Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................... 3
1.1 Definisi ................................................................................................................ 3
1.2 Gingiva ................................................................................................................ 3
1.3 Klasifikasi Gingivitis ............................................................................................. 7
1.4 Epidemiologi ....................................................................................................... 9
1.5 Etiologi dan Patofisiologi................................................................................... 10
1.6 Prevalensi .......................................................................................................... 11
BAB II ................................................................................................................................. 12
2.1 Acute Primary Herpetic Gingivostomatitis (APHG) ........................................... 12
2.2 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG atau Infeksi Vincent)............... 15
2.3 Recurrent Aphtous Ulcer (RAU) ......................................................................... 16
2.4 Gingivitis Skorbutik ........................................................................................... 17
BAB III ................................................................................................................................ 19
3.1 Acute Primary Herpetic Gingivostomatitis (APHG) ........................................... 19
3.2 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG atau Infeksi Vincent)............... 21
3.3 Recurrent Aphtous Ulcer (RAU) ......................................................................... 22
3.4 Gingivitis Skorbutik ........................................................................................... 22
BAB IV................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24
BAB I

DEFINISI, KLASIFIKASI, ETIOLOGI, DAN PREVALENSI

1.1 Definisi

Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan

merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung (Carranza dan

Newman, 1996; Jenkins dan Allan, 1999).Tanda klinis dari gingivitis yaitu eritema,

bleeding on probing, dan edema(McDonald,2004).

Periodontitis merupakan suatu inflamasi gingiva dan jaringan yang lebih

dalam pada jaringan periodonsium yang mempunyai karakteristik berupa adanya

pembentukan poket dan destruksi tulang alveolar. (McDonald, 2004).

1.2 Gingiva

Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa yang mengelilingi leher

gigi dan menutupi prosessus alveolaris. Secara anatomis, gingiva terbagi menjadi

daerah margin gingiva, attached gingiva (gingiva cekat), dan gingiva interdental.

Margin gingiva atau disebut juga gingiva tidak cekat, merupakan tepi dari

gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju. Batas marginal gingival dengan

attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang disebut free

marginal groove. Margin gingiva umumnya memiliki lebar 1 mm, membentuk

dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Margin gingiva dapat dipisahkan dari

permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal (Newman,2011).

3
Jaringan marginal gingiva disekeliling gigi sulung lebih tervaskularisasi dan

mengandung sedikit jaringan ikat dibanding gingiva pada gigi permanen. Epitel

lebih tipis dengan derajat keratinisasi yang lebih kecil, memberikan penampakan

berwarna merah yang dapat salah diinterpretasikan sebagai inflamasi ringan. Lebih

lanjut hiperemi lokalisata dapat terjadi ketika erupsi gigi sulung, mengarah pada

pembengkakan dan papila interproximal yang membulat dan kedalaman sulkus

gingiva mencapai 3 mm (Welbury, 2012).

Selama erupsi gigi permanen, junctional epithelium berpindah ke arah

apikal dari permukaan insisal atau oklusal menuju cemento enamel junction (CEJ).

Ketika gigi erupsi secara keseluruhan, terjadi pergeseran junctional epithelium dan

margin free gingiva. Kestabilan gingiva dicapai sekitar usia 12 tahun untuk insisif

mandibula, caninus, premolar kedua dan molar pertama. Jaringan gingiva dari gigi

lainnya akan terus menyusut sampai usia sekitar 16 tahun, sehingga seringkali

margin gingiva berada pada ketinggian yang berbeda untuk gigi yang berdekatan

dengan tingkatan erupsi yang berbeda. Hal ini terkadang memberikan penampakan

yang salah akan terjadinya resesi gingiva di sekitar gigi yang paling lama berada

dalam mulut (Welbury, 2012).

4
Gambar 1.1 Diagram dari bagian anatomik gingiva.

(Newman, 2011)

Attached gingiva merupakan bagian gingiva yang berada di apikal atau

bagian bawah margin gingiva, melekat erat pada gigi dan tulang alveolar. Attached

gingiva dilapisi oleh epitel mulut seperti halnya margin gingiva. Konturnya

meruncing, pada permukaan attached gingiva terdapat stippling (permukaan

gingiva yang tidak beraturan seperti permukaan kulit jeruk). Dua karakter unik

pada attached gingiva pada anak adalah interdental clefts dan retrocuspid papila.

Interdental clefts merupakan anatomi normal yang ditemukan pada zona

interradikuler yang mendasari daerah sadel. Retrocuspid papila ditemukan sekitar

1 mm di bawah groove margin free gingival dan di atas attached gingiva pada

bagian lingual kaninus mandibula (Newman, 2011; Tandon, 2009; Welbury, 2012).

Attached gingiva pada anak dibandingkan dengan dewasa lebih tipis karena

keratinisasi lebih sedikit, warnanya lebih merah karena vaskularisasi lebih banyak,

lebih lunak karena jaringan ikat kurang padat, dan stippling pada permukaan

gingiva cekat gigi sulung lebih sedikit. Attached gingiva berperan penting untuk

5
mempertahankan kedalaman sulkus, untuk menahan tekanan fungsional selama

mastikasi dan untuk menahan tekanan tegangan dengan menjadi buffer antara

margin gingiva yang bergerak dengan struktur mukosa alveolar yang longgar.

(Newman, 2011; Welbury, 2012).

Gingiva interdental meliputi embrasure gingiva pada ruang interproksimal

di bawah area titik kontak gigi. Gingival interdental dapat berbentuk piramida atau

berbentuk col. Pada gigi sulung, sering terjadi spacing interdental. Maka terdapat

daerah sadel sebagai hasil dari permukaan interdental yang berkeratin. Hal ini

mungkin menjadi alasan terhadap rendahnya prevalensi lesi periodontal pada anak

karena area tersebut kurang rentan untuk perkembangan proses inflamasi

(Newman, 2011; Tandon, 2009).

Ligamen periodontal pada anak lebih lebar, merupakan konsekuensi dari

sementum dan kortikal tulang alveolar yang lebih tipis. Ligamen periodontal pada

anak lebih sedikit mengandung jaringan ikat dan lebih tervaskularisasi. Tulang

alveolar memiliki sumsum tulang yang lebih besar, lebih tervaskularisasi dan lebih

sedikit trabekula tulang daripada tulang alveolar pada dewasa, fitur yang dapat

meningkatkan laju perkembangan penyakit periodontal ketika terjadi pada geligi

sulung (Welbury, 2012).

Gingivitis sederhana ditandai dengan peradangan pada jaringan gingiva

tanpa kehilangan perlekatan atau tulang. Hal itu terjadi sebagai respons terhadap

bakteri yang hidup pada lapisan biofilm pada margin gingiva dan sulkus. Tanda

klinis dari gingivitis yaitu eritema, bleeding on probing, dan edema. Pada gigi

sulung pertama, gingivitis tidaklah umum terjadi. Anak-anak yang lebih muda

6
memiliki plak yang lebih sedikit daripada orangtua dan timbul lebih tidak reaktif

dalam jumlah plak yang sama.(McDonald,2004)

1.3 Klasifikasi Gingivitis

Menurut Carranza dan Glickmans Clinical Periodontology (2002),

gingivitis dibedakan berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.

Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :

1. gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu

pendek),

2. gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut),

3. gingivitis rekuren (peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah

dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul

kembali,

4. gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul

secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila

tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah).

Penderita gingivitis kronis jarang merasakan nyeri atau sakit sehingga hal

ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian. Rasa sakit

merupakan salah satu simptom yang membedakan antara gingivitis kronis dengan

gingivitis akut.

7
Klasifikasi gingivitis kronis pada anak yang saat ini digunakan adalah:

1. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi pada

daerah margin yang banyak dijumpai pada anak.

2. Eruption gingivitis, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi

yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam

rongga mulut.

3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada

pinggiran margin gigi yang tererosi akan terdapat akumulasi plak,

sehingga dapat terjadi edema sampai dengan abses.

4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi.

5. Gingivitis pada mucogingival problems.

6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata

7. Gingivitis karena alergi.

Berdasarkan penyebarannya gingivitis diklasifikasikan atas lima jenis yaitu:

1. Localized gingivitis terbatas pada satu daerah gigi atau beberapa daerah gigi,

2. Generalized gingivitis meliputi gusi di dalam rongga mulut secara menyeluruh,

3. Marginal gingivitis meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas gusi

cekat,

4. Papillary gingivitis meliputi papilla interdental, sering meluas sampai

batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papila,

5. Diffuse gingivitis meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papila interdental.

8
Menurut tingkat keparahannya, gingivitis terbagi dalam 5 tingkat:

1. none, tidak terdapat tanda klinis adanya inflamasi;

2. very mild, terdapat hiperemia pada papila dan dinding mukosa;

3. mild, kemerahan, bengkak, dan berdarah saat ada tekanan;

4. moderate, perdarahan saat menyikat gigi (pada tingkat ini orangtua atau

pun anak umumnya lebih waspada);

5. severe, terdapat hiperemia berat dan terlihat jelas ada pembengkakan,

saat pendarahan timbul secara spontan atau ketika bersentuhan dengan

makanan atau sikat gigi.(Finn,2003)

1.4 Epidemiologi

Beberapa data menunjukkan bahwa inflamasi penyakit periodontal adalah

masalah kesehatan utama. Penyakit ini dapat berbahaya bila gejala inflamasi

gingiva yang khususnya terjadi pada anak-anak diabaikan, dapat juga terjadi

peningkatan pada anak remaja dan dewasa, dan perkembangan yang sering terjadi

ialah kehilangan gigi geligi sebagian ataupun seluruhnya pada pertengahan atau

akhir hidupnya.(McDonald, 2004)

Reaksi inflamasi yang terjadi pada gingivitis, termasuk respon pembuluh

darah dan akumulasi sel-sel peradangan. Ketika respon pembuluh darah telah

mencapai tingkat tertentu, tanda-tanda klinis akan terlihat dan timbullah

peradangan. Tepi gingiva menjadi kemerahan, ada pembengkakan, dan papila akan

menonjol dari ruang interproksimal.(Koch,2009)

9
Volume dari gingiva akan meningkat dan permukaannya lebih mengkilat,

eksudasi krevikular terlihat jelas, khususnya jika ada tekanan pada gingiva bebas.

Terdapat juga peningkatan akan kecenderungan bleeding on probing pada gingiva.

Diagnosis pada gingivitis didasarkan pada gejala klinis yang terlihat seperti

kemerahan, pembengkakan, dan cenderung mudah berdarah. (Koch,2009)

1.5 Etiologi dan Patofisiologi

Gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri plak karena kebersihan mulut

yang buruk, kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi gigi yang tidak teratur dapat

menjadi faktor pendukung. Bakteri plak dalam jumlah banyak mengganggu

hubungan tuan rumah-parasit dan dapat menyebabkan karies gigi dan penyakit

periodontal (Laskaris, 2000; McDonald dan Avery, 2004). Umumnya akumulasi

plak dalam jumlah yang sangat banyak terdapat di regio interdental yang sempit,

inflamasi gusi cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan menyebar dari

daerah tersebut ke sekitar leher gigi. Respon setiap individu terhadap plak sebagai

faktor penyebab bermacam-macam, beberapa anak mempunyai respon yang

minimal terhadap faktor lokal (Pinkham, 1988; Manson dan Eley, 1993).

Gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan oleh

invasi bakteri atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim dilepaskan oleh

bakteri Gram negatif yang menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga

menimbulkan ulserasi epitel sulkus. Selanjutnya enzim dan toksin menembus

jaringan pendukung di bawahnya.

10
Peradangan pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan

pertambahan permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah

pada jaringan, edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.

1.6 Prevalensi

Hiperemia adalah salah satu penanda gingivitis, prevalensi gingivitis

ditemukan pada anak usia 3 tahun sebesar 5 persen, 6 tahun sebesar 50 persen, dan

puncaknya antara usia 11 17 tahun sebesar 80 90 persen.(Finn,2003)

Gingivitis timbul pada setengah populasi dari umur 4 5 tahun, dan akan

berlangsung meningkat sesuai umur. Prevalensi dari gingivitis mendekati 100%

pada saat pubertas, tetapi setelah masa pubertas akan mengalami penurunan sedikit

dan tetap konstan hingga dewasa.(Pinkham JR,2005)

Survei nasional (1973, 1983, dan 1993) mengenai kesehatan gigi anak di

United Kingdom membuktikan prevalensi dari gingivitis kronis meningkat terus

pada anak usia 5 9 tahun dan hal ini berkaitan dengan jumlah plak, debris, dan

kalkulus.(Welbury,2012)

11
BAB II

GINGIVITIS AKUT

Gingivitis akut adalah peradangan gusi yang muncul secara tiba-tiba,

disertai rasa sakit yang hebat, berlangsung dalam waktu singkat dan disertai tanda-

tanda klinis yang jelas. Peradangan akut pada gingiva disebabkan oleh banyak

faktor seperti faktor fisik, kimia, mikroorganisme oral spesifik maupun nonspesifik.

(McDonalds,2004)

2.1 Acute Primary Herpetic Gingivostomatitis (APHG)

Herpetic gingivostomatitis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan

oleh herpes virus hominis. Infeksi primer lebih banyak ditemukan pada anak-anak

berusia 2 5 tahun. Meskipun anak-anak yang lebih tua dapat juga terinfeksi.

Tingkat imunitas yang di transfer ke anak yang baru lahir melalui sirkulasi antibodi

maternal dapat menginfeksi 12 bulan pertama, tapi kasus ini jarang

terjadi.(Welbury,2012)

Sebagian besar kasus bersifat ringan dan menghilang dengan sendirinya.

Orang tua seringkali menduganya sebagai akibat dari pertumbuhan gigi atau

penyakit lainnya, dalam 2-3 hari, timbul lepuhan yang sangat kecil (vesikel) di

mulut. Vesikel ini mungkin tidak disadari karena mereka segera pecah dan

meninggalkan luka terbuka di mulut. Rasa sakit dirasakan di seluruh mulut,

terutama gusi. Seminggu kemudian anak akan membaik, tetapi virus herpes

simpleks tetap berada dalam tubuhnya, dan infeksi sering berulang di kemudian

hari (herpes sekunder).

12
Infeksi awal menyebabkan sakit yang menyebar di mulut, tetapi infeksi

ulangan biasanya menyebabkan timbulnya cold sore (fever blister, lepuhan yang

timbul karena demam). Infeksi ulangan biasanya dipicu oleh:

- sengatan matahari pada bibir

- demam

- cuaca dingin

- alergi makanan

- cedera di mulut

- pengobatan gigi

- kecemasan.

Infeksi primer pada beberapa anak prasekolah dapat ditandai oleh satu atau

dua luka ringan pada membran mukosa mulut yang tidak disadari oleh anak tersebut

maupun orangtuanya. Pada anak-anak lain, infeksi primer dapat disertai dengan

adanya gejala akut. Gejala aktif dari penyakit akut ini umumnya timbul antara usia

2 hingga 6 tahun, bahkan pada anak-anak dengan kebersihan mulut yang baik dan

jaringan mulut yang sehat. Pada kenyataannya, anak-anak ini memiliki kebersihan

mulut yang buruk.(Mc Donald,2004)

Penularan virus ini dapat melalui infeksi droplet dengan periode inkubasi 1

minggu. Anak akan menjadi demam dengan kenaikan suhu 37,8 38,9 oC. Sakit

kepala, tidak enak badan, nyeri pada rongga mulutnya, kesulitan dalam menelan,

dan pembesaran kelenjar getah bening adalah gejala umum yang menyertai demam

dan mendahului timbulnya sakit yang lebih hebat, yaitu gingivitis marginal

oedematous.(Welbury,2012)

13
Karakteristik dalam rongga mulut yang ditemukan pada penyakit primer

akut berupa vesikel berisi cairan berwarna kuning atau putih. Dalam beberapa hari

vesikel tersebut pecah dan membentuk ulkus, dengan diameter 1 3 mm, diselimuti

membran berwarna abu keputihan dan adanya peradangan dengan area yang

terbatas.(McDonald,2004)

Ulkus dapat juga ditemukan pada mukosa membran, termasuk mukosa

bukal, lidah, bibir, palatum keras dan lunak, dan sekitar tonsil. Ulkus yang besar

dapat ditemukan pada palatum atau jaringan gusi atau pada bagian mukobukal fold.

Ulkus yang bulat disertai daerah kemerahan pada bibir dan pipi juga merupakan

karakteristik dari herpetic gingivostomatitis. .(McDonald,2004)

Gambar 2.1 Tahap ulseratif pada primary herpetic gingivostomatitis:


(a) Gingiva palatal; (b) mukosa bibir bawah(Welbury,2012)

14
Infeksi primer herpetik dapat juga ditemukan pada bagian dorsal ibu jari

pada pasien anak-anak. Anak tersebut tergolong thumb-sucker dan infeksi primer

akut timbul di dalam rongga mulutnya. (McDonald,2004)

2.2 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG atau Infeksi Vincent)

ANUG didefinisikan sebagai infeksi gingiva berulang akut dengan etiologi

yang kompleks, ditandai dengan nekrosisnya ujung papila gingiva, perdarahan

spontan, ada rasa nyeri, dan biasanya ada bau khas seperti bau

logam.(Tandon,2009)

ANUG merupakan salah satu penyakit akut yang umumnya terjadi pada

gingiva. Di Amerika Serikat dan Eropa, ANUG timbul pada dewasa muda yang

berusia sekitar 16 30 tahun. Pada negara berkembang, ANUG timbul pada anak-

anak berusia 1 2 tahun dimana infeksi ini sangat agresif yang menyebabkan

kerusakan luas pada jaringan lunak maupun keras.(Welbury,2012)

Gambar 2.2. Anak Ethiopia berumur 5 tahun dengan ANUG(Welbury,2012)

15
ANUG merupakan suatu penyakit menular yang langka terjadi pada anak-

anak prasekolah di Amerika Serikat, kadang timbul pada anak-anak usia 6 12

tahun, dan umumnya pada dewasa muda.(McDonald,2004)

ANUG di tandai dengan adanya jaringan yang nekrosis dan ulserasi, yang

awalnya timbul pada interdental papil lalu menyebar ke bagian labial dan lingual

dari marginal gingiva. Ulkus diselimuti pseudomembran berwarna abu kekuningan.

Kebersihan rongga mulut umumnya sangat buruk. Terdapat halitosis pada kasus

ANUG, demam dan pembesaran kelenjar getah bening lebih jarang terjadi

dibandingkan pada APHG.(Welbury,2012)

Tanda klinis dari ANUG ketika tahap akut memasuki fase kronis yaitu

setelah 5 7 hari. Rekuren dari kondisi akut dapat terjadi, siklus akut-kronis ini

dapat berlanjut hingga jaringan marginal kehilangan kontur dan muncul membulat.

(Welbury,2012)

Manifestasi klinis dari penyakit ini termasuk peradangan, adanya rasa nyeri,

perdarahan jaringan gusi, berkurangnya nafsu makan, demam tinggi sampai 40o C,

malaise, dan berbau tidak sedap.(McDonald,2004)

2.3 Recurrent Aphtous Ulcer (RAU)

Recurrent Aphthous Ulcer (RAU) juga dikenal sebagai Recurrent Aphthous

Stomatitis (RAS), berupa ulserasi pada membran mukosa mulut yang sering terjadi

pada anak usia sekolah dan orang dewasa. Kasus terbanyak RAU terjadi pada usia

10-19 tahun. Karakteristik umumnya berupa ulser yang sakit, timbul tanpa

penyebab, berlangsung selama beberapa hari, pulih dan kemudian timbul kembali

16
setelah beberapa waktu. Ulser dapat berupa ulser minor, ulser mayor dan ulser

herpetiform. (McDonald,2004)

Gejala prodormal berupa hiperemia, parastesi, tingling dan rasa terbakar.

Gejala klinis dalam rongga mulut berupa papula dengan pinggir regular dan

eritema. Papula mengalami nekrosis kemudian erosi dan terbentuk ulser ditutupi

pseudomembran abu-abu atau kuning, dengan diameter 2-5 mm kadang bisa sampai

10 mm, terjadi pada mukosa bergerak dan jarang terjadi pada mukosa tidak

bergerak. (McDonald,2004)

Gambar 2.3 Recurrent Aphtous Ulcer

2.4 Gingivitis Skorbutik

Gingivitis ini berhubungan dengan defisiensi vitamin C dan berbeda dengan

gingivitis karena oral hygiene yang buruk. Gingivitis ini biasanya mengenai

jaringan marginal dan papilla gusi. Anak dengan scorbutic gingivitis biasanya

mengeluh sakit yang hebat dan perdarahan spontan dapat terjadi.(McDonald,2004)

17
Gingivitis yang ringan karena defisiensi vitamin C sering terjadi lebih dari

perkiraan dokter gigi. Inflamasi dan pembesaran jaringan gusi marginal dan papilla

gusi dengan tidak ada faktor penyebab lainnya, maka kemungkinan telah terjadi

Scorbutic gingivitis. Anamnesa pada anak dan orang tuanya tentang kebiasaan

makan sehari-hari dan melakukan survey diet selama 7 hari menunjukkan hasil

kurangnya makanan yang mengandung vitamin C. Perawatan gigi yang lengkap,

perbaikan oral hygiene, pemberian suplemen vitamin C akan memperbaiki kondisi

gusi.(McDonald,2004)

Gambar 2.4. Gingivitis Skorbutik

18
BAB III

PERAWATAN

3.1 Acute Primary Herpetic Gingivostomatitis (APHG)

Tujuan pengobatan pada herpes primer adalah untuk mengurangi rasa sakit,

sehingga penderita bisa tidur, makan dan minum secara normal.

Rasa nyeri bisa menyebabkan anak tidak mau makan dan tidak mau minum; bila

disertai demam, hal ini bisa dengan segera menyebabkan dehidrasi (kekurangan

cairan tubuh). Karena itu anak yang sakit harus minum cairan sebanyak mungkin.

Untuk mengurangi nyeri pada penderita dewasa atau anak yang lebih besar, bisa

digunakan obat kumur anestetik (misalnya lidokain). Atau bisa juga digunakan obat

kumur yang mengandung baking soda. Pengobatan pada herpes sekunder akan

efektif bila dilakukan sebelum munculnya luka, yaitu segera setelah penderita

mengalami gejala prodroma. Mengkonsumsi vitamin C selama masa prodroma bisa

mempercepat hilangnya cold sore. Melindungi bibir dari sinar matahari secara

kangsung dengan menggunakan topi lebar atau dengan mengoleskan balsam bibir

yang mengandung tabir surya, bisa mengurangi kemungkinan timbulnya cold sore.

Sebaiknya penderita juga menghindari kegiatan dan makanan yang bisa memicu

terjadinya infeksi ulangan. Penderita yang sering mengalami infeksi ulangan bisa

mengkonsumsi lisin.

Herpetic gingivostomatitis tidak merespon baik pada perawatan aktif.

Istirahat yang cukup dan makan makanan yang lunak disarankan bagi penderita ini

selama masa demam dan anak ini harus tetap terhidrasi dengan baik. Demam dapat

19
dikurangi dengan pemberian paracetamol suspension dan infeksi sekunder dari

ulkus ini dapat dicegah dengan pemberian chlorhexidine.

Penggunaan obat kumur (0,2%, 2 3 kali sehari) diberikan pada anak-anak

yang lebih tua yang dapat memuntahkannya kembali, tetapi untuk anak yang

berusia lebih muda (dibawah 6 tahun) chlorhexidine spray dapat juga digunakan (2

kali sehari) atau cairan ini di aplikasikan menggunakan spon yang di ulas.

Pada kasus yang berat dari herpes simplex, acyclovir sistemik dapat

diberikan dalam suspensi (200 mg) dan di telan, 5 kali sehari untuk 5 hari. Untuk

anak-anak di bawah 2 tahun diberikan dosis setengahnya. Acyclovir aktif terhadap

herpes virus tetapi tidak dapat tuntas membasminya. Obat ini lebih efektif jika

diberikan saat timbulnya serangan dari infeksi. (Welbury,2012)

Menurut Tandon, perawatan acute herpetic gingivostomatitis pada anak-

anak memerlukan waktu 10 14 hari, ditujukan untuk menghilangkan gejala akut

sehingga asupan nutrisi dapat lebih baik. Perawatan dapat dilakukan dengan

memberikan topikal anastesi ringan, seperti dyclonine hydrochloride (0,5%),

diberikan sebelum makan sehingga dapat mengurangi rasa sakit sementara dan

memungkinkan anak untuk makan-makanan yang lunak.

Topikal anastesi yang lain, seperti lidokain (Xylocaine Viscous), dapat

diberikan pada anak sebanyak 1 sendok teh larutan anastesi di kulum di mulut

selama 2 3 menit lalu di muntahkan kembali.(Tandon,2009)

Jus buah dapat mengiritasi daerah ulserasi, oleh karena itu suplemen vitamin

diperlukan selama proses perawatan penyakit ini. Istirahat yang cukup dan

hindarkan dari anak-anak lain, sangatlah disarankan. Dosis efektif minimum dari

20
obat antihistamin akan membuat anak tersebut menjadi tenang dan mengantuk,

sehingga dapat beristirahat.(McDonald,2004)

3.2 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG atau Infeksi Vincent)

Sangatlah penting untuk memberitahukan sejak awal sifat dari penyakit

ANUG ini dan kemungkinan rekuren jika perawatan tidak dilaksanakan hingga

selesai. (Welbury,2012) Jika tidak diobati segera, ANUG dapat mengakibatkan

kerusakan progresif dari periodonsium dan resorpsi akar, disertai dengan

peningkatan keparahan komplikasi sistemik. (Tandon,2009)

Obat kumur dapat direkomendasikan tetapi hanya untuk penggunaan jangka

pendek (7 10 hari). Berkumur dengan chlorhexidine (0,2% selama 1 menit) dapat

mengurangi pembentukan plak, sedangkan penggunaan obat kumur hidrogen

peroksida atau sodium hidroksiperborat dapat mengoksidasi dan membersihkan

jaringan yang nekrotik.(Welbury,2012)

Penyakit ini dapat diatasi bila dalam jangka waktu 24 48 jam di lakukan

kuretase subgingiva, debridement, dan penggunaan larutan oksidasi yang ringan.

Jika jaringan gusi mengalami peradangan, diperlukan terapi antibiotik. Peningkatan

kebersihan mulut dan penggunaan obat kumur dengan oksidasi ringan yang

diberikan setelah makan dapat membantu mengatasi infeksi

tersebut.(McDonald,2004)

21
3.3 Recurrent Aphtous Ulcer (RAU)

Pada RAU, ulser dapat sembuh spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa ada

bekas. Perawatan RAU difokuskan pada penyembuhan ulser, mengurangi rasa sakit

dan masa timbulnya ulser, menjaga asupan nutrisi dan juga mencegah timbulnya

kembali ulser. Perawatan RAU dapat menggunakan anti inflamasi topikal,

analgetik, dan immunomodulator.

Kortikosteroid topikal seperti triamsinolon 0,025%, clobetasol 0,5%,

fluocinonide 0,5% dapat dioleskan pada ulser sebelum makan dan sebelum tidur.

Dapat juga dengan penggunaan obat kumur klorheksidin glukonat 0,2% sebanyak

10 ml tiga kali sehari atau obat kumur minosiklin 50 mg dalam 10 ml air digunakan

tiga kali sehari selama empat hari yang dapat diberikan pada anak-anak berusia di

atas 8 tahun. Pada kasus yang berat dapat diberikan kortikosteroid

sistemik..(McDonald,2004)

3.4 Gingivitis Skorbutik

Gingivitis skorbutik yang parah jarang terjadi pada anak-anak. Dapat timbul

pada anak dengan alergi jus buah dimana terjadi kekurangan vitamin C pada diet

sehari-hari. Bila pada pemeriksaan darah menunjukkan kekurangan vitamin C dan

tidak ada penyakit sistemik, gingivitis akan membaik secara cepat dengan

pemberian asam askorbat 250-500 mg. Anak yang lebih besar dan orang dewasa

membutuhkan 1 gram vitamin C selama 2 minggu.(McDonald,2004)

22
BAB IV

KESIMPULAN

Gingivitis merupakan peradangan pada gingiva yang dapat bersifat akut

ataupun kronis. Gejala klinis gingivitis berupa eritema, edema, dan cenderung

mudah berdarah. Gingivitis banyak ditemukan pada anak-anak. Prevalensi

gingivitis pada anak meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Setelah masa

pubertas, prevalensi gingivitis akan menurun secara perlahan.

Gingivitis pada umumnya disebabkan oleh kondisi di dalam rongga mulut

yang buruk. Perawatan utama yang dapat dilakukan untuk mengatasi gingivitis pada

anak yaitu menghilangkan faktor etiologi serta faktor lokal, pemeliharaan

kebersihan gigi dan mulut dengan sebaik mungkin serta melakukan tindakan

profilaksis.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG, Takei H, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranzas clinical


periodontology. Elsevier health sciences; 2011.
2. Rateitschak KH. Periodontology. Vol. 1. Thieme Medical Publishers; 1989.
3. McDonald RE, Avery DR. Dentistry for the child and adolescent. Mosby
Incorporated; 2004.
4. Finn SB. Clinical pedodontics 4th ed. Philadelpia WB Saunders Co. 2003;
5. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. Paediatric dentistry. OUP Oxford;
2012.
6. Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry: a clinical approach. John Wiley &
Sons; 2009.
7. Laskaris G. Color atlas of oral diseases in children and adolescents.
Thieme; 2000.
8. Tandon S. Textbook of pedodontics. Paras Medical Publisher; 2009.
9. Pinkham JR, Casamassimo PS, Fields HW, McTigue DJ, Nowak A.
Pediatric dentistry. Infancy through Adolesc 4th ed, Philadelphia WB
Saunders Co. 2005;

24

Anda mungkin juga menyukai