSUN OLEH:

1. HENGKY
2. NURMA YUNITA
3. YESI ARITA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA ADIGUNA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

PALEMBANG

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

karunia- Nya, sehingga makalah yang berjudul tentang Asuhan Keperawatan

Urolitiasis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini tidak luput dari kesalahan. Kami sangat mengharapkan kritik

dan saran untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Kami mengucapkan terima

kasih pada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya

selama kami mengikuti mata kuliah tersebut. Sekian dan terima kasih.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi fisiologi system urogenitalia ............................... 3
2.2 Definisi urolithiasis ........................................................... 6
2.3 Klasifikasi batu saluran kemih .......................................... 7
2.4 Etiologi .............................................................................. 9
2.5 Manifestasi klinis .............................................................. 10
2.6 Penatalaksanaan ................................................................ 11
2.7 Asuhan keperatan umum ................................................... 13
2.7.1 Pengkajian ............................................................. 13

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ...................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu uretra, dan batu kandung kemih. Komposisi dari batu saluran
kemih ini bisa terdiri dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat dan
batu jenis lainnya yang didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin,
dan batu silikat. Penyebab tersering terjadinya batu saluran kemih ini
adalah adalah sumbatan pada saluran kemih baik itu terjadi secara
herediter maupun karena factor dari luar. (Purnomo, 2011 ed.3)
Penyakit batu saluran kemih ini sudah dikenal sejak zaman babilonia
dan zaman mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah
diketemukannnya batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini
dapat menyerang penduduk diseluruh dunia tidak terkecuali penduduk di
Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak diberbagai belahan dunia.
Dinegara-negara berkembang banyak dijumpai pasien dengan batu
kandung kemih sedangkan dinegara majulebih banyak dijumpai penyakit
batu saluran kemih bagian atas, hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh
status gizi da aktivitas pasien sehari-hari. (Purnomo, 2011 ed.3)
Di Amerika Serikat, 5-10% penduduknya menderita penyakit ini,
sedangkan diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang
menderita batu saluran kemih. Selain infeksi saluran kemih dan
Pembesaran prostat benigna, penyakit batu saluran kemih juga merupakan
tiga penyakit terbanyak pada system urologi sehingga perlu untuk
dipahami terkait penjelaskan maupun factor resiko terjadinya batu saluran
kemih agar penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. (Purnomo, 2011)

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Urolithiasis ?
2. Apa saja klasifikasi dari Urolithiasis ?
3. Apa penyebab Urolithiasis ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Urolithiasis ?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk Urolithiasis ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 TujuanUmum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan PerkemihanI
diharapkan mahasiswa semester 6 dapat mengerti dan memahamikonsep
teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasisdengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 TujuanKhusus
1. Untuk mengetahui definisi dari Urolithiasis
2. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Urolithiasis
3. Untuk mengetahui etiologi dari Urolithiasis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Urolithiasis
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk Urolithiasis
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi System Urogenitalia


Sistem urogenitalia terdiri dari system organ reproduksi dan system
urinaria. Keduanya dijadikan satu kelompok system urogenitalia karena
mereka saling berdekatan, berasal dari embriologi yang sama dan
menggunakan saluran yang sama sebagai alat pembuangan misalnya uretra
pada pria. System urinaria atau disebut juga sebagai system ekskretori
yang merupakan organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan
urin. Pada manusia normal organ ini terdiri atas ginjal beserta system
pelvikalises , ureter, kandung kemih, dan urtera. Pada umumnya organ
urogenitalia terletak dirongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ
lain yang berada disekitanya kecuali testis, epididimis, vas deferense,
penis dan uretra. (Purnomo, 2011 ed. 3)

Gambar 2.1 Urogenitalia


1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak
dirongga retroperitoneal bagian atas. Beratnya menyerupai kacang
dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut
sebagai hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis
dan struktur lain yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, system

3
limfatik dan system saraf. Besar dan berat ginjal sangat bervariatif,
tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada
sisi yang lain. Dalam hal ini ginjal laki-laki relative lebih besar dari
perempuan. Pada autopsy klinis didapatkan bahwa ukuran rerata
ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm(panjang)x 6cm (Lebar) x 3.5cm
(tebal) dengan berat bervariasi antara 120-170 gram ataukuranglebih
0.4% dari berat badan. (Purnomo, 2011 ed. 3)
a. Struktur ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi atas 2 bagian yaitu korteks
dan medulla ginjal . korteks ginjal terletak lebih superficial dan
didalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit
fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal terletak lebih profondus
banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil
ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus
kontrotus proksimal, loop of henle, tubulus kontrotus distal dan
duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa hasil metabolism
tubuh difiltrasi didalam glomerulus dan setelah sampai di tubulus
ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh direabsorbsi dan
zat sisa yang tidak diperlukan tubuh mengalami sekresi
membentuk urin.
b. Vaskularisasi ginjal
Suplai darah ginjal di perankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri
renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdomnalis dan
vena renalis bermuara langsung ke dalam vena kafa inferior.
c. Persarafan
Ginjal mendapatkan persafaran melalui pleksus renalis yang
seratnya bersama dengan arteri renalis. Input dari system simpatik
menyebabkan vasokontriksi yang menghambat aliran darah ke
ginjal. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju corda spinalis
segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level

4
dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri
didaerah pinggang bisa merupakan nyeri referral dari ginjal.
d. Fungsi ginjal
Ginjal memerankan beberapa fungsi tubuh yang sangat penting
bagi kehidupan yakni menyaring sisa metabolism dan toksin dari
darah serta mempertahankan hemostasis cairan dan elektrolit
tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Fungsi tersebut
diantaranya
1) Mengontrol sekresi hormone aldosteron dan ADH dalam
mengatur jumlah cairan tubuh
2) Mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D
3) Mengasilkan beberapa hormone diantaranya eritropoetin,
rennin dan prostaglandin Sumber : (Purnomo, 2011 ed. 3)
2. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urindari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada
orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-35 cm dengan diameter 3-
4 mm.
3. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria terletak tepat di belakang os pubis. Bagian ini
merupakan tempat untuk menyimpan urin, berdinding otot kuat ,
bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang dikandung.
Vesika urinaria saat kosong terletak di apeks belakang tepi atas
simfisis pubis. Permukaan posterior berbentuk segitiga
(H. Syaifuddin,2011 ed.4).
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari
kandung kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi
menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan anterior. Pada pria, organ
ini juga berfungsi untuk menyalurkan air mani.

5
5. Kelenjar prostat
Prostat merupakan organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli, didepan rectum dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2.5cm dan
beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat menghasilkan cairan yang
merupakan salah satu komponen dari cairan ejaculator.

2.2 Definisi Urolithiasis


Urolithiasis merupakan penyakit batu saluran kemih sedangkan
nefrolithiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Urolithiasis merujuk
pada adanya batu dalam system perkemihan. Batu atau kalkuli dibentuk
didalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh
kristalisasi dari substansi ekskresi didalam urin. (Nursalam, 2006)
Proses Pembentukan Batu
Secara teoritis batu dapat berbentuk diseluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin(statis urin) yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises(stenosis uretero pelvis ), divertikel,
obstruksiinfravesika kronis seperti pada hyperplasia benigna prostat,
striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu tersebut terdiri atas
kristal-kristal yang tersusun bahan-bahan organic dan anorganik yang
terlarut dalam urin. (Purnomo, 2011)
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu saluran kemih ditentukan juga oleh
adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat
yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat
menghambat terbentuknya batu saluran kemih yang bekerja mulai dari
proses reabsorbsi kalsium dalam usus, proses pembentukan inti batu atau
Kristal, proses agregasi kristal hingga retensi kristal. (Purnomo 2011)

6
2.3 Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium
oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-
fosfat(MAP), Xanhyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data
mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat
penting untuk usaha pencegahan terhadap timbulnya batu residif. Jenis-
jenis batu terdiri dari (Purnomo, 2011):
a. Batu kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaotu kurang lebih 70-80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas
kalsium oksalat , kalsium fosfat, atau campuran kedua unsure tersebut.
Factor terjadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuria
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria
b. Batu struvit
Disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu tersebut
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman golongan
pemecah urea atau urea splitter yang menghasilkan urease dan merubah
urin menjadi basa melalui proses hidrolisis urea menjadi amoniak
merupakan penyebab terjadinya batu struvit tersebut.
c. Batu Asam Urat
5-10% batu saluran kemih adalah batu asam urat. 75-80% dari batu
asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat.
d. Batu jenis lain
Batu sistin, batu Xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisten terjadi karena kelainan metabolism sistin dalam
absorbs sistin di mukosa usus, batu xanthin terjadi akibat penyakit

7
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis
hipoxanthin menjadi xanthin kemudian menjadi asam urat. Selain itu
pemakaian silikat yang berlebihan dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2011 ed.3).
Klasifikasi Batu Berdasarkan Lokasinya:
1. Batu Ginjal dan Batu Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada
dikaliks infudibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari
dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa
sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system
pelvikalis ginjal akan mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Selain itu, batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-
otot system pelvikalis dan turun ke ureter menjadi batu ureter
(Purnomo, 2011 ed.3).
2. Batu Kandung Kemih
Batu kandung kemih sering terjadi pada pasien yang
mengalami gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli.
Gangguan miksi terjadi pada pasien dengan hyperplasia prostat,
striktura uretra, divertikal buli-buli atau buli-buli neurogenik. Selain
itu, batu kandung kemih juga bisa disebabkan oleh batu ginjal atau
batu ureter yang turun ke kandung kemih. Jika penyebabnya infeksi,
biasanya komposisi batu kandung kemih ini terdiri atas asam urat atau
struvit.
3. Batu Uretra
Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra
biasanya terjadi karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang
turun ke uretra. Keluhan yang biasa di sampaikan pasien adalah miksi
tiba-tiba berhenti sehingga terjadi retensi urin yang mungkin
sebelumnya didahului nyeri pinggang.

8
Berdasarkan Etiologi:
a. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
b. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit,
ammonium urat
c. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
d. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh(
indinavir

2.4 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemologi terdapat beberapa factor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Factor-
faktor itu adalah factor intrinsic , yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan factor intrinsic yaitu pengaruh dari lingkungan sekitarnya.
(Purnomo,2011 ed.3)
a. Factor intrinsic
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya
2. Umur: sering pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan
4. Gangguan Metabolik : Hiperparatiroididsme, Hiperkalsiuria,
Hiperuresemia.
b. Factor ekstrinsik
1. Geografi: beberapa daerah menunjukan kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
dengan stone belt (sabuk batu) sedangkan daerah bantu afrika
selatan tidak dijumpai batu saluran kemih

9
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin , oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan: sering dijumpai pada klien dengan pekerjaan banyak
duduk atau kurang activitas atau sedentary life
Etiologi berdasarkan klasifikasi : (Turk, C, T. Knoll, A petrik, K.
Sarika, C. Seitz, A. Skolarikos, M. Straub, 2013 Urolithiasis):
a. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
b. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit,
ammonium urat
c. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
d. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh(
indinavir

2.5 Manifestasi Klinis


Batu di ginjal itu sendiri bersifat asimtomatik kecuali apabila batu
tersebut menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi (J. Corwin, 2007).
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Iritasi batu yang terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya infeksi (pielonefritis dan sistitis) yang
sering disertai dengan keadaan demam, mengggil dan disuria.
1. Batu di piala ginjal (Purnomo, 2011)
a. Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus di area
kostovertebral.
b. Dapat dijumpai hematuria dan piuria.

10
c. Kolik renal : Nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan
di seluruh area kostovertebral, nyeri pinggang, biasanya disertai
mual dan muntah
2. Batu di ureter (Purnomo, 2011)
a. Nyeri luar biasa, akut, kolik yang menyebar ke paha & genitalia
b. Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang
keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu.
3. Batu di kandung kemih (Purnomo, 2011)
a. Nyeri kencing/disuria hingga stranguri
b. Perasaan tidak enak sewaktu kencing
c. Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali
dengan perubahan posisi tubuh
d. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
4. Batu di uretra (Purnomo, 2011)
a. Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin
Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.
Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di
perineum atau rektum
b. Batu yang terdapat di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh
pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun
pendularis atau kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna

2.6 Penatalaksanaan

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang
dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar sepontan. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

11
2. Bedah Tertutup
a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih.
b. Endourologi
Proses pemecahan batu yang dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan
energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal
dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2) Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
3) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada dalam
ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi.
3. Bedah Laparoskopi
Pembedahan ini untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
4. Bedah terbuka
Pengangkatan batu melalui pembedahan :
a. Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
b. Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
c. otomi (batu diangkat dari kandung kemih)

12
2.7 Asuhan Keperawatan Umum
2.7.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1) Data demografi
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
pekerjaan, diagnosa medis, agama, suku bangsa klien dan keluarga
penanggung jawabnya.
2) Riwayat kesehatan
(1) Keluhan utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu,
ukuran batu, dan penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya
peningkatan tekanan hidrostatik di daerah abdomen bagian
bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior
dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Nyeri yang dirasakan
bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik hilang
timbul akibat spasme otot polos ureter karena peningkatan
aktivitas untuk mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena
hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Apabila urolithiasis
disertai dengan adanya infeksi maka demam juga akan
dikeluhkan. Keluhan kencing seperti disuria, retensi urin atau
gangguan miksi lainnya dikeluhkan klien saat pertama
datang ke tenaga kesehatan.
(2) Riwayat penyakit sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi
urin yang dialami (oliguria, disuria, hematuria). Biasanya
seiring berjalannya waktu dan tingkat keparahan penyakit
maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif.
Respon dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan
gastrointestinal, seperti keluhan anoreksia, mual, dan muntah

13
yang menimbulkan manfestasi penurunan asupan nutrisi
umum. Mengkaji berapa lama dan berapa kali keluhan
tersebut dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan
tersebut muncul adalah penting untuk mengetahui riwayat
perjalanan penyakit.
(3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami
gangguan haluaran urin sebelumnya, riwayat ISK, riwayat
hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat
hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker (berhubungan
dengan adanya malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa
menjadi faktor penyulit pada kasus urolithiasis, penderita
osteoporosis yang menggunakan obat dengan kadar kalsium
yang tinggi.
(4) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK,
riwayat hipertensi, riwayat kalkulus dalam keluarga,
penyakit ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat
bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
3) Riwayat penggunaan obat
Adanya riwayat pengunaan obat-obatan tinggi kalsium, antibiotik,
opioda, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak a
2) da keterbatasan gerak leher.
3) Mata: Mata normal
4) Hidung: Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan
pernapasan cuping hidung.
5) Telinga: Fungsi pendengaran kien baik.

14
6) Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada
peradangan pada mulut, mulut dan lidah bersih.
7) Dada
(1) Inspeksi: Dada klien simetris.
(2) Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
(3) Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan
atau darah di daerah paru.
(4) Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.
8) Abdomen
(1) Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.
(2) Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
(3) Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
(4) Perkusi: -
9) Genetalia: Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia
tidak ditemukan adanya keluhan atau kelainan bentuk anatomi.
10) Pola aktifitas: Perkejaan yang dilakukan monoton seperti sopir bus.
11) Pola sirkulasi: Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal
ginjal). Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
12) Pola eliminasi: Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi
sebelumnya (kalkulus). Terjadi penurunan haluaran urin yang
ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar, oliguria, hematuria,
piuria, perubahan pola berkemih.
13) Pola intake makanan dan cairan: Klien mual dan muntah, nyeri
tekan pada abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan
fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan
cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan suara
bising usus.
14) Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik.
Lokasi nyeri tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di
region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat menyebar ke seluruh
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia. Nyeri

15
dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain yang ditandai dengan prilaku
distraksi, terjadi demam dan menggigil.
Pemeriksaan fisik dengan metode ROS:
1. B1 (breathing)
Pola napas cepat dan dalam pada kussmaul menunjukkan adanya
asidosis metabolik. Jika memberat, edema paru bisa ditemukan
menjadi penyakit paru uremik (edema paru nonkardiogenik). Ronkhi
terdengar karena beban volume berlebihan pada paru sebagai akibat
dari retensi natrium dan air. Klien sering mengalami infeksi karena
imunosupresi pada gagal ginjal terminal.
2. B2 (blood)
Gagal ginjal kronik bisa memicu gagal jantung kongestif. Sedangkan
gagal ginjal terminal dapat menimbulkan manifestasi anemia karena
eritopoiesis. Keadaan hidrasi klien penting diperiksa pada semua klien
dengan masalah kesehatan yang berhubungan dengan sistem
perkemihan.
3. B3 (brain)
Periksa adanya anemia dan ikterus (jarang ditemukan) sebagai akibat
dari retensi nitrogen yang menyebabkan hemolisis. Fetor uremikum
(bau amoniak hasil pemecahan urea di dalam saliva). Stomatitis dan
ulkus dapat dijumpai karena ada penurunan aliran saliva sehingga
memunculkan risiko infeksi. Pada sistem persarafan sendiri, pada klien
kronis berat adalah somnolen sampai koma karena retensi nitrogen
atau toksik.
4. B4 (bladder)
c. Inspeksi
a) Amati pembesaran pada daerah pinggang dan abdomen yang
mungkin terlihat karena adanya hidronefrosis.

16
b) Pemeriksaan eliminasi urin
Perubahan yang terjadi biasanya adalah perubahan pancaran
miksi akibat dari obstruksi pada saluran kemih atau kelainan
neurologis atau pascatrauma pada saluran kemih.
c) Pemeriksaan genitalia eksterna
Mencakup genitalia eksternal dan cincin. Melalui inspeksi,
perhatikan adanya kelainan pada penis dan uretra, misalnya
mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia,
stenosis pada meatus eksterna, fimosis/parafimosis, fistel
uretrokutan, ulkus, tumor, dan keganasan penis.
d) Maturitas seksual
Mengkaji kematangan seksual klien, dari ukuran dan bentuk
penis dan testis, warm dan tekstur kulit skrotum dengan
karakternya, dan distribusi rambut pubis. Inspeksi juga kulit
yang menutup genitalia untuk kutu,ruam, ekskoriasi, ataupun
lesi.
e) Penis
Inspeksi struktur penis, termasuk batang, korona, prepusium,
glans, dan meatus uretra untuk mengkaji adanya lesi. Vena
dorsalis harus terlihat saat inspeksi. Lakukan palpasi untuk
mengkaji adanya nyeri ataupun kondisi abnormal.
f) Skrotum
Inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan juga adanya lesi dan
edema.
d. Auskultasi
Kaji adanya bruit renal dan paling terdengar tepat di atas umbilikus
sekitar 2cm dari sisi kanan atau sisi kiri garis tengah.
e. Perkusi
Memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (CVA). Pada klien
dengan pielonefritis, batu ginjal pada pelvis, dan batu ureter akan
terasa nyeri.

17
f. Palpasi

Ginjal teraba unilateral Ginjal teraba bilateral


Hipernefroma (kasrsinoma sel
Karsinoma sel ginjal bilateral
ginjal)
Hidronefrosis atau pionefrosis
Hidronefrosis atau pionefrosis
bilateral
Ginjal polikistik (dengan
Ginjal polikistik
pembesaran yang asimetris)
Sindrom nefrotik, nefropati
Ginjal kanan normal/ginjal soliter
diabetika

Pemeriksaan kandung kemih dengan palpasi dan perkusi


kandung kemih dilakukan untuk menentukan batasnya dan adanya
nyeri tekan pada area suprasimfisis. Perhatikan adanya benjolam atau
masa atau jaringan parut di suprasimfisis. Masa yang teraba mungkin
merupakan kandung kemih yang penuh sebagai akibat dari retensi urin
yang dialami.
5. B5 (bowel)
Stomatitis dan bau amonia pada klien dengan masalah ginjal dapat
menimbulkan anoreksia yang berpotensi pada penurunan pemenuhan
nutrisi tubuh. Selain itu, ulkus mukosa mulut dan lambung dapat
memperberat anoreksia lebih lagi. Kaji adanya asites di abdomen
akibat berkumpulnya cairan karena sindrom nefrotik sebab
hipoalbuminemia.
6. B6 (bone)
Kulit dapat kekuningan akibat gagal ginjal kronis atau abu-abu
sampai merah tua akibat desposisi zat besi pada klien yang melakukan
transfusi darah multipel. Sedangan kuku klien biasanya ada leukonikia
karena hipoalbumin, yang ditandai dengan proteinuria berat (>3,5
gr/24jam), kadar albumin serum rendah (<30 g/l) dan edema karena
kerusakan pada glomerulus. Edema ekstremitas (pitting edema) juga
mungkin ditemui.

18
C. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MK
1. DS: klien mengeluh Urolithiasis Nyeri Akut
nyeri pada pinggang
(S) menjalar sampai Obstruksi pada traktus urinarius
meatus uretra
DO: wajah klien Tekanan hidrostatik meningkat
meringis kesakitan.
P: nyeri timbul Distensi pada ureter proksimal
karena adanya
distensi pada ureter Frekuensi kontraksi ureter
Q: nyeri kolik meningkat
R: pinggang (S)
sampai meatus Peningkatan tekanan pada
uretra dinding ureter
S: skala nyeri 7 (dari
0-10) wajah Trauma
meringis kesakitan
dan lutut menekuk Terputusnya saraf
untuk menahan sakit
T: nyeri hilang Melepaskan reseptor nyeri
timbul dan nyeri
hebat saat berkemih Nyeri
2. DS: klien Obstruksi pada traktus urinarius Retensi Urin
mengatakan sulit
BAK dan hanya
keluar sedikit serta Penurunan reabsorbsi dan
sering BAK malam sekresi turbulensi ginjal
hari

19
DO: Gangguan fungsi ginjal
1. BAK output 1000
cc/hari berwarna Penurunan produksi urin
kuning jernih dan (tertahan di kandung kemih)
intake cairan 1500
cc/hari.
2. Distensi abdomen
bagian bawah
(daerah simpisis)
3. Disuria
4. Hesistensi
5. Retensi urin

3. DS : Suhu tubuh px Urolithiasis Risiko Infeksi


meningkat
DO : Adanya batu di uretra
- Hematuria
- Px menggunakan Batu terdorong oleh urin dan
alat bantu kateter melukai uretra

Pemasangan alat bantu kateter

Hygiene kurang

Infeksi

20
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi dorongan dan
gesekan pada saluran kemih
2. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Sistoskopi atau
penggunaan kateter)

E. Intervensi

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut Tujuan: MANAJEMEN NYERI
b.d peningkatan Setelah dilakukan perawatan (KONTROL NYERI)
frekuensi dorongan 2x24 jam klien melaporkan
gesekan pada nyeri berkurang atau 1. Kaji nyeri secara
saluran kemih hilang. komprehensif meliputi
Kriteria hasil: lokasi, karakteristik, onset,
5. Nyeri terkontrol yang frekuensi, kualitas,
dilihat dari indikator: intensitas atau beratnya
a. Klien menuliskan nyeri dan faktor presipitasi
gejala nyeri 2. Observasi ekspresi klien
berkurang (skala 1- secara non verbal agar
5) mengetahui tingkat nyeri
b. Klien dapat 3. Kolaborasi pemberian
menjelaskan faktor analgesik sesuai advis
penyebab nyeri dokter dan monitoring
c. Klien dapat respon klien
mengetahui 4. Kaji pengetahuan dan
intervensi yang perasaan klien mengenai
dilakukan untuk nyerinya
mengurangi nyeri

21
(farmaka dan non 5. Kaji dampak nyeri
farmaka) terhadap kualitas hidup
d. Klien melaporkan klien (ADL)
perubahan gejala 6. Ajak klien untuk mengkaji
nyeri yang terkontrol faktor yang dapat
pada tim medis memperburuk nyeri
e. Klien mengetahui 7. Kontrol faktor lingkungan
onset nyeri yang dapat mempengaruhi
6. Level nyeri ketidaknyamanan klien
a. Laporan nyeri 2. 8. Ajarkan teknik
b. Durasi nyeri nonfarmakologi (relaksasi,
c. Ekspresi wajah klien terapi musik, distraksi, terapi
d. Tidak terjadi aktifitas, masase)
diaporesis
7. TTV dalam batas
normal (TD: 120/80
mmHg, Nadi: 16-
20x/menit)
2. Retensi urin Tujuan: 1. Urinary Retention Care
b.d obstruksi Setelah dilakukan tindakan a. Monitor intake dan
saluran kemih keperawatan 3x24 jam output
retensi urin klien dapat b. Monitor penggunaan
teratasi. obat antikolinergik
Kriteria Hasil: c. Monitor derajat
1. Kandung kemih kosong distensi bladder
secara penuh d. Instruksikan pada klien
2. Tidak ada residu urin dan keluarga untuk
>100-200 cc mencatat output urine
3. Intake cairan dalam e. Sediakan privasi untuk
rentang normal eliminasi
4. Bebas dari ISK f. Stimulasi refleks

22
5. Tidak ada spasme bladder dengan
bladder kompres dingin pada
6. Balance cairan seimbang abdomen.
7. Level nyeri g. Kateterisaai jika perlu
a. Laporan nyeri h. Monitor tanda dan
b. Durasi nyeri gejala ISK (panas,
c. Ekspresi wajah klien hematuria, perubahan
d. Tidak terjadi bau dan konsistensi
diaporesis urine)
8. Eliminasi urin optimal 2. Monitoring kadar albumin,
dilihat dari indikator: protein total
a. Pola berkemih 3. Lakukan perawatan
b. Jumlah urin perineal dan perawatan
c. Warna urin selang kateter
d. Intake cairan 4. Dorong klien untuk
e. Kejernihan urin berkemih tiap 2-4 jam dan
f. Bau urin bila tiba-tiba dirasakan.
5. Ajarkan serta
demonstrasikan kepada
klien dan anggota
keluargatentang teknik
berkemih yang akan
digunakan di rumah.
Sehingga klien dan keluarga
mampu melakukannya
dengan mandiri.
6. Kolaborasikan obat diuretik
3. Risiko infeksi b.d Tujuan: KONTROL INFEKSI
prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
(Sistoskopi atau keperawatan selama 1x24 2. Cuci tangan setiap sebelum
penggunaan jam infeksi pada klien dapat dan sesudah tindakan

23
kateter) terkontrol keperawatan
Kriteria Hasil: 3. Gunakan baju, sarung
Faktor-faktor 1. Klien bebas dari tanda tangan sebagai alat
risiko : dan gejala infeksi pelindung
1. Prosedur (tumor, dolor, rubor, 4. Gunakan kateter intermiten
Invasif kolor, fungsio laesa) untuk menurunkan infeksi
2. Inadekuat 2. Menunjukkan kandung kemih
pertahanan kemampuan untuk 5. Tingkatkan intake nutrisi
sekunder mencegah timbulnya 6. Dorong klien untuk
(penurunan Hb, infeksi memenuhi intake cairan
Leukopenia, 3. Jumlah leukosit dalam 7. Berikan terapi antibiotik
penekanan respon batas normal PROTEKSI TERHADAP
inflamasi) (400010.000/mm3) INFEKSI
c) 4. Status imunitas baik 1. Monitoring tanda dan
dilihat dari indikator: gejala infeksi sistemik dan
a. Suhu tubuh lokal
b. Fungsi respirasi 2. Inspeksi kulit dan
c. Fungsi membran mukosa terhadap
gastrointestinal kemerahan, panas,
d. Fungsi drainase
genitourinaria 3. Monitoring adanya luka
e. Integritas kulit 4. Batasi pengunjung bila
f. Integritas mukosa perlu
5. Dorong klien untuk
istirahat
6. Ajarkan klien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
7. Kaji suhu badan pada klien
neutropenia setiap 4 jam
8. Laporkan kecurigaan
infeksi

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Urolithiasis merupakan penyakit batu saluran kemih sedangkan
nefrolithiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Urolithiasis merujuk
pada adanya batu dalam system perkemihan.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius
bergantung pada adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema
Untuk penatalaksanaan Urolithiasis menggunakan beberapa teori,
yaitu Konserfatif, terapi farmakologi dan terapi kimiawi

3.2 Saran
Kami menyadari tentunya dalam penulisan makalah ini, banyak
kekurangannya oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
guna kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Kami berharap
makalah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan urolitiasis dapat
menambah pengetahuan tentang penyakit urolitiasis dan bermanfaat bagi
kita semua.

25
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions 7 Classification 2015-


2017 Tenth Edition. UK NANDA International, Inc.

Borley, P. A. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga

Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition.


Elsevier: Saunders

Chang, Esther. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta:


EGC

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Ed.3. Jakarta: EGC

Moorhead et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition.


Elsevier: Saunders

Nursalam .2006. Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.
Informa: UK

Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Stoller ML Bolton DM Urinary Stone Disease In: Tanagho EA, Mc Aninch JW


Smiths General Urology,ed.5. New York: Mc Graw-Hill Companie, 2000,
291-316.

Suharyanto, Toto dan Madjid, Abdul. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media

Syaifuddin,H. 2011. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi


ke tiga. Jakarta :EGC

Umamy, V. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga by Pierce A. Grace &
Neil R. Borley. Jakarta: Penerbit Erlangga

26

Anda mungkin juga menyukai